PEMBATALAN PERKAWINAN “FASAKH” DAN AKIBAT-KIBATNYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Makassar Tahun 2011-2014)

  

PEMBATALAN PERKAWINAN / “FASAKH” DAN AKIBAT-KIBATNYA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

(Studi Kasus Di Pengadilan Agama Makassar Tahun 2011-2014)

  

Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Syariah dan Hukum

  Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Oleh

  

SURIANA.R

NIM. 10500111117

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Suriana R NIM : 10500111117 Tempat/Tgl. Lahir : Sinjai / 05 Februari 1992 Jurusan : Ilmu Hukum Fakultas : Syariah dan Hukum Alamat : Jl. Gowa Lestari Judul : Pembatalan Perkawinan/ “Fasakh” Dan Akibat-Akibatnya

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Studi Kasus di Pengadilan Agama Makassar Tahun 2012).

  Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

  Makassar, 26 September 2015 Penyusun,

SURIANA.R

  NIM: 10500111117

  

PENGESAHAN SKRIPSI

  Skripsi yang berjudul “Pembatalan Perkawinan / “Fasakh” Dan Akibat-Akibatnya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974(Studi Kasus di Pengadilan Agama Makassar Tahun 2012) yang disusun oleh SURIANA.R, NIM: 10500111117, Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Kamis, tanggal 28 Agustus 2014 M, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Ilmu Hukum (dengan beberapa perbaikan).

  Makassar, 3 September 2014 M

  

DEWAN PENGUJI

  Ketua : Prof. Dr. H. Ali Parman, MA. (…………………....) Sekretaris : Dra. Sohrah, M.Ag. (…………………....) Penguji I : ------------ (…………………....) Penguji II : ------------ (…………………....) Pembimbing I : Istiqamah, SH.,MH. (…………………....) Pembimbing II : Dr.H.Supardin,M.Hi. (…………………....)

  Diketahui oleh: Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. H. Ali Parman, MA.

  NIP. 19570414 198603 1 003

  UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

Kampus I Jl. Slt. Alauddin No. 63 Makassar Tlp. (0411) 864924 Fax 864923

Kampus II Jl. Slt. Alauddin No. 36 ,Sungguminasa-GowaTlp. (0411) 424835 Fax 424836

LEMBAR PERSETUJUAN MUNAQASYAH

  Skripsi yang berjudul, “Pembatalan Perkawinan/ “Fasakh” dan Akibat-akibatnya Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 (Studi Kasus di Pengadilan Agama Makassar Tahun 2012)”, yang disusun oleh Suriana.R, NIM: 10500111117, mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah kami setujui untuk diajukan pada Sidang Munaqasyah.

  Samata, Maret 2015 PEMBIMBING II PEMBIMBING I

  Dr.H. Supardin.,M.Hi Istiqamah, S.H.,M.H Nip. 196503021994031003 Nip. 106812019955032001

  Ketua Jurusan Ilu Hukum

  

HALAMAN JUDUL

PEMBATALAN PERKAWINAN / “FASAKH” DAN AKIBAT-AKIBATNYA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974.

  

(Studi Kasus di Pengadilan Agama Makassar Tahun 2012)

  Oleh

  

SURIANA.R

NIM. 10500111117

Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Syariah dan Hukum

  Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

  

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2015

PERSETUJUAN PEMBIMBING

  Pembimbing penulisan skripsi saudara SURIANA.R NIM: 10500111117 Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, setelah dengan seksama meneliti dan mengoreksi skripsi yang bersangkutan dengan judul

  “Pembatalan Perkawinan/ “Fasakh” dan Akibat-akibatnya Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Studi Kasus di Pengadilan Agama Makassar Tahun 2012”

  Memandang bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah.

  Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses selanjutnya.

  Samata, Agustus 2015 Pembimbing I Pembimbing II

  Dr.H.Supardin.,M.Hi Istiqamah, S.H.,M.H NIP. 196503021994031003 NIP. 106812019955032001

KATA PENGANTAR

  Tiada kata yang paling mulia diucapkan selain puji dan syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun selalu semangat dan kuat dalam menyelesaikan karya ilmiah penyusunan skripsi ini yang berjudul Pembatalan Perkawinan /

  

“Fasakh” Dan Akibat-Akibatnya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Studi

Kasus di Pengadilan Agama Makassar.

  Shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad saw serta keluarga yang tercinta dan orang-orang yang mengikuti jejak beliau.

  Adapun maksud dari penyusunan tugas akhir ini yaitu untuk memenuhi salah satu syarat yang telah ditentukan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Dalam penyusunan ini penyusun mendasarkan pada ilmu pengetahuan yang telah penyusun peroleh selama ini, khususnya dalam pendidikan di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar serta hasil penelitian penyusun di Pengadilan Agama Makassar.

  Dalam penyusunan skripsi ini saya banyak mendapat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, baik secara spiritual maupun moril. Maka atas bantuan yang telah diberikan kepada saya, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yth :

1. Kedua orang tua yang saya cintai dan hormati Bapak Ramlan Hafid, dan Ibu Sumiati

  Tayeb yang telah memberikan cinta dan kasih sayangnya sejak lahir hingga dewasa ini, mengajarkan arti hidup, memberikan segalanya untuk dapat memenuhi segala kebutuhan saya sejak kecil hingga saat ini, semua jasa orang tua yang telah membiayai pendidikan saya dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, yang dengan penuh perhatian mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan semua jasa-jasanya yang tidak akan mampu saya tuliskan dalam kata pengantar ini, karena begitu banyak pengorbanan yang dilakukan kedua orang tua saya. Semoga Allah swt senantiasa memberikan kesehatan dan membalas semua yang kalian berikan kepada saya.

  2. Rektor UIN Alauddin Makassar, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, dan segenap pegawai Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

  3. Ketua Jurusan Ilmu Hukum Bapak Dr. Hamsir, SH.M.Hum, Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum Ibu Istiqamah, SH.,MH., serta staf jurusan Ilmu Hukum, yang telah membantu dan memberikan petunjuk terkait dengan pengurusan akademik sehingga penyusun lancar dalam menyelesaikan semua mata kuliah dan penyusunan karya ilmiah ini.

  4. Ibu Istiqamah, SH.,MH., selaku Dosen Fakultas Syariah dan Hukum sebagai Pembimbing I yang telah memberikan banyak kontribusi Ilmu terkait judul yang diangkat penyusun dan Bapak Dr. H. Supardin., M.Hi., sebagai Dosen Fakultas Syariah dan Hukum sekaligus selaku Pembimbing II yang telah memberikan banyak pengetahuan terkait judul yang diangkat penyusun.

  5. Bapak Drs. H. Syamsulbahri, S.H., M.H, selaku Hakim Pengadilan Agama Makassar sebagai Pembimbing saya di Pengadilan Agama Makassar yang telah banyak memberikan pengetahuan terkait judul yang diangkat penyusun.

  6. Drs. H. Jamaluddin selaku Panitera Skretaris Pengadilan Agama Makassar yang telah banyak membantu selama proses penelitian penyusun di Pengadilan Agama Makassar.

  7. Teman-teman seperjuangan Ilmu Hukum 2011 khususnya Ilmu Hukum 5.6.7 terima kasih atas kebersamaan kalian semua selama kurang lebih 3 (Tiga) tahun yang telah banyak memberikan masukan dan arti kebersamaan kepada saya.

  8. Sahabat-sahabat saya Trisnawati, Wilda Sriwijuda, Widya Asti, yang telah memberikan semangat dan dukungan yang begitu besar kepada saya selama penyusunan skripsi ini.

  9. Teman-teman KKN UIN Alauddin Makassar Angkatan ke-V tahun 2014 Kelurahan Samata Kecamatan opu yang telah banyak memberikan motivasi kepada saya selama penyusunan skripsi ini.

  10. Adik saya Supriadi Ramlan yang begitu sabar dan ikhlas menemani saya setiap hari selama melakukan bimbingan skripsi ini.

  11. Dan kepada semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

  Semoga Allah swt senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Akhir kata penyusun berharap kiranya tugas penyusunan karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum khususnya dalam hukum acara perdata, dan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi pemerintah khususnya bagi penegak hukum.

  Amin yaa rabbal alamin Penyusun

   Suriana.R

  DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... vi

ABSTRAK ........................................................................................................................ viii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1 B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ........................................................ 4 C. Rumusan Masalah....................................................................................... 6 D. .......................................................................................................... 7 Kajian Pustaka E. ........................................................................................... 11 Tujuan dan Kegunaan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perkawinan…………………...…….….....................................12 B. Tujuan Perkawinan .................................................................................... 14 C. Keabsahan Perkawinan... ........................................................................... 18 D. Tinjauan Umum Tentang Pembatalan Perkawinan .................................... 20 E. Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan…………………………………...22 F. Pembatalan Perkawinan Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974......................23 G. Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Hukum Islam.……………………...25 H. Bentuk-bentuk Putusnya Perkawinan……………………………………...26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian......................................................................... 27 B. Pendekatan Penelitian ................................................................................ 27 C. Sumber Data .............................................................................................. 28 D. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 29 E. Instrumen Penelitian .................................................................................. 29 F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ................................................. 29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………………………………………….30 B. Jenis dan bentuk perkawinan yang dapat dimohonkan Pembatalannya di Pengadilan Agama Makassar ………………………………………………33

  C.

  Akibat Hukum yang ditimbulkan dari Perkawinan yang di batalkan oleh Pengadilan Agama terhadap Anak yang dilahirkan, Harta Bersama, serta Hubungan Suami isteri ............................................................................... 40

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................................ 63 B. Saran .................................................................................................................. 65 DAFTAR PUSTAKA

  

ABSTRAK

Nama : Suriana.R NIM : 10500111117 Jurusan : Ilmu Hukum Fakultas : Syariah dan Hukum Judul : Pembatalan Perkawinan / “Fasakh” Dan Akibat- Akibatnya Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Studi Kasus di Pengadilan Agama

  

Makassar Tahun 2011-2014

  Skripsi ini membahas tentang “ Pembatalan Perkawianan / “Fasakh” Dan Akibat-Akibat Hukumnya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Studi Kasus di Pengadilan Agama Makassar)”. Yang di maksud dalam skripsi ini adalah membatalkan perkawinan karena tidak memenuhi salah satu syarat atau salah satu rukunya serta sebab lain yang dilarang atau diharamkan oleh agama, selain itu pembatalan perkawinan diartikan sebagai suatu tindakan guna memperoleh keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilaksanakan batal.

  Dari pemaparan diatas penulis tertarik untuk memahami tentang perkawinan yang dapat dimohonkan pembatalannya di pengadilan Agama Makassar maupun akibat hukum yang ditimbulkan terhadap Anak, Harta Bersama, serta Hubungan Suami Istri.

  Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan jenis penelitian Deskriptif yaitu jenis penelitian yang menggambarkan secara kualitatif mengenai objek yang dibicarakan sesuai kenyataan yang terjadi di masyarakat yaitu wawancara dengan informan, serta penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pernikahan di bawah umur. Termasuk di dalamnya buku-buku, tulisan yang termuat dalam jurnal ilmiah, pandangan para ahli yang membahas masalah ini.

  Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat diketahui yaitu pembatalan perkawinan yang dimohonkan pembatalannya di pengadilan Agama Makassar yang tercatat di KUA yang dapat dimohonkan pembatalannya, sedangkan Akibat Hukum yang ditimbulkan dari perkawinan yang dibatalkan oleh Pengadilan Agama Makassar bahwa harta bersama yang diperoleh selama perkawinan serta anak- anak yang dilahirkan itu mempunyai status hukum yang jelas.

  Sehingga diharapkan bagi semua kalangan, bagi pria tentang wanita yang shalih untuk dijadikan istri, shalih dalam hal ini yaitu cantik, patuh, baik lagi amanat. Bagi wanita hendaknya memilih pria yang berakhlak, mulia dan baik keturunannya. Semua itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perkawinan adalah lembaga yang mulia dan mempunyai kedudukan

  yang terhormat dalam hukum Islam dan Hukum Nasional Indonesia.Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu Undang- Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

  Salah satu wujud kebesaran Allah swt bagi manusia ciptaan-Nya adalah diciptakannya manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan berpasang- pasangan. Manusia diberikan sebuah wadah untuk berketurunan sekaligus beribadah dengan cara melaksanakan perkawinan sesuai tuntunan agama. Perkawinan menjadi jalan utama untuk membentuk rumah tangga yang kekal dan bahagia berdasarkan

1 Ketuhanan Yang Maha Esa.

  Suatu perkawinan yang sah akan menjadi sarana untuk mencapai cita-cita membina rumah tangga yang bahagia, dimana suami dan isteri serta anak-anak dapat hidup rukun dan tenteram menuju terwujudnya masyarakat sejahtera materiil dan spiritual. Di samping itu perkawinan bukanlah semata-mata kepentingan dari orang yang melangsungkan namun juga kepentingan keluarga dan masyarakat.

1 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

  Pelaksanaan perkawinan memberikan tambahan hak dan kewajiban pada seseorang, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat. Akan tetapi dengan berubahnya status seseorang akibat dari perkawinan tersebut belum berarti seseorang telah mengerti hak-hak dan kewajibannya dalam hubungan perkawinan tersebut. Untuk mencapai tujuan dari dilaksanakan perkawinan, diperlukan adanya peraturan-peraturan yang akan menjadi dasar dan syarat yang harus dipenuhi sebelum dilaksanakannya perkawinan.

  Salah satu prinsip yang terkandung di dalam Undang-Undang Perkawinan adalah perlindungan bagi calon sekaligus pendewasaan usia individu yang akan melaksanakan perkawinan, artinya bahwa calon suami dan isteri harus matang secara kejiwaan.

  Asas kematangan tersebut tercermin pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yng menyebutkan perkawinan hanya diijinkan jika pihak laki-laki telah berusia 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah berusia 16 (enam belas) tahun, hal ini menjadi syarat usia minimal yang harus dipenuhi.

  Ketentuan lain yang mencerminkan prinsip perlindungan bagi para pihak adalah Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyebutkan:

  1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.

  2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Dengan adanya pencatatan juga telah terjadi perlindungan bagi para pihak dalam sebuah perkawinan. Apabila perkawinan tersebut tidak dicatatkan maka salah satu pihak, biasanya suami, akan berbuat sewenang-wenang, misalnya suami menikah lagi dan isteri tidak bisa mencegahnya karena tidak ada bukti yang kuat bila telah ada hubungan perkawinan di antara mereka.

  Disamping itu, pencatatan perkawinan merupakan upaya untuk menjaga kesucian (mitsaqan galidzan) aspek hukum yang timbul dari perkawinan.Realisasi dari pencatatn itu, melahirkan Akta Nikah yang masing-masing salinannya dimiliki oleh isteri dan suami.Akta tersebut, dapat digunakan oleh masing-masing pihak bila ada yang merasa dirugikan dari adanya ikatan perkawinan itu untuk mendapatkan haknya.

  Seseorang yang akan melaksanakn sebuah perkawinan diharuskan memberitahukan terlebih dahulu kepada Pegawai Pencatat Perkawinan.

  Pemberitahuan tersebut dapat dilakukan secara lisan oleh seorang maupun oleh kedua mempelai. Dalam kaitannya dengan pemberitahuan tersebut, K. Wantjik Salh berpendapat:

  “Maksud untuk melangsungkan perkawinan itu harus dinyatakan pula tentang nama, umur, agama/kepercayaan, perkerjaan, tempat kediaman calon mempelai. Dalam hal salah seorang atau kedua calon mempelai pernah kawin, harus disebutkan juga nama suami atau isteri terdahulu”.

  Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa pada dasarnya seseorang yang akan melangsungkan suatu perkawinan diharuskan mendaftarkan diri terlebih dahulu, maksudnya agar lebih mengetahui dengan jelas identitas dirinya.

  Bukti yang menerangkan identitas dirinya adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat yang diminta dari Kepala Desa atau Kantor Keluruhan setempat dimana perkawinan akan dilaksanakan dan apabila para calon akan melaksanakan perkawinan di luar daerah, maka orang tuanya akan diminta hadir untuk memberikan keterangan dari mereka-mereka yang akan melaksanakan perkawinan tersebut.

  Bila dicermati, adanya kewajiban suatu perkawinan yang akan dilaksanakan dengan menggunakan surat keterangan tentang status diri sebenarnya merupakan aplikasi dari adanya pelaksanaan salah satu syarat dari sebuah perkawinan. Surat keterangan berkaitan dengan pribadi masing-masing calon.menjadi sebuah persoalan tersebut bila surat keterangan yang digunakan adalah tidak benar baik dari cara memperoleh maupun isi yang tertuang.

  Adanya perbedaan fakta antara yang tertera pada surat keterangan dengan yang ada pada kenyataan merupakan bentuk tidak terpenuhinya syarat perkawinan yang dapat merigikan pihak yang lain. Bila dicermati lebih lanjut kebedaan surat keterangan ini dan identitas diri berkaitan dengan masalah persetujuan kedua calon mempelai yang merupakan syarat pe perkawinan. Persetujuan kedua calon mempelai dalam sebuah perkawinan di Indonesia sangat penting karena merupakan salah satu syarat utama. Namun dalam prakteknya setelah terpenuhi syarat utama tersebut, syarat maupun rukun perkawinan lain yang juga sudah ditentukan terkadang diabaikan, hingga akhirnya tidak menutup kemungkinan perkawinannya dibatalkan.

  Jika suatu akad perkawinan telah dilaksanakan dan dalam melaksanakannya ternyata terdapat larangan perkawinan antara suami isteri, semisal karena pertalian darah pertalian sesusuan, pertalian semenda, atau terdapat hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan seperti tidak terpenuhinya hukum/ syaratnya, maka perkawinan menjadi batal demi hukum melalui proses pengadilan.

  Kasus seperti ini sering dijumpai, baik di media cetak maupun elektronik, hal tersebut terjadi sebagai bentuk tidak berfungsinya pengawasan baik dari pihak keluarga atau pejabat berwenang, sehingga perkawinan tersebut terlanjur terlaksanan kendati setelah itu ditemukan pelanggaran terhadap UU Perkawinan.

  Permasalahan tersebut merupakan kasus yang sangat penting untuk diselesaikan agar tidak terjadi lagi pelanggaran/kesalahan dalam hal perkawinan dan setelahnya, karena dampak atau akibat yang ditimbulkan sangat besar. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas atau mengkaji hal tersebut dengan harapan dapat memberikan solusi tentang bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut dan dengan cara apa masalah tersebut diselesaikan.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

  Skripsi ini berjudul “Pembatalan Perkawinan / “Fasakh” dan Akibat-

  

akibatnya Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 (Studi Kasus di Pengadilan

Agama Kelas 1A Makassar Tahun 2012)”. Untuk memudahkan pemahaman mengenai judul tersebut, penulis memberikan kata-kata yang dianggap penting sebagai berikut: Pembatalan adalah proses, cara, pembuatan membatalkan; pernyataan batal.

  Pembatalan yang di maksudkan dalam skripsi ini adalah membatalkan perkawinan karena tidak memenuhi salah satu syarat atau salah satu rukunnya, serta

  

  sebab lain yang dilarang atau yang diharamkan oleh agama. Pembatalan dan perceraian adalah dua hal yang berbeda, perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan dari perkawinan yang sah dan memenuhi syarat sedangkan pembatalan adalah putusnya ikatan 1perkawinan dari perkawinan yang tidak memenuhi syarat.

  Perkawinan adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan

  

  hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan yang di maksudkan dalam skripsi ini adalah ikatan (akad) Perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.

  Akibat Hukum adalah akibat yang timbul karena peristiwa hukum.Akibat Hukum yang dimaksud dalam skripsi ini adalah Akibat yang ditimbulkan dari pembatalan perkawinan.

  Kasus adalah Masalah, perkara (yang diacarakan dalam pengadilan).Kasus yang di maksud dalam skripsi ini adalah Peristiwa atau kejadian yang dilakukan oleh subyak hukum yang menyimpang.

  2 3 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008) h.141 Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisiKedua (Cet. Ke-3, Jakarta: Balai

  Berangkat dari hal di atas, maka secara operasional, pengertian dari judul skripsi ini adalah “Pembatalan Perkawinan / “Fasakh” Dan Akibat-akibatnya

  

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kelas 1A

Makassar Tahun 2012)” adalah untuk mengetahui jenis atau bentuk perkawinan

  yang dapat dibatalkan, akibat hukum yang ditimbulkan, serta mengetahui bagaimana penyelesaian kasus tersebut di Pengadilan Agama 1a Makassar.

  Diskripsi Fokus penelitian ini hanya meliputi penyelesaian kasus pembatalan perkawinan serta akibat hukumnya di Pengadilan Agama Makassar.

C. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan skripsi ini adalah “Bagaimana Penyelesaian Pembatalan Perkawinan dan akibat-akibatnya berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 di timbulkannya di Pengadilan Agama 1a Makassar”. Agar permasalahan dibahas lebih focus, maka dalam penelitian ini penulis merumuskan beberapa sub masalah yang sesuai dengan judul skripsi yang dibahas adalah sebagai berikut: 1.

  Perkawinan yang bagaimanakah yang dapat dimohonkan pembatalannya di Pengadilan Agama 1a Makassar?

  2. Bagaimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan dari perkawinan yang dibatalkan oleh Pengadilan Agama 1a Makassar terhadap Harta bersama, Anak yang dilahirkan, serta Hubungan Suami-Istri?

D. Kajian Pustaka

  Pembahasan ini membahas tentang “Pembatalan Perkawinan / “Fasakh” dan akibat-akibatnya berdasarkan Undang-undang RI nomor 1 Tahun 1974 . Setelah menelusuri berbagai referensi yang berkaitan dengan pembahasan ini, penulis mengemukakan beberapa buku yaitu :

  1. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia oleh Prof. Dr. Amir Syarifuddin membahas tentang hukum perkawinan isalam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang perkawinan. Di Indonesia sendiri ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan perkawinan telah diatur dalam peraturan perundangan Negara yang khusus berlaku bagi warga neraga Indonesia yakni UU No. 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk PP No. 9 Tahun 1975. Sedangkan sebagai aturan pelengkap yang menjadi pedoman bagi hakim adalah Kompilkasi Hukum Islam melalui Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang KHI.

  2. Hukum Perkawinan Indonesia oleh Prof. H. Hilman Hadikusum, S.H. membahas tentang aturan-aturan perkawinan yang berlaku di Negara Republik Indonesia, baik berdasarkan perundangan, maupun berdasarkan hukum adat dan hukum Agama.

  3. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan oleh Ny.

  Soemiyati, S.H. membahas tentang perbandingan hukum perkawinan perkawinan yang diatur berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau dengan penjelasannya dan peraturan pelaksanaannya.

  4. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan oleh Drs. Kamal Muchtar membahas tentang Pelaksanaan Hukum Perkawinan Menurut

   Agama Islam berdasarkan pendapat para ahli fiqh.

1. Azas-azas Perkawinan yaitu: a.

  Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

  Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing- masing dapat melengkapi,mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

  b.

  Dalam undang-undang ini dinyatakan,bahwa suatu perkawinan adalah sah bila mana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  c.

  Undang-undang ini Menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkan, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang.

  d.

  Undang-Undang ini (UU RI No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975) tentang menganut prinsip bahwa calon suami istri itu 4 harus telah masuk jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan supaya baik keturunan yang baik dan sehat.

  e.

  Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang RI ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian.

  f.

  Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehiduan rumah tangga maupun dalam pergaulaan masyarakat,sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat

   dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.

2. Pengertian Pembatalan Perkawinan

  Pengertian pembatalan perkawinanterdapatdalamPeraturanInpres Nomor1 Tahun 1991pada pasal76 sampai dengan pasal 76 bahwa:

  Pembatalan perkawinan adalah di dalam ketentuan itu disebutkan bahwa pembatalan perkawinan dibedakan menjadi dua macam,yaitu: (1) perkawinan batal dan (2) perkawinan yang dapat dibatalkan. perkawinan batal adalah suatu perkawinan yang dari sejak semula dianggap tidak ada. Perkawinan batal apabila: a.

  Suatu melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu dari keempat istrinya itu dalam iddah talak raj’i;

5 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika , Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia (Jakarta

  b.

  Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dili’an, seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya,kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi ba’da al dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya; c. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974, yaitu:

  1) berhubungan darah dalam keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;

  2) berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping,yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara nenek berhubungan semenda yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu/bapak tiri;

  3) berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan;

  4) istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau istri-istrinya. Perkawinan yang dapat dibatalkan adalah suatu perkawinan yang telah berlangsung antara calon pasangan suami-istri, namun salah satu pihak dapat meminta kepada pengadilan supaya perkawinan itu dibatalkan. Suatu

  1. poligami tanpa izin Pengadilan Agama; 2. perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri orang lain yang mafqud;

  3. perempuan yang dikawini masih dalam iddah dari suami; 4. perkawinan melanggar batas umur perkawinan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974;

  5. perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak;

  6. perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan 3.

  Akibat Perkawinan Di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan, disebutkan tiga akibat perkawinan, yaitu: a.

  Adanya hubungan suami-istri; b. Hubungan orang tua dengan anak; c. Masalah harta kekayaan.

  Sejak terjadi perkawinan, timbullah hubungan hukum antara suami- istri.Hubungan hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban antara suami-istri.

  Hak dan kewajiban suami-istri diatur dalam Pasal 30 sampai Dengan Pasal 34 UU RI No. 1 Tahun 1974. Hak dan kewajiban suami- istri menurut UU RI No. 1 Tahun 1974, yaitu:

  1) Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat (Pasal 30 UU

  No. 1 Tahun 1974); 2)

  Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup masyarakat (Pasal 31 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974);

  3) Suami- istri berhak untuk melakukan perbuatan hukum (Pasal 31 ayat (2)

  UU No. Tahun 1974); 4)

  Suami-istri wajib mempunyai tempat kediaman yang tetap (Pasal 32 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974);

  5) Suami-istri wajib saling mencintai, hormat-menghormati, setia, dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain (Pasal 33 UU

  No. 1 Tahun 1974); 6)

  Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan rumah tangga sesuai dengan kemampuannya (Pasal 34 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974);

  7) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya (Pasal 34 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974).

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.

  Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah serta perumusan masalah maka tujuan a.

  Untuk mengetahui perkawinan yang bagaimana yang dapat dimohonkan pembatalannya di Pengadilan Agama Kelas Ia Makassar.

  b.

  Untuk mengetahui bagaimana akibat yang ditimbulkan terhadap Anak, Hubungan Suami-Istri, dan Harta Bersama terkait Masalah pembatalan Perkawinan.

  Adapun kegunaannya dalam penelitian iniadalah: a. Kegunaan teoritis

  Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumbangan pemikiran ilmiah dan mampu memperkaya ilmu hukum pada umumnya dan hukum Islam pada khususnya. Di harapkan dapat memberikan manfaat dan dapat membantu dalam menyelesaikan masalah-masalah perkawinan khususnya masalah pembatalan Perkawian.

  b.

  Kegunaan praktis 1)

  Dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai Pembatalan Perkawinan dan cara penyelesaiannya.

  2) Dapat memberikan sumbangan pemikiran pada semua pihak yang terkait mengenai masalah perkawinan khususnya yang ingin berkeluarga.

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perngertian Perkawinan Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua

  makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbahan.Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah swt. Sebagai jalan bagi makhlik-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.

  Perkawinan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dan perkawinan itu sendiri. Allah swt tidak manjadikan manusia sepertimakhluk lainnya, yang hidup bebas mangikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anargis atau tidak ada aturan.Akan tetapi, untuk menjaga kehormatan dan martabak manusia, maka Allah swt.Mengadakan hukum sesuai dengan martabak tersebut.

  Dengan demikian, hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat berdasarkan kerelaan dalam suatu ikatan berupa perkawinan. Bentuk perkawinan ini memberikan jalan yang aman pada naluri seksual untuk memelihara keturunan dengan baik dan manjaga harga diri wanita agar ia tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak manapun dengan seenaknya.

  Perkawinan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan ziwaj.Nikah menurut bahasa mampunyai arti yang sebenarnya (hakikat) dan arti berkumpul.Sedangkan arti kiasannya ialah “watha” yang berarti setujuh atau aqad.Dalam pamakaian bahasa sehari-hari, perkataan nikah lebih banyak dipakai

   dalam arti kiasan daripada arti yang sebenarnya.

  Menurut Ahmad Azhar, perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah, ialah melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhaan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagian hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman

  

dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah.

  Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dalam Pasal 1 merumuskan pengertian Perkawinan sebagai berikut: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

  

  bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dalam pembagian lapangan hukum Islam, perkawinan termasuk dalam ruang lingkup muamalah, yaitu bidang yang mengatur hubungan antar manusia dalam kehidupannya di dunia ini.

  Dibawah ini merupakan beberapa ayat al Qur’an sebagai dalil anjuran untuk menikah dan pembentukan rumah tangga yang islami. 6 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2004), h. 1. 7 Soemiyati, Hukum Perkawinan Isalam dan Undang-undang Perkawinan (Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), (Yogyakarta: Liberty, 2007), h. 8 8

  Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. an-Nahl : 72 sebagai berikut : ُﮭﱠﻠﻟاَو ْﻢُﻜَﻟ َﻞَﻌَﺠ

  َﻦِﻣ ْﻢُﻜَﻗَزَرَو ًةَﺪَﻔَﺣَو َﻦﯿِﻨَﺑ ْﻢُﻜِﺟاَوْزَأ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜَﻟ َﻞَﻌَﺟَو ﺎًﺟاَوْزَأ ْﻢُﻜِﺴُﻔْﻧَأ ْﻦِﻣ ﺎَﺒْﻟﺎِﺒَﻓَأ ِتﺎَﺒﱢﯿﱠﻄﻟا ِﻞِط َﻧﻮُﻨِﻣْﺆُﯾ

  . َنوُﺮُﻔْﻜَﯾ ْﻢُھ ِ ﱠﷲ ِﺔَﻤْﻌِﻨِﺑَﻮ Terjemahnya :

  “Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasangan, serta memberimu rezeki dari yang baik.Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah.”

9 B.

   Tujuan Perkawinan

  Sebagaimana hukum-hukum yang lain, yang ditetapkan dengan tujuan tertentu sesuai dengan tujuan pembentuknya, demikian pula halnya dengan syariat Islam yang mensyariatkan perkawinan dengan tujuan-tujuan tertentu pula. Tujuan- tujuan yang dimaksud adalah:

  

  1) Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan penyambung cita-cita, membentuk keluarga dan dari keluarga dibentuk umat, ialah umat Nabi Muhammad saw. Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. An-Nahl: 72 dan Q.S. An-Nisa/ 4:24.

9 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahan, (Semarang: CV. Toha Putra, 1996), h.

  412. 10

  Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. an-Nisa/4:24 sebagai berikut :

  

ْﻢُﻜِﻟاَﻮْﻣَﺄِﺑ اﻮُﻐَﺘْﺒَﺗ ْنَأ ْﻢُﻜِﻟ َذ َءاَرَو ﺎَﻣ ْﻢُﻜَﻟ ﱠﻞِﺣُأَو ْﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ ِ ﱠﷲ َبﺎَﺘِﻛ ْﻢُﻜُﻧﺎَﻤْﯾَأ ْﺖَﻜَﻠَﻣ ﺎَﻣ ﱠﻻِإ ِءﺎَﺴﱢﻨﻟا َﻦِﻣ ُتﺎَﻨَﺼْﺤُﻤْﻟاَو

ْﻦِﻣ ِﮫِﺑ ْﻢُﺘْﯿَﺿاَﺮَﺗ ﺎَﻤﯿِﻓ ْﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻻَو ًﺔَﻀﯾِﺮَﻓ ﱠﻦُھَرﻮُﺟُأ ﱠﻦُھﻮُﺗَﺂَﻓ ﱠﻦُﮭْﻨِﻣ ِﮫِﺑ ْﻢُﺘْﻌَﺘْﻤَﺘْﺳا ﺎَﻤَﻓ َﻦﯿِﺤِﻓﺎَﺴُﻣ َﺮْﯿَﻏ َﻦﯿِﻨِﺼْﺤُﻣ 24 ) ﺎًﻤﯿِﻜَﺣ ﺎًﻤﯿِﻠَﻋ َنﺎَﻛ َ ﱠﷲ ﱠنِإ ِﺔَﻀﯾِﺮَﻔْﻟا ِﺪْﻌَﺑ

  Terjemahnya : …Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan- perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya,bukan untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban.Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,

   Mahabijaksana.

  2) Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah. 3)

  Untuk menimbulkan rasa cinta antara suami dan isteri, menimbulkan rasa kasih sayang antara orang tua dengan anak-anaknya dan adanya rasa kasih 11 sayang antara sesama anggota keluarga. Rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga ini akan dirasakan pula dalam masyarakat atau umat, sehingga terbentuklah umat yang diliputi cinta dan kasih sayang.

  4) Untuk menghormati sunnah Rasulullah saw. Beliau mencela orang-orang yang berjanji akan puasa setiap hari, akan bangun dan beribadah setiap malam dan tidak akan kawin-kawin.

  5) Untuk membersihkan keturunan. Keturunan yang bersih, yang jelas ayah, kakek, dan sebagainya hanya diperoleh dengan perkawinan. Dengan demikian, akan jelas pula orang-orang yang bertanggung jawab terhadap anak-anak, yang akan memelihara dan mendidiknya sehingga menjadi seorang muslim yang dicita-citakan.

  1) Asas-asas Hukum Perkawinan

  Ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian suci antara seorang

  

  pria dan seorang wanita, memiliki beberapa asas diantaranya adalah:

1) Asas kesukarelaan, merupakan asas terpentig dalam perkawinan Islam.

  Kesukarelaan ini tidak hanya terdapat antara kedua calon suami isteri, tetapi juga antara kedua belah pihak. Kesukarelaan orang tua menjadi wali seorang wanita merupakan sendi asasi perkawinan Islam. 2)

  Asas Persetujuan Kedua Belah Pihak, merupakan konsekuensi logis dari asas pertama tadi. Hal ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan dalam 12 melangsungkan perkawinan. Persetujuan seorang gadis untuk dinikahkan

   Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilimu Hukum dan Tata Hukum Islam di dengan seorang pemuda, harus diminta lebih dahulu oleh wali atau orang tuanya. Perkawinan yang dilangsungkan tanpa persetujuan kedua belah pihak dapat dibatalkan oleh pengadilan.

3) Asas Kebebasan Memilih Pasangan, juga disebutkan dalam sunnah nabi.

  Diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa pada suatu ketika seorang gadis bernama Jariyah menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa ia telah dikawinkan oleh ayahnya dengan seseorang yang tidak disukainya. Setelah mendengar pengaduan itu, nabi menegaskan bahwa ia (Jariyah) dapat memilih untuk meneruskan perkawinan dengan orang yang tidak disukainya itu atau meminta supaya perkawinannya dibatalkan untuk dapat memilih pasangan dan kawin dengan orang lain yang disukainya.

  4) Asas untuk selama-lamanya. Asas ini menunjukan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta kasih serta kasih sayang selama hidup.

  5) Asas Monogami Terbuka. Asas ini disimpulkan dari Q.S.An Nisa :3 jo ayat 129, dimana seorang suami boleh beristeri lebih dari seorang asalkan memenuhi syarat tertentu, diantaranya dapat berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi isteri.

C. Keabsahan Perkawinan

  Keabsahan suatu perkawinan merupakan suatu hal yang sangat penting karena berkaitan erat dengan akibat-akibat perkawinan, baik yang menyangkut dengan anak

  (keturunan), maupun yang berkaitan dengan harta. Criteria keabsahan suatu perkawinan telah dirumuskan dalam Pasal 2 UUP, sebagai berikut: 1)

  Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; 2)

  Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-

   undanganyang berlaku.

  Pasal 2 UUP tersebut menetapkan 2 (dua) garis hukum yang harus dipatuhi dalam melaksanakan suatu perkawinan. Ayat (1) mengatur secara jelas tentang keabsahan suatu perkawinan adalah bila perkawinan itu dilakukan menurut ketentuan agama dari mereka yang melangsungkan perkawinan tersebut. Ketentuan agama untuk sahnya suatu perkawinan bagi umat Islam dimaksud adalah yang berkaitan dengan syarat dan rukun nikah.

  Ayat (2) mengatur masalah pencatatan perkawinan, bahwa suatu perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.Mengenai tujuan pencatatan ini, dalam UUP tidak dijelaskan lebih lanjut. Hanya di dalam penjelasan umum dikatakan bahwa pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian, yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan tidak menentukan sah tidaknya suatu perkawinan, tetapi hanya menyatakan bahwa 13 peristiwa perkawinan benar-benar terjadi.Pencatatan ini semata-mata bersifat administrative, yang menjadi bukti otentik telah dilangsungkannya suatu perkawinan.

1. Rukun Perkawinan

  Rukun perkawinan diatur dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam

  

  (selanjutnya disingkat KHI) ,yang terdiri dari: a.

  Calon mempelai laki-laki, dan calon mempelai perempuan; b. Wali dari mempelai perempuan; c. Dua orang saksi

   d.

  Ijab dan Kabul. Pihak-pihak yang hendak melaksanakan perkawinan, yaitu mempelai laki- laki dan perempuan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang dilaksankan menjadi sah hukumnya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi ialah: telah bagi dan mempunyai kecakapan yang sempurna, berakal sehat, tidak karena paksaan, dan wanita yang hendak dinikahi bukan termasuk salah satu macam wanita yang haram untuk dinikahi.