WAKTU HENTI CHLORAMPHENICOL PADA LOBSTER (Cherax quadricarinatus) AIR TAWAR Repository - UNAIR REPOSITORY

  SKRIPSI WAKTU HENTI CHLORAMPHENICOL PADA LOBSTER (Cherax quadricarinatus) AIR TAWAR

  SKRIPSI PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN Oleh: MIFTAHUL JANNAH MOJOKERTO – JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014

  SKRIPSI WAKTU HENTI CHLORAMPHENICOL PADA LOBSTER (Cherax quadricarinatus) AIR TAWAR

  Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

  Oleh :

MIFTAHUL JANNAH NIM 140911054

  Menyetujui Komisi Pembimbing

  Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir., M.Agr Dr. Kusnoto, drh., M.Si.

  NIP. 19580916 198502 1 001 NIP. 19631003 199702 1 001

  SKRIPSI WAKTU HENTI CHLORAMPHENICOL PADA LOBSTER (Cherax quadricarinatus) AIR TAWAR

  Oleh :

MIFTAHUL JANNAH 140911054

  Telah diujikan pada Tanggal : 03 Juni 2014 KOMISI PENGUJI SKRIPSI Ketua : Rahayu Kusdarwati, Ir., M. Kes. .

  Anggota : Prof. Sri Agus Sudjarwo, drh., Ph.D.

  Dr. Ir. Gunanti Mahasri, M. Si. Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir., M.Agr Dr. Kusnoto, drh., M.Si.

  Surabaya, Fakultas Perikanan dan Kelautan

  Universitas Airlangga Dekan,

  Prof. Dr. Hj. Sri Subekti B. S., DEA., Drh NIP. 19520517 1977803 2 001

  RINGKASAN MIFTAHUL JANNAH. Waktu Henti Chloramphenicol Pada Lobster (Cherax quadricarinatus) Air Tawar. Dosen Pembimbing Prof.Dr.Hari Suprapto,Ir.,M.Agr. dan Dr. Kusnoto, drh., M.Si.

  Tingginya permintaan konsumen terhadap produk perikanan terutama lobster (Cherax quadricarinatus) air tawar dari tahun ketahun memacu perkembangan industri budidaya lobster yang sangat pesat. Namun dalam proses budidaya tersebut banyak sekali kendala yang muncul. Salah satu kendala yang umum dihadapi dalam budidaya ikan adalah adanya serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Beberapa strategi pencegahan penyakit yang telah diaplikasikan dalam budidaya lobster, salah satunya menggunakan antibiotik.

  Salah satu antibiotik yang sering digunakan pembudidaya adalah

  Chloramphenicol . Antibiotik ini sejak lama digunakan dalam industri peternakan

  dan perikanan sebagai feed additive dalam pakan yang bersifat sebagai obat dalam penanganan beberapa penyakit yang menjangkit ikan, residu yang ditinggalkan dalam tubuh ikan yang dikonsumsi manusia dapat menyebabkan alergi, toksisitas bahkan kematian pada penderita anemia yang bisa berlanjut ke leukemia. Sedangkan pada Lobster, penggunaan Chloramphenicol dengan dosis tinggi akan menyebabkan resistensi terhadap bakteri patogen.

  Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga dan Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamana Hasil Perikanan Kelas I Surabaya II. Penelitian ini berlangsung pada bulan November 2013 sampai bulan Januari 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu henti obat yang diperlukan agar residu antibiotik Chloramphenicol yang terdapat pada Lobster (Cherax

  

quadricarinatus) air tawar menurun hingga batas aman untuk dikonsumsi.

  Penelitian ini menggunakan alat UPLC. Lobster yang diberi pakan dengan campuran chloramphenicol dengan dosis 2g/kg pakan terdeteksi residu

  Chloramphenicol tertinggi sebanyak 31,962 ppb pada minggu pertama dan terjadi penurunan residu menjadi 3.53 ppb selama delapan minggu.

  SUMMARY MIFTAHUL JANNAH. Withdrawl Time Chloramphenicol In Fresh Water Lobster (Cherax quadricarinatus). Academic Advisor Prof.Dr.Hari Suprapto,Ir.,M.Agr. and Dr. Kusnoto, drh., M.Si.

  The high demand for consumers on fishery products especially of Fresh Water Lobster (Cherax quadricarinatus) from year to year has made the development of Lobsters cultivation industry which is very fast. But in the process of cultivation was widely all obstacles appeared. One of the difficulties faced in the cultivation of fish common is the presence of attack of a disease caused by the bacterium. Some prevention strategies of disease that has been applied in the cultivation of lobsters, one of them is the use of antibiotics.

  One of an antibiotic that is often used by cultivator is Chloramphenicol. This antibiotic has been used in the industry of animal husbandry and fishery as feed additive in animal feed as a drug in the treatment of some diseases which infected fish, The residue that abandoned in the body of fish which consumed by humans can cause an allergy, toxicity even death in people with anemia can get into leukemia. While the Lobster, the use of Chloramphenicol with high doses will cause resistance to pathogenic bacteria.

  The research was held in Fisheries educational laboratory, Faculty of Fisheries and marine, Airlangga University and in Fish Quarantine Quality Control and Safety of Fishery Centre Class I Surabaya II Tanjung Perak. The research was conducted in November 2013 and was completed in January 2014.

  The purpose of this research was to determine the amount decrease of

  chloramphenicol residues against withdrawl time in Fresh Water Lobsters (Cherax quadricarinatus) until limit safe for consumption.

  This research using UPLC (Ultra Performance Liquid Chromatografi). Lobster feed with a mixture of Chloramphenicol with a dose of 2g/kg of food was detected residue of Chloramphenicol highest as many as 31,962 ppb on the first week and decreased to 3.53 ppb for eight weeks later.

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur penulis kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rakhmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi dengan judul ”Waktu Henti Chloramphenicol pada Lobster (Cherax quadricarinatus) Air Tawar

  ” dapat terselesaikan. Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Januari 2014.

  Pada kesempatan kali ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1) Bapak Prof. Dr. Hari Suprapto,Ir.,M.Agr. selaku Dosen Pembimbing pertama yang telah memberikan dan mendanai penelitian ini serta Bapak Dr. Kusnoto, drh., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran yang membangun dengan penuh kesabaran mulai dari penyusunan proposal hingga terselesaikannya Laporan skripsi ini, 2) Kedua orang tua saya yang telah memberi semangat dan dukungan dalam penyelesaian laporan ini, 3) semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan maupun penyelesaian Skripsi ini, 4) Penelitian ini didanai dari DIP A BOPTN Th Anggaran 2014 a.n. Prof. Dr. Hari Suprapto,Ir.,M.Agr dengan kode kegiatan 2013.109.001.B. MAK 521219 . Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

  Penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak.

  Surabaya, 27 April 2014 Penulis

  DAFTAR ISI Halaman

  HALAMAN JUDUL ............................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... iii RINGKASAN ....................................................................................... iv SUMMARY ......................................................................................... v KATA PENGANTAR ........................................................................... vi DAFTAR ISI ........................................................................................ vii DAFTAR TABEL ................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xii

  I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

  1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

  1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 3

  1.3 Tujuan ................................................................................... 3

  1.4 Manfaat .................................................................................. 4

  II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5

  2.1 Lobster Air Tawar ................................................................ 5

  2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi ............................................. 5

  2.1.2 Habitat dan Tingkah Laku .............................................. 7

  2.1.3 Kebiasaan Makanan ...................................................... 7

  2.2 Chloramphenicol .................................................................... 8

  2.3 Residu Antibiotik dan Waktu Henti Obat ....................................... 9

  III Kerangka Konseptual ....................................................................... 10

  3.1 Kerangka Konseptual ...................................................................... 10

  3.2 Hipotesis ......................................................................................... 15

  IV METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 16

  4.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 16

  4.2 Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................ 16

  4.3 Materi Penelitian ...................................................................... 16

  4.3.1 Alat Penelitian .................................................................. 16

  4.3.2 Bahan Penelitian .............................................................. 16

  4.4 Metode Penelitian .................................................................... 17

  4.5 Prosedur Kerja ......................................................................... 18

  4.5.1 Persiapan Akuarium dan Sampel ..................................... 18

  4.5.2 Pembuatan Pakan ............................................................ 18

  4.5.3 Perhitungan Residu ......................................................... 19

  4.6 Analisis Data ........................................................................... 19

  4.7 Alir Penelitian ................................................................................20

  V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 21

  5.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 21

  5.1.1 Pemilihan Lobster Air Tawar. ......................................... 21

  5.1.2 Kadar Chloramphenicol dalam Lobster Air Tawar .......... 22

  5.1.3 Pengukuran Kualitas Air .................................................. 23

  5.2 Pembahasan .................................................................................... 23

  5.2.1 Residu Chloramphenicol ................................................. 23

  5.2.2 Kualitas Air .................................................................... 25

  VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 26

  6.1 Kesimpulan ............................................................................... 26

  6.2 Saran ....................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 27 LAMPIRAN ....................................................................................... 31

  DAFTAR TABEL Gambar Halaman

1. Rataan ANOVA Waktu Pengukuran Kadar Chloramphenicol

  pada Lobster Air Tawar

  ….......................................................... 22 2.

  Hasil pengukuran kualitas air pada lobster air tawar ………..... 23

  DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman

  1. Lobster Air Tawar ............................................................. 5

  2. Kerangka Konseptual Penelitian ........................................ 14

  3. Diagram Alir Penelitian. .................................................... 20

  4. Lobster Air Tawar ............................................................. 21

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman

  1. Hasil Residu Chloramphenicol pada Lobster Air Tawar ................... 31

  2. Perhitungan ANOVA ....................................................................... 32

  3. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pada Lobster Air Tawar ................. 35

  4. Hasil UPLC pada Laboratorium ..................................................... 36

  I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

  Penggunaan antibiotik atau obat-obatan dalam menangani masalah kesehatan dalam budidaya lobster air tawar dapat menyebabkan terjadinya residu dalam daging. Menurut Adam (2002) residu antibiotik terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak memperhatikan waktu henti obat, penggunaan antibiotik yang melebihi dosis yang dianjurkan, serta penggunaan atibiotika sebagai feed

  additive dalam pakan hewan. Salah satu antibiotik yang sering digunakan

  pembudidaya adalah Chloramphenicol. Chloramphenicol sejak lama digunakan dalam industri peternakan dan perikanan sebagai feed additive dalam pakan yang bersifat sebagai obat dalam penanganan beberapa penyakit yang menjangkit ikan, residu yang ditinggalkan dalam tubuh ikan yang dikonsumsi manusia dapat menyebabkan alergi, toksisitas bahkan kematian pada penderita anemia yang bisa berlanjut ke leukemia. Hingga saat ini lama waktu henti

  Chloramphenicol belum diketahui secara pasti dikarenakan minimnya penelitian

  dan sumber informasi yang menggunakan Chloramphenicol sebagai obyek penelitian. Hal ini harus diperhatikan sebelum produk diekpor ke Negara tujuan, dimana standar perdagangan internasional yang ditetapkan untuk residu Chloramphenicol yaitu 0,3 ppb (Commision Decision: 2003/181/EC).

  Penelitian mengenai residu Chloramphenicol di Indonesia masih belum banyak dilakukan untuk mengetahui lama waktu henti Chloramphenicol terutama pada lobster air tawar. Di Indonesia penggunaan Chloramphenicol tersebut belum sepenuhnya dipatuhi oleh pembudidaya yang menyebabkan pembudidaya udang dan lobster air tawar di Indonesia masih bebas menggunakan antibiotik untuk kalangan pasar lokal, sehingga dampak residu yang terdapat pada udang dan lobster air tawar masih harus dikontrol penggunaannya dalam dunia budidaya di Indonesia. Penggunaan antibiotik dalam dosis pencegahan secara rutin telah menjadi panutan para pembudidaya untuk meningkatkan angka kelulusan kehidupan benih lobster di hatchery.

  Adanya kandungan residu Chloramphenicol pada produk lobster air tawar disebabkan karena pada saat lobster masih ditambak diberikan Chloramphenicol

  Pada pada pakan untuk membasmi serangan penyakit pada Lobster air tawar. tahun 2004-2005 kebutuhan pasar di Eropa dan Asia Tenggara akan lobster air tawar dapat mencapai 1.589 ton ( ). Hal tersebut akan terus

  Lukito dan Surip, 2007

  meningkat dari tahun ke tahun namun produksinya belum dapat mengimbangi permintaan tersebut.

  Tingginya permintaan konsumen terhadap produk perikanan terutama lobster (Cherax quadricarinatus) air tawar dari tahun ketahun memacu perkembangan industri budidaya lobster yang sangat pesat. Namun dalam proses budidaya tersebut banyak sekali kendala yang muncul. Salah satu kendala yang umum dihadapi dalam budidaya ikan adalah adanya serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Beberapa strategi pencegahan penyakit yang telah diaplikasikan dalam budidaya lobster, salah satunya menggunakan antibiotik.

  Penggunaan antibiotik seperti oxytetracycline , oxolinic acid , Chloramphenicol dan furazolidone umumnya digunakan untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Tendencia dan de La Pena, 2001) .

  Chloramphenicol merupakan antibiotik dengan spektrum kegunaan yang cukup luas dalam membunuh bakteri. Adanya larangan penggunaan senyawa ini dikarenakan sifatnya yang tidak mudah diurai oleh tubuh. Asupan

  Chloramphenicol dalam waktu lama akan meninggalkan deposit berlebih dalam tubuh dan ini tentunya akan bersifat toksik bagi tubuh manusia.

  Antibiotika ini diberikan melalui suntikan, melalui oral yang ditambahkan dalam pakan maupun olesan pada permukaan kulit. Seluruh cara pemberian antibiotika tersebut dapat menimbulkan residu pada bahan pangan asal hewan yang dihasilkan (Mitchell et al., 1998). Munculnya residu pada bahan pangan asal hewan terkait dengan tidak diperhatikannya lama waktu henti obat (withdrawal

  time ) dan setiap obat memiliki masa waktu henti obat yang berbeda-beda. Adanya

  residu Chloramphenicol dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia.

  1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan yaitu apakah lama waktu henti obat dapat menurunkan residu antibiotik Chloramphenicol yang terdapat pada Lobster dan berapa lama waktu henti obat yang diperlukan agar residu antibiotik Chloramphenicol yang terdapat pada Lobster (Cherax quadricarinatus) air tawar menurun hingga batas aman untuk dikonsumsi ?

  1.3 Tujuan

  Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh lama waktu henti obat terhadap jumlah residu Chloramphenicol yang terkandung pada Lobster dan mengetahui lama waktu henti obat yang diperlukan agar residu antibiotik

  Chloramphenicol yang terdapat pada Lobster (Cherax quadricarinatus) air tawar menurun hingga batas aman untuk dikonsumsi.

1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini adalah mahasiswa dapat mempelajari waktu henti obat terhadap penurunan residu Chloramphenicol pada Lobster (Cherax

  quadricarinatus) air tawar sehingga dapat menambah wawasan tentang waktu henti untuk mendapatkan lobster sesuai dengan standar yang ditentukan.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lobster Air Tawar

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

  Jenis lobster air tawar yang dikembangkan di Indonesia adalah jenis

  Cherax quadricarinatus , jenis ini termasuk ke dalam Famili Parasticidae. Menurut

  Holthuis (1949) dalam Kurniasih (2008) mengklasifikasikan lobster air tawar sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili : Parastacidae Genus : Cherax Spesies : Cherax quadricarinatus

  

(A) (B)

Gambar 1. Lobster air tawar. A) Struktur morfologis Cherax sp. Sumber: Masser

  dan Rouse (1997). B) Lobster air tawar. Sumber diakses tanggal 24 Oktober 2013. 2 Lobster air tawar merupakan hewan avertebrata air yang memiliki pelindung

  tubuh berupa rangka eksoskeleton yang keras. Lobster air tawar tergolong sebagai hewan krustasea dari famili Parastacidae. Hewan ini umumnya dikenal dengan sebutan red claw, karena memiliki sepasang capit yang berwarna merah. Lobster air tawar selain dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi juga dimanfaatkan sebagai spesies hias, karena lobster jenis ini memiliki keunggulan pada bentuk tubuhnya dan warna biru yang mengkilap (Hartono dan Wiyanto 2006).

  Morfologi tubuh lobster terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan terdiri dari bagian kepala dan dada. Kedua bagian itu disebut cephalothorac. Kepala lobster ditutupi oleh cangkang kepala, yang disebut carapace (karapas). Kelopak kepala bagian depan disebut rostrum.

  Bentuknya runcing dan bergerigi. Kepala lobster terdiri dari enam ruas. Sepasang mata berada pada ruas pertama. Kedua mata itu memiliki tangkai dan bisa bergerak. Pada ruas kedua dan ketiga terdapat sungut kecil, yang disebut

  antennula , dan sungut besar yang disebut antenna. Sedangkan pada ruas keempat,

  kelima dan keenam terdapat rahang (mandibula), maxilla I dan maxilla II. Ketiga bagian ini berfungsi sebagai alat makan (Wiyanto dan Rudi, 2003).

  Organ lain yang ada pada bagian kepala adalah kaki jalan, jumlahnya empat pasang, dengan ukuran kaki paling depan lebih besar. Bagian belakang terdiri dari badan dan ekor (Iskandar, 2003). Kedua bagian itu disebut abdomen. Pada bagian atas abdomen ditutupi dengan enam buah kelopak, sedangkan bagian bawahnya tidak tertutup, tetapi berisi enam kaki renang (pleopoda). Ekor terdiri dari bagian tengah yang disebut telson dan bagian samping yang disebut uropoda.

  Untuk menghindari pemangsaan Cherax senang sekali menggali untuk bersembunyi terutama saat molting, sebagai tempat berlindung, biasanya digunakan bahan-bahan seperti pipa PVC, batu koral, batu bata atau mesh. Sehingga Cherax dapat bersembunyi dan menghindari pemangsaan terutama pada saat molting. Molting adalah proses pergantian cangkang pada lobster dan terjadi ketika ukuran daging lobster bertambah besar sementara eksoskeleton tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan keadaan ini lobster akan melepas eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan kalsium (Wickins dan Lee, 2002). Semakin baik pertumbuhannya semakin sering Cherax berganti cangkang.

  2.1.2 Habitat dan Tingkah Laku

  Habitat Cherax adalah pada aliran air yang dangkal dan pada perairan air tawar. Disamping itu habitat alam yang selalu ditempati lobster air tawar juga harus dilengkapi tumbuhan air atau tumbuhan darat yang memiliki akar atau batang terendam air dan daunnya berada diatas permukaan air. Cherax dapat hidup di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah (Widha, 2003). Lobster ini hidup pada perairan dengan pH air 7 dan suhu air berkisar 20-31ºC.

  2.1.3 Kebiasaan Makanan

  Menurut Wickins dan Lee (2002), Cherax bersifat nokturnal, artinya aktif mencari makan dan beraktivitas pada malam hari atau pada suasana gelap.

  Sebaliknya pada siang hari aktivitasnya menurun dan lebih banyak membenamkan diri kedalam lumpur, pasir atau bersembunyi di sela-sela batu. Ketika mencarii makan Cherax akan berenang dan merayap di dasar perairan sambil menangkap mangsanya.

2.2 Chloramphenicol

  Munculnya serangan penyakit pada lobster air tawar disebabkan oleh tiga faktor, yaitu kondisi tubuh lobster air tawar yang kurang baik, lingkungan yang kurang mendukung, dan adanya patogen atau vektor. Ketiga faktor tersebut mempunyai hubungan erat sebab bila salah satu faktor terjadi, serangan penyakit pasti akan muncul (Lukito dan Surip, 2007). Penyakit yang sering menyerang lobster air tawar yaitu bakteri Aeromonas hydrophila. Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya penyakit, tubuh lobster air tawar dan lingkungan harus dijaga agar tetap dalam kondisi stabil. Salah satu cara yang sering digunakan agar lobster tetap sehat adalah menggunakan antibiotik. Antibiotik yang sering digunakan adalah Chloramphenicol.

  Chloramphenicol pada budidaya perikanan digunakan sebagai pengobatan

  dari infeksi bakteri (Weifen et al., 2004). Chloramphenicol merupakan antibiotika golongan amphenicol yang bersifat bakteriostatik dengan memiliki aktifitas spektrum luas aktif terhadap bakteri yang patogen. Selain digunakan untuk pengobatan, Chloramphenicol juga digunakan pada pembilasan kolam dalam proses produksi dan sebagai desinfektan sebelum produk tersebut diproses lebih lanjut.

  11

  29

  7

  12 Chloramphenicol mempunyai rumus C H N O . Chloramphenicol

  merupakan serbuk kristal berwarna putih atau putih kekuningan, tidak berbau, sukar larut dalam air namun sangat larut dalam alkohol. Chloramphenicol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan Chloramphenicol pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorsi dari saluran pencernaaan, oleh karena itu pemberian umumnya dilakukan secara peroral (Wattimena, 1990).

  Chloramphenicol Chloramphenicol dahulu digunakan dalam pengobatan untuk hewan dan

  manusia tetapi karena adanya laporan bahwa Chloramphenicol menimbulkan penyakit anemia aplastik bagi manusia sehigga sejak tahun 1994 di Uni Eropa penggunaan Chloramphenicol tidak diijinkan (Akhmadi, 2006). Anemia aplastik (aplastic anemia) adalah suatu kondisi yang terjadi ketika tubuh berhenti memproduksi cukup sel darah baru. Walaupun demikian, penggunaan

  Chloramphenicol pada komoditas perikanan (udang-udangan dan ikan) telah

  merebak di pasaran lokal, regional maupun internasional sehingga menghambat bahkan menggagalkan ekspor terutama udang dari Indonesia ke berbagai negara di dunia (Ismulhayati dkk., 2005).

2.3 Residu Antibiotik dan Waktu Henti Obat

  Penggunaan jangka panjang antibiotik atau terlalu sering memberikan antibiotik pada lobster dengan dosis semakin meningkat akan menyebabkan resistensi (kekebalan) terhadap bakteri patogen pada lobster. Selain itu penyalahgunaan antibiotik tersebut mengakibatkan tertinggalnya bahan kimia sebagai residu dalam daging udang dan ikan yang dikhawatirkan dalam jumlah dan waktu lama akan menimbulkan gangguan pada konsumennya (Ismulhayati dkk, 2005) . Residu obat adalah sisa dari obat dalam jaringan atau organ hewan setelah pemakaian obat (Rahayu, 2009). Pemberian antibiotik dalam campuran pakan yang diberikan dalam waktu yang cukup lama dengan tidak memperhatikan aturan pemberiannya akan terakumulasi di dalam tubuh lobster sehingga menyebabkan terdapatnya residu di dalam tubuh lobster. Residu Chloramphenicol pada lobster apabila dikonsumsi manusia akan memiliki dampak negatif yakni depresi sumsum tulang belakang, yang menimbulkan kelainan darah yang serius, seperti anemia aplastik, granulositopenia, dan trombositopenia. Selain itu, obat ini juga dapat menyebabkan gangguan saluran cerna dan reaksi hipersensitivitas.

  Pakan yang mengandung antibiotika akan berinteraksi dengan jaringan (organ) dalam tubuh lobster, meskipun dalam jumlah yang kecil pengaruh yang ditimbulkan tidak secara langsung tetapi akan berefek kronis dan tetap berada dalam tubuh lobster. Sebagian dari senyawa metabolik akan dikeluarkan dari tubuh melalui air seni dan feces, tetapi sebagian lagi akan tetap tersimpan di dalam jaringan (organ tubuh) yang disebut sebagai residu. Jika pakan yang dicampur antibiotika secara terus menerus, maka residu antibiotika tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan dengan konsentrasi yang bervariasi antara organ tubuh (Bahri et al., 2005).

  Kecepatan proses penyerapan tersebut di atas tergantung kepada jenis dan bentuk senyawa, cara masuknya dan kondisi jaringan yang memprosesnya.

  Apabila antibiotik tersebut dimasukkan melalui mulut, penyerapan terjadi di dalam saluran pencernaan yang sebagian besar dilakukan oleh usus. Setelah terjadi penyerapan, antibiotik yang berbentuk asli maupun metabolitnya akan dibawa oleh darah dan akan didistribusikan ke seluruh bagian tubuh. Metabolisme akan terjadi di dalam alat-alat tubuh yang memang berfungsi untuk hal tersebut dan pada sel-sel serta jaringan yang mampu melakukannya. Eliminasi akan dilakukan oleh alat-alat ekskresi, terutama ginjal, dalam bentuk kemih dan lewat usus dalam bentuk tinja (Rahayu, 2010).

  Antibiotik dalam bentuk asli maupun metabolitnya akan tertinggal atau tertahan di dalam jaringan untuk waktu tertentu tergantung pada waktu paruh senyawa tersebut atau metabolitnya. Lobster yang sehat memiliki kecepatan eliminasi antibiotik yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan lobster yang sakit. Dalam keadaan tubuh lemah atau terdapat gangguan alat metabolisme, maka eliminasi antibiotik akan terganggu (Rahayu, 2010). Apabila antibiotik tersebut diberikan dalam waktu yang lama, maka akan terjadi timbunan antibiotik di dalam tubuh yang disebut dengan residu.

  Waktu henti obat pada lobster adalah kurun waktu dari saat pemberian obat terakhir hingga lobsternya dapat dikonsumsi. Ini merupakan waktu yang cukup sampai konsentrasi obat dalam tubuh lobster menurun ke batas toleransi. Waktu henti obat sangat bervariasi bergantung pada jenis obat, spesies, faktor genetika, iklim setempat, cara pemberian, dosis obat, status kesehatan, batas toleransi residu obat, dan formulasi obat (Bahri et al., 2005).

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

  Lobster (Cherax quadricarinatus) air tawar merupakan salah satu komoditas perikanan yang mulai banyak diminati oleh masyarakat. Selain untuk konsumsi, lobster air tawar juga digunakan sebagai penghias akuarium. Namun masyarakat lebih mengenal lobster air tawar sebagai lobster konsumsi yang memiliki cita rasa yang lebih gurih dan lezat. Lobster air tawar kini mulai dibudidayakan secara luas seperti lobster lainnya. Lobster air tawar yang hidup di daerah tropis dan subtropis mempunyai sifat toleran yang tinggi terhadap lingkungan. Lobster air tawar juga lebih tahan terhadap penyakit.

  Pertumbuhannya pun relatif cepat. Karena sifat-sifat itulah lobster air tawar bernilai komersial tinggi dan layak dibudidayakan. Berkembangnya pembudidayaan lobster air tawar tidak lepas dari permintaan pasar dalam negeri dan ekspor (Kurniawan dan Rudi, 2007).

  Permintaan pasar yang tinggi terhadap produk perikanan terutama Lobster (Cherax quadricarinatus) air tawar dari tahun ketahun memacu perkembangan industri budidaya lobster yang sangat pesat (Lukito dan Surip, 2007). Melalui kegiatan budidaya diharapkan kebutuhan lobster untuk pasar ekspor maupun domestik akan terpenuhi, baik dalam jumlah maupun kualitas. Namun dalam proses budidaya serangan penyakit pada lobster tidak dapat dihindari. Salah satu cara menanggulangi penyakit yang disebabkan bakteri pada lobster adalah dengan menggunakan antibiotik Chloramphenicol. Pemberian antibiotik ini dapat melalui suntikan, oral yang dicampur pada pakan, maupun olesan pada permukaan kulit. Antibiotika yang digunakan dalam campuran pakan perlu dicermati karena pakan memberikan kontribusi yang besar dalam usaha pemeliharaan, pemberian dalam jumlah besar dan diberikan secara terus menerus akan menyebabkan akumulasi dalam tubuh (Teuber, 2001).

  Disisi lain penggunaan antibiotik Chloramphenicol ini akan menghasilkan residu dalam tubuh lobster yang memiliki dampak negatif yakni lobster mengalami resisten terhadap bakteri. Sedangkan dampak negatif yang terjadi pada manusia apabila mengonsumsi lobster yang mengandung Chloramphenicol antara lain berupa reaksi alergi, anemia aplastik, resistensi dan keracunan pada tubuh manusia. Untuk menghindari dampak-dampak negatif tersebut, maka perlu dilakukan tindakan-tindakan seperti pemberian antibiotik dengan dosis yang sesuai, frekuensi pemberian yang tepat serta mematuhi waktu henti obat. Dengan melakukan tindakan-tindakan tersebut, diharapkan residu antibiotik yang terkandung dalam tubuh lobster air tawar dapat menurun hingga mencapai titik aman untuk dikonsumsi. Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

  Gambar 2. Kerangka konseptual penelitian. : Alur yang diamati,

  : Alur Penunjang Penelitian Budidaya lobster

  Penyakit Pemberian antibiotik

  Chloramphenicol

  Ketahanan tubuh lobster Penurunan residu

  Keamanan lobster untuk dikonsumsi Mematuhi waktu henti obat

  Frekuensi pemberian tepat Dosis yang sesuai

  Residu Oral pada pakan

  Reaksi alergi, anemia aplastik, resistensi dan keracunan pada tubuh manusia

  Olesan pada kulit Suntikan Bakteri yang menyerang lobster menjadi resisten terhadap

  Chloramphenicol

3.2 Hipotesis

  Terdapat pengaruh waktu pemeriksaan terhadap waktu henti obat dan lama waktu henti obat yang diperlukan agar residu antibiotik Chloramphenicol yang terdapat pada Lobster (Cherax quadricarinatus) air tawar menurun hingga batas aman untuk dikonsumsi adalah delapan minggu.

IV METODE PENELITIAN

  4.1Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga dan Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamana Hasil Perikanan Kelas I Surabaya II. Penelitian ini berlangsung pada bulan November2013 sampai bulan Januari 2014.

  4.2 Jenis dan Rancangan Penelitian

  Jenis penelitian yang digunakan adalah true experimental. Pada penelitian ini rancangan yang digunakan adalah Rancangan percobaan dengan pengamatan berulang (repeated measures). Pengamatan berulang adalah salah satu bentuk rancangan pengukuran dimana pengukuran dilakukan pada individu yang sama namun pada waktu yang berbeda (Purwanto, 2007).

  4.3 Materi Penelitian

  4.3.1 Alat Penelitian

  Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah 18 buah akuarium ukuran 100x40x40cm, plastik hitam, aerator, pH paper, DO dan ammonia tes kit dan termometer. Alat yang digunakan pada pengujian Chloramphenicol adalah alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

  4.3.2 Bahan Penelitian

  Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah lobster air tawar sebanyak 18ekor, Chloramphenicol, pellet (pakan komersial) dan progol. Bahan yang digunakan pada pengujian Chloramphenicol adalah aquabides, etil asetat, dan hexana-klorofom.

4.4 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental.

  Menurut Hadi (1985) penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan secara sengaja oleh peneliti. Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu kontrol dan Chloramphenicol. Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.

  Perlakuan Chloramphenicol yang diberikan berupa perbedaan waktu pengecekan residu dengan rincian sebagai berikut.

1) T0 : merupakan kontrol, berisi lobster yang diberi pakan berupa pellet tanpa campuran Chloramphenicol.

  2) T1 : Lobster diberi pakan berupa pellet dengan campuran Chloramphenicol dengan dosis 2g/kg pakan selama seminggu kemudian dilakukan pengecekan residu. 3) T2 : Lobster diberi pakan berupa pellet dengan campuran Chloramphenicol dengan dosis 2g/kg pakan selama seminggu, setelah itu diberi pakan pellet tanpa campuran Chloramphenicol kemudian dilakukan pengecekan residu setelah 4 minggu dari awal pemberian pakan.

  4) T3 : Lobster diberi pakan berupa pellet dengan campuran Chloramphenicol dengan dosis 2g/kg pakan selama seminggu, setelah itu diberi pakan pellet tanpa campuran Chloramphenicol kemudian dilakukan pengecekan residu setelah 6 minggu dari awal pemberian pakan.

  5) T4 : Lobster diberi pakan berupa pellet dengan campuran Chloramphenicol dengan dosis 2g/kg pakan selama seminggu, setelah itu diberi pakan pellet tanpa campuran Chloramphenicol kemudian dilakukan pengecekan residu setelah 7 minggu dari awal pemberian pakan.

  6) T5 : Lobster diberi pakan berupa pellet dengan campuran Chloramphenicol dengan dosis 2g/kg pakan selama seminggu, setelah itu diberi pakan pellet tanpa campuran Chloramphenicol kemudian dilakukan pengecekan residu setelah 8 minggu dari awal pemberian pakan.

4.5 Prosedur Kerja

  4.5.1 Persiapan akuarium dan sampel

  Akuarium yang akan digunakan di cuci dahulu menggunakan detergen kemudian di sterilisasi menggunakan chlorine dan dikeringkan sampai chlorine tidak berbau. Setelah kering, akuarium diisi air tawar kemudian diberi aerasi dan pipa-pipa kecil sebagai tempat persembunyian lobster.

  Sampel yang digunakan diseleksi terlebih dahulu dan dilakukan aklimatisasi agar lobster dapat bertahan dari lingkungan yang berbeda dari sebelumnya. Lobster sebanyak 40 ekor yang memiliki ukuran antara 5-8 cm dipelihara dalam 8 buah akuarium dan diberi pakan berupa pellet yang dicampur dengan Chloramphenicoldan diukur residunya pada minggu ke-1, minggu ke-4, minggu ke-6, minggu ke-7 dan minggu ke-8 (± delapan minggu).

  4.5.2 Pembuatan pakan

  Pakan yang dipakai terdiri dari campuran satu kilogram pellet yang dicampur dengan Chloramphenicol sebanyak 2g/kg pakan dan progol sebanyak 5g/kg pakan kemudian dilarutkan dengan air secukupnya. Progol berbentuk serbuk dan memiliki fungsi sebagai perekat yang mempunyai daya rekat tinggi dan praktis penggunaannya. Campuran tersebut kemudian dijemur hingga kering dan siap digunakan.

4.5.3Perhitungan residu

  Penghitungan jumlah residu (jumlah residu yang terdapat dalam tubuh losbter setelah perlakuan) dilakukan pada minggu ke-1, minggu ke-5, minggu ke- 6, minggu ke-7 dan minggu ke-8. Penetapan residu Chloramphenicol pada lobster dilakukan dengan menggunakan metode UPLC (Ultraperformance

  liquid chromatografi).Langkah-langkahnya antara lain: 1) Mengambil 5g daging lobster basah kemudian dipotong-potong dimasukkan ke dalam makro tube .

  2) Menambahkan 2ml aquabides, vortex selama satu menit kemudian didiamkan selama sepuluh menit.

  3) Menambahkan 6ml etil asetat, vortex selama satu menit. 4) Mensentrifusgasi selama lima menit dengan kecepatan 3500 rpm. 5) Mengambil 4,2ml lapisan organik (lapisan paling atas) menggunakan pipet dan

mengeringkan pada suhu 30ºC dengan menggunakan evaporator .

  6) Mensuspensikan residu dengan 1,4 ml hexana-klorofom, kemudian menambahkan 0,7 ml air pro KCKT dan memvortex selama 5 menit (low speed).

  7) Mensentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 10 menit, mengambil supernatannya (lapisan bagian atas).

  8) Menginjeksi supernatan ke alat KCKT.

4.6 Analisis Data

  Dari hasil penelitian dianalisis menggunakan Analysis of Varianceuntuk mengetahui adanya perbedaan antarwaktu yang diberikan. Dilanjutkan dengan uji Jarak Duncan 5% untuk mengetahui perlakuan yang terbaik (Kusriningrum, 2008).

4.7 Alir Penelitian

  Alir penelitian yang akan dilakukan mulai dari proses pemeliharaan sampel Lobster Air Tawar sampai dengan analisis data. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

  Gambar 3.Diagram alir penelitian.

  Pemberian pakan tanpa Chloramphenicol sebagai kontrol (T0) Lobster air tawar

  Pemberian pakan yang dicampur

  Chloramphenicol

  dosis 2g/kg pakanselama seminggu Analisis data

  Pemeriksaan residu awal (T1) Pemeriksaan residu minggu ke-V (T2)

  Pemberian pakan tanpa Chloramphenicol Pemeriksaan residu minggu ke-VIII (T5)

  Pemeriksaan residu minggu ke-VII (T4) Pemeriksaan residu minggu ke-VI (T3)

  V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Pemilihan Lobster Air Tawar

  Penelitian ini menggunakan Lobster Air Tawar atau yang biasa dikenal dengan sebutan lobster capit merah sebanyak 18 ekor. Lobster yang diambil berumur tiga bulan dengan rata-rata berat tubuh kurang lebih 28-35 gram. Lobster didapat dari Pasar Ikan Hias Gunung Sari Surabaya dengan pengambilan secara acak namun memenuhi kriteria yang layak digunakan sebagai obyek penelitian.

  Kriteria yang dimaksud yaitu tubuh lobster berwarna biru gelap dengan sedikit warna merah pada kedua capitnya, memiliki capit lengkap, bergerak aktif, dan tidak terdapat luka disekitar tubuhnya. Lobster yang digunakan sebagai sampel dapat dilihat pada Gambar 4.

  Gambar 4. Lobster Air Tawar.

5.1.2 Kadar Chloramphenicol dalam Lobster Air Tawar

  Pada penelitian yang telah dilakukan pada bulan November 2013 sampai bulan Januari 2014 yang menggunakan alat Ultra performance

  liquid chromatografi (UPLC). Berikut pada Tabel 1 adalah data yang didapat dari hasil penelitian di Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Surabaya II.

  Hasil pengukuran residu Chloramphenicol tertinggi terdapat pada perlakuan minggu pertama yaitu 31,962 ppb, pada perlakuan minggu keempat yaitu 21,324 ppb, pada perlakuan minggu keenam yaitu 10,852 ppb, pada perlakuan minggu ketujuh yaitu 5,68 ppb dan pada perlakuan minggu kedelapan yaitu 3,53 ppb. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kadar Chloramphenicol pada minggu pertama hingga minggu kedelapan. Sedangkan pada kontrol kadar

  

Chloramphenicol menunjukkan hasil yang rendah yaitu sebesar 0,558 ppb.

  Tabel 1. Rataan ANOVA Waktu Pengukuran Kadar Chloramphenicol pada

  Lobster Air Tawar

  Perlakuan (waktu) Residu Chloramphenicol (ppb) f

  Kontrol

  0,558±0.370

  a Minggu I 31,962±1.818 b

  Minggu IV

  21,324±1.985

  c Minggu VI

  10,852±0.643

  d Minggu VII

  5,68±0.552

  e Minggu VIII 3,53±0.590 a-f

  Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).

5.1.2 Pengukuran Kualitas Air

  Lingkungan media pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap lobster yang diteliti. Baik buruknya lingkungan media pemeliharaan akan menentukan keberhasilan dalam suatu penelitian. Kualitas air memegang peranan dalam budidaya lobster karena lobster mempunyai batas toleransi tertentu terhadap faktor lingkungan di mana organisme tersebut berada.

  Chloramphenicol yang masih terkandung dalam air, jika tidak dilakukan penggantian air maka residunya akan tetap berada di dalam air dan terus dikonsumsi oleh lobster sehingga kadar residu dalam tubuh lobster tidak akan menurun. Selain itu kualitas air yang buruk akan mempengaruhi kesehatan tubuh lobster sehingga metabolisme lobster terganggu dan proses eliminasi residu akan berjalan lambat. Data kualitas air selama pemeliharaan lobster berlangsung dapat dilihat pada Tabel 1.

  Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air pada Lobster Air Tawar

  Parameter Nilai Pengukuran Suhu 28 ºC - 30 ºC

  Amoniak 0 ppm pH 7,5-8,0 DO (Dissolve Oxygen) 6 ppm

5.2 Pembahasan

5.2.1 Residu Chloramphenicol

  Chloramphenicol merupakan antibiotik yang bekerja dengan jalan

  menghambat sintesis protein bakteri. Bagian yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein bakteri (Ganiswara, 1995). Apabila antibiotik tersebut diberikan dalam waktu yang lama, maka akan terjadi timbunan antibiotik di dalam tubuh yang disebut dengan residu.

  Pada Tabel 1, hasil yang didapat yaitu kontrol memiliki kadar

  Chloramphenicol sebanyak 0,558 ppb. Dari hal diatas menunjukkan bahwa