PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA DAN PERAK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al-Si TUGAS AKHIR - Pengaruh penambahan tembaga dan perak terhadap sifat fisis dan mikanis paduan Al-Si - USD Repository

  

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA DAN

PERAK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

PADUAN Al-Si

TUGAS AKHIR

  Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

  Jurusan Teknik Mesin

  

Disusun oleh :

Yulius Budi Purnomo Sri Raharjo

NIM : 045214019

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

  

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

THE EFFECT OF COPPER AND SILVER ON THE PHYSICAL

AND MECHANICAL PROPERTIES OF Al-Si ALLOYS

FINAL PROJECT

  Presented as Partial Fulfilment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

  In Mechanical Engineering

  

By :

Yulius Budi Purnomo Sri Raharjo

Student Number : 045214019

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

  

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2010

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Yogyakarta, 26 Oktober 2010 Yulius Budi Purnomo Sri Raharjo

  ! " #$ ! %

  ! $ & & ' ' ! % $ ( ) ! !

  • !

  $

  LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Yulius Budi Purnomo Sri Raharjo NIM : 045214019

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : ...................................................................................................

  .............PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA......... ............DAN PERAK TERHADAP SIFAT FISIS DAN........

...........................MEKANIS PADUAN Al-Si...........................

  ...................................................................................................

  Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). dengan demikian saya memberitahukan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberikan royalti kepada saya selama masih tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 26 Oktober 2010 yang menyatakan,

  

INTISARI

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan unsur tembaga (Cu) dan perak (Ag) terhadap sifat fisis dan mekanis dari paduan aluminium-silikon. Bahan pada penelitian ini adalah paduan Al-Si yang didapatkan dari pelek mobil. Bahan kemudian dicor dengan diberi tambahan tembaga (Cu) sebesar 4,5% dan ditambahkan perak (Ag) bervariasi mulai 1%, 2%, dan 3%. Hasil pengecoran kemudian dilakukan pengujian yang meliputi uji kekerasan, uji impak, pengamatan struktur mikro, porositas dan komposisi kimia. Uji kekerasan menggunakan mesin uji Brinell, dan uji impak menggunakan mesin uji impak Charpy. Pengujian komposisi kimia dilakukan pada bahan mula-mula (pelek bekas) dan paduan dengan penambahan tembaga 4,5% dan perak 3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keuletan optimal sebesar 21 kJ/m² terdapat pada paduan Al-Si dengan penambahan tembaga 4,5% dan perak sebesar 1%, sedangkan kekerasan tertinggi terdapat pada paduan Al-Si tanpa penambahan unsur tembaga dan perak sebesar 92 BHN.

KATA PENGANTAR

  Puji Tuhan penulis panjatkan atas berkat dan karunia yang telah dilimpahkan Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir penelitan yang berjudul “Pengaruh Penambahan Perak dan Tembaga Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al-Si”. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini penulis membutuhkan bimbingan dan dorongan. Atas terselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Bapakku JB Suyatno dan ibuku CH Endar Martanti atas cinta dan kasih sayang yang tidak akan ada habisnya.

  2. Istriku Tercinta V. Septriana Citra Sari, yang selalu memberi semangat dukungan motivasi dan cinta yang sangat berarti.

  3. Anakku Tercinta Ag. Radityo Putro Sri Raharjo yang selalu menjadi hiburanku, motivasiku.

  4. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

  5. Budi Sugiarto, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.

  6. I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir 7.

  Seluruh staf pengajar Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan memberikan berbagai Ilmu Pengetahuan yang sangat membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.

8. Segenap karyawan dan laboran Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

  Sanata Dharma, Mas Martono Dwiyaning Nugroho, Mas Intan Widanarko, Mas Roni Windaryawan dan yang lainnya, terima kasih untuk kerjasamanya selama ini.

  9. Rekan-rekan Tugas Akhir yang telah berbagi suka dan duka serta pendorong dalam penyelesaian Tugas Akhir ini diantaranya : Catur Budi, Sugiharto, Bernardus Nugroho, Samuel Novianto, Hari, Andi, Hendri, dll.

  10. Kakak-kakakku Mas Heribertus Widodo, Mas Wibowo Sigit, dan khususnya Mas Wahyu Nugroho atas dukungan dalam segala hal, perhatian dan pengertiannya.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini belum sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki, sehingga masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis dengan hati terbuka mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

  Akhir kata penulis mengharapkan tulisan ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

  Yogyakarta, 20 Oktober 2010 Penulis

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................vii

  2.2.2 Pencairan logam .................................................................... 10

  3.1 Diagram Alir ........................................................................................ 26

  

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 26

  2.3.3 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium..................... 22

  2.3.2 Paduan Aluminium ............................................................... 17

  2.3.1 Produksi Aluminium ............................................................. 15

  2.3 Alumunium dan Paduannya ................................................................. 15

  2.2.3 Pembuatan cetakan ................................................................ 11

  2.2.1 Perencanaan pengecoran ....................................................... 6

  

INTISARI ....................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

  2.2 Proses pengecoran ................................................................................ 6

  2.1 Sejarah Pengecoran .............................................................................. 4

  

BAB II DASAR TEORI .............................................................................. 4

  1.4 Tujuan penelitian ................................................................................. 3

  1.3 Batasan Masalah................................................................................... 2

  1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

  1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

  

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

  3.2 Jenis Penelitian ..................................................................................... 27

  3.5 Pelaksanaan Pengecoran ...................................................................... 29

  3.8.5 Pengujian Komposisi Kimia ................................................. 45

  5.2 Saran ..................................................................................................... 60

  5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 60

  

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 60

  4.5 Pengamatan Komposisi Kimia ............................................................. 59

  4.4 Pengamatan Porositas .......................................................................... 55

  4.3 Pengamatan Struktur Mikro ................................................................. 51

  4.2 Pengujian Kekerasan ............................................................................ 50

  4.1 Pengujian Impak .................................................................................. 48

  

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 48

  3.8.4 Pengamatan Porositas Hasil Coran ....................................... 44

  3.5.1 Bahan coran ........................................................................... 29

  3.8.3 Pengamatan Struktur Mikro ................................................. 42

  3.8.2 Pengujian Kekerasan ............................................................. 38

  3.8.1 Pengujian Impak ................................................................... 35

  3.8 Pengujian Hasil Coran.......................................................................... 35

  3.7 Peralatan Pengujian .............................................................................. 34

  3.6 Pembuatan Benda Uji ........................................................................... 32

  3.5.4 Pelepasan hasil coran ............................................................ 31

  3.5.3 Proses peleburan logam......................................................... 30

  3.5.2 Alat-alat yang digunakan ...................................................... 29

  

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61

LAMPIRAN .................................................................................................... 62

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Seiring dengan perkembangan peradaban manusia kebutuhan akan berbagai macam bahan terutama dalam dunia industri juga bertambah dan semakin komplek. Salah satu bidang yang mendukung industri adalah pengecoran logam. Bidang ini telah mengalami perkembangan dalam metode yang digunakan dalam proses pengecoran maupun dari bahan yang digunakan dalam pengecoran.

  Agar pemilihan suatu bahan dapat efisien, biasanya seorang perancang akan memperhatikan beberapa hal, diantaranya: sifat bahan yang diinginkan, proses pengerjaannya, dan biaya yang diperlukan. Pemilihan bahan yang tepat dapat memberikan beberapa keuntungan baik dilihat dari sisi mekanis maupun dari sisi ekonomis.

  Dalam bidang industri salah satu bahan yang sering digunakan adalah aluminium. Aluminium adalah salah satu logam non ferro yang memiliki banyak sifat yang menguntungkan, sifat-sifat itu antara lain : berat jenis yang rendah sehingga bahan relatif ringan, titik leburnya rendah sehingga proses pengerjaannya relatif cepat, daya hantar listrik tinggi, tahan terhadap korosi, dan kekuatan yang tinggi dalam bentuk paduan.

  Dengan memperhatikan sifat-sifat yang menguntungkan dari aluminium terutama kekuatan yang cukup tinggi dalam bentuk paduan serta kebutuhan

  2 akan logam jenis ini tiap tahun mengalami peningkatan, penulis menjadikan paduan Al-Si-Cu-Ag sebagai objek penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

  Penelitian ini meneliti perubahan sifat fisis dan mekanis hasil coran paduan Al-Si dengan variasi kadar tembaga (Cu) dan perak (Ag), yang mana Al- Si diperoleh dari pelek mobil. Coran yang ingin dibuat dan diteliti terdiri dari lima jenis coran, yaitu :

1. Paduan Coran Al-Si 2.

  Paduan Coran Al-Si dengan Cu (4,5%) 3. Paduan Coran Al-Si dengan Cu (4,5%) - Ag (1%) 4. Paduan Coran Al-Si dengan Cu (4,5%) - Ag (2%) 5. Paduan Coran Al-Si dengan Cu (4,5%) - Ag (3%)

  Hasil dari setiap coran akan dibandingkan dan dilihat pengaruh penambahan unsur tembaga dan perak.

1.3 Batasan masalah

  Dalam penelitian pengecoran paduan Al-Si-Cu-Ag dengan menggunakan cetakan pasir, penulis memberikan batasan supaya penulisan tidak terlalu luas serta mengenai sasaran yang ingin dicapai. Pembatasan penulisan adalah sebagai berikut:

  1 Sifat-sifat dasar logam yang digunakan dalam pengecoran.

  2 Proses pengecoran paduan Al-Si-Cu-Ag.

  3

  3 Pengujian untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis logam paduan hasil coran.

  4 Analisa dari hasil pengujian yang dilakukan.

1.4 Tujuan penelitian 1.

  Mengetahui angka keuletan pada paduan Al-Si dengan tembaga dan variasi perak terhadap beban kejut / dinamik.

  2. Mengetahui angka kekerasan pada paduan Al-Si dengan tembaga dan variasi perak.

  3. Mengetahui perubahan struktur mikro paduan Al-Si dengan tembaga dan variasi perak.

BAB II DASAR TEORI

2.1 Sejarah Pengecoran

  Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pengecoran dimulai ketika manusia mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4000 tahun sebelum Masehi, sedangkan tahun yang pasti tidak diketahui. Awal penggunaan logam adalah ketika manusia membuat perhiasan atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan menempa tembaga. Hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah dapat menempanya. Kemudian secara kebetulan manusia menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair ke dalam cetakan, dengan demikian untuk pertama kalinya manusia dapat membentuk coran yang rumit, misalnya perabot rumah, perhiasan atau hiasan makam. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik-cairnya lebih rendah dari tembaga.(Surdia,1986)

  Pengecoran perunggu pertama kali dilakukan di Mesopotamia kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi, teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina. Penerusan ke Cina kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, dan dalam zaman Cina kuno semasa Yin, yaitu kira-kira 1500-1000 tahun sebelum Masehi. Pada masa itu tangki-tangki besar yang halus dibuat dengan cara dicor. Sementara itu teknik pengecoran Mesopotamia juga diteruskan ke Eropa, dan dalam tahun 1500-1400 sebelum Masehi barang-barang seperti mata bajak, pedang, mata tombak, perhiasan, tangki, dan perhiasan makan dibuat di Spanyol, Swiss, Jerman, Austria, Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan Prancis. Teknik pengecoran perunggu di India dan Cina diteruskan ke Jepang dan Asia Tenggara, sehingga Jepang banyak arca-arca Budha dibuat antara tahun 600 dan 800. (Surdia,1986)

  Penggunaan besi dimulai dengan penempaan, sama halnya dengan tembaga. Orang-orang Asiria dan Mesir mempergunakan perkakas besi dalam tahun 2800-2700 sebelum Masehi. Kemudian di Cina dalam tahun 800-700 sebelum Masehi, ditemukan cara membuat coran dari besi kasar yang mempunyai titik-cair rendah dan mengandung fosfor tinggi dengan mempergunakan tanur beralas datar. Teknik produksi ini kemudian diteruskan ke Negara-negara di sekitar Laut Tengah. Di Yunani 600 tahun sebelum Masehi, arca-arca raksasa Epaminondas atau Hercules, berbagai senjata, dan perkakas dibuat dengan jalan pengecoran. Di India zaman itu pengecoran besi kasar dilakukan dan diekspor ke Mesir dan Eropa. Walaupun demikian baru pada abad ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan secara besar-besaran, yaitu ketika Jerman dan Itali meningkatkan tanur beralas datar yang primitif itu menjadi tanur tiup berbentuk silinder, di mana pencairan dilakukan dengan jalan meletakan bijih besi dan arang batu berselang-seling. Produk-produk yang dihasilkan pada waktu itu adalah : meriam, peluru meriam, tungku, pipa, dan lain-lain. Cara pengecoran pada zaman itu ialah menuangkan secara langsung logam cair yang didapat dari bijih besi ke dalam cetakan. Kokas ditemukan di Inggris pada abad 18, yang kemudian di Prancis disahkan agar kokas dapat dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam tanur kecil pada pembuatan coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur kupola yang ada sekarang dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang dilakukan sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang. Walaupun sejak masa kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun sejak H. Bessemer atau W. Siemens sajalah telah diusahakan untuk membuat baja dari besi kasar, dan coran baja diproduksi pada akhir pertengahan abad 19. Coran paduan aluminium dibuat pada akhir abad 19 dengan cara pemurnian dengan elektrolisa ditemukan. (Surdia,1986)

2.2 Proses Pengecoran

2.2.1 Perencanaan Pengecoran

  Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembongkaran coran, pembersihan dan proses daur ulang pasir cetakan, dan hasilnya disebut coran. Berdasarkan proses pencetakan dan bahan cetakannya, pengecoran dibedakan menjadi : 1.

  Pengecoran menggunakan cetakan pasir (Sand Mould).

  2. Pengecoran menggunakan cetakan pasir dengan pengikat khusus.

  3. Pengecoran menggunakan cetakan dengan model lilin

  (Investment Moulding).

  4. Pengecoran dengan cetakan logam (Permanent Moulding).

  5. Pengecoran dengan penuangan cetak (Die Casting).

  Coran dibuat dari logam yang dicairkan dan dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan dingin dan membeku. Untuk mencairkan logam digunakan bermacam-macam tanur, memilih tanur yang tepat bisa mempercepat pengecoran. Oleh karena itu sebelum membuat coran harus dibuat perencanaan yang matang untuk mencapai keberhasilan akan hasil coran. Adapun perencanaan proses pengecoran adalah sebagai berikut :

  1. Penentuan pola Pola adalah tiruan benda coran (tidak sama dengan benda coran, baik dari bahan maupun ukurannya). Perbedaan pola dengan benda coran diakibatkan oleh beberapa alasan, yaitu : • Benda coran pasti menyusut.

  • Benda coran bukan produk akhir, masih melalui proses permesinan.
  • Bentuk pola biasanya terjadi penirusan yang dimaksudkan untuk mempermudah pengangkatan coran dari cetakan.

  Pola dibuat dengan proses permesinan secara langsung pada cetakan logam, yaitu dengan memakai mesin milling.

  2. Menetapkan kup, drag, dan permukaan pisah Untuk mendapatkan hasil coran yang baik penentuan kup, drag, dan permukaan pisah harus memperhatikan ketentuan dibawah ini :

  • Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan pisah harus satu bidang, pada dasarnya kup dibuat agak lebih dangkal.
  • Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus ditentukan dengan teliti.
  • Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam cair yang optimal.
  • Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam proses pembuatan cetakan.

  3. Penentuan penambahan penyusutan Untuk menentukan tambahan penyusutan digunakan mistar susut, adanya tambahan penyusutan karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan. Besarnya penyusutan tergantung dari : bahan coran, bentuk coran, tempat, tebalnya coran.

  4. Penuangan logam cair.

  Setelah peleburan logam dan cetakan sudah siap, maka proses penuangan logam cair dapat dilaksanakan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses penuangan, yaitu :

  • Pengeringan ladel. Ladel yang digunakan harus benar-benar kering, sebab jika tidak benar-benar kering bisa menurunkan temperatur logam cair sehimgga dapat menimbulkan cacat pada coran.
  • Pembuangan terak. Sebelum penuangan, terak yang ada di
atas cairan logam yang ada dalam ladel harus dibuang. Supaya pada saat penuangan tidak ikut ke dalam cetakan.

  • Temperatur penuangan. Temperatur logam cair harus dijaga agar logam cair tidak cepat membeku dan untuk mendapatkan coran berkualitas tinggi.
  • Waktu penuangan. Penuangan harus dilakukan dengan tenang, cepat dan cermat.

  5. Pembongkaran cetakan Pembongkaran cetakan dilakukan untuk mengetahui hasil coran.

  Pembongkaran cetakan dengan cara memukul cetakan hingga coran lepas dari cetakan.

  6. Pemeriksaan hasil coran Tujuan dari pemeriksaan coran adalah :

  • Penyempurnaan teknis. Cacat pada coran harus dideteksi sebaik mungkin sehingga dapat dengan cepat dilakukan penyempurnaan teknis dan selanjutnya kualitas coran tersebut dapat dipelihara.
  • Memelihara kualitas. Kualitas hasil coran harus tetap dipertahankan, karena akan berpengaruh langsung pada konsumen. yang kontinyu dimaksudkan untuk mengawasi coran yang mengalami kegagalan dalam pengecoran.

2.2.2 Pencairan logam

  Untuk mencairkan logam dapat menggunakan berbagai macam tanur. Pada umumnya dapur kupola atau tanur frekuensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi untuk baja tuang, dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan karena tanur-tanur ini dapat menghasilkan logam cair yang baik dan ekonomis untuk logam-logam tersebut. Karena pengecoran yang akan dilakukan menggunakan aluminium yang termasuk logam paduan ringan sebagai bahan dasar maka tanur yang dibahas hanya tanur krus saja.

Gambar 2.1 Tanur Krus Tampak Atas (kiri) dan Tampak Samping (kanan)

  (Surdia,1986) Peleburan dengan krus besi cor dan krus karbon dilakukan sebagai berikut. Pertama diisikan sekrap, kemudian logam baru dan paduan dasar. Magnesium harus ditenggelamkan ke dasar cairan dengan mempergunakan alat yang khusus seperti alat untuk pemberi fosfor.

  Magnesium yang tenggelam kemudian mencair sedangkan magnesium yang terapung akan hilang karena oksidasi.

  Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena oksidasi, lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemudian dipanaskan. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditambahkan untuk mencegah oksidasi dan absorpsi gas. Selama pencairan permukaan harus ditutup dengan fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segregasi.

2.2.3 Pembuatan cetakan

  Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang dipakai kadang-kadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal asal dipakai pasir yang cocok, kadang-kadang dicampurkan juga pengikat khusus, umpamanya air kaca, semen, resin furan, resin fenol atau minyak pengering karena pengunaan zat-zat tersebut dapat memperkuat cetakan. Tentu saja penggunaan zat-zat tersebut mahal, sehingga perlu memilih dengan mempertimbangkan bentuk, bahan dan jumlah produk hasil coran.

  Dalam pengecoran menggunakan cetakan dari pasir. Cetakan dibuat dalam rangka cetak (flask) yang terdiri atas dua bagian, bagian atas disebut Kup dan bagian bawah disebut Drag. Belahan pola diletakkan diatas papan kayu yang rata, drag diletakkan di atas papan kemudian diisi penuh pasir dan ditekan keras. Bila pasir kurang padat cetakannya mudah rusak pada waktu pengerjaan atau rusak akibat aliran logam cair. Bila terlalu padat, gas dan uap sulit menguap, hal ini dapat mengakibatkan cacat pada benda cor. Drag dan kup dipasang jadi satu sesudah diberi grafit, kegunaan grafit adalah untuk mencegah melekatnya pasir dari kedua bagian cetakan dan memperhalus permukaan hasil cor. Penampang saluran masuk dekat cetakan jangan terlalu besar untuk memudahkan pematahannya dan untuk memudahkan penyusutan aluminium, pada kup juga biasanya dibuat saluran cadangan atau riser (penambah).

  Fungsi saluran masuk perlu dirancang dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :

  1. Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan dekat dasarnya dengan turbulensi seminimal mungkin, khususnya pada benda tuang yang berukuran kecil.

  2. Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga cetakan harus ditekan dengan mengatur aliran logam cair.

  3. Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian rupa sehingga terjadi solidifikasi yang terarah. Solidifikasi hendaknya dimulai dari permukaan cetakan ke arah logam cair sehingga selalu ada logam cair cadangan untuk menutupi kekurangan akibat penyusutan.

  4. Usahakan kotoran dan partikel asing tidak dapat masuk ke dalam rongga cetakan.

  Dalam sebuah cetakan terdapat sistem saluran yang berfungsi sebagai jalan untuk logam cair ke dalam cetakan. Saluran turun berfungsi untuk mengalirkan logam cair ke dalam cetakan. Selain itu ada saluran penambah yang berfungsi untuk menambahkan logam cair pada saat logam cair membeku. Besarnya penambahan tergantung pada besar kecilnya penyusutan. Adapun urutan-urutan dari sistem saluran adalah :

  1. Cawan tuang Cawan tuang adalah penerima pertama yang menerima logam cair langsung dari ladel. Cawan ini biasanya berbentuk corong, cawan ini harus mempunyai kontruksi yang tidak dapat melewatkan kotoran/terak yang terbawa logam cair dari ladel. Cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal, perbandingan kedalaman dan diameter yang terlalu kecil akan menjadi pusaran yang akan menampung kotoran/terak sisa pada logam cair, sehingga tidak ikut masuk kedalam cetakan.

  2. Saluran turun Saluran turun saluran yang pertama membawa logam cair dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran ini dibuat tegak lurus dengan irisan yang berupa lingkaran, biasanya irisannya sama dari atas sampai bawah atau sebaliknya. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.

  3. Pengalir Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun kebagian-bagian pada cetakan. Bagian ini mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran karena mudah dibuat pada permukaan pisah. Pengalir lebih baik dibuat sebesar mungkin, karena untuk memperlambat pendinginan logam cair.

  4. Saluran masuk Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada pengalir. Bentuk irisan biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga, atau setengah bola yang membesar ke arah rongga cetakan.

Gambar 2.2 Bagian-Bagian Sistem Saluran dalam Cetakan

  (Surdia,1986)

2.3 Aluminium Dan Paduannya

2.3.1 Produksi Aluminium

  Aluminium diproduksi dari bauksit yang merupakan campuran mineral gibbsite [Al(OH)

  3 ], diaspore [AlO(OH)] dan mineral lempung

  seperti kaulinit [Al

2 Si

  2 O 5 (OH) 4 ]. Proses produksi aluminium dari bauksit

  meliputi dua tahap, yaitu : proses pengolahan alumina (Al O ) dan proses

  2

  3

  elektrolisa alumina menjadi aluminium. Kedua proses tersebut merupakan proses awal terbentuknya aluminium. Proses pengolahan bauksit menjadi alumina melalui suatu rangkaian proses yang disebut proses Bayer. Bauksit dimasukan ke dalam larutan NaOH dan alumina didalamnya membentuk sodium alumina.

  Al

  2 O 3 + 2NaOH

  2NaAlO

  2 + H

  2 O (160˚ - 170˚ C)

  Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat cair lainnya, lalu didinginkan secara perlahan sampai temperature 25˚- 35˚ C untuk mengendapkan aluminium hidroksida [Al(OH) 3 ] menurut reaksi.

  NaAlO + 2H O Al(OH) + NaOH

  2

  2

  3 Kemudian Al(OH) 3 dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai

  temperatur 1100˚ - 1200˚C untuk menghasilkan aluminium oksida (Al O )

  2

  3 menurut reaksi berikut.

  2Al(OH)

3 Al

  2 O 3 + 3H

  2 O

  Alumina yang diperoleh melalui proses pengolahan bauksit, diproses lagi secara elektrolisa pada temperatur tinggi dengan proses Hall-Herlout karena alumina mempunyai titik leleh yang tinggi (2000˚C), maka alumina tersebut dilarutkan ke dalam cairan cryolite (Na3AlF6) yang bertindak sebagai elektrolit sehingga titik leleh menjadi lebih rendah (1000˚C).

  Aluminium merupakan logam non-ferro yang banyak digunakan karena memiliki sifat-sifat yang baik. (Surdia,1984)

  1. Kerapatan (density).

  3 2.

  . Berat jenis dari suatu Aluminium adalah 2,7 g/cm 3.

  Tahan terhadap korosi (corrosion resistance).

  Salah satu ciri dari logam non ferro adalah jika suatu logam non ferro mempunyai kerapatan yang tinggi maka daya tahan terhadap korosi yang dimiliki logam tersebut juga semakin baik. Hal tersebut tidak berlaku untuk aluminium, walaupun aluminium merupakan salah satu jenis logam non ferro. Karena aluminium memiliki lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh terhadap oksigen di seluruh permukaan. Lapisan tersebut dapat mengendalikan laju korosi serta sekaligus melindungi lapisan di bawahnya.

  4. Sifat mekanis (mechanical properties).

  Aluminium mempunyai sifat mekanis yang sebanding dengan paduan bukan besi (non ferrous alloy) juga beberapa jenis baja. Adapun sifat mekanis tersebut adalah kekuatan tarik, dan kekerasan.

  5. Penghantar panas dan listrik yang baik (heat and electrical conductivity) .

  Aluminium mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Daya hantar listrik yang dimiliki aluminium adalah sekitar 65% dari daya hantar tembaga. Dalam hal ini digunakan Al dengan kemurnian 99,0%. Selain sifat-sifat di atas, aluminium juga mempunyai sifat anti magnet.

  6. Tidak beracun (nontoxicity).

  Aluminium merupakan bahan yang tidak beracun. Maka dari itu aluminium sering digunakan sebagai bahan pembungkus atau kaleng makan dan minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia antara makanan dan minuman dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang dapat membahayakan manusia.

  7. Sifat mampu bentuk (formability).

  Sifat mampu bentuk aluminium yang baik memungkinkan aluminium dapat dibuat menjadi lembaran tipis atau plat. Sifat mampu bentuk ini disebut juga mampu tempa (malleability).

  8. Titik lebur rendah.

  Titik lebur aluminium adalah ± 660 ºC sehingga aluminium sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat dan dengan biaya operasi relatif murah.

2.3.2 Paduan Aluminium

  Penggunaan aluminium murni terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu mengutamakan faktor kekuatan, seperti : penghantar panas dan listrik, perlengkapan bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan aluminium adalah dengan proses pengerasan regangan, tetapi cara ini tidak senantiasa memuaskan bila tujuan utamanya adalah untuk menaikan kekuatan bahan. Pada perkembangan selanjutnya peningkatan kekuatan aluminium dapat dicapai dengan penambahan unsur-unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur-unsur yang biasa dipakai dalam paduan aluminium adalah : perak (Ag), tembaga (Cu), mangan (Mn), silikon (Si), magnesium (Mg), seng (Zn), dan lain sebagainya, serta sifat lainnya seperti mampu cor dan mampu mesin juga bertambah baik. Dengan demikian penggunaan aluminium paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni. Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara di dunia. Saat ini klasifikasi yang sangat terkenal dan sangat sempurna adalah standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa (Aluminium Company of America). Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum, yaitu : paduan aluminium tuang/cor (cast aluminium alloys) dan paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys). Setiap kelompok tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu dengan perlakuan panas (heat treatable alloys) dan paduan tanpa perlakuan panas (non heat treatable alloys).

  Struktur mikro paduan aluminium (berhubungan erat dengan sifat- sifat mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, laju pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Berikut ini adalah beberapa contoh aluminium paduan: 1.

  Paduan Al-Cu.

  Paduan Al-Cu sangat jarang digunakan karena tingkat kecairannya jelek. Sebagai coran dipergunakan paduan yang mengandung 4 – 5 %Cu, ternyata dari fasanya paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Paduan ini juga memiliki sifat-sifat mekanis dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cor bahan ini agak jelek. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Ti sangat efektif untuk memperhalus butir, dan juga dapat memperbaiki mampu cornya. Dengan perlakuan panas pada coran dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi.

2. Paduan Al-Si, Al-Si-Mg, dan Al-Si-Cu.

  Paduan Al-Si merupakan paduan aluminium yang paling banyak digunakan dengan kadar Si bervariasi dari 5 – 20 %. Kebanyakan paduan ini memiliki struktur mikro eutektik atau hypoeutektik (komposisi eutektik 12,7 % Si). Paduan ini mempunyai viskositas yang baik dan tahan terhadap korosi serta memiliki mampu cor yang baik, sehingga dipakai untuk elemen-elemen utama mesin. Paduan ini relatif ringan, koefisien pemuaian rendah, penghantar panas dan listrik yang baik. Bila Paduan ini dicor, akan mempunyai sifat mekanis yang rendah karena butiran-butiran Si cukup besar, sehingga pada saat pengecoran perlu ditambahkan natrium untuk membuat kristal halus dan memperbaiki sifat-sifat mekanisnya, tetapi cara ini tidak efektif untuk coran tebal. Sifat-sifat mekanik paduan Al-Si dapat diperbaiki dengan menambahkan Mg, Cu, atau Mn, dan selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas. Penambahan unsur Mg ( 0,3 - 1 % ) pada paduan Al-Si akan menghasilkan peningkatan cukup besar terhadap sifat-sifat mekanisnya. Dalam hal ini unsur Mg meningkatkan respon terhadap perlakuan panas bahan. Peningkatan tersebut karena adanya presipitasi Mg

  2 Si. Penambahan unsur Cu ( 3

  • – 5 %) pada paduan AL-Si dapat juga meningkatkan sifat-sifat mekanis paduan. Paduan AL-Si-Cu, dengan komposisi Si mendekati komposisi eutektik, dapat digunakan pada suhu tinggi dengan koefisien muai panjang relatif kecil.

3. Paduan Al-Si-Ag

  Penambahan unsur Si-Ag pada aluminium menyebabkan bahan menjadi lebih ulet

4. Paduan Al-Mg.

  Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 % mempunyai ketahanan korosi dan sifat-sifat mekanis yang baik. Paduan ini mempunyai kekuatan tarik di atas 300 Mpa dan perpanjangan di atas 12 % setelah perlakuan panas. Paduan Al-Mg (disebut juga hidronalium) dipakai untuk bagian-bagian dari alat-alat industri kimia, kapal laut, kapal terbang yang membutuhkan daya tahan yang baik terhadap korosi. Paduan ini mempunyai daya tahan yang sangat baik terhadap korosi dalam air laut dan udara dengan kadar garam relatif tinggi. Paduan Al dengan 2 – 3 % Mg dapat dengan mudah ditempa, dirol dan diekstrusi. Paduan Al dengan 4,5 % Mg setelah dianil merupakan paduan cukup kuat dan mudah dilas. Paduan ini banyak dipakai sebagai bahan tangki LNG.

  5. Paduan Al-Mn.

  Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium tanpa mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk membuat paduan tahan korosi.

  6. Paduan Al-Mg-Zn.

  Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar logam Mg-Zn dan kelarutannya menurun apabila temperaturnya turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan. Paduan bersifat keras dan getas oleh korosi tegangan. Paduan tersebut dinamakan ESD (duralumin super ekstra).

  7. Paduan Aluminium Tahan Panas.

  Paduan Al-Cu-Ni-Mg mempunyai kekuatan konstan sampai suhu 300˚C sehingga paduan ini banyak dipakai untuk piston atau tutup silinder. Paduan Al-Si-Cu-Ni-Mg mempunyai koefisien muai rendah dan tahan terhadap suhu tinggi sehingga paduan ini banyak dipakai untuk piston.

2.3.3 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium

  Dalam coran aluminium unsur-unsur paduan sangat mempengaruhi hasil dari coran aluminium tersebut, ada yang memberi pengaruh baik dan ada juga yang memberikan pengaruh kurang baik. Berikut ini adalah pengaruh unsur-unsur pada paduan aluminium.

  1. Unsur silikon (Si)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu : − Mempermudah proses pengecoran. − Meningkatkan daya tahan terhadap korosi. − Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran.
  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu: − Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut. − Hasil cor akan rapuh jika kandungan Si terlalu tinggi.

  2. Unsur tembaga (Cu)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu), yaitu

  − Meningkatkan kekerasan bahan

  − Memperbaiki kekuatan tarik.

  − Mempermudah proses pengerjaan mesin.

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu), yaitu :

  − Menurunkan daya tahan terhadap korosi. − Mengurangi keuletan bahan. − Mengurangi mampu bentuk dan mampu rol.

  3. Unsur mangan (Mn)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn), yaitu :

  − Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi.

  − Meningkatkan daya tahan terhadap korosi. − Mengurangi pengaruh buruk unsur besi.

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn), yaitu :

  − Menurunkan kemampuan penuangan. − Meningkatkan kekasaran butiran partikel.

  4. Unsur magnesium (Mg)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg), yaitu :

  − Mempermudah proses penuangan. − Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin. − Meningkatkan daya tahan terhadap korosi. − Meningkatkan kekuatan mekanis. − Menghaluskan butiran kristal secara efektif.

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg), yaitu :

  − Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil coran.

  5. Unsur nikel (Ni)

  • Pengaruh yang ditimbulkan unsur nikel (Ni), yaitu :

  − Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperatur tinggi.

  − Menurunkan pengaruh buruk unsur Fe dalam paduan. − Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

  6. Unsur besi (Fe)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :

  − Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama proses penuangan.

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu : − Penurunan sifat mekanis.

  − Penurunan kekuatan tarik. − Timbulnya bintik keras pada hasil cor. − Peningkatan cacat porositas.

  7 Unsur seng (Zn)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu :

  − Meningkatkan sifat mampu cor.

  − Meningkatkan keuletan bahan. − Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut.

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu :

  − Menurunkan ketahanan korosi. − Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi (Fe). − Menimbulkan cacat rongga udara.

8 Unsur perak (Ag)

  • Pengaruh positif yang ditimbulkan perak (Ag), yaitu :

  − Meningkatkan keuletan

  − Memperhalus butiran kristal dan permukaan. − Mempermudah proses penuangan.

  • Pengaruh negatif yang ditimbulkan perak (Ag), yaitu : −

  Mengurangi kekerasan

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

  Diagram alir penelitian pengecoran dapat digambarkan sebagai berikut : Pengadaan bahan coran

  Uji komposisi Proses pengecoran Al-Si dan Cu

  4.5% dengan variasi Ag :

  • Al-Si
  • Al-Si dengan Cu 4.5 %
  • Al-Si dengan Cu 4.5 % - Ag 1 %
  • Al-Si dengan Cu 4.5 % - Ag 2 %
  • Al-Si dengan Cu 4.5 % - Ag 3 %

  Pembuatan benda uji Pengujian benda uji

  Uji komposisi Cu 4.5 % - Ag 3

  Data hasil penelitian Referensi

  Analisa data penelitian Kesimpulan

  3.2 Jenis Penelitian

  Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus dan bersifat deskriptif

  kualitatif , yaitu suatu penelitian terhadap obyek tertentu dan kesimpulan yang

  diambil hanya terbatas pada obyek yang diteliti berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan. Dalam hal ini obyek yang diteliti adalah pengaruh penambahan tembaga (Cu 4.5%) dan perak (Ag) dengan variasi penambahan antara 1% hingga 3% terhadap paduan aluminium dan silikon. Sedangkan sebagai bahan perbandingan digunakan coran aluminium murni sebagai pembanding.

  3.3 Tahap Penelitian

  Metode yang digunakan untuk memperoleh data-data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu :

  1. Tahap persiapan Tahap ini merupakan tahap perumusan masalah yang akan diangkat menjadi topik dalam penulisan, pengumpulan pustaka sebagai sumber informasi yang mendukung penelitian, dan penentuan batasan masalah agar penelitian tidak menyimpang dari topik rencana.

  2. Tahap penelitian Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode penelitian, dengan harapan untuk mencapai hasil seobyektif mungkin, yaitu:

  • Penelitian pendahuluan

  Yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keadaan dan sifat-sifat bahan sebelum diadakan pengecoran. Pelaksanaan penelitian

Dokumen yang terkait

PENGARUH KADAR TEMBAGA TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al - Si TUGAS AKHIR - Pengaruh kadar tembaga terhadap sifat fisis dan mekanis paduan Al - Si - USD Repository

0 0 76

TUGAS AKHIR PENGARUH SENG TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al-Si-Cu

0 0 84

Pengaruh temperatur aging terhadap sifat fisis dan mekanis paduan Al-Cu - USD Repository

0 0 115

PENGARUH SEMPROTAN AIR LAUT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM TUGAS AKHIR - Pengaruh semprotan air laut terhadap sifat fisis dan mekanis paduan alumunium - USD Repository

0 0 102

PENGARUH WAKTU SEMPROTAN AIR LAUT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM PADUAN TUGAS AKHIR - Pengaruh waktu semprotan air laut terhadap sifat fisif dan mekanis alumunium paduan - USD Repository

0 0 88

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA BAJA KARBON RENDAH TUGAS AKHIR - Pengaruh perlakuan panas terhadap sifat fisis dan mekanis baja karbon rendah - USD Repository

0 1 90

PENGARUH SEMPROTAN AIR LAUT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN ALUMINIUM TUGAS AKHIR - Pengaruh semprotan air laut terhadap sifat fisis dan mekanis paduan aluminium - USD Repository

0 0 102

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al-Si SEBAGAI BAHAN DUDUKAN SHOCK BREAKER SEPEDA MOTOR

0 0 98

Pengaruh penambahan perak terhadap sifat fisis dan mekanis coran Al-Si - USD Repository

0 0 82

SIFAT FISIS DAN MEKANIS CORAN Al-Si DENGAN PENAMBAHAN MAGNESIUM TUGAS AKHIR - Sifat fisis dan mekanis Coran Al-Si dengan penambahan magnesium - USD Repository

0 0 71