PROS Reza PP, Mikhael NH, Rizky CP, Anik TH Kurkumin Termodifikasi Full text

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

KURKUMIN TERMODIFIKASI DARI TEMULAWAK (Curcuma
xanthorrhiza) SEBAGAI PENGAWET DAN PEWARNA PADA SAUS
TOMAT
Reza Permana Putra1*, Michael Noviyanto1, Rizky Cahya Pradana1, Anik Tri Haryani1,
Dewi K.A.K. Hastuti1
Progam Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
1*
rezapermana.putra@yahoo.co.id

Penelitian yang dilakukan oleh BPOM
maupun YLKI menunjukkan bahwa di
pasaran telah beredar saus tomat yang tidak
layak dikonsumsi. Kandungan bahan
pengawet natrium benzoate melebihi 100
mg/kg dan penggunaaan bahan pewarna
tekstil yaitu methanil yellow dan Rhodamin B
(Pitojo dkk., 2009). Methanil Yellow dan
Rhodamin B sebenarnya adalah pewarna

yang diperuntukkan bagi pewarna tekstil.
Konsumsi natrium benzoate yang berlebihan
dapat mengakibatkan iritasi pada lambung
(Cahyadi, 2008.). Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Nagaraja dan Desiraju pada
tahun 1993, menunjukkan efek negatif bagi
tubuh dari konsumsi Metanil Yellow.
Oleh karena itu penggunaan BTP yang tidak
berbahaya bagi kesehatan harus dilakukan.
Salah satu potensinya adalah temulawak.
Temulawak dapat menghasilkan pewarna

PENDAHULUAN
Saus tomat banyak ditemukan sebagai
bahan pelengkap pada konsumsi makanan
seperti bakso dan mie ayam yang digemari
oleh masyarakat. Produk yang dihasilkan dari
campuran bubur tomat atau pasta tomat atau
padatan tomat yang diperoleh dari tomat yang
masak, yang diolah dengan bumbu-bumbu,

dengan atau tanpa penambahan bahan pangan
lain dan bahan tambahan pangan yang
diijinkan adalah definisi dari saus tomat
berdasarkan Badan Standarisasi Nasional,
2004). Dalam kenyataannya, saus tomat
mengandung bahan tambahan pangan (BTP).
Jika para produsen saus tomat mengikuti
anjuran dari Menteri Kesehatan tentang BTP,
maka saus tomat tetap aman dikonsumsi
dalam batas normal.

202

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW
alami sekaligus pengawet, karena temulawak
mengandung senyawa kurkuminoid berwarna
kuning yang telah dikenal khasiat sebagai
antioksidan (Anand dkk., 2007). Berdasarkan
Pusat Data dan Informasi Departemen
Pertanian, Provinsi Jawa Tengah pada tahun

2004 mampu menghasilkan temulawak
dengan angka produksi mencapai 6.765.546
kg dengan jumlah lahan 3.600.103 m2. Oleh
karena itu Jawa Tengah memiliki potensi
dalam pengembangan temulawak.

: methanol (95 : 5 v/v). Selanjutnya ekstrak
kasar dipisahkan dengan kromatografi kolom
menggunakan fase gerak yang sama.
Kompleksasi Kurkumin dengan Ion Zn
(Zebib et al., 2010)
Pembuatan kurkumin kompleks dengan
penambahan seng sulfat (ZnSO4.7H2O;22%)
dengan perbandingan Zn2+ : kurkumin (1:1
mol),
kemudian
ditambahkan
gliesrol:akuades (1:1 v/v). Diaduk sampai
rata pada suhu ruang sampai menjadi bentuk
pasta. Dikeringkan untuk menghilangkan sisa

gliserol dan sisa akuades.

BAHAN DAN METODE
Pembuatan serbuk Temulawak (Parjanto
dan Srijanto, 2006)

Uji sampel terhadap suhu secara
gravimetric (Zebib et al., 2010 yang sudah
dimodifikasi)

Rimpang temulawak dibersihkan kulitnya,
kemudian dipotong tipis-tipis dan dihaluskan
dengan memakai grinder. Selanjutnya
dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam.
Setelah kering, serbuk temulawak diayak
dengan ukuran 18-40 mesh dan ditimbang
sebanyak 150 gram.

Kurkumin kompleks dan non-kompleks
direkam menggunakan scanning calorimeter

dengan sampel ±20 mg yang sebelumnya
telah diketahui massa pipa kapiler awal.
Dimasukkan dalam pipa kapiler dan
dipanaskan hingga 200oC. Ditimbang setiap
kenaikan 10oC.

Penentuan kadar air (Sudarmadji, 1997
yang sudah dimodifikasi)

Uji sampel terhadap pH secara in vitro
(Zebib et al., 2010)

2 gram sampel dikeringkan dalam oven pada
suhu 105oC selama 1 jam tergantung sampel
yang dipakai. Kemudian didinginkan dalam
desikator selama 15 menit dan ditimbang.
Dipanaskan lagi sampai 30 menit dan
didinginkan dalam desikator selama 15 menit.
Diulangi sampai memperoleh berat konstan


Kurkumin kompleks dan non-kompleks
dilarutkan dalam 10 ml DMSO kemudian
dimasukkan variasi pH antara 3,5,7, dan 9
dan diinkubasi dalam suhu 37oC selanjutnya
dilihat perubahannya pada spektrofotometri
UV-VIS dengan panjang gelombang 425 nm
selama 12 jam.

Preparasi sampel dengan dengan ekstraksi
(Paryanto dan Srijanto, 2006)

HASIL DAN DISKUSI

150 gram serbuk temulawak diekstraksi
dengan metode Soxhlet dalam pelarut
diklorometan : etanol (98 : 2 v/v) dengan
volume 250 ml sampai warna larutan menjadi
bening. Hasil ekstrak diuapkan sampai ¼
volume dengan rotary evaporator. Hasil
ekstrak yang telah diuapkan disebut ekstrak

kasar

Proses kompleksasi pada Kurkumin dengan
memakai ion logam Zn2+ dimaksudkan dalam
upaya memperoleh kestabilan pada struktur
kurkumin dimana struktur kurkumin yang
terdiri dari ikatan keton tidak stabil terhadap
suhu dan pH lingkungan yang berubah.
Proses kompleksasi dengan chelating ini
nantinya akan
menghasilkan struktur
kurkumin dengan ikatan logam yang nantinya
dapat lebih stabil pada beberapa perlakuan
suhu dan pH. Kurkumin yang dimodifikasi
inilah akan digunakan dalam proses
penambahan pembuatan saus tomat dan
diberikan perlakuan . Proses kompleksasi

Pemisahan Ekstrak Kasar (Revathy et al.,
2011)

Ekstrak kasar tersebut kemudian dianalisa
kandungannya menggunakan KLT. Fase
gerak yang digunakan adalah diklorometan
203

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW
yaitu dengan mencampur ZnSO4.7H2O
dengan perbandingan kurkumin:Zn2+ sebesar
1:1 mol. Hasil yang didapatkan nantinya akan
digunakan untuk pengujian secara gravimetri
dengan membandingkan dengan kurkumin
tanpa proses kompleksasi. Mekanisme
reaksinya dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 2. Kurva Kestabilan Zn-Kurkumin
dan Kurkumin
Dari hasil yang diperoleh yang tertera di
Gambar 3 dapat dilihat adanya penurunan
kestabilan kurkumin pada suhu diatas 150oC
sedangkan Zn-kurkumin masih stabil sampai

suhu 170oC. Penurunan kualitas ini juga
terlihat pada pudarnya warna pada kedua
sampel. Hal ini mengindikasikan bahwa Znkurkumin lebih stabil dalam pemanasan
dibandingkan dengan kurkumin. Oleh karena
itu, Zn kurkumin akan diterapkan pada
pewarnaan saus tomat. Penambahan Znkurkumin diharapkan dapat menghambat
proses browning pada saus tomat.

Gambar 1. Reaksi Kompleksasi Kurkumin
dengan Ion Zn2+
Pada proses kompleksasi kurkumin sebesar 1
gram kurkumin, didapatkan 0,085 gram Znkurkumin dengan persen yield sebesar 8,5%.
Tidak semua dapat berikatan dengan Zn, oleh
karena itu hasil yang diperoleh kurang dari
100%.

Pada pengujian kestabilan terhadap pH,
sampel kurkumin dan Zn-kurkumin diukur
laju
degradasinya

dengan
metode
Spektrofotometer pada panjang gelombang
425 nm selama 2 jam dan setiap data diambil
dengan interval 5 menit. Hasil dari laju
degradasi dapat dilihat pada Gambar 3 dan
Gambar 4

Pengujian kestabilan Zn-kurkumin dan
kurkumin terhadap suhu dilakukan secara
gravimetri yaitu pengukuran penurunan mssa
dai Zn-kurkumin dan kurkumin pada sampai
pada suhu 200oC dan pengamatan dilakukan
pada interval 10oC. Hasil yang didapatkan
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3. Laju Degradasi Zn-Kurkumin
pada perlakuan pH
204


PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW
kurkumin dan kurkumin disajikan pada
Gambar 5a dan Gambar 5b

Gambar 4. Laju Degradasi Kurkumin pada
perlakuan pH
Dengan melihat kurva waktu dengan log
konsentrasi pada laju degradasi Kurkumin
dan Zn-Kurkumin pada perlakuan beberapa
pH dapat dilihat bahwa diantara keduanya,
baik Zn-Kurkumin maupun kurkumin lebih
stabil pada pH 5 yang ditunjukkan dengan
nilai absorbansi yang tinggi pada pH 5 baik
Zn-kurkumin dan kurkumin. Dengan melihat
nilai dari absorbansi, kita dapat memprediksi
kestabilan dari Zn-Kurkumin dan kurkumin.
Dapat dilihat bahwa semakin waktu
bertambah, maka laju degradasi dari Znkurkumin maupun kurkumin semakin
bertambah, hal ini ditunjukkan dengan nilai
absorbansinya yang menurun sebagai akibat
dari senyawa-senyawa yang semakin lama
akan mengalami degradasi dari senyawa
tersebut. Pada penelitian ini, Zn-kurkumin
pada pH 3 dan 5 mengalami penurunan
kualitas yang cenderung stabil pada setiap
interval waktu yang ditunjukkan dengan
perubahan konsentrasi yang stabil, tetapi
penurunan yang tidak stabil terjadi pada
kurkumin. Hal ini mengindikasikan bahwa
kompleksasi antara kurkumin dengan Zn
dapat meningkatkan kestabilan kurkumin,
karena Zn yang ditambahkan dapat
meniadakan efek oksidasi pada kurkumin.
Artinya bahwa Zn-kurkumin mengalami
degradasi senyawa yang lebih kecil
dibandingkan kurkumin.

Gambar 5a. Kurva Degradasi Saus Tomat
pada suhu 30o C

Gambar 5b. Kurva Degradasi Saus Tomat
pada suhu 45o C
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat
bahwa saus tomat dengan BTP Zn-Kurkumin
mengalami penurununan mutu yang lebih
lambat dibandingkan dengan saus tanpa BTP
dan saus dengan BTP kurkumin. Hal ini
disebabkan oleh unsur Zn yang dapat
mereduksi proses oksidasi pada kurkumin.
KESIMPULAN
1. Saus dengan penambahan Zn-kurkumin
mengalami penurunan mutu yang lebih
lambat dibandingkan dengan saus dengan
penambahan kurkumin pada suhu 30oC
dan 45oC.
2. Ion Zn2+ dapat dijadikan upaya
kompleksasi senyawa kurkumin untuk
memperoleh kestabilan suatu senyawa
dikarenakan unsur Zn dapat mereduksi
proses oksidasi dari kurkumin temulawak.

Penentuan masa simpan saus tomat dilakukan
dengan menghitung dari persamaan pada
kurva Absorbansi terhadap waktu untuk
masing-masing saus dengan penambahan Znkurkumin dan Kurkumin pada suhu 30oC dan
45oC. Kurva degradasi suhu dan absorbansi
dari saus tomat dengan penambahan Zn-

UCAPAN TERIMA KASIH

205

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW
Pitojo, Setijo & Zumiatii, 2009. Pewarna
Nabati Makanan. 1st ed. Jakarta: PT Bumi
Aksara.

Kami mengucapkan terimakasih kepada
DIKTI atas pendanaan pada Progam
Kreatifitas Mahasiswa pada tahun 2011 atas
penelitian yang telah kami lakukan.

Revathy, S., Elumalai, S., Benny, M. &
Anthony, B., 2011. Isolation, Purification
and Identification of Curcuminoids from
Turmeric (Curcuma longa L.) by Column
Chromatography. Journal of Experimental
Sciences, 2(7), pp.21-25.

DAFTAR PUSTAKA
Akram, M. et al., 2010. Curcuma Longa and
Curcumin:A Review Article. Rom.J.biol-Plant
Biol. 55(2), pp.65-70.
Anand, P. et al., 2007. Bioavailability of
Curcumin: Problems and Promises. J. Mol.
Pharmaceutics, 4(6), pp.807-18.

Swarnlata, S., Gunjan,J. Chanchal, D.K. &
Saraf, S., 2011. Development of Novel Herbal
Cosmetic Cream with Curcuma longa Extract
Loaded Transfersomes for Antiwrinkle Effect.
African
Journal
of
Pharmacy
and
Pharmacology, 5(8), pp.1054-62

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2003.
Mengenal Bahan Pengawet dalam Produk
Pangan. Info POM, Desember. pp.1-4.
Badan Standarisasi Nasional, 2004. SNI
0135462004. In Saus Tomat. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.

Zebib, B., Zephirin, M. & Virgine, N., 2010.
Stabilization of Curcumin by Complexation
with Divalent Cations in Glycerol/Water
System. Journal of Bioinorganic Chemistry
and Applications, 2010, pp.1-8.

Cahyadi, W., 2008. Analisis dan Aspek
Kesehatan: Bahan Tambahan Pangan. 1st ed.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kering, S., 2008. Siffy Food. [Online] Siffy
Food Available at:
HYPERLINK
"http://siffyfood.com"
http://siffyfood.com
[Accessed 11 October 2011].
Meilina, Lydia, 2008. Pendugaan Umur
Simpan Wafer Krim Coklat Berdasarkan
Kadar Ait Dengan Menggunakan Metode
ASLT (Accelarated Shelft Life Test). Jurusan
Kimia Universitas Kristen Satya Wacana.
Nagaraja, T. & T, D., 1993. Effects of chronic
consumption of metanil yellow by developing
and adult rats on brain regional levels of
noradrenaline, dopamine and serotonin, on
acetylcholine esterase activity and on operant
conditioning. Food Chem Toxicol, 31(1),
pp.41-44.
Paryanto, I. & Srijanto, B., 2006. Ekstraksi
Kurkuminoid dari Temulawak (Curcuma
xanthorizza Roxb.) secara Perkolasi dengan
Pelarut Etanol. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 4(2), pp.74-77.

206