Efektivitas pembiasaan Shalat Dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
EFEKTIVITAS PEMBIASAAN SHALAT DHUHA DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN PESERTA DIDIK DI SMP
MUHAMMADIYAH 1 SIDOARJO
SKRIPSI Oleh:
MUCHAMMAD UBAIDILLAH SYAFIQ NIM. D71213111
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SURABAYA 2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Muchammad Ubaidillah Syafiq, Efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Skripsi. Surabaya: jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh keprihatinan penulis terhadap siswa-siswi SMP, keadaan tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran disiplin disekolah. Peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 sidoarjo yang masih berusia 12 sampai 14 tahun yang termasuk tipe dalam remaja, yang mana masa penuh dengan gejolak karena perkembangan biologisnya sangat begitu cepat bahkan massa ini disebut masa yang sangat rentan terhadap pergaulan remaja. Pada masaa ini kebanyakan seorang anak sekarang sudah terpengaruhi lingkungan, perkembangan teknologi dan budaya sehingga remaja sekarang berprilaku menyimpang.
Akibatnya kebanyakan remaja pada saat belajar disekolah sekarang kurang disiplin sering sekali terjadi, salah satunya yaitu membolos ini malah menjadi rutinitas disebagian efektif sekolah. Bukan hanya membolos saja ada yang terlambat sekolah, berkelahi, masalah pakaiaan, merusak, masalah sampah. Untuk mencegah maraknya penyimpangan yang dilakukan oleh siswa perlu adanya kegiatan yang dapat membatasi gerak mereka untuk melakukan hal-hal yang negatf. Salah satu kegiatan tersebut adalah shalat dhuha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam pemebentukan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiayah 1 Sidoarjo.
Berdasarkan tingkat eksplanasi maka penelitian ini termasuk penelitian komparatif, yaitu penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua variabel atau lebih sampel yang berbeda, atau waktu yang berbeda. Dan menurut jenis datanya, penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif. Adapun skala pengukurannya menggunakan skala Likert, paradigma dalam penelitian ini adalah paradigma sederhana dimana penelitian ini terdiri dari dua variabel dependent dan dua variabel independent jadi untuk membandingkan antara dengan Digunakan teknik Uji Test Independent. Dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah 15% dari jumlah keseluruhan peserta didik kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 42 peserta didik. Teknik pengumpulan datanya menggunakan angket, observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah Uji Test Independent yang yang dikonsultasikan dengan r tabel pada taraf signifikan 5% dan 1% untuk memberikan interpretasi bahwa hipotesisi alternatif diterima atau ditolak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat keefetifan yang positif dan signifikan pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 sidoarjo.
(7)
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I: PENDAHULUAN... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. RUMUSAN MASALAH ... 7
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN ... 7
D. MANFAAT PENELOTIAN ... 8
E. RUANG LINGKUP DAN KETERBATASANA PENELITIAN ... 8
F. ASUMSI DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 9
G. DEFINISI OPERASIONAL ... 11
H. METODE PENELITIAN ... 13
I. JENIS DAN SUMBER DATA ... 16
J. METODE DAN INSTRUMENT PENGUMPULAN DATA ... 17
K. ANANLISI DATA ... 20
L. SISTEMATIKA PEMBAHASAN ... 21
(8)
BAB II: LANDASAN TEORI ... 23
A. TINJAUAN TENTANG PEMBIASAAN SHALAT DHUHA ... 23
1. Pengertian Pembiasaan Shalat Dhuha ... 23
2. Memahami Fiqih Shalat Dhuha ... 25
3. Keutamaan Shalat Dhuha ... 30
B. TINJAUAN TENTANG DISIPLIN ... 34
1. Pengertian Disiplin ... 34
2. Tujuan Disiplin ... 35
3. Indikator Disiplin ... 37
4. Macam-Macam Disiplin ... 39
5. Upaya Meningkatkan Disiplin ... 41
6. Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan ... 43
7. Disiplin Di Sekolah ... 47
C. EFEKTIVITAS PEMBIASAAN SHALAT DHUHA DALAM PEMBENTUKAN DISIPLIN PESERTA DIDIK ... 49
BAB III: METODELOGI PENELITIAN ... 52
A. Jenis Dan Rancangan Penelitian ... 52
B. Variabel, Indikator dan Instrument Penelitian ... 54
C. Populasi dan Sampel ... 59
D. Teknik Pengumpulan Data ... 62
E. Teknik Analisis Data ... 65
BAB IV: LAPORAN HASIL PENELITIAN ... 68
A. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 68
1. Profil Umum SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 68
2. Sejarah Berdirinya SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo... 69
3. Struktur Organisasi SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 70
4. Visi dan Misi SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 71
5. Guru Dan Karyawan SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 71
6. Keadaan Siswa SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 73
(9)
7. Sarana Dan Prasana SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ... 75
B. PENYAJIAN DATA ... 82
1. Data Observasi ... 82
2. Data Hasil Angket ... 89
C. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 92
1. Analisis tentang Shalat Dhuha ... 92
2. Analisis tentang Disiplin Peserta Didik ... 104
3. Pengujian Hipotesis ... 125
BAB V: PENUTUP ... 132
A. KESIMPULAN ... 132
B. SARAN ... 133
DAFTAR PUSTAKA ... 135
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 138
(10)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti “to mark” menandai dan menfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Oleh karena itu, seseorang yang berprilaku tidak jujur, curang, kejam, rakus dapat dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang berprilaku baik, jujur, dan suka menolong diakatakan sebagai orang yang memiliki karakter baik/mulia.1
Sejalan dengan pendapat tersebut, Dirjen Penddikan Agama Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia (2010) mengemukakan bahwa karakter (character) dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti secara khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang lainya.2 Karakter bukan bawaan sejak lahir, tidak datang dengan sendirinya melainkan harus dibentuk, ditumbuhkan, dikembangkan, dan dibangun secara sadar dan sengaja hari demi hari melalui suatu proses. Salah satu proses tersebut dapat melalui pendidikan.
Dalam UUSPN No.20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 menjelaskan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
1
H. E. Mulyasa, Manejemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksar, 2012), h. 3 2
Ibid., h. 4
(11)
2
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demkratis serta tanggung jawab.3 secara ringkas bahwasannya tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan bebagai karakter manusia Indonesia, walaupun dalam penyelenggaraanya masih jauh dari apa yang dimaksudkan dalam UU.4 Oleh karena itu pendidikan karakter dalam sebuah lembaga pendidikan sangatlah penting dan dibutuhkan.
Pendidikan karakter adalah proses menanamkan karakter tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalankan kehidupannya. Dalam perspektif islam, pendidikan karakter secara teoretik sebenarnya sudah ada sejak islam diturunkan didunia seiring dengan diutusnya nabi Muhammad SAW untuk mempebaiki atau menyempurnakan akhlak manusia. Ajaran islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan mu’amalah, tetapi juga akhlak. pengalaman ajaran islam secara utuh (kuffah) merupakan model karakter seorang muslim,
bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW, yang memiliki sifat Shidiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah (STAF).5
Moment pertama pendidikan karakter didalam lembaga pendidikan adalah penentuan visi dan misinya. Visi dan misi lembaga pendidikan merupakan momen awal yang menjadi prasyarat sebuah program pendidikan
3
Dharma kusuma, cepi triatna, dan johan permana, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 6 4
Ibid., h. 8 5
H. E. Mulyasa, Manejemen Pendidikan Karakter, h. 5
(12)
3
karakter di sekolah. Tanpa ini, pendidikan karakter di sekolah tidak dapat berjalan.6 Ada 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan karater, baik di sekolah maupun diluar sekolah salah satunya adalah disiplin. Karakter di sekolah yaitu menumbahakan disiplin peserta didik. khususnya disiplin diri. Disiplin peserta didik bertujuan untuk membantu menemukan diri, mengatasi, dan mencegah timbulnya problem-problem disiplin, serta berusaha menciptakan suasana aman, nyaman, dan menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran sehinga mereka menaati segala perarturan yang sudah ditetapkan.
Dalam rangka menyukseskan pendidikan karakter, seorang guru harus menumbuhkan sikap disiplin kepada peserta didik. Selain itu guru mampu mengembangkan pola perilaku peserta didik, meningkatkan standar perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Untuk mendisiplikan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap demokratis.7
Maka dari itu dengan adanya pendidikan karakter diharapakan mampu menghasilkan/menampilkan generasi yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan serta memiliki pribadi berkarakter yang meningkatkan kualitas keimanan, akhlak, kedisiplinan, dan hubungan antar sesama manusia. Dalam membentuk pribadi karakter dapat
6
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:
Kompas Gramedia, 2010), h. 5 7
H. E. Mulyasa, Manejemen Pendidikan Karakter, h. 26
(13)
4
melalui berbagai bentuk dan juga kebiasaan yang baik dan bermanfaat yang dilakukan secara berulang-ulang setiah hari.
SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo sebagai lokasi penelitian, mempunyai visi “ Islami, Cerdas dan Berprestasi ”. Agar terwujud visi tersebut maka sekolah harus tampil dengan kualitas yang tinggi dimana setiap peserta didik harus memantapkan dirinya dalam hal agama dan juga dalam belajar sehingga perlu mengadakan suatu program yang dapat membantu pembentukan karakter siswa. Salah satu kegiatan keagamaan yang dilaksanakan peserta didik di lembaga SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ini adalah pembiasaan shalat dhuha.
Shalat Dhuha merupakan shalat sunnah yang dikerjakan pada saat matahari sudah naik kira-kira sepenggalan (setinggi tonggak) dan berakhir pada saat tergelincirnya matahari di waktu shalat dhuhur. Jika shalat dhuha ini dilakukan persis awal waktu terbitnya matahari, maka disebut dengan shalat al-isyraq (terbit). Melihat intensitas pengerjaanya oleh Nabi SAW dan
pesan-pesan bilau tentang pentingnya shalat dhuha, maka shalat shalat ini termasuk sunnah mu‟akaddah. Hal itu didasarkan pada hadits Abu Hurairah r.a sebagai berikut :
ِماَيِص ٍث َََثِب َملَسَو ِهْيَلَع ُهللا ىلَص يِليِلَخ ِِاَصْوَأ
ٍرْهَش ِلُك ْنِم ٍمايَأ ِةَث َََث
َماَنَأ ْنَأ َلْبَ ق َرِتوُأ ْنَأَو ىَحضلا َََْعْكَرَو
Artinya: “Kekasihku Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi wasiat
kepadaku agar aku berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mendirikan shalat
Dhuha dua raka'at dan shalat witir sebelum aku tidur”
(14)
5
Hadits di atas merupakan alasan yang kuat terhadap kesunahan pelaksanaan sholat dhuha, apapun amal ibadah yang sudah disyari’atkan akan mengandung banyak keutamaan dan hikmah tersendiri. 8
Peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 sidoarjo masih berusia 12 sampai 14 tahun yang termasuk tipe dalam remaja, yang mana masa yang penuh dengan gejolak karena perkembangan biologisnya sangat begitu cepat bahkan massa ini disebut masa yang sangat rentan terhadap pergaulan remaja. Aristoteles mengatakan bahwa anak-anak menganggap masa ini adalah masa yang paling indah namun juga paling kritis dalam kehidupannya sehingga muncul perasaan negatif yang berupa perasaan tidak senang, lesu, manarik diri dari masyarakat, atau reaksi negatif lainnya. Pada masaa ini kebanyakan seorang anak sekarang sudah terpengaruhi lingkungan, perkembangan teknologi dan budaya sehingga remaja sekarang berprilaku menyimpang.
Akibatnya kebanyakan remaja pada saat belajar di sekolah sekarang kurang disiplin sering sekali terjadi, salah satunya yaitu membolos ini malah menjadi rutinitas disebagian efektif sekolah. Bukan hanya membolos saja ada yang terlambat sekolah, berkelahi, masalah pakaiaan, merusak, masalah sampah. Pengaruh lingkungan ini yang paling penting, apalagi kalau lingkungannya rusak pasti akan rusak semuanya. Disini juga orang tua berperan penting karena orang tua adalah lingkungan yang pertama atau pendidikan pertama. Orang tua harusnya mendidik dengan benar sehingga anaknya akan menjadi seseorang yang patuh dan disiplin.
8
Syakir Jamaluddin M.A, Shalat Sesuai Dengan Tuntunan Nabi SAW, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2015), h. 223
(15)
6
Berpijak dari hal di atas maka perlu adanya suatu pembinaan yang merupakan suatu proses dinamika kehidupan manusia yang berlangsung secara terus menerus sesuai dengan pertumbahan dan perkembangan jiwa manusia yang dimulai sejaka kandungan ibu sampai dewasa. Pembinaan kedisiplinan perlu ditanamkan dalam kepribadian anak sejak dini, hal ini dikarenakan salah satu upaya untuk mengarahkan dan memotivasi anak dalam meningkatkan kedisiplinan.
Oleh karena itu, perlu diadakannya kegiatan shalat dhuha berjamaah. Pelaksanaan shalat dhuha berjamaah disini dilakukan setiap hari yang dipimpin oleh guru. Di dalam kegiatan shalat dhuha berjamaah ini seluruh peserta didik sebelum memulai kegiatan belajar mengajar melakukan shalat dhuha terlebih dahulu bersama semua guru-guru di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, setalah shalat dhuha selesai dilaksanakan, kemudian guru yang menjadi imam tadi memimpin dzikir dan disusul dengan ceramah singkat dan didukung pelaksanaaannya yang dilakukan dipagi hari maka akan memberikan siraman rohani yang menyegarkan yang diharapkan akan mempu membuat para peserta didik terbuka fikirannya untuk menjadi pribadi yang baik.
Kegiatan shalat dhuha di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo dilaksanakan oleh beberapa peserta didik. Karena kegiatan shalat dhuha ini tidak diwajibkan bagi peserta didik. Meskipun kegiatan ini bukan program sekolah, peserta didik masih termotivasi dan rutin dalam pelaksanaan shalat dhuha. Dengan adanya kegiatan ini maka perlu dikaji kembali secara mendalam
(16)
7
kegiatan pembiasaan tesebut. Apakah rutinitas ini efektif memberikan pengaruh yang positif kepada peserta didik khususnya dalam kedisiplinan atau tidak ada. Kalau memang ada, maka akan lebih bagus lagi kegiatan ini menjadi suatu program sekolah untuk membentuk disiplin peserta didik ini melalui pembiasaan shalat dhuha.
Selain itu biasanya kegiatan shalat dhuha dikaitkan dengan karakter riligius. Namun yang menjadi menarik adalah dalam penelitian ini adalah pembiasaan shalat dhuha dikaitkan dengan kedisiplinan. Seefektif apakah pembiasaan shalat dhuha dalam disiplin. Dengan alasan inilah peneliti ingin
meneliti dan mengkaji lebih mendalam tentang “Efektivitas Pembiasaan
Shalat Dhuha Dalam Meningkatkan Disiplin Peserta Didik di SMP
MUHAMMADIYAH 1 SIDOARJO”.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pembiasaan shalat dhuha Peserta Didik di SMP
Muhammadiyah 1 Sidoarjo ?
2. Bagaimana kedisiplinan Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ?
3. Bagaimana efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang telah penulis kemukakan di atas, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:
(17)
8
1. Untuk mengetahui pembiasaan shalat dhuha Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui kedisiplinn Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
3. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan menambah wawasan tentang kedisiplinan siswa melalui pemebiasaan shalat dhuha.
Adapun secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi motivasi bagi lembaga pendidikan yaitu SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo yang dijadikan lokasi penelitian untuk lebih meningkatkan pembiasaan kegiatan keagamaan dilembaganya seperti meningkatkan disiplin peserta didik melalui pembiasaan shalat dhuha. Sedangkan manfaat untuk pembaca diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran para pembaca akan mengetahui keutamaan dan keistimewaan shalat dhuha. Dengan demikian, pembaca akan lebih menyadari pentingnya melaksanakan shalat dhuha.
E. Ruang Lingkup Dan Keterbatasan Penelitian
Untuk menghindari ketidak-konsistenan antara topik yang diangkat dengan pembahasan yang diberikan, maka penulis memberi ruang lingkup
(18)
9
dan batasan penelitian. Sangatlah penting bagi penulis dalam membatasi masalah untuk membuat pembaca lebih mudah memahaminya. Dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada :
1. Pembiasaan shalat dhuha yang penulis maksudkan dalam penelitian ini adalah keaktifan dalam melaksanakan shalat dhuha secara rutin serta memahami fiqih shalat dhuha
2. kedisiplin yang dimaksud dalam penelitian ini ialah disiplin terhadap tata tertib sekolah, disiplin perbuatan, disiplin ibadah, disiplin waktu dan disiplin perbuatan
F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian 1. Asumsi Penelitian
Asumsi dapat dikatakan sebagai anggapan dasar yaitu suatu hal yang diyakini oleh peneliti yang harus terumuskan secara jelas. Di dalam penelitian anggapan-anggapan semacam ini sangatlah perlu dirumuskan secara jelas sebelum melangkah mengumpulkan data, menurut Suharsimi Arikunto merumuskan asumsi adalah penting dengan tujuan sebagai berikut:
a. Agar ada dasar berpijak yang kukuh bagi masalah yang sedang diteliti b. Untuk mempertegas variable yang menjadi pusat perhatian
c. Guna menentukan dan merumuskan hipotesis.9
9
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), h. 58
(19)
10
Adapun asumsi yang penulis rumuskan yaitu: Efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
2. Hipotesis Penelitian.
Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu kata hypo
yang berarti kurang dan kata thesis yang berarti pendapat. Hypothesis
yang dalam dialek Indonesia menjadi hipotesa kemudian berubah menjadi hipotesis yang maksudnya adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang belum sempurna.10 Menurut Sudjarwo, hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.11
Sedangkan Suharsimi Arikunto memberikan pengertian bahwa hipotesis adalah kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti12, tetapi harus dibuktikan atau di tes atau di uji kebenarannya. Hipotesis ini ada dua macam yaitu : Hipotesis nol (Ho) yang menyatakan adanya persamaan atau tidak adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih dan hipotesis kerja/alternatif (Ha) yang menyatakan adanya hubungan antara variabel x dan variabel y atau adanya perbedaan antara x dan y.
Berkaitan dengan ini penulis menggunakan hipotesis alternatif dan hipotesis nol sebagai kesimpulan sementara, yaitu dengan rumusan sebagai berikut :
10
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 85 11
Basrowi Sudjarwo, Manajemen Penelitian Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 2009), h. 75 12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik, h. 71
(20)
11
Hipotesis Nihil (Ho): “Pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo tidak efektif”.
Hipotesis Alternatif (Ha): “Terdapat keefektifan pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo”.
Jika (Ho) terbukti setelah diuji maka (Ho) diterima dan (Ha) ditolak.. Namun sebaliknya jika (Ha) terbukti setalah diuji maka (Ha) diterima dan (Ho) ditolak.
G. DefinisiOperasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau
“mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang
menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain. .13
Untuk lebih jelas serta mempermudah pemahaman dan menghindari kesalahpahaman, maka peneliti akan menegaskan definisi operasional variabel-variabel penelitian ini sebagai berikut:
a. Definisi variabel X
Definisi operasional pada variabel X adalah Efektivitas pembiasaan shalat dhuha didefinisikan sebagai berikut:
1) Efektivitas : keaktifan, daya guna, adanya kesesuian dalam suatu
kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju.
13
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, h.67
(21)
12
2) Pembiasaan : melakukan secara rutin atau setiap hari
3) Shalat Dhuha : sholat sunnah yang dilakukan pada waktu matahari
sedang naik, sekurang-kurang sholat dhuha ini dua rakaat, empat rakaat, enam rakaat atau delapan rakaat. Waktu sholat duha ini kira-kira matahari sedang naik setinggi 7 hasta (pukul tujuh sampai maasuk waktu dhuhur)
Jadi yang di maksud dengan efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam penelitian ini adalah keaktifan siswa dalam shalat dhuuha yang dilakukan secara rutin di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
b. Definisi variabel Y
Definisi operasional dalam variabel Y adalah meningkatkan disiplin adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan Disiplin : menanamkan akhlak dalam diri sendiri agar
menjadi seorang yang patuh terhadap peraturan-peraturan atau larangan yang ada terhadap sesuatu, karena mengerti betapa pentingnya perintah dan larangan tersebut.
Jadi, yang dimaksud dengan meningkatkan disiplin adalah
menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam perilaku siswa yang harus mematuhi perintah dan larangan yang sudah berlaku di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
Oleh karena itu, dari definisi di atas yang dimaksud dengan Efektivitas
pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik
dalam penelitian di sini adalah keaktifan siswa dalam shalat dhuha yang dilakukan secara rutin untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam
(22)
13
perilaku siswa sehingga siswa dapat mematuhi perintah dan larangan yang sudah berlaku di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
H. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sistematis dan teliti dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan baru atau mendapatkan susunan atau tafsiran baru dari pengetahuan yang telah ada, dimana sikap orang bertindak ini harus kritis dan prosedur yang digunakan harus lengkap.14 Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan oleh suatu pengetahuan tertentu sehingga pada
gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan
mengantisipasi masalah.15 Adapun rencana bagi pemecahan yang diselidiki antara lain :
1. Jenis Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang bersifat ilmiah melalui prosedur yang telah ditentukan. Untuk mencapai kebenaran secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah diperlukan suatu desain atau rancangan penelitian. Penelitian kuantitatif merupakan suatu metode penelitian yang berlandaskan pada realitas/gejala/fenomena yang dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur dan hubungan gejala bersifat sebab akibat, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu
14
Sugiyono, Metode Penelitian Adminitrasi, (Bandung: Alfabeta, 2003), h. 5 15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 6
(23)
14
dengan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.16
Penelitian yang berjudul “Efektivitas pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin Peserta Didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo” termasuk kategori penelitian kuantitatif.
2. Populasi dan Sampel
a) Populasi
Populasi ialah terdiri atas sekumpulan objek menjadi pusat perhatian, yang dari padanya terkandung informasi yang ingin diketahui.17 Populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.18
Nazir menyatakan bahwa populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Kualitas atau ciri tersebut dinamakan variabel. Sebuah populasi dengan jumlah individu tertentu dinamakan populasi finit sedangkan, jika jumlah individu
dalam kelompok tidak mempunyai jumlah yang tetap, ataupun jumlahnya tidak terhingga, disebut populasi infinit.19
16
Ibid., h. 13-14 17
W.Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 76 18 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan…, h. 117
19
Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), h. 271
(24)
15
Adapun cara yang digunakan peneliti dalam mengambil data dalam penelitian ini adalah teknik penelitian populasi. Alasan peneliti mengambil teknik ini adalah karena peneliti hendak meneliti semua elemen yang ada pada wilayah penelitian dan jumlah subjeknya kurang dari 100%. Maka dalam penelitian ini populasinya adalah siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
b) Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.20 Untuk mengetahui besar kecilnya sampel ini, tidak ada ketentuan yang baku.
“tidak ada ketentuan yang baku atau rumus yang pasti tentang
besarnya sampel”.21
Sedangkan Arikunto lebih rinci menjelaskan beberapa persen atau sampel yang dianggap mewakili populas yang ada. Pendapatnya mengatakan bahwa untuk ancer-ancer, maka apabila subjeknya
kurang dari 100%, lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar maka dapat diambil diantara 10-15% atau 20-25% atau lebih. 22 Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 50% dari populasi.
20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek…, h. 131. Lihat juga A.
Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, 193. Riduawan, Dasar-dasar Statistika,
(Bandung: Alfa Beta, 2008), h. 10 21
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan…, h. 72.
22 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek …, h. 120
(25)
16
15 x N = Jumlah Sampel 100
15 x 281 = 42 Siswa. 100
I. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu :
1) Data Kualitatif adalah pengumpulan data dengan cara melihat gejala-gejala yang ada dilapangan. 23
2) Data Kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan ulang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.
b. Sumber Data 1) Suasana
Yaitu sumber data yang bisa menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak yang ditujukan pada aktivitas kinerja pengajar dalam melaksanakan pembelajaran.
2) Kepustakaan
Yaitu sumber data digunakan untuk mencari landasan teori tentang permasalahan yang diteliti dengan menggunakan literature yang ada, baik dari buku, majalah, surat kabar maupun dari internet yang ada
23
Margono, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), h. 107
(26)
17
hubungannya dengan topik pembahasan penelitian ini sebagai bahan landasan teori.
3) Penelitian Lapangan
Adalah sumber data yang diperoleh dari lapangan penelitian, yaitu mencari data dengan terjuan langsung ke objek penelitian untuk memperoleh data yang lebih konkrit yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian disini diperoleh key informan guru
pengajar bidang study dan peserta didik yang ada di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
J. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
Untuk menggali data yang ada, peneliti menggunakan beberapa metode pengambilan data, yaitu :
a. Metode observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharaian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu untumaya selain pancaindra lainnya yaitu telinga, mulut, penciuman, dan kulit. Oleh karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunkan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu panca indra lainnya.
Dari pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data-data peneliti tersebut dapat diamati oleh peneliti.
(27)
18
Dalam arti bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan pancaindra.24
Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain yaitu wawancara dan kuisioner25.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden tidak terlalu besar. Peneliti menggunakan metode observasi untuk mencari data SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo sebagai berikut :
1) Pelaksanaan shalat dhuha di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo. 2) Kedisiplin siswa SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
b. Angket
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan data dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.26 Angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti secara pasti tahu variable yang akan diukur dan tahua apa yang bisa diharapkan dari responden.
24
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif,h. 143 25
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan…, h. 120
26 Sugiyono, Metode…, 142. Lihat juga Zainal Arifin,
Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 228
(28)
19
Sehubungan dengan itu angket bisa disebut juga sebagai interview tertulis.27 Metode ini digunakan dengan cara membuat daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden disertai dengan alternative jawaban. Data yang harus dicari melalui Angket adalah pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik.
c. Wawancara
Menurut Keraf, wawancara adalah suatu cara untuk mengumpulkan data dengan menanyakan langsung kepada seorang informan atau seorang autoritas (seorang ahli atau yang berwenang dalam suatu masalah).28
Wawancara dalam istilah lain dikenal dengan interview. Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan berita, data, atau fakta dilapangan. Prosesnya bisa dilakukan secara langsung dengan bertatap muka langsung dengan narasumber.29 Namun, bisa juga dilakukan dengan tidak langsung seperti melalui telepon, internet atau surat.
d. Metode Dokumentasi
Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda, dan lain sebagainya. Metode ini digunakan untuk memperkuat data sebelumnya dengan mengumpulkan bukti-bukti yang tertulis.
27
Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrument Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 19995), h. 120 28 Gorys Keraf, Komposisi…, h. 161
29 Margono, Metodoologi Penelitian Pendidikan…, h. 165
(29)
20
K. Analisis Data
a. Analisis Data.
Setelah data terkumpul, maka tahap berikutnya adalah menganalisa data. Hal ini dilakukan untuk menguji hipotesis, sehingga pada akhirnya dapat ditarik suatu konklusi dari hasil penelitian yang dilakukan, ada tiga hal yang dapat dilakukan yaitu:30
1) Persiapan.
Kegiatan dalam langkah persiapan ini antara lain: a) Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi.
b) Mengecek kelengkapan data, artinya mengecek isi instrument pengumpulan data.
2) Mengecek macam isian data. a) Tabulasi.
Tabulasi yaitu proses menempatkan data dalam bentuk tabel, dengan cara membuat tabel yang berisikan data yang sesuai dengan kebutuhan analisis.31
3) Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian.
Perolehan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus atau aturan yang ada, sesuai dengan pendekatan penelitian atau desain yang diambil.
30
Ibid, h. 235-238
31 Basrowi Sudjarwo, Manajemen Penelitian Sosial…, h. 332
(30)
21
b. Teknik Analisis Data.
Teknik ini digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian. Untuk menganalisa data tersebut, peneliti menggunakan Uji Test Independent yang dapat dirumuskan sebagai berikut32
Keterangan : T = Nilai t
̅ = Rata-rata data kelompok pertama ̅ = Rata-rata data kelompok 2 = Data kelompok pertama
= Data kelompok kedua
= Estimasi perbedaan kelompok
= Banyaknya sampel pengukuran kelompok pertama = Banyaknya sampel pengekuran kelompok kedua. L. Sistematika Pembahasan
Penulis membagi sistematika pembahasan penelitian ini menjadi lima bab dengan rincian tiap bab sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan yang meliputi tentang : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan
32
Edi Riadi, Metode Statistika Parametrik Dan Non Parametrik, (Tamgerang: PT Pustaka Mandiri, 2014) h. 159
(31)
22
keterbatasan peneltian, asumsi dan hipotesis penelitian, definisi operasional, metode penelitian, jenis data dan sumber data, metode dan instrument, analisis data, sistematika pembahasan.
Bab II Kajian Teori meliputi tentang: A. Tinjauan tentang pembiasaan Shalat Dhuha yang terdiri dari: pengertian pembiasaan shalat dhuha, memahami fiqih shalat dhuha, keutamaan shalat dhuha. B. Tinjauan tentang disiplin yang terdiri dari : pengertian disiplin, tujuan disiplin, indikator disiplin, macam-macam disiplin, upaya meningkatkan disiplin, Faktor yang mempengaruhi kedisiplinan, dan disiplin di sekolah. C. Efektivitas Pembiasaan Shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
Bab III Metode Penelitian meliputi :, jenis penelitian, variable, indikator dan instrument penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.
Bab IV Laporan Hasil Penelitian yang meliputi : gambaran umum obyek penelitian, penyajian data, analisis data dan pengujian hipotesis.
Bab V Penutup, sebagai bab terakhir bab ini berisi tentang kesimpulan dari skripsi dan saran-saran dari penulis untuk perbaikan-perbaikan yang mungkin dapat dilakukan.
(32)
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Pembisaan Shalat Dhuha 1. Pengertian Pembiasaan Shalat Dhuha
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang, agar sesutu itu dapat menjadi kebiasan. Metode pembiasaan
(habituation) ini berintikan pengalaman. Karena dibiasakan itu ialah suatu
yang diamalkan. Dan ini kebiasaan adalah pengulangan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa yang daat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan. Agar kegiatan itu dapat dilakukan dalam setiap pekejaan.33
Dalam dunia psikologi, metode pembiasaan ini dikenal dengan teori
Operant Conditioning yakni membiasakan peserta didik untuk berprilaku
terpuji, disiplin, dan giat belajar, bekerja keras dan ikhlas, serta jujur dan tanggung jawab atas segala tugas yang telah dilakukan. Metode pembiasan ini perlu dilakukan seorang guru dalam rangka pembentukan karakter, untuk membiasakan peserta didik melakukan prilaku terpuji, disiplin dan sebagaianya.34
Sedangkan shalat dhuha atau disebut shalat al-awwabin adalah shalat sunnat yang dikerjakan pada saat matahari sudah naik kira-kira sepengal
33
Heri gunawan, Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 266 34
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, h. 166
(33)
24
(setinggi tonggak) dan berakhir saat tergelincirnya matahari diwaktu Dzuhur.35
Mengerjakan shalat dhuha sangat dianjurkan/disunatkan dan para ulama sepakat bahwa hukum shalat dhuha termasuk sunat muakad. Oleh karenanya siapa yang ingin memperoleh pahala, fadilah/keutamaan dan manfaatnya, dipersilahkan untuk melaksanakan, namun bagi yang tidak mengingkan, tidak melaksanakannya pun tidak apa-apa artinya tidak berdosa.36
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembiasaan shalat dhuha adalah membiasakan peserta didik malaksanakan ibadah shalat dhuha yang dianjurkan/disunatkan, yang dikerjakan pada saat matahari sudah naik kira-kira sepengal (setinggi tonggak) dan berakhir saat tergelincirnya matahari diwaktu dzuhur.
Membiaskaan seorang anak agar melaksanakan shalat terlebih dilakukan secara berjamaah itu penting. Karena dengan kebiasaan ini akan membangun karakter yang melekat dalam diri mereka. Dengan cara menanamkan nilai-nilai positif mulai dari masa dini hingga dewasa. Sehingga pendekatan pembiasaan ini sesungguhnya sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai positif kedalam diri peserta didik, baik pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dan pendekatan pembiasaan juga dinilai sangat efektif dalam mengubah kebiasaan negatif menjadi positif.
35
Syakir Jamaluddin, Shalat Sesuai Tuntunan Nabi SAW, h. 223
36 Mukhammad Maskub, Tuntunan Shalat Wajib Dan Sunat ‘Ala Aswaja, (Yogyakarta: PT. Pustaka Baru, 2016), h. 503
(34)
25
Namun demikian, pendekatan ini jauh dari keberhasilan jika tidak diiringi dengan contoh tauladan yang baik dari si pendidik dan orang tua.
2. Memahami fiqih shalat Dhuha
a. Waktu Shalat Dhuha
Telah terjadi perbedaan dikalangan fuqaaha (ahli hukum islam) dalam batasan waktu shalat dhuha secara umum. Jumhur ulama berpendapat bahwa waktu shalat dhuha dimulai dari ketika matahari mulai meninggi sedikit sebelum tergelincir sebelum masuk waktu yang dilarang.
Imam Nawawi berpendapat di dalam kitab Al-Raudhah
mengatakan, “para sahabat kami (madzhab syafi’i) berpendapat,
waktu shalat dhuha berawal dari terbit matahari dan dianjurkan agar mengakhirkannnya hingga ia meninggi.
Hal itu ditunjukkan oleh riwayat Imam Ahmad dari Abu Murrah
Al-Thaifi berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah
berfirman, „Wahai anak Adam, janganlah kalian lemah dari
melaksanakan empat rakaat dari permulaan siangmu yang akan
mencukupkanmu diakhir siangnya.” 37
Dengan demikian waktu shalat dhuha dimulai kira-kira sejak matahari mulai naik kira-kira sepenggalah hingga sedikit sebelum masuknya waktu dzhuhur atau sekitar 15 menit setelah waktu syuruq
(terbit matahari) hingga 15 menit sebelum masuk shalat zhuhur.
37
Abu Sabila, dkk, Dahsyatnya Keberkahan Tahajud, Dhuha & Sedekah, (Yogyakarta :
semesta hikmah, 2016), h. 77
(35)
26
b. Bilangan rakaat shalat dhuha
Adapun tentang rakaatnya, maka tidak ada perbedaaan dikalangan fuqaha bahwa yang paling sedikit dua rakaat. Hal ini didasarkan oleh hadist yang diriwayatkan oleh imam Muslim yaitu :
ُنْبا َوَُو يِدْهَم اََ ثدَح يِعَبضلا َءاََْْأ ِنْب ِدمَُُ ُنْب ِللا ُدْبَع اََ ثدَح
َْي ْنَع َةَْ يَ يُع َِِأ ََْوَم ٌلِصاَو اََ ثدَح ٍنوُمْيَم
َ َْي ْنَع ٍلْيَيُع ِنْب َ
ُللا ىلَص ِِ لا ْنَع ٍرَذ َِِأ ْنَع َِِؤدلا ِدَوْسَْْا َِِأ ْنَع َرَمْعَ ي ِنْب
ٌةَقَدَص ْمُكِدَحَأ ْنِم ىَم ََُس لُك ىَلَع ُحِبْصُي َلاَق ُنَأ َملَسَو ِْيَلَع
لُكَو ٌةَقَدَص ٍةَحيِبْسَت لُكَف
لُكَو ٌةَقَدَص ٍةَليِلْهَ ت لُكَو ٌةَقَدَص ٍةَديِمََْ
ٌةَقَدَص ِرَكُْمْلا ْنَع ٌيْهَ نَو ٌةَقَدَص ِفوُرْعَمْلاِب ٌرْمَأَو ٌةَقَدَص ٍةَرِبْكَت
ىَحضلا ْنِم اَمُهُعَكْرَ ي ِناَتَعْكَر َكِلَذ ْنِم ُئِزَُُْو
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Asma` Adl Dluba`i telah menceritakan kepada kami Mahdi yaitu Ibnu Maimun telah menceritakan kepada kami Washil mantan budak Abu 'Uyainah dari Yahya bin 'Uqail dari Yahya bin Ya'mar dari Abul Aswad Ad Du`ali dari Abu Dzarr dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: "Setiap pagi dari persendian
masing-masing kalian ada sedekahnya, setiap tasbih adalah
sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah
sedekah, setiap takbir sedekah, setiap amar ma'ruf nahyi mungkar
(36)
27
sedekah, dan semuanya itu tercukupi dengan dua rakaat dhuha."
(H.R. Muslim)38
Namun disini terjadi perbedaan dikalangan mereka tentang maksimal rakaatnya :
Para ulama maliki dan hambali berpendapat bahwa maksimal rakaat shalat dhuha adalah delapan raakaat berdasarkan riwayat Ummi Hani’ bahwa Nabi Shallallahu „alaihi Wasallam pernah memasuki rumahnya pada saat penaklukan kota Makkah, kemudian beliau Shallallahu „alaihi Wasallam shalat delapan rakaat”, saya menjelaskan, “Aku belum pernah sekalipun melihat beliau melaksanakan shalat yang lebih ringan daripada saat itu namun beliau tetap menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.”
Sedangkan para ulama Hanafi dan Syafi’I bahwa maksimal jumlah rakaat shalat dhuha adalah dua belas rakaat, berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Nasa’I bahwa Nabi Shallallahu „alaihi Wasallam bersabda “barang siapa yang melaksanakan shalat dhuha sebanyak dua belas rakaat maka Allah SWT (akan) membangunkan baginya istana dari emas disurga. Tetapi hadis ini menurut ulama sanadnya lemah.39
38
Ibid. 39
Abu Sabila, dkk, Dahsyatnya Keberkahan Tahajud, Dhuha & Sedekah, h. 78
(37)
28
Jadi, sebagaiman keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa shalat dhuha ini dapat dilakukan sedikitnya dua rakaat dan yang paling banyak dua belas rakaat dengan tiap-tiap dua rakaat satu salam.
c. Niat Shalat Dhuha
Niat secara bahasa berarti menyengaja sehingga siapapun yang menyengaja suatu perbuatan maka sebenarnya ia telah mempunyai maksud didalam hatinya.40 Adapun Niat shalat dhuha sebagai berikut:
َل اَعَ ت ِلِل َِْْ تَعْك َر ىَحضل ا َة ُس ىلَص ُأ
Artinya :“Saya niat shalat dhuha dua rakaat karena Allah ta‟ala”
d. Doa Setelah Shalat Dhuha
Dibolehkan bagi setiap muslim untuk berdoa dengan doa-doa yang dikehendakinya selama tidak ada dosa didalamnya dan memutuskan silaturrahmi baik doa-doa yang ma’tsur dari Nabi Muhammad SAW atau doa-doa yang mudah bagi dirinya. Akan tetapi, doa yang ma’tsur lebih utama jika ia hafal.
40
Syakir Jamaluddin, Shalat Sesuai Tuntunan Nabi SAW, h. 77
(38)
29
Pada dasarnya doa setalah shalat dhuha dapat menggunakan doa apapun. Salah satu doa yang dapat kita panjatkan adalah 41:
َةوُيْلاَو َكُل اَََ َلاَمَْْاَو َكُءاَهَ ب َءاَهَ بْلاَو َكُءاَحُض َءاَحضلا نِا مُهللَا
مُهللَا َكُتَمْصِع َةَمْصِعْلاَو َكُت َر ْدُق َة َدُيْلاَو َكُتوُ ق
ِِ ىِقْزِر َناَك ْنِا
ُْرسَيَ ف اًرِسْعُم َناَك ْنِاَو ُ ْج ِرْخ َاَف ِضْرَْْا ِِ َناَك ْنِاَو ُْلِزْنَاَف ِءاَمسلا
َكِءاَهَ بَو َكِءاَحُض قَِِ ُْبرَيَ ف اًدْيِعَب َناَك ْنِاَو ُْرهَطَف اًماَرَح َناَك ْنِاَو
َرْدُقَو َكِتوُ قَو َكِلاََََو
ِِِْْاصلا َكِداَبِع َتْيَ تَاَام ِِِتَا َكِت
Artinya :
“Ya Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah dhuha-Mu,
keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu,
kekuatan adalah kekuatan-Mu, kekuasaan adalah kekuasaan-Mu,
penjagaan adalah penjagaan-Mu. Wahai Tuhanku, apabila rezeki di
atas langit, maka turunkahlah. Apabila berada dibumi, maka
keluarkanlah. Apabila sukar, maka mudahkanlah. Apabila haram,
maka sucikanlah. Apabila jauh, maka dekatkanlah dengan
kebenaran dhuha-Mu, keagunganmu-Mu, keindahan-Mu,
kekuatan-Mu, dan kekuasaan-Mu. (Wahai Tuhanku), datangkanlah kepadaku
apa yang telah engkau datangkan kepada hamba-hamba-Mu yang
saleh.”
41 Mukhammad Maskub, Tuntunan Shalat Wajib Dan Sunat ‘Ala Aswaja, h. 509
(39)
30
3. Keutamaan shalat dhuha
Ada banyak pahala bagi siapapun yang mengerjakan sholat dhuha. Bagi mereka yang meninggalkannya (sholat dhuha), Allah Swt. Juga tidak memberi keburukan apapun keadanya. Namun, bila kita berpijak kepada kehidupan Rasulullah Saw., beliau senantiasa mengerjakan sholat dhuha. Hal ini setidaknya tergambar pada hadits berikut:
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata:
“Nabi Saw. selalu shalat dhuha sampai-sampai kami mengira bahwa
beliau tidak pernah meninggalkannya, tetapi jika meninggalkannya
sampai-sampai kami mengira bahwa beliau tidak pernah
mengerjakannya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad dari Abu Said
al-Khudri)
Rasulullah Saw. adalah teladan bagi umat manusia. Beliau menjadi rujukan, seperti seseorang yang berada dalam kegelapan, maka Rasulullah Saw. sebagai penerang dan pemberi jalan kebenaran. Oleh karena itu, beliau tidak memerintahkan sesuatu apapun jika beliau tidak mngerjakan.
Demikian halnya dengan sholat dhuha, tentunya Rasulullah Saw. terlebih dahulu mengerjakan sholat dhuha dan istiqomah menjalankannya. Kemudian ia berpesan kepada sahabat Abu Hurairah dan Abu Darda’ untuk selalu mengerjakan sholat dhuha. Wasiat Rasulullah Saw. untuk kedua sahabatnya itu adalah wasiat untuk kita semua. Menunaikan sholat dhuha selain sebagai wujud kepatuhan kepada Allah dan Rasulnya juga sebagai manifestasi syukur dan takwa kita kepada Allah Swt. Amal ibadah
(40)
31
apapun yang disyariatkan-Nya, mengandung banyak sekali keutamaan dan hikmah. 42
Menurut beberapa hadits, sholat dhuha itu mengandung enam keutamaan. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Sebagai sedekah bagi persendian tubuh kita
Perintah sholat dhuha secara tidak langsung mengandung isyarat agar kita selalu mensyukuri segala nikmat dalam bentuk ibadah. Sesungguhnya 360 persendian itu hanya sebagian kecil dari sekian banyak nikmat yang tak bisa dihitung. Namun sebagai pernyataan syukur kita kepada Tuhan, cukuplah diganti dengan dua rakaat sholat dhuha.
b. Merupakan ghanimah yang besar
Orang yang mengerjakan sholat dhuha seperti mendapatkan ghanimah yang besar. Ghanimah adalah keuntungan dari harta rampasan perang. Zaman dahulu jika berperang dan menang, pasukan mendapatkan barang-barang rampasan. Rasulullah Saw bersabda,
“Maukah kalian kutunjukkan kepada tujuan paling dekat dari mereka
(musuh yang akan diperangi), paling banyak ghanimah (keuntungan)
dan cepat kembalinya?” mereka menjawab “Tentu.” Rasululah Saw
menjawab, “Barang siapa yang berwudhu, kemudian masuk kedalam
masjid untuk melaksnakan sholat dhuha, maka dialah yang paling
42
Nur K, Magnet Rezeki Dengan Sholat Dhuha, (Yogyakarta: Semesta hikmah, 2016), h. 7
(41)
32
dekat tujuannya, lebih banyak ghanimahnya dan lebih cepat
kembalinya.” (HR. Ahmad)
Hadits ini menjadikan kita semakin yakin bahwa sholat dhuha adalah amalan besar yang mengandung banyak kemanfaatan. Besarnya sholat dhuha bahkan digambarkan oleh Rasulullah Saw.tak sebanding dengan rampasan sebagai seorang yang syahid.43
c. Merupakan rumah di surga
Orang yang mengerjakan sholat dhuha akan dibangunkan rumah di Surga. Diterangkan dalam hadits, “Barangsiapa sholat dhuha sebanyak empat rakaat dan empat rakaat sebelumnya, maka ia akan
dibangunkan sebuah rumah di surge.” (Shahih al-Jami’: 634)
Setiap perbuatan ibadah yang memiliki keistimewaan balasannya juga istimewa. Ada yng berpendapat bahwa “rumah surga” yang dimaksudkan adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan di dunia adalah keberuntungan-keberuntungan dan rezseki yang lancar. d. Pahalanya seperti pahala umroh
Hadits dari Abu Umamah ra. menerangkan bahwa Rasulullah Saw
pernah bersabda, “Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan
suci untuk melaksanakan sholat wajib, maka pahalanya seperti orang
yang melaksanakan haji, dan barang siapa yang keluar untuk
melaksanakan sholat dhuha maka pahalanya seperti orang yang
melaksanakan umroh…” (Shahih al-Targhib: 673).
43
Ibid, h. 15
(42)
33
e. Dan pelakunya mendapatkan ampunan
Sangat beruntung orang yang mau mendirikan sholat dhuha. Ia akan mendapatkan ampunan dari Allah Swt. atas dosa-dosa yang telah diperbuatnya walaupun dosa-dosanya itu sebanyak buih dilautan. Orang yang rajin melaksanakan sholat dhuha, diampuni dosa-dosanya oleh
Allah. Rasulullah Saw pernah bersabda, “Siapapun yang melaksankan
sholat dhuha dengan istiqomah, akan diampuni dosanya oleh Allah,
sekalipun dosa itu sebanyak buih dilautan.” (HR. Tirmidzi).44
Telah diriwayatkan banyak hadits tentang keutamaan shalat dhuha, dan kami akan menyebutkan sebagiannya sebagai berikut. Abu Dzar meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap pagi, setiap persendian kalian harus dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih
sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap takbir sedekah, amar makruf
sedekah, dan nahi mungkar sedekah. Semua ini bisa diwakili dengan
dua rakaat sholat dhuha.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
Abu Hurairah menuturkan, “Rasulullah telah mewasiatkan tiga hal
kepadaku, puasa 3harisetiap bulan, sholat dhuha 2 rakaat, dan sholat
witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim).45
44
Zakia Ahmad, Sholat Dhuha Untuk Wanita (Yogyakarta: Wacana Nusantara, 2014), h. 14-17
45
Sulaiman Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq (Jakarta: Ummul Qura, 2013), h. 160
(43)
34
B. Tinjauan Tentang Disiplin 1. Pengertian Disiplin
Disiplin sangat penting artinya bagi peserta didik. karena itu, ia harus ditanamkan secara terus-menerus kepada peserta didik. jika disiplin ditanamkan secara terus-menerus maka disiplin tersebut akan menjadi kebiasaan peserta didik.
Banyak para ahli memberikan pengertian disiplin sesuai dengan sudut pandang mereka. The liang gie (1972) membeikan pengertian disiplin
sebagai berikut.
“Disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang
tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati”.
Sedngkan Goods (1959) dalam Dictionary of Education mengartikan
disiplin sebagai berikut :
1. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan guna mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih efektif.
2. Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif dan diarahkan sendiri, menskipun menghadapi rintangan.
3. Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman atau hadiah.
4. Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan bahkan menyakitkan.
(44)
35
Webster‟s New World Dictionary (1959) memberikan batasan disiplin
sebagai: latiahan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan secara tertib dan efisien.46
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa disiplin adalah suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam keadaan tertib, teratur dan semestinya, serta tidak ada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung atau tidak langsung.
Adapun pengertian disiplin peserta didik adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang dimiliki oleh peserta didik di sekolah, tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap peserta didik sendiri dan terhadap sekolah secara keseluruhan.
2. Tujuan Disiplin
Tujuan disiplin menurut Charles Schaefer ada dua macam yaitu :
1) Tujuan jangka pendek adalah membuat anak-anak terlatih dan terkontrol, dengan mengajarkan pada mereka bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas.
2) Tujuan jangka panjang adalah mengembangkan pengendalian diri sendiri yaitu dalam siri anak itu sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian diri dari luar.47
46
Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 172
47
Charles Schaefer, Cara Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak, (Jakarta: Mitra Utama, 1994), h. 3
(45)
36
Soekarto indrafachrudin juga menegaskan bahwa tujuan diadakannya disiplin adalah:
1) Membantu anak didik untuk menjadi matang pribadinya dan mengembangkan diri dari sifat-sifat ketergantungan menuju ketidak ketergantungan, sehingga ia mampu berdiri sendiri di atas tanggung jawab sendiri.
2) Membantu anak mengatasi dan mencegah timbulnya masalah disiplin dan berusaha menciptakan situasi yang menyenangkan bagi kegiatan kegiatan belajar dimana mereka mentaati peraturan yang ditentukan.48
Bagi siswa, kedisiplinan mempunyai pengaruh positif bagi kehidupan mereka setalah mereka keluar dari jenjang pendidikan. Kedisiplinan itu akan tumbuh menjadi bekal dimana yang akan datang. Dengan mempraktekannya dalam kehidupannya, siswa akan dapat mengendalikan diri dan kedisiplinan itu akan berbentuk dengan sendirinya.
Adanya keterpaksaan dalam disiplin dapat membuat anak merasa dikekang dan tidak memili kebebasan dalam menentukan tingkah laku yang diinginkan.49 Penanaman dan penerapan sikap disiplim tidak dimjunculkan sebagai tindakan pembatasan kebebasan siswa dalam melakukan sebuah tindakan, akan tetapi penerapan disiplin itu adalah sebagai tindakan pengarahan kepada sikap yang bertanggung jawab dan
48
Soekarto Indrafachrudin, Administrasi Pendidikan, (Malang: IKIP Malang, 1989), h. 108 49
Seto Mulyadi, Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya, (Jakarta: Pt. Gelora Aksara Pratama, 2004), h. 38
(46)
37
melakukan tindakan yang baik dan teratur dalam kehidupannya. Sehingga dirinya tidak akan merasa bahwa hal itu adalah beban bagi dirinya akan tetapi adalah sebuah kebutuhan.
Tujuan disiplin bukan hanya sekedar membentuk anak untuk mematuhi peraturan yang berlaku, akan tetapi disiplin bertujuan untuk membentuk anak yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan orang lain.50 Jika disiplin hanya akan menjadi beban bagi anak, maka disiplin itu akan hanya tejadi sesaat saja dan anak akan menjalakannya dengan rasa terpaksa bahkan justru anak akan menjadi tertekan dan melakukan pelanggaran sebagai tindakan protes.51
3. Indikator Disiplin
Dalam menentukan seseorang disiplin tidaknya tidaknya tentu ada beberapa sikap yang mencerminkan kedisiplinannya seperti indikator disiplin yang dikemukakan oleh Tu’u dalam penelitian mengenai disiplin sekolah mengemukan bahwa “indikator yang menunjukkan perubahan hasil siswa sebagai konstribusi mengikuti dan menaati peraturan sekolah meliputi dapat mengatur waktu belajar dirumah, rajin dan teratur belajar, perhatian yang baik saat belajar dikelas, dan ketertiban diri saat dikelas”.52
50
Ibid. 51
Seto Mulyadi, Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya, h. 37 52Tu’u Tulus,
Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Belajar, (Jakarta:Grasindo, 2004), h. 92
(47)
38
Untuk mengukur tingkat disiplin siswa diperlukan indikato-indikator mengenai disiplin belajar seperti yang diungkapkan moenir, indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkah disiplin siswa berdasarkan ketentuan disiplin waktu dan disiplin perbuatan yaitu :
1) Disiplin waktu, meliputi :
a) Tepat waktu dalam belajar, mencakup datang dan pulang sekolah tepat waktu, mulai dari selesai belajar dirumah dan di sekolah tepat waktu.
b) Tidak meninggalkan kelas/membolos saat pelajaran c) Menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditetapkan 2) Disiplin perbuatan, meliputi :
a) Patuh dan tidak menentang peraturan yang berlaku b) Tidak malas belajar
c) Tidak menyuruh orang lain bekerja demi dirinya, tidak suka berbohong
d) tingkah laku menyenangkan, mencakup tidak mencotek, tidak membuat keributan, dan tidak mengganggu orang lain sedang belajar.53
Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas peneliti menyimpulkan indikator disiplin siswa berdasarkan ketentuan disiplin waktu dan disiplin perbuatan sebagaia berikut, yiatu :
1) Disiplin dilingkungan sekolah
53
Moenir, Manajemen Pelayan Umum Di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 96
(48)
39
2) Disiplin dilingkungan kegiatan belajar dikelas 3) Disiplin dirumah.
4. Macam-Macam Disiplin
Adapun macam disiplin berdasarkan ruang ligkup berlakunya ketentuan atau peraturan yang harus dipatuhi, dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Disiplin diri
Disiplin diri (disiplin pribadi), yaitu apabila peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan itu hanya berlaku bagi diri seseorang. Misalnya, disiplin belajar, disiplin bekerja, dan disiplin beribadah. 2) Disiplin social
Disiplin sosial adalah apabila ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan itu harus dipatuhi oleh orang banyak atau masarakat. Misalnya, disiplin lalu lintas, dan disiplin menghadiri rapat.
3) Disiplin nasional
Disiplin nasional adalah suatu peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan itu merupakan tatalaku bangsa atau norma kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus dipatuhi oleh seluruh rakyat. Misalnya, disiplin membayar pajak dan disiplin mengikuti upacara bendera.54
Sedangkan Disiplin sekolah dibagi menjadi 3 macam antara lain : 1) Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep otoritarian.
54Mas’udi Asy,
Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: PT Tiga Serangkai 2000), h. 88-89
(49)
40
Menurut kaca mata ini, peserta didik di sekolah dikatakan mempunyai disiplin tinggi manakala mau duduk tenang sambil memperhatikan uraian guru ketika sedang mengajar. Peserta didik diharuskan mengiyakan saja terhadap apa yang dikehendaki guru dan tidak boleh membantah. Dengan demikian guru bebas memberikan tekanan kepada peserta didik, dan memang harus menekan peserta didik. Dengan demikian, peserta didik takut dan terpaksa mengikuti apa yang diingini oleh guru.
2) Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep permissive.
Menurut konsep ini, peserta didik haruslah diberikan kebebasan seluas-luasnya didalam kelas dan sekolah. Aturan-aturan di sekolah dilonggarkan dan tidak perlu mengikat kepada peserta didik. peserta didik dibiarkan berbuat apa saja sepanjang itu menurutnya baik. 3) Disiplin yang dibangun berdasarkan konsep kebebasan yang terkendali
atau kebebasan yang bertanggung jawab.
Disiplin demikian, memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk berbuat apa saja, tetapi konsekuensi dari perbuatan itu, haruslah ia tanggung. Karena ia yang menabur maka dia pula yang menuai.55
55
Ibid., h. 173
(50)
41
5. Upaya meningkatkan disiplin
Dalam rangka menyukseskan pendidikan karakter guru harus mampu menumbuhkan disiplin peserta didik, terutama disiplin diri (
self-discipline). Guru harus mampu membantu peserta didik mengembangkan
pola perilakunya, meningkatkan standar perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Naksional yakni sikap demokratis, sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut, yakni dari, oleh dan untuk peserta didik, sedangkan guru tut wuri handayani. Guru juga berfungsi
sebagai pengembangan ketertiban, yang patut digugu dan tiru, tapi tidak diharapkan sikap yang otoriter.56
Adapun 9 strategi dalam meningkatkan disiplin peserta didik sebagai berikut57:
1. Konsep diri (self-concept), strategi ini menekankan bahwa
konsep-konsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaanya dalam memecahkan masalah.
2. Keterampilan berkomunikasi (communication skills), guru harus
memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu
56
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, h. 26 57
Ibid., h. 27
(51)
42
menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.
3. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical
consequences), perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta
didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap drinya. Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku yang salah. Untuk itu, guru disarankan: a) menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik dalam mengatasi perilakunya, dan b) memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
4. Klarifikasi nilai (values clarification), strategi ini dilakukan untuk
membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri
5. Analisis transaksional (transactional analysis), disarankan agar guru
belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.
6. Terapi realitas (reality therapy), sekolah harus berupaya mengurangi
kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus bersikap positif dan bertanggung jawab.
7. Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline), metode ini
menekankan pengendalian penuh oleh guru agar mengembangkan dan mempertahanakan peraturan.
(52)
43
8. Modifikasi perilaku (behavior modification), perilaku salah
disebabkan oleh lingkungan, sebagai tindakan remediasi. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pembelajarn perlu diciptakan yang kondusif.
9. Tantangan bagi disiplin (dare to discipline), guru diharapakan cekatan
sangat terorganisasi. Dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik akan mengahadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin.
6. Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Semua hal tidaki akan terjadi secara spontan atau tiba-tiba, begitu juga dengan kedisiplinan. Kedisiplinan terbentuk dengan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah :
a. Faktor intern
Faktor intern yaitu faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, faktor tersebut meliputi :
1) Faktor pembawaan
Aliaran nativisme berpendaoat bahwa nasib seorang anak itu sebagian besar berpusat pada pembawaannya sedangkan pengaruh lingkungan hidupnya hanya sedkit aja. Baik buruknya perkembangan seorang anak sepenuhnya hanya bergantung pada
(53)
44
pembawaannya.58 Dilihat dari pendapat diats menunjukkan bahwa faktor pembawaan yang berasal dari keturunannya.
2) Faktor Kesadaran
Kesadaran adalah hati yang telah terbuka atas pikiran yang telah terbuka tentang apa yang telah dikerjakan.59 Disiplin akan lebih mudah ditegakkan jika timbul kesadaran pada dirinya untuk selalu mau bertindak patuh, taat, tertib, dan teratur bukan karena paksaan dari luar.60 Berdasarkan pernyataan berikut menujukkan bahwa orang yang memiliki kesadaran untuk bersikap disiplin maka ia akan bersikap disiplin dengan hati terbuka, tidak dengan paksaan dari luar.
3) Faktor minat dan motivasi
Minat adalah suatu perangkat manfaat yang terdiri dari kombinasi, perpaduan dan camouran dari perasaan-perasaan, harapan, prasangka, cemas, takut, dan kecenderungan lainnya yang bisa mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.61 Sedangkan motivasi adalah suatu dorongan atau kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu perbuatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.62
58
Muhammad Kasiran, Ilmu Jiwa Pekembangan, (Suarabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 27 59
Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 152 60
Soegeng Prijodarminto, Disiplin Kiat Menuju Sukses, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1994), h. 23
61
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Karir Disekolah-Sekolah, (Jakarta: CV Ghalia Indonesia, 1994), h. 46
62
Tursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta:Puspa Swara, 2001), h. 26
(54)
45
Jika minat dan motivasi seseorang dalam berdisiplin sangat kuat maka sangat berpengaruh pada dirinya yaitu keinginan untuk bersikap disiplin dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari pihak luar.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berada di luar diri orang yang bersangkutan, yaitu :
1) Contoh atau Tauladan
Tauladan atau modelling adalah contoh perbuatan atau tindakan sehari-hari seseorang yang berpengaruh.63 Keteladan adalah salah satu model pendidikan yang efektif dan sukses. Karena keteladanan menampakan suatu isyarat-isyarat sebagai contoh yang jelas untuk ditiru.
Allah Swt juga telah menjelaskan tentang keteladanan atau suri tauladan yaitu dalam suarat Al-Ahzab Ayat 21 sebagai berikut:
ْدَيل
َناَك
ْمُكَل
ِف
ِلوُسَر
ِللٱ
ٌةَوْسُأ
ٌةََسَح
نَمل
َناَك
ْاوُجْرَ ي
َللٱ
َمّْوَ يْلٱَو
ْْٱ
ٓ
َرِخ
َرَكَذَو
َللٱ
ًرِثَك
ا
١
Artinya :“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
63
Charles Schaefer, Cara Efektif Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak, (Jakarta: Kesaint Blanc, 1986), h. 14
(55)
46
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Ayat tersebut sering diangkat sebagai bukti tentang adanya metode keteladanan dalam AL-Qur’an. Dalam hal ini Muhammad Quth mengatakan bahwa dalam diri Rasulullah Saw, Allah menyusun suatu bentuk kesempurnaan metodologi islam, suatu bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah.64
2) Nasihat
Menasehati berarti memberi saran-saran percobaan untuk memecahkan suatu masalah berdasarkan keahlian atau pandangan yang objektif.65
Memberikan nasihat yang baik kepada anak akan menjadikan anak tersebut berbuat yang lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu jika anak diberi nasihat-nasihat yang baik secara berkala, maka akan melatih dirinya untuk berdisiplin sesuai dengan nasihat yang diberikan. 3) Latihan
Melatih berarti memberi anak-anak pelajaran khusus atau bimbingan untuk mempersiapkan mereka menghadapi kejadian atau masalah-masalah yang akan datang.66
Latihan melakukan sesuatu dengan disiplin dapat melatih anak untuk membiasakan diri. Jadi sikap disiplin selain berasal dari pembawaan juga bisa dikembangkan melalui latihan.
64
Muhammad Qutb, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: PT Al Ma’arif, 1993), h. 325
65
Charles Schaefer, Cara Efektif Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak, h. 130 66
Ibid., h. 176
(56)
47
4) Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi anak untuk berpilaku disiplin. Contohnya lingkungan sekolah dalam lingkungan sekolah siswa terbiasa melakukan kegiatan dengan tertib dan teratur karena lingkungan di dalamnya memaksa siswa untuk berdisiplin.
7. Disiplin Di sekolah
Kedisiplinan siswa dalam lingkungan sekolah memiliki peranan yang sangat penting. Sikap disiplin dalam sekolah adalah sangat perlu, karena kedisiplinan akan menghasilkan karya yang diharapkan. Adapun beberapa bentuk-bentuk disiplin di sekolah anatara lain :
1) Kedisiplinan mentaati tata tertib sekolah
Tata tertib sekolah pada dasarnya merupakan suatu rangkaian aturan/kaidah dan berisi aturan positif yang harus ditaati oleh elemen sekolah. Oleh karena itu, pelanggaran terhadap tata tertib yang telah diberlakukan sekolah, maka akan menimbulkan sanksi. Tata tertib di sekolah bagi siswa adalah bagaimana siswa melaksanakan aturan yang telah ditentukan sekolah, misalnya berseragam, bersepati dan lain sebagainya. Peraturan ini ditetapkan sebagai upaya untuk menciptakan kedisiplinan bagi siswa dan mendidik sikap dan perilakunya dalam lingkungan sekolah.67
67
Mallary M. Collins, dan Don H. Fontenelle, Mengubah Perilaku Siswa; Pendekatan Positif,, (Jakarta: Gunung Agung Mulia, 1992), h. 217
(57)
48
2) Kedisiplinan belajar di sekolah
Belajar mengajar menurut W.H. Burton sebagaimana dikutip oleh Moh. Uzer Usman didefinisikan sebagai suatu perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.68
Berkaitan dengan hal di atas, maka belajar siswa tidak akan berjalan dengan baik, apabila siswa tidak meluangkan dan membagi waktunya untuk belajar dengan sebaik-baiknya. Melihat hal ini, pemanfaatan waktu yang baik oleh anak untuk belajar akan menimbulkan kesadaran terhadap pentingnya waktu, sehingga anak menghargai dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
3) Disiplin waktu sekolah
Waktu adalah suatu hal yang tidak ternilai harganya. Karena waktu merupakan masa yang berjalan, sehingga orang yang tidak memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, maka akan digilas oleh waktu. Pemanfaatan waktu dengan sebaik-baiknya merupakan bagian yang integral dari perilaku disiplin. Oleh karena itu, disiplin waktu dalam sekolah tidak hanya bagi guru, namun juga bagi siswa. Sehingga dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, seseorang akan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
68
Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), h. 4
(58)
49
Dalam sekolah, pemanfaatan waktu yang kurang baik akan menganggu proses belajar mengajar. Misalnya, seorang guru yang datang terlambat mengajar, maka akan rugi terhadap waktu yang tinggalkan. Siswa yang tidak memanfaatkan waktunya untuk belajar, maka sudah barang tentu akan ketinggalan materi yang dipelajari.69 4) Disiplin dalam berpakaian
Meskipun seseorang dapat memakai pakaian sesuai dengan keinginannya, namun dalam hal-hal tertentu berpakaian juga harus diatur, lebih-lebih dalam lingkungan sekolah. Melatih siswa untuk berseragam adalah mendidik. Karena hal ini akan menciptakan jati diri siswa yang bersih, peduli diri sendiri. Namun demikian, jika hal itu tidak ditunjang oleh guru yang berpakaian dengan baik, maka siswa juga akan sembarangan dalam berpakaiannya.70
C. Efektivitas Pembiasaan Shalat Dhuha Dalam Meningkatkan Disiplin Peserta Didik
Shalat merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan oleh orang muslim, bahkan yang lebih penting bahwa amalan ibadah shalat adalah suatu amalan yang akan dihisab pertama kali oleh Allah Swt diakhirat nanti. Shalat juga dapat menanamkan akhlak yang positif di dalam diri manusia.
Selain shalat wajib, shalat sunnah juga dapat menjadikan manusia yang memiliki akhlak yang positif. Banyak sekali manfaat ketika melakukan shalat sunnah, salah satunya ibadah adalah shalat dhuha. Dengan melakukan shalat
69
Mallary M. Collins, dan Don H. Fontenelle, Mengubah Perilaku Siswa; Pendekatan Positif, h. 218
70Tulus Tu’u,
Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa, h. 30
(1)
133
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai akhir dari rangkaian penelitian yang berjudul “Efektivitas Pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo” dengan mengacu pada rumusan masalah penelitian dan hasil dari penyajian data serta analisis data yang terkumpul, maka peneliti menyusun kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan shalat dhuha di SMP Muhammdiyah 1 Sidoarjo sudah baik. siswa sudah mandiri dalam melaksanakan shalat dhuha tanpa ada teguran dari guru. hal ini di buktikan dengan absensi siswa dan fasilitas untuk shalat dhuha. Namun sayangnya pembiasan tersebut belum bisa menanamkan kepada individu siswa untuk bisa benar-benar melaksanakan shalat dhuha. Hal ini bisa dilihat dari data hasil angket yang telah diisi oleh peserta didik, yang menunjukkan bahwa pembiasaan shalat dhuha sebesar 50,1%. Sehingga masih ada siswa yang tidak melaksanakan shalat dhuha yaitu sebesar 50%.
2. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kedisiplinan peserta didik yang melaksanakan shalat dhuha sudah baik. hal ini dapat dilihat dalam kenyataannya siswa sudah menunjukkan nilai-nilai ketat, keteraturan atau ketertiban terhadap tata tertib. Dan siswa sudah mampu dalam mendisiplikan dirinya dari segi perbuatan, ibadah, dan waktu di SMP
(2)
134
Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Hal ini bisa dilihat dari data angket yang diisi oleh peserta didik, yang menunjukkan bahwa disiplin peserta didik di sekolah sebesar 64,2%. Sedangkan disiplin siswa yang tidak melaksanakan shalat dhuha cukup baik. Hal ini dilihat dari kenyataannya siswa yang tidak melaksanakan shalat dhuha sering melakukan pelanggaran. Akan tetapi pelanggaran tersebut hanya sebatas ringan dan dalam tahap wajar seperti : datang dan masuk kelas terlambat tidak memakai atribut lengkap, bolos pada saat pelajaran. Penyebabnya pelanggaran tersebut adalah kurangnya kesadaran dan disiplin diri serta pengaruh lingkungan dan keluarga. Hal ini bisa dilihat dari data angket yang diisi oleh peserta didik, yang menunjukkan bahwa disiplin peserta didik yang tidak melaksanakan shalat dhuha di sekolah sebesar 48 %
3. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dan dibuktikan dengan Uji Test Independent diperoleh t hitung sebesar 4,490 , maka t hitung > t tabel (4,490 > 2,080), dan signifikansi signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya terdapat keefektifan pembiasaan shalat dhuha dalam meningkatkan disiplin peserta didik.
B. Saran
Sebagai pembahasan akhir dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin memberikan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan dan perbaikan dalam bidang pendidikan, diantaranya sebagai berikut :
(3)
135
1. Kepada Peserta Didik
Kepada seluruh peserta didik biasakan diri dalam mengerjakan sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Dan taatilah peraturan yang sudah dibuat oleh sekolah sehingga kalian nanti akan menjadi seseorang yang mandiri. Apabila kalian melanggar perarutan maka jadikanlah pengalaman kalian serta motivasi bagi kalian sehingga kalian nanti akan menjadi yang lebih baik lagi,
2. Kepada Lembaga/ Sekolah
Pembiasaan shalat dhuha di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo ini sudah dalam kategori baik. Akan tetapi alangkah baiknya pembiasaan shalat dhuha dilakukan secara berjamaah agar peserta didik dapat membiasaksn diri dalam melaksanakan sunnah-sunnah Rasulallah SAW. 3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk lebih kreatif dalam penelitiannya. Terutama jika menggunakan Metode Angket untuk pengumpulan data. Angket yang akan dibagikan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi Sekolah serta peserta didik. Angket yang dibuat harus dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik dengan tujuan mendapat data yang lebih valid.
(4)
136
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Zakia, Sholat Dhuha Untuk Wanita, Yogyakarta: Wacana Nusantara, 2014
Al-Faifi, Sulaiman, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Jakarta: Ummul Qura, 2013
Arifin, Ine Amirman dan Zainal, Penelitian dan Statistik Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1993
Arifin, Zainal, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya: Lentera Cendikia, 2008
Arifin, Zainal, Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Asy, Mas’udi, Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, Yogyakarta: PT Tiga Serangkai, 2000
Bungin, Burhan, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana, 2010
Fontenelle, Mallary M. Collins. dan Don H, Mengubah Perilaku Siswa; Pendekatan Positif, Jakarta: Gunung Agung Mulia, 1992
Gunawan, Heri, Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014
Hadari, Hadari Nawawi dan Martini, Instrument Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995
Hakim, Tursan, Belajar Secara Efektif, Jakarta: Puspa Swara, 2001
Imron, Ali, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2012
Indrafachrudin. Soekarto, Administrasi Pendidikan, Malang: IKIP Malang, 1989 Jamaluddin M.A, Syakir, Shalat Sesuai Dengan Tuntunan Nabi SAW,
Yogyakarta: LPPI UMY, 2015
K, Nur, Magnet Rezeki Dengan Sholat Dhuha, Yogyakarta: Semesta hikmah, 2016
(5)
137
Kasiran, Muhammad, Ilmu Jiwa Pekembangan, Suarabaya: Usaha Nasional, 1983 Koesoema A, Doni, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global, Jakarta: Kompas Gramedia, 2010
Margono, Metode Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997
Maskub, Mukhammad, Tuntunan Shalat Wajib Dan Sunat ‘Ala Aswaja. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru, 2016
Moenir, Manajemen Pelayan Umum Di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2010 Mughir, Moch. Guru Al-Islam, Wawancara Pribadi, Sidoarjo, 27 Maret 2017 Mulyadi, Seto, Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya, Jakarta: Pt. Gelora
Aksara Pratama, 2004
Mulyasa, H. E, Manejemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksar, 2012 Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005
Permana, Dharma Kusuma, Cepi Triatna, Dan Johan, Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013
Prijodarminto, Soegeng, Disiplin Kiat Menuju Sukses, Jakarta: Pradnya Paramita, 1994
Purwanto MP, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoretis dan praktis, Bandung: PT Remaja Rosdskarya, 2011,
Qutb, Muhammad, Sistem Pendidikan Islam, Bandung: PT Al Ma’arif, 1993 Riadi, Edi, Metode Statistika Parametrik Dan Non Parametrik, Tamgerang: PT
Pustaka Mandiri, 2014
Riduawan, Dasar-dasar Statistika, Bandung: Alfa Beta, 2008
Sabila, Abu, dkk, Dahsyatnya Keberkahan Tahajud, Dhuha & Sedekah. Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2016
Schaefer, Charles, Cara Efektif Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak, Jakarta: Kesaint Blanc, 1986
Schaefer, Charles, Cara Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak, Jakarta: Mitra Utama, 1994
Setiawati, Moh. Uzer Usman dan Lilis, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993
(6)
138
Siregar, Syofian, Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Bumi Aksara, 2014
Sudjarwo, Basrowi, Manajemen Penelitian Sosial, Bandung: Mandar Maju, 2009 Sudjono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindon Persada,
1995
Sugiono, Statistika untuk Penelitian, Bandung: ALFABETA, 2010 Sugiyono, Metode Penelitian Adminitrasi, Bandung: Alfabeta, 2003
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D, Bandung: ALFABETA, 2009
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: ALFABETA, 2010
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2006
Sukardi, Dewa Ketut, Bimbingan Karir Disekolah-Sekolah, Jakarta: CV Ghalia Indonesia, 1994
Sulistyowati, Eny, Waka Kesiswaan, Wawancara Pribadi, Sidoarjo, 27 Maret 2017
Tulus, Tu’u, Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Belajar, Jakarta: Grasindo, 2004
W.Gulo, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Grasindo, 2002
Warsito. Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005
Widagdho, Djoko, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 1994