UJI CARRIER BAKTERI PELARUT FOSFAT SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI PHOSPHATE SOLUBLIZING BACTERIA CARRIER TEST AS AGENT OF BIOFERTILIZER - Repository UNRAM

UJI CARRIER BAKTERI PELARUT FOSFAT SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI
PHOSPHATE SOLUBLIZING BACTERIA CARRIER TEST AS AGENT OF BIOFERTILIZER
Arifin Ahmad1, Lolita Endang Susilowati2, Zaenal Arifin2
1
Alumni Fakultas Pertanian Universitas Mataram
2
Dosen Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram
Korespondensi : Email : Arifinahmad.brow1@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan carrier Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) yang sesuai untuk
menunjang viabilitas dan ketahanan bakteri sebagai agen pupuk hayati. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Pada penelitian ini digunakan metode eksperimental dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu faktor pertama adalah carrier yang terdiri atas 2
aras perlakuan yaitu dedak padi dan tepung tapioka, dan faktor kedua adalah bakteri yang terdiri atas 5 aras
perlakuan yaitu bakteri A, B, C, E, dan perlakuan kontrol sehingga terdapat 10 kombinasi perlakuan kemudian
masing-masing kombinasi diulang sebanyak 3 kali sehingga mendapatkan 30 unit percobaan. Penelitian ini diawali
dengan penyiapan carrier inokulum (meliputi penyaringan carrier dengan saringan 50 mesh dan pensterilan
carrier), kemudian dilanjutkan dengan analisis karakteristik carrier. Carrier dedak padi dengan kandungan
41,34% C-organik, 1,56% N-total, 1,198% P-total, pH- 5,98 dan tepung tapioka dengan kandungan 36,07% Corganik, 0,035% N-total, 0.025% P-total, dan pH- 5,43), peremajaan isolat, kemudian dilanjutkan dengan preparasi
inokulum BPF (meliputi penumbuhan dan pembiakan), dan BPF diinokulasikan pada carrier selama masa inkubasi
2 bulan. Penelitian ini mengkaji viabilitas BPF dengan cara menghitung kerapatan populasi dari BPF secara

periodik yaitu setelah masa inkubasi 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan dengan metode Total Plate. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa dedak padi mampu menjadi carrier yang lebih baik bagi pertumbuhan bakteri pelarut fosfat
dibanding carrier tepung tapioka. Bakteri C memiliki kemampuan tumbuh yang lebih baik dibanding bakteri A, B,
dan E pada kedua carrier selama 2 bulan masa inkubasi, dan bakteri E tidak mampu tumbuh dalam carrier dedak
padi dan tepung tapioka setelah masa inkubasi 2 bulan.
Kata Kunci : BPF, Carrier,Viabilitas
ABSTRACT
The aim of this study was to obtain carrier Phosphate Solublizing Bacteria (PSB) which are appropriate to
the viability and resilience of bacteria as agents of biofertilizer. This research was conducted at the Laboratory of
Microbiology, Faculty of Agriculture, University of Mataram. This research was arranged in completely
randomized design (CRD)-factorial with 2 factors, namely the first factor is a carrier consisting of two kinds
namely rice bran and starch. The second factor is the bacteria that consists of five kinds, namely bacteria A, B, C,
E, and 1 control treatment. Than there were 10 combinations of treatment and then each the combination was
repeated 3 times to get 30 experimental units. This study was begined with the preparation of the inoculum carrier
(include filtering carrier with a sieve of 50 mesh and carrier sterilization), then proceed with the analysis of the
characteristics of the carrier. The rice bran carrier were as follows : content of organic C 41.34%, 1.56% N-total,
1.198% P-total, pH- 5.98 and the starch were as follows : content of 36.07% with organic C, total-N 0.035%,
0.025% P-total, and pH- 5.43), rejuvenation isolates , than continued with inoculum preparation PSB (consist of
proliferation), and PSB inoculated on the carrier during 2 months incubation period. This study examined the
viability of the PSB by calculating the population density of PSB are periodically ie after an incubation period of 2

weeks, 1 month, and 2 months with Total Plate method. The results showed that rice bran was be able to become a
better carrier for phosphate solublizing bacteria growth than the starch. Bacteria C had the ability to grow better
than bacteria A, B, and E on the second carrier during the 2 month incubation period, and the bacteria E are not
able to grow in the carrier rice bran and starch after 2 months incubation period.
Keywords : PSB, Carrier, viability
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) merupakan
mikrobia yang hidup di dalam tanah yang dapat
dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia, dan biologis
lingkungannya, seperti suhu, kelembaban, dan pH

tanah. BPF ada yang bersifat aerob dan anaerob
sehingga bakteri yang satu dengan yang lain
memiliki sifat-sifat khusus dan kondisi lingkungan
optimal
yang
berbeda-beda
yang
dapat

mempengaruhi efektifitasnya melarutkan fosfat
(Simanungkalit et al., 2006). BPF merupakan agen
pupuk hayati P yang dapat membantu proses
Crop Agro Vol… No… - … 2015

Page 1

penyediaan unsur hara P bagi tanaman dan tidak
menyebabkan pencemaran lingkungan. Bakteri yang
termasuk dalam kelompok BPF diantaranya adalah
Pseudomanas sp, Bacillus sp, Mycobacterium,
Flavobacterium, Thiobacillus sp. Pseudomonas sp
dan Bacillus sp memiliki kemampuan yang paling
besar dalam melarutkan fosfat.
Dalam melakukan aplikasi BPF, dibutuhkan
bahan pembawa (Carrier) yang akan membawa
bakteri tersebut sehingga dapat memberikan hasil
yang maksimal. Bahan pembawa inokulum yang
biasa disebut sebagai carrier pada dasarnya
merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai

tempat hidup inokulum pupuk hayati sebelum
diaplikasikan, sehingga harus dapat mengaktifkan
kegiatan mikrobia agar mampu tumbuh dan
berkembang pada saat digunakan. Carrier yang baik
adalah tidak bersifat toksik bagi mikrobia,
kemampuan absorpsi tinggi, mudah disterilkan, dan
dihaluskan, mudah menempel pada bahan tanaman
dan tersedia secara melimpah (Burton, 1979).
Di alam ini terdapat banyak jenis bahan yang
dapat digunakan sebagai carrier BPF sebagai tempat
hidup dan berkembangnya inokulum agen pupuk
hayati (Biofertilizer), diantaranya adalah limbah
pertanian seperti kulit pisang, kompos, gambut, dan
blotong. Karakter dari bahan dapat mempengaruhi
efektivitas pelarutan P oleh BPF. Pseudomonas
fluorescent mampu melarutkan P pada gambut yaitu
79%, pada blotong 82%, dan pada campuran gambut
dan blotong (1:1) 88%. Bahan lain yang mungkin
dapat dijadikan sebagai carrier alternatif BPF adalah
tepung singkong dan dedak padi.

Tapioka merupakan salah satu hasil olahan
dari singkong (Manihot utilisima) dan merupakan
bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh serta
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu
36,8% (Linders et al., 1997). Sedangkan dedak padi
merupakan hasil sampingan dari olahan padi yang
ketersediaannya melimpah, dan ekonomis dan
memiliki kandungan karohidrat sekitar 34,1-53,2%
(Nadiyah et al. 2005). Karbohidrat merupakan salah
satu nutrisi utama yang dapat dimanfaatkan untuk
proses pertumbuhan dan mendukung viabilitas
bakteri (Nisa dkk., 2008). Berdasarkan uraian
masalah tersebut di atas, maka dilakukan penelitian
tentang “Uji Carrier Bakteri Pelarut Posfat Sebagai
Agen Pupuk Hayati” dengan tujuan untuk
mendapatkan Carrier Bakteri Pelarut Fosfat yang
sesuai untuk menunjang viabilitas dan ketahanan
bakteri sebagai agen pupuk hayati.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode eksperimental yang dilakukan di
laboratorium.

Rancangan Percobaan
Penelitian
ini
dilaksanakan
dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktorial dengan 2 faktor yaitu faktor pertama adalah
carrier yang terdiri atas 2 aras perlakuan yaitu dedak
dan tepung tapioka, dan faktor kedua adalah bakteri
yang terdiri atas 5 aras perlakuan yaitu kontrol,
bakteri A, B, C dan E, sehingga terdapat 10
kombinasi perlakuan kemudian diulang sebanyak 3
kali sehingga mendapatkan 30 unit percobaan.
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Mikrobiologi
Fakultas Pertanian Universitas

Mataram dari bulan September sampai November
2014.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dedak, tepung tapioka, bakteri dengan notasi
asal rhizosfer Tithonia (A, B, C, dan E), media
Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), dan
Pikovskaya.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan untuk menunjang
penelitian ini adalah plastik, erlenmeyer, shaker,
laminar air flow, microwave oven, kapas, tabung
reaksi, rak tabung, gigal sky, gelas ukur, pipet mikro,
kompor listrik, cawan petri, botol sprey, sendok, dan
timbangan analitik.
Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
selama penelitian berlangsung adalah sebagai berikut
:

Penyiapan Carrier Inokulum
Dedak padi dan tepung singkong dikering
anginkan kemudian masing-masing disaring dengan
saringan 50 mesh. Masing-masing carrier diukur pH
dan kadar airnya. Kadar air carrier (dedak padi dan
tepung tapioka) diatur yaitu dengan menambahkan 5
ml NB sehingga memiliki kandungan air 17-20%.
Masing-masing carrier per sampel yaitu 25 g
ditambah dengan 0,13 g Ca3 PO4 atau setara dengan
0,52 % dari berat carrier. Carrier disterilkan di
dalam autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1,5
Atm selama 15 menit.
Analisis Karakteristik Carrier
Analisis karakteristik carrier dilakukan di
Laboratorium Analitik Progam Studi Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
mataram.

Crop Agro Vol… No… - … 2015


Page 2

Penyiapan Inokulum
Masing-masing isolate murni (kultur kerja)
ditumbuhkan pada media Nutrient Broth (NB),
kemudian suspense isolat dibiakkan pada mesin
shaker dengan kecepatan 120 rpm selama 2 x 24 jam
pada suhu ruangan. Setelah tumbuh, biakan siap
untuk diinokulasikan ke carrier yang telah disiapkan
sesuai dengan formulasi yang diujikan. Sebelum
diinokulasikan ke dalam carrier, masing-masing BPF
dihitung kerapatannya dengan metode Total Plate.
Penumbuhan Inokulum ke Dalam Carrier
Penumbuhan inokulum ke dalam carrier
dedak dan tepung dengan lama penyimpanan 2
minggu, 1 bulan, dan 2 bulan dilakukan dengan cara
disemprotkan secara merata sebanyak 5 ml cairan
media NB dengan intensitas 1011 cfu/ml bakteri. Pada
saat penyemprotan, dilakukan di dalam laminar air
flow agar tidak terjadi kontaminasi oleh

mikroorganisme lain.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Carrier
Jumlah koloni Bakteri Pelarut Fosfat selama
penyimpanan ditentukan oleh bahan pembawa
(carrier) bakteri tersebut. Karakteristik suatu bahan
dapat digunakan sebagai carrier adalah dapat
mempertahankan jumlah inokulum atau koloni
mikrobia dalam jangka waktu yang lama (Subba-rao,
1982). Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan
jumlah koloni bakteri untuk mengetahui baik atau
tidaknya carrier yang digunakan. Pertumbuhan BPF
pada suatu carrier, dalam penelitian ini digunakan
dua jenis carrier yang memiliki karakteristik bahan
yang berbeda yaitu dedak padi dan tepung tapioka.
Karakteristik
kedua
jenis
carrier
tersebut

ditunjukkan pada tabel 4.1 sebagai berikut.
Tabel 4.1. Karakteristik carrier

No

Parameter satuan

1
2
3
4

pHC-Organik
N Total
P Total

%
%
%

Carrier
Tepung
Dedak
Tapioka
5,98
5,43
41,34
36,07
1,65
0,035
1,198
0,025

Tabel 4.1 menunjukkan karakteristik carrier
bakteri pelarut fosfat yaitu dedak padi dan tepung
tapioka. Kedua jenis carrier tersebut memiliki pH
yang relatif sama, tetapi mengandung C-organik, N
total, dan P total yang berbeda.
Dedak padi
mengandung C-organik, N total, dan P total yang
lebih tinggi dibanding tepung tapioka. Perbedaan
karakteristik ini diduga berpengaruh terhadap
kemampuan carrier
dalam mempertahankan
kelangsungan hidup bakteri pelarut fosfat.
Dari kandungan nutrisi antara dedak padi dan
tepung tapioka diharapkan dapat menjadi carrier
yang baik bagi pertumbuhan, perkembangan, serta
kelangsungan hidup bakteri pelarut fosfat. Dengan
kandungan nutrisi dedak padi yang lebih tinggi
dibanding tepung tapioka, diperkirakan bahwa
bakteri pelarut fosfat akan mampu tumbuh dan
berkembang dengan baik pada carrier dedak padi
dibanding pada carrier tepung tapioka. Kandungan
C-organik, N total, dan P total sangat mempengaruhi
pertumbuhan BPF karena C organik dan P total
digunakan mikrobia sebagai sumber energi dan
nutrisi untuk pertumbuhan dan aktivitasnya (Black,
1999).
Viabilitas BPF di Dalam Carrier
Dedak Padi Data viabilitas bakteri pelarut
fosfat pada carrier dedak padi ditunjukkan pada
gambar 4.2 sebagai berikut.
12

Nilai Konversi Log
(cfu/ml)

Peremajaan Isolat
Masing- masing isolat murni bakteri pelarut
fosfat ditumbuhkan pada medium NA dengan metode
streaking plate (goresan agar). Kemudian isolate
yang tumbuh, sebagian dilakukan penyimpanan
ulang pada agar miring (slant agar) sebagai kultur
stok kedua dan sebagian yang lain sebagai kultur
kerja. Kultur stok pertama dan kedua disimpan
kembali pada lemari pendingin dengan suhu 4°C.

10

Kont rol

8
A

6

B

4
2

C

0

E
2 m inggu 1 bulan 2 bulan

Gambar 4.2. Grafik viabilitas bakteri pelarut fosfat di
dalam carrier dedak padi menggunakan
perhitungan
log
pada
periode
pengamatan 2 minggu, 1 bulan, dan 2
bulan.
Gambar 4.2 menunjukkan perlakuan kontrol
pada masa inkubasi 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan
tidak didapatkan BPF yang tumbuh. Hal ini
menunjukkan bahwa carrier yang digunakan benarbenar steril. Sementara pada masa inkubasi 2 minggu
(pengamatan I), pertumbuhan bakteri A yaitu (7,89 x
10 cfu/ml) atau setara dengan hasil konversi log
yaitu (10,9 cfu/ml), bakteri B (1,39 x 10 cfu/ml)
Crop Agro Vol… No… - … 2015

Page 3

atau setara (9,14 cfu/ml), bakteri C (3,38 x 10
cfu/ml) atau setara (10,53 cfu/ml), dan bakteri E
(9,05 x 10 cfu/ml) atau setara (8,96 cfu/ml).
Pada masa inkubasi 1 bulan (pengamatan II),
viabilitas bakteri A (2,91 x 10 cfu/ml) atau setara
hasil konversi log yaitu (8,46 cfu/ml), bakteri B (1,6
x 10 cfu/ml) atau setara (9,2 cfu/ml), bakteri C
(1,16 x 10 cfu/ml) atau setara (10,06 cfu/ml), dan
bakteri E (0,89 x 10 cfu/ml) atau setara (5,95
cfu/ml). Pada masa inkubasi 1 bulan ini, bakteri A
dan E menunjukkan penurunan kemampuan tumbuh
yang tinggi, sebaliknya bakteri B menunjukkan
peningkatan jumlah populasi. Bakteri A mengalami
penurunan sebesar (2,44 cfu/ml) yaitu dari (10,9
cfu/ml) menjadi (8,46 cfu/ml) atau menurun sekitar
22,38%, dan bakteri E menurun sebesar (3,01 cfu/ml)
yaitu dari (8,96 cfu/ml) menjadi (5,95 cfu/ml) atau
menurun sekitar 33.59%. sedangkan pertumbuhan
bakteri B relatif konstan.
Pada masa inkubasi 2 bulan (pengamatan
III), viabilitas bakteri A (6,71 x 10 Cfu/ml) atau
setara hasil konversi log (7,83 cfu/ml), bakteri B
(1,48 x 10 cfu/ml) atau setara (8,17 cfu/ml), bakteri
C (2,81 x 10 cfu/ml) atau setara (8,45 cfu/ml),
sedangkan bakteri E mengalami penurunan yang
signifikan yang ditunjukkan dengan tidak
terdapatnya bakteri yang tumbuh pada inkubasi 2
bulan. Jika dilihat dari hasil pengamatan II pada
masa inkubasi 1 bulan, pertumbuhan bakteri A
masih relatif konstan, sedangkan bakteri B menurun
(1,03 cfu/ml) yaitu dari (9,2 cfu/ml) menjadi (8,17
cfu/ml) atau menurun sekitar 11,2%, bakteri C
menurun (1,61 cfu/ml) yaitu dari (10,06 cfu/ml)
menjadi (8,45 cfu/ml) atau menurun sekitar 16%, dan
bakteri E mengalami kematian.
Dari data yang ditunjukkan pada gambar 4.2,
pada masa inkubasi 2 minggu (pengamatan I), semua
bakteri menunjukkan viabilitas yang baik. Viabilitas
bakteri A dan C dari hasil konversi log berada pada
kisaraan (10-10,9 cfu/ml), sedangkan bakteri B dan E
berada pada kisaran (8-9,14 cfu/ml). Perbedaan
viabilitas dari bakteri tersebut sangat ditentukan oleh
sifat
intrinsik
masing-masing
bakteri
dan
kemampuan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan
carrier. Hasil penelitian sebelumnya menunjukan
bahwa pada carrier yang mengandung kulit pisang
ini Pseudomonas putida pada jangka waktu 6 minggu
penyimpanan,
jumlah
koloninya
mengalami
peningkatan hingga minggu ke-4 (dengan rataratanya sebesar 11,6 x 107 cfu/g bahan pembawa)

dan mengalami penurunan pada minggu ke-6 (5,8 x
107 cfu/g bahan pembawa). Sedangkan untuk
Bacillus meghaterium pada jangka waktu 6 minggu
penyimpanan,
jumlah
koloninya
mengalami
peningkatan hingga minggu ke-4 (dengan rataratanya sebesar 8,4 x 107 cfu/g bahan pembawa) dan
mengalami penurunan pada minggu ke-6 (4,1 x 107
cfu/g bahan pembawa) (Tyas, 2008).
Jika dilihat pada masa inkubasi 2 minggu, 1
bulan, dan 2 bulan, viabilitas bakteri B dan C relatif
konstan, sedangkan bakteri A dan E menunjukkan
penurunan viabilitas yang tinggi. Pada masa inkubasi
2 bulan, viabilitas bakteri E menurun drastis. Diduga
hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
pertama, nutrisi carrier sudah mulai berkurang,
karena selama masa inkubasi, BPF memanfaatkan
nutrisi yang ada pada carrier sebagai sumber
energinya sehingga seiring lamanya inkubasi maka
jumlah nutrisi akan berkurang. Menurut Waluyo
(2004), mikroba sama dengan mahluk hidup lainnya,
membutuhkan nutrient (nutrisi) sebagai sumber
energi dan pertumbuhan selnya. Kekurangan sumbersumber nutrisi akan mempengaruhi pertumbuhan
mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan
kematian. Kedua menurunnya derajat keasaman
(pH). Hasil penelitian Nurosid (2008), menyatakan
bahawa semakin lama waktu inkubasi, maka pH
semakin menurun. Pada waktu inkubasi 0 jam nilai
pH medium sebesar 6,8 dan pada 48 jam pH 4,4.
Penurunan pH terjadi karena bakteri pelarut fosfat
dalam aktivitasnya mengeluarkan asam-asam organik
untuk melepaskan ikatan P. Meningkatnya asamasam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH
(Alexander, 1977). Sedangkan untuk pertumbuhan
optimum bakteri pelarut fosfat berkisar pada pH
netral dan meningkat seiiring dengan meningkatnya
pH (Simanungkalit et al., 2006).
Viabilitas BPF di Dalam Carrier Tepung Tapioka
Data viabilitas bakteri pelarut fosfat pada
carrier tepung tapioka ditunjukkan pada gambar 4.3
sebagai berikut.

Crop Agro Vol… No… - … 2015

Page 4

Nilai Konversi Log
(cfu/ml)

12
10
Kont rol

8
6

A

4

B

2

C

0
2
1 Bulan
M inggu

2Bulan

E

Gambar 4.3. Grafik viabilitas bakteri pelarut fosfat
menggunakan perhitungan log di dalam
carrier tepung tapioka pada periode
pengamatan 2 minggu, 1 bulan, dan 2
bulan.
Dari gambar 4.3 menunjukkan perlakuan
kontrol pada masa inkubasi 2 minggu, 1 bulan, dan 2
bulan tidak didapatkan BPF yang tumbuh, hal ini
menunjukkan bahwa carrier yang digunakan tersebut
benar-benar steril. Pada masa inkubasi 2 minggu,
viabilitas bakteri A (0,78 x 10 cfu/ml) atau setara
dengan hasil konversi log yaitu (9,89 cfu/ml), bakteri
B (1 x 10 cfu/ml) atau setara (8 cfu/ml), bakteri C
(3,21 x 10 cfu/ml) atau setara (8,51 cfu/ml), dan
bakteri E (2,22 x 10 Cfu/ml) atau setara (7,35
cfu/ml).
Pada masa inkubasi 1 bulan, viabilitas
bakteri A dan E mengalami penurunan, Sebaliknya
bakteri B dan C relatif konstan. Viabilitas bakteri A
(3 x 10 cfu/ml) atau setara hasil konversi log (6.48
cfu/ml) dan bakteri E (7,55 x 10 cfu/ml) atau setara
(5,88 cfu/ml). Berarti bakteri A mengalami
penurunan sebesar (3,41 cfu/ml) yaitu dari (9,89
cfu/ml) menjadi (6,48 cfu/ml) atau menurun sekitar
34,48%, bakteri E mengalami penurunan sebesar
(1,47 cfu/ml) yaitu dari (7,35 cfu/ml) menjadi (5,88
cfu/ml) atau menurun sekitar 20%. Kemudian
viabilitas bakteri B (1,21 x 10 cfu/ml) atau setara
hasil konversi log yaitu (7,08 cfu/ml), bakteri C (8,22
x 10 cfu/ml) atau setara (8,91 cfu/ml). Bakteri B
viabilitasnya relatif konstan yaitu dari (8 cfu/ml)
menjadi (7.08 cfu/ml), begitu juga dengan bakteri C
yaitu dari (8,51 cfu/ml) menjadi (8,91 cfu/ml).
Sedangkan pada masa inkubasi 2 bulan,
bakteri A, B, C, maupun E kembali mengalami
penurunan viabilitas. Viabilitas bakteri A (1,49 x 10
cfu/ml) atau setara hasil konversi log yaitu (5,17
cfu/ml), bakteri B (6,11 x 10 cfu/ml) atau setara
(5,79 cfu/ml), bakteri C (1,56 x 10 cfu/ml) atau
setara (7,19 cfu/ml), dan bakteri E dengan nilai nol (0
cfu/ml). Jika dilihat pada masa inkubasi 1 bulan,
bakteri A mengalami penurunan sebesar (1,31
cfu/ml) yaitu dari (6,48 cfu/ml) menjadi (5,17
cfu/ml) atau menurun sekitar 20,22%, bakteri B (1,29

cfu/ml) yaitu dari (7,08 cfu/ml) menjadi (5,79
cfu/ml) atau menurun sekitar 18,22%, bakteri C (1,72
cfu/ml) yaitu dari (8,91 cfu/ml) menjadi (7,19
cfu/ml) atau menurun sekitar 19,3%), dan bakteri E
mengalami penurunan yang sangat drastis yaitu
menurun 100%. Dari data pada masa inkubasi 2
minggu, dapat dilihat bahwa viabilitas bakteri A, C
dan E dari hasil konversi log berada pada kisaran (69,89 cfu/ml), sedangkan bakteri B belum
menunjukkan adanya pertumbuhan. Sedangkan dari
data masa inkubasi 1 bulan dan 2 bulan pada gambar
4.3 juga menunjukkan penurunan kemampuan
tumbuh dari bakteri.
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pola
pertumbuhan bakteri pelarut fosfat pada carrier
tepung sama dengan pola pertumbuhan pada carrier
dedak. Diduga penyebab terjadinya penurunan
kemampuan tumbuh BPF pada carrier tepung sama
dengan yang terjadi pada carrier dedak yaitu pertama
nutrisi carrier sudah mulai berkurang. Menurut
Waluyo (2004), mikroba sama dengan mahluk hidup
lainnya, membutuhkan nutrient (nutrisi) sebagai
sumber energi dan pertumbuhan selnya. Kekurangan
sumber-sumber
nutrisi
akan
mempengaruhi
pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian. Kedua menurunnya derajat
keasaman (pH). Penurunan pH terjadi karena bakteri
pelarut fosfat dalam aktivitasnya mengeluarkan
asam-asam organik untuk melepaskan ikatan P.
Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti
dengan penurunan pH (Alexander, 1977).
Perbandingan Pertumbuhan BPF Pada Kedua
Jenis Carrrier
Dari hasil pengamatan, viabilitas bakteri
lebih tinggi pada carrier dedak padi dibandingkan
dengan carrier tepung tapioka. Hal ini dapat dilihat
dari nilai viabilitas bakteri tersebut pada masingmasing carrier. Dari nilai total pengamatan
didapatkan nilai rata-rata viabilitas bakteri A, B, C,
dan E pada carrier dedak padi dan tepung tapioka
yang ditunjukkan pada tabel 4.4 sebagai berikut.

Crop Agro Vol… No… - … 2015

Page 5

Tabel 4.4. Populasi BPF pada setiap masa inkubasi bakteri di dalam carrier
DEDAK
No.

Bakteri

1
2
3
4
5

Kontrol
A
B
C
E

TEPUNG
1
Kontrol
2
A
3
B
4
C
5
E

Populasi BPF Selama Masa Inkubasi
2 Minggu
1 Bulan
2 Bulan
cfu/ml
Log
cfu/ml
Log
cfu/ml
0
0
0
0
0
10,9
8,46
2,91 x 10
6,71 x 10
7,89 x 10
9,14
9,2
1,6 x 10
1,48 x 10
1,39 x 10
10,53 1,16 x 10
10,06 2,81 x 10
3,38 x 10
8,96
5,95
0,89 x 10
0
9,05 x 10
0
0,78 x 10
1 x 10
3,21 x 10
2,22 x 10

0
9,89
8
8,51
7,35

Hasil penelitian tentang uji carrier bakteri
pelarut fosfat sebagai agen pupuk hayati fosfat ini
menunjukkan bahwa carrier dedak padi memiliki
kemampuan sebagai carrier yang lebih baik
dibanding tepung tapioka. Dalam hal ini, dedak padi
mampu mempertahankan kelangsungan hidup bakteri
pelarut fosfat selama 2 bulan masa inkubasi dan
populasinya lebih tinggi dibandingkan pada carrier
tepung tapioka (tabel 4.4). Hal ini diduga disebabkan
karena perbedaan karakteristik bahan carrier. Hasil
analisis karakteristik carrier menunjukkan bahwa
nutrisi yang terkandung di dalam carrier dedak padi
lebih tinggi di banding tepung tapioka yaitu dedak
padi dengan 41,34% C-organik, 1,56% N-total,
1,198 P-total, dan pH- 5,98. Sedangkan tepung
mengandung 36,07% C-organik, 0,035% N-total,
0.025% P-total, dan pH- 5,43. Kemampuan dalam
memelihara jumlah bateri hidup dalam populasi yang
tinggi selama kurun waktu yang lama merupakan
suatu karakteristik yang penting yang harus dimiliki
carrier (Yardin et al, 2000).
Sumber nutrisi yang cukup dari suatu bahan
carrier akan dimanfaatkan oleh bakteri untuk
pembentukan sel. Susunan kimia sel mikroba relatif
tetap, baik unsur kimia maupun senyawa yang
terkandung di dalam sel. Dari hasil analisis kimia
diketahui bahwa penyusun utama sel adalah unsur
kimia C, H, O, N, dan P, yang jumlahnya ± 95 % dari
berat kering sel (Madigan, 2009). Sumber C yang
dapat di manfaatkan oleh bakteri yaitu karbohidrat,
sedangkan sumber N dari asam-asam amino. Selain
itu, bakteri pelarut fosfat memerlukan fosfat dalam
jumlah yang tidak sedikit, dalam hal ini bakteri
pelarut fosfat dapat memanfaatkan P organik dan
atau P anorganik sebagai sumber P dalam hidupnya
(Mansur et al.,2003).

0
3 x 10
1,21 x 10
8,22 x 10
7,55 x 10

0
6,48
7,08
8,91
5,88

0
1,49 x 10
6,11 x 10
1,56 x 10
0

Log
0
7,83
8,17
8,45
0
0
5,17
5,79
7,19
0

Selain itu, diduga kemampuan hidup bakteri
juga dipengaruhi oleh sifat bakteri yang dapat dilihat
dari karakter morfologinya seperti bentuk,
permukaan koloni, tepi koloni, warna permukaan,
dan kepekatan dari masing-masing koloni BPF. Dari
perbedaan
karakter
morfologi
ini,
diduga
kemampuan tumbuh dan adaptasi bakteri tersebut
juga berbeda. Dari hasil penelitian sebelumnya Tyas
(2008), Pseudomonas putida menunjukkan viabilitas
yang lebih baik bila dibanding Bacillus megatherium
pada semua macam carrier yang mengandung kulit
pisang. Selain itu,
Pseudomonas putida
menunjukkan viabilitas tertinggi pada carrier limbah
kulit pisang 120 g dibanding carrier lain. Hal ini
ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah koloni hingga
minggu ke-4 (dari 1,5 x 10 cfu/g bahan pembawa
menjadi 18,1 x 10 cfu/g bahan pembawa). Pada
penelitian ini, pola pertumbuhan bakteri pelarut
fosfat menurun pada masa inkubasi 2 bulan. Hal
tersebut juga terjadi pada carrier kulit pisang 120 g,
bakteri Pseudomonas putida mengalami penurunan
pada minggu ke-6 (7,6 x 10 cfu/g bahan pembawa)
tetapi masih menunjukkan jumlah populasi yang
lebih tinggi dibanding carrier lain.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Dedak padi dengan kandungan 41,34% Corganik, 1,56% N-total, 1,198% P-total, dan
pH- 5,98 mampu menjadi carrier yang lebih
baik bagi pertumbuhan bakteri pelarut fosfat
dibanding carrier tepung tapioka yang
Crop Agro Vol… No… - … 2015

Page 6

mengandung 36,07% C-organik, 0,035% Ntotal, 0.025% P-total, dan pH- 5,43.
2. Bakteri C memiliki kemampuan tumbuh
yang lebih baik dibanding bakteri A, B, dan
E pada kedua carrier selama 2 bulan masa
inkubasi.
3. Bakteri E tidak mampu tumbuh dalam
carrier dedak padi dan tepung tapioka
setelah masa inkubasi 2 bulan.
Saran
Dari hasil penelitian ini, disarankan untuk
dilakukan penelitian lanjutan guna mengetahui
berapa lama bakteri A, B, dan C mampu bertahan
hidup di dalam carrier dedak padi dan tepung
tapioka.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil
Microbiology. Second Edition. John Willey
and Sons. Inc. Canada. 467 p.
Arshad, M and W.T Frankenberger. 1993. Microbial
Production of Plant Gowth Regulators. In
F.B. Mettind (ed.) Soil Microbial Ecology.
Marcel Dekker, Inc. New York. Basel.
Hongkong p.307 -347
Bachri, I.S. 2004. Potensi Bacillus sp. dalam
Pengendalian Cendawan Phytophthora
palmivora. Penyebab Penyakit Busuk Buah
Kakao (Theobroma cacao L.) [Skripsi].
Departemen
Hama
dan
Penyakit
Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Banik, S. 1982. Available Phosphate Content of An
Alluvial Soils as Influenced by Inoculation
of Some Isolated Phosphate-Solubilizing
Microorganism. Plant Soil. 60: 353-364.
Beauchamp, E.G. and D.J. Hume. 1997. Agicultural
Soil Manipulation: The Use Of Bacteris,
Manuring, and Plowing. P. 643-664. In
J.D. van Elsas, J.T. Trevors, and E.M.H.
Wellington
(Eds.).
Modern
Soil
Microbiology. Marcel Dekker, New York.

Earl, K.D., J.K. Syers, and J.R. Mc Laughlin. 1979.
Origin Of The Effect Of Citrate, Tartarate,
and Acetate On Phosphate Sorption By
Soils And Synthetic Gels. Soil Sci. Am. J.
43: 474-678.
Fenton, A.M., P.M. Stephens., J. Crowly., M.O.
Callaghan and F.
O’gara.
1992.
Exploitation of Genes Involved 2,4diacethylphloroglucinol Biosynthesis to
Confer a New Biocontol Capability to a
Pseudomonas Strain. Appl. Environ.
Microbiol. 58: 3873-3878.
Gaur, A.C., R.S. Mathur, and K.V. Sadasivam. 1980.
Effect of organic materials and phosphatedissolving culture on the yield of wheat and
geengam. Indian. J. Agon. 25: 501-503.
Glick, BR. 1995. The Enhancement Of Plant Gowth
By Free Living Bacteria. Canadian Journal
Microbiology 41: 109-117.
Goenadi, D.H., R. Saraswati, dan Y. Lestari. 1993.
Kemampuan Melarutkan Fosfat Dari
Beberapa Isolat Bakteri Asal Tanah dan
Pupuk Kandang Sapi. Menara Perkebunan
61(2): 44-49.
Handayani.
2009.
Inokulan
Bradyrhizobium
japonicum Toleran Asam-Al: Uji Viabilitas
dan Efektivitas Simbiotik Terhadap
Tanaman
Kedelai
[tesis].
Sekolah
Pascasarjana. Institut pertanian Bogor.
Havlin, J.L., J.D. Beaton., S.L. Tisdale., and W.L
Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers.
An Intoduction to Nutrient Management.
Sixth ed. Prentice Hall, New Jersey.
Hazra, F. dan E. Widyati. 2007. Isolasi, Seleksi
Bahan Pembawa dan Formulasi Inokulum
Thiobacillus sp. Jurnal Tanah dan
Lingkungan 9(2): 71-76

Black, J. 1999. Microbiology Principles and
Exploratory Fourth Edition. Prentice Hall
Inc. New Jersey.

Hidayati, N. 2009. Efektivitas Pupuk Hayati pada
Berbagai
Lama
Simpan
Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa)
dan Jagung (Zea mays) [skripsi]. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Institut Pertanian Bogor.

Burton, J.C. 1979. New Development In Inoculating
Legume. Advance In Biological Nitrogen
Nutrition. Oxford And IBH Publishing Co.
New Delhi-India.

Illmer, P., A. Barbato and F. Schinner. 1995.
Solubilising of Hardly Soluble
with
P-Solubilizing Microorganism. Soil Biol.
Biochem. 27: 265-270.

Crop Agro Vol… No… - … 2015

Page 7

Joner, E.J., I.M. Aarle, and M. Vosatka. 2000.
Phosphatase Activity Of Extraradical
Arbuscular Mycorrhiza Hyphae: a Review.
Plant Soil 226: 199- 210.
Karnataka. 2007. “Enhanced Survival and
Performance of Phosphate Solubilizing
Bacterium in Maize through Carrier
Enrichment”. J. Agic. Sci. 20(1) :170-172
Kucey,

R.M.N. 1983. Phosphate-solubilizing
bacteria and fungi in various cultivated and
virgin Alberta soils. Can. J. Soil Sci. 63:
671-678.

Kundu, B.S. and A.C. Gaur. 1980. Establisment of
Nitrogen
Fixing
and
Phosphate
Solubilizing Bacteria in Rhizosphere and
their effect on yield and nutrient uptake of
wheat crop. Plant Soil 57 : 223 -230.
Linder, M., and Teeri, T. 1997. The Role and
Fungtion of Cellulose Binding Domains.
Journal Biotechnology, 57: 15-28.
Lubis, S., R. Rahmat, Sudaryono, S. Nugaha. 2002.
Pengawetan Dedak Dengan Metode
Inkubasi. Balitpa Sukamandi, Karawang.
Lynch, J.M. 1983. Soil Biotechnology: Blackwell
Sci. Pub. Co., London. 191 p.
Madigan, M.T. 2009. Biologi of Microorganism.
Brock. Twelfth Edition.
Mansur .M, D. Soedarsono, dan E. Susilowati. 2003.
Biologi Tanah. CPIU Pasca
IAEUP. Jakarta.
Maryanti, D. 2006. Isolasi dan Uji Kemampuan
Bakteri Pelarut Fosfat Dari Rhizosfir
Tanaman Pangan dan Semak. [Skripsi].
Padang. Fakultas Pertanian Universitas
Andalas. 84 halaman.

By Citrate And Bicarbonate. Soil Sci. Am.
J. 32: 507-510.
Nisa, F.C., J. Kusnadi, dan R. Chrisnasari. 2008.
Viabilitas dan Deteksi Subletal Bakteri
Probiotik Pada Susu Kedelai Fermentasi
Instan Metode Pengeringan Beku (Kajian
Jenis Isolate dan Konsentrasi Sukrosa
Sebagai Krioprotektan). Jurnal Teknolog
Pertanian. 9 (1): 23-27.
Nurosid. 2008. Kemampuan Azospirillum
Dalam Menghasilkan Lipase Pada
Campuran Dedak Dan Onggok
Waktu
Inkubasi
Berbeda.
Universitas Jenderal Soedirman.

Patten, C.L. and B.R. Glick. 1996. Bacterial
Biosynthesis Of Indole-3-Acetic Acid. Can.
J. Microbiol. 42: 207-220.
Paul, E.A. and F.E. Clark. 1989. Phosphorus
Transformation
In
Soil.
In
Soil
Microbiology and Biochemistry. Academic
Press, Inc. Harcourt Brace Jovanovich,
Publ.n New York.
Premono, E. 1994. Jasad Renik Pelarut Fosfat
“Pengaruhnya Terhadap P-Tanah Dan
Efisiensi Pemupukan P-Tanaman Tebu.
Disertasi. Progam Pasca Sarjana. IPB.
Bogor. 193 halaman.
Puslitanak. 2004. Mikroorganisme Meningkatkan
Efisiensi Pemupukan Fosfat. (on-line).
http://www.pustakadeptan.
go.id/publ/warta/2546.html. diakses 18
Oktober 2006.
Raharjo, B. 2004. Penapisan Rhizobakteri Tahan
Tembaga (Cu) dan Mampu Mensintesis
IAA dari Rizosfer Kedelai (Glicyne max L.).
Tesis.
Institut
Teknologi
Bandung,
Bandung.
Rao,

Mumpton, F.A. 1984. The Role of Natural Zeolites in
Agiculture. J. Animal. Sci. 12: 3-24.
Nadiyah,

Krisbiyanto dan A. Azizah. 2005.
Kemampuan Bakteri Acetobacter Xylinum
Mengubah Karbohidrat Pada Limbah Padi
(Bekatul) Menjadi Selulosa. Bioscience, 2:
37-47.

Nagarajah, S., A.M. Posneer, and J.P. Quirk. 1970.
Description Of Phosphate From Kaolinite

Sp. Jg3
Medium
Dengan
Skripsi.

N.S.S. 1982. Advances In Agicultural
Microbiology. Bombay: Oxford and IBH
Publishing Co,

Sen, A. and N.B. Paul. 1957. Solubilization Of
Phosphatase By Some Common Soil
Bacteria. Curr. Sci. 26: 2-22.
Simanungkalit, RDM. 2001. Aplikasi Pupuk Hayati
dan Pupuk Kimia Suatu Pendekatan
Terpadu Ago. Bio Vol: 4 No: 2.

Crop Agro Vol… No… - … 2015

Page 8

Simanungkalit, R.D.M, Suriadikarta, D.A. Sarawati,
R. Setyorini dan Hartatik. 2006. Pupuk
Organik Dan Pupuk Hayati. Balai Besar
Penelitian Dan Pengembangan Sumber
Daya lahan Pertanian. Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB. Bogor.
Sosrosoedirdjo, R.S. 1983. Bercocok Tanam Ubi
Kayu. Yasagama, Jakarta.
Subba-Rao, N.S. 1982. Advanced Microbiology.
Oxford and IBH Publishing Co New Delhi.
India.
Sundara Rao, W.V.B .and M.K. Sinha. 1963.
Phosphate Dissolving Microorganisms In
The Soil And Rhizosphere. Indian J. Agic.
Sci. 33: 272-278.
Supriyadi dan Sudadi. 1998. “ Efektifitas Bakteri
Pelarut Fosfat pada Beberapa Macam
Bahan Pembawa Inokulum”. Jurnal Ilmu
Tanah. 6 (2): 30-36.
Taha, S.M., S.A.Z. Mahmoud, A. Halim, El Damaty
and A.M. Abd. El. Hafez. 1969. Activity of
Phosphate Dissolcing Bacteria in Egyption
Soils. Plant and Soil XXXI, No. 1.
Tyas, I. N. 2008. Pemanfaatan Kulit Pisang Sebagai
Bahan Pembawa Inokulum Bakteri Pelarut
Fosfat. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Penerbit
universitas Muhamadiyah Press, Malang.
Widawati, S., Suliasih, dan A. Kanti. 2001. Pengaruh
Isolat BPF Efektif dan Dosis Pupuk Fosfat
Terhadap Pertumbuhan Kacang Tanah
(Arachis Hypogaea L.). Prosiding Seminar
Nasional Biologi XVI. Volume 2. PBI
cabang Bandung dan ITB. Bandung, 26-27
Juli 2001.
Widawati, S. dan Suliasih. 2005. The Application of
Soil Microbe from Wamena Botanical
Garden as Biofertilizer (Compost Plus) on
Purple Eggplant (Solanum melongena L.).
J. Ilmiah Pert. Gakuryoku XI(3):20-24.
Witono, Y. 2008. Peran Bioteknologi Pada Produk
Pangan Yang Thoyib Dari Bahan Lokal
Untuk Ketahanan Pangan Nasional.
Prosiding Seminar Nasional, Peran
Bioteknologi Bagi Kesejahteraan umat.
Yayasan
Memajukan
Bioteknologi
Indonesia (YMBI) dengan Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika,
Yogyakarta.
Yardin, M. R, I. R Kennedy and J. E Thies. 2000.
Development of High Quality of Carrier
Materials For Field Delivery of Key
Microorganisms Used as Biofertilizer and
Biopestisides. Radiation Physics and
Chemistry 57 : 565-568.

Waksman, S.A. and R.L. Starkey. 1981. The Soil and
The Microbe. John Wiley and Sons, Inc.
New York.

Crop Agro Vol… No… - … 2015

Page 9

HALAMAN PENGESAHAN

Artikel tersebut telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing skripsi untuk diterbitkan
pada jurnal crop agro sebagai salah satu syarat pra yudisium dan yudisium pada Fakultas Pertanian
Universitas Mataram.

Mengetahui,
Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Lolita Endang Susilowati, MP.
NIP. 19600315 198503 2 003

Zaenal Arifin, SP., M.Sc.
NIP. 19710414 200501 1 001

Crop Agro Vol… No… - … 2015

Page 10