Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ternak Sapi bagi Masyarakat Sumba Timur (Studi Kasus di Desa Kambatatana Kec. Pandawai Kab. Sumba Timur) T2 092012013 BAB I

BAB I
PENDAH ULUAN

Latar Belakang
Ternak sapi sangat penting untuk dikembangkan di dalam
negri karena kebutuhan protein berupa daging sangat dibutuhkan oleh
masyarakat (Tjeppy D. Soedjana 2005, Ahmad zeki 2011, dan Nyak
Ilham 2007). Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein
hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan
penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat. Sejalan dengan
pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat
Indonesia, permintaan produk asal ternak terutama daging sapi juga
mengalami peningkatan. M enurut W akil M entri Pertanian, Heriawan
(2012) menyatakan bahwa meningkatnya kebutuhan daging sapi ini
dikarenakan meningkatnya populasi masyarakat indonesia kelas
menengah. M asih menurut Heriawan, kelas menengah tumbuh tinggi
mempunyai lifestyle baru, biasanya makan daging hanya setahun dua
kali, kalau orang Islam pada Hari Raya Kurban dan Idul Fitri sekarang
bisa makan kapan saja. Pada tahun 2011 hanya berkisar 1,9 kg per
kapita per tahun dan tahun 2012 meningkat menjadi 2,2 kg per kapita

per tahun.
Secara nasional kebutuhan daging sapi dan kerbau tahun 2012
untuk konsumsi dan industri sebanyak 484 ribu ton, sedangkan
ketersediaannya sebanyak 399 ribu ton (82,52%) dicukupi dari sapi
lokal, sehingga terdapat kekurangan penyediaan sebesar 85 ribu ton
(17,5%). Kekurangan ini dipenuhi dari impor berupa sapi bakalan dan
daging yaitu sapi bakalan sebanyak 283 ribu ekor (setara dengan daging
51 ribu ton) dan impor daging beku sebanyak 34 ribu ton, Ditjen
Peternakan (2012). Ketersediaan untuk memenuhi konsumsi tersebut
diperoleh dari pemotongan ternak sapi dan kerbau lokal dari sentra

M akna Ternak Sapi Bagi M asyarakat Sumba Timur

utama populasi dan produksi Indonesia khususnya Jawa Barat, Banten,
NTT, NTB, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Lampung
dan Sulawesi Selatan. Kekurangan penyediaan konsumsi dicukupi
melalui impor sapi bakalan dari Australia dan daging beku terutama
dari Australia dan New Zealand.
Pada tahun 2012 pemerintah merencanakan import yakni
daging beku semester I sebanyak 20.400 ton dan semester II sebanyak

13.600 ton. Sedangkan sapi bakalan alokasi triwulan I sebanyak 60
ribu ekor, triwulan II 125 ribu ekor, triwulan III sebanyak 50 ribu ekor
dan triwulan IV sebanyak 40 ribu ekor. Alokasi dan realisasi impor
daging sapi 2012 yaitu, a) Alokasi tahun 2012 sebanyak 34 ribu ton, b)
Pengalihan sisa alokasi impor bakalan dan daging sapi sebesar 1.500 ton
yang terdiri dari pengalihan sapi bakalan setara daging 1.353 ton dan
daging sebesar 147 ton, c) Tambahan alokasi untuk kebutuhan industri
7.000 ton sehingga alokasi total 42.500 ton, d) Realisasi per 19
November 2012 sebanyak 34.000 ton dan realisasi dari alokasi
tambahan sebesar 5.747 ton. Total sisa sampai dengan 19 November
2012 sebanyak 3.753 ton.
Selanjutnya data dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan
(2012) mencatat bahwa alokasi dan realisasi impor sapi bakalan tahun
2012 yaitu, a) pada tahun 2012 dialokasikan sebanyak 283 ribu ekor, b)
terjadi pengalihan bakalan menjadi daging (sisa alokasi bakalan yang
tidak terealisasi semester I tahun 2012 sebanyak 4.570 ekor), c) realisasi
pemasukan sampai dengan November 2012 sebanyak 266.815 ekor, d)
sehingga sisa alokasi sampai dengan November 2012 masih sebanyak
11.615 ekor .
Tabel 1.1

Posisi Stok Daging per November- Desember 2012
No

A
1
2
3
4

2

Uraian

Supply Sapi/ Daging
Sapi Bakalan eks I mpor
Sapi Lokal di feedloters*
Sapi lokal ( Nov-Des) 2012
Sisa alokasi daging impor 2012

Ekor


88.742
38.582
498. 855

Setara Daging
(ton)

17. 693
6.564
84.875
3.753

Pendahuluan
No

Uraian

Ekor


Jumlah suply
B
Demand per Nov- Des 2012
C
Selisih Supply-Demand ( A-B)
Sumber: Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012
Ket *: Perusahaan-Perusahaan Penggemukan Sapi di Indonesia

Setara Daging
(ton)

112.885
80.667
32.218

Dari data di atas dapat dilihat bahwa dari stok ternak lokal
dalam negeri yang ada sebanyak 498.855 ekor atau setara dengan
84.875 ton. Stok sapi yang ada di feedloters tercatat bahwa sapi
bakalan eks impor sebanyak 88.742 ekor atau setara dengan 17.693 ton.
Sapi lokal di feedloters sebanyak 38.582 atau ekor setara dengan 6.564

ton. Stok daging yang merupakan sisa alokasi impor 2012 yaitu
sebanyak 3.753 ton. Posisi supply demand daging sapi bulan
November-Desember 2012 terjadi surplus sebesar 32.218 ton.
Tabel 1.2
Posisi Supply Demand Daging Sapi W ilayah Jabodetabek Bulan Desember
2012 Januari 2013

Bulan

Des2012
Jan-2013

KebutuhDaging
an
impor
(ton)
(ton)
17.306 3.753

Ketersediaan

Bakalan
Lokal
Setara
Setara
Ekor
daging Ekor
daging
(ton)
ton
15.106 3.012 65.896 11.212

Total
ketersedian
daging
(ton)
17.976

Ket
(surplus/
defisit)

671

15.306

11.330

16.550

1.244

3.330

2.259

64.422

10.961

Sumber: Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012


Data di atas menunjukan bahwa kebutuhan daging sapi untuk
bulan Desember tahun 2012 sebanyak 17.306 ton. Sedangkan
ketersediaannya sebanyak 17.976 ton yang dipenuhi dari daging impor
sebanyak 3.753 ton. Bakalan sebanyak 15.106 ekor (setara daging 3.012
ton). Sapi lokal sebanyak 65.896 ekor (setara daging 11.212 ton). Posisi
Desember 2012 terjadi surplus daging sebanyak 671 ton. Selain itu,
3

M akna Ternak Sapi Bagi M asyarakat Sumba Timur

kebutuhan untuk bulan Januari tahun 2013 sebanyak 15.306 ton.
Sedangkan ketersediaannya sebanyak 16.550 ton dipenuhi dari daging
impor sebanyak 3.330 ton. Bakalan sebanyak 11.330 ekor (setara daging
2.259 ton) . Sapi lokal sebanyak 64.422 ekor (setara daging 10.961 ton).
Posisi Januari 2013 terjadi surplus daging sebanyak 1.244 ton.
Pemenuhan kebutuhan daging nasional dipasok dari Propinsi
NTT. M enurut Kepala Dinas Peternakan NTT (Utami, 2013)
mengatakan bahwa permintaan sapi dari daerah lain, terutama dari
DKI Jakarta ke NTT terus mengalami peningkatan setiap tahun.
Namun pemerintah NTT tidak mungkin memenuhi seluruh

permintaan tersebut karena kuota yang terbatas. M enurutnya, NTT
sudah menetapkan kuota pengiriman sapi ke Jawa setiap tahun hanya
56.000 ekor. Kalau kuota naik pun tidak boleh lebih dari 60.000 ekor
setiap tahun. Selain kuota, permintaan penambahan sapi setiap tahun
meningkat antara 2.000 sampai 3.000 ekor.
Sejak Januari hingga Juli 2013, sapi dari NTT yang dikirim ke
luar daerah sebanyak 41.000 ekor. Dari jumlah itu, 60% diantaranya
dikirim ke Jakarta dan 40% lainnya dikirim ke Kalimantan.
M enurutnya, NTT belum bisa memenuhi kebutuhan daging nasional
sekitar 2,4 juta ekor setiap tahun karena populasi sapi di NTT saat ini
hanya sekitar 800.000 ekor. Di NTT, daerah populasi sapi terbanyak
terdapat di delapan kabupaten, yakni Kupang, Timor Tengah Selatan,
Timor Tengah Utara, Belu, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat,
dan Sumba Barat Daya, (Utami, 2013)
Dalam konteks pasokan daging secara nasional, Sumba Timur
sangat berperan penting. Hal ini terlihat dimana pada tahun 2011
tercatat jumlah ternak sapi yang diperdagangkan antar pulau sebesar
4.000 ekor sapi, tahun 2012 sebesar 4.600 ekor sapi dan pada tahun
2013 meningkat menjadi 7.000 ekor sapi. Ribuan ternak sapi ini
dikirim ke pelabuhan rakyat di Kupang (Pelabuhan Rakyat) dan

dikirim ke sejumlah wilayah diantaranya DKI Jakarta dan Kalimantan,
(Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur, 2014).

4

Pendahuluan

Sejalan dengan peningkatan konsumsi daging sapi dalam skala
nasional, maka kebutuhan terhadap sapi bibit/bakalan juga meningkat,
sehingga kabupaten Sumba Timur membutuhkan sapi bakalan dalam
jumlah yang lebih besar untuk masa yang akan datang. Selain itu
Sumba Timur juga harus bisa mencapai target swasembada daging
nasional tahun 2014. Dengan dicanangkannya sapi sebagai salah satu
komoditi “Unggulan” Kabupaten Sumba Timur berarti pihak
pemerintah daerah optimis sub sektor peternakan umumnya dan
komoditi tersebut dapat berperan lebih besar, guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat didaerah ini.
Ternak sapi sendiri sudah lama dikembangkan oleh masyarakat
Sumba Timur. Jenis ternak sapi yang dikembangkan adalah sapi
Ongole. M enurut Hardjosubroto dalam Kusuma (2008;174)
mengatakan bahwa campur tangan pemerintah dalam pengembangan
peternakan sapi telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, yang
ditandai dengan pemasukan sapi Ongole ke Pulau Sumba dari M adras,
India, pada tahun 1906. Di Sumba, sapi dikarantina sekaligus
dikembangbiakkan, yang kemudian dikenal dengan nama sapi Sumba
Ongole (SO)1. Sampai saat ini hasil perkawinan sapi Ongole dan sapi
Brahma yang dipelihara oleh masyarakat Sumba Timur.
Kabupaten Sumba Timur memiliki jumlah populasi ternak sapi
yang cukup besar, pada tahun 2009 tercatat sebesar 42.696 ekor, tahun
2010 tercatat sebesar 46.497 ekor, tahun 2011 49.920 ekor dan
pertumbuhan per tahunnya mencapai 6,86 persen (BPS Kab. Sumba
Timur, 2011). Jumlah ini menempati urutan kelima terbanyak di
Propinsi Nusa Tenggara Timur sehingga daerah ini menjadi salah satu
daerah basis sapi potong di Nusa Tenggara Timur. Total pemotongan
pada tahun 2010 dan tahun 2011 sebesar 468 ekor. Dari perbandingan
tersebut memang terlihat bahwa jumlah populasi jauh lebih tinggi dari
tingkat pemotongan. Namun demikian, masih diperlukan suatu
program pengembangan sapi potong berbasis agribisnis di Kabupaten
Diwyanto, Kusuma.2008. Pemanfaatan Sumber Daya Lokal Dan Inovasi Teknologi
Dalam Mendukung Pengembangan sapi Potong Di Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor. hal 174

1

5

M akna Ternak Sapi Bagi M asyarakat Sumba Timur

Sumba Timur untuk mengatasi kenaikan konsumsi daging sekaligus
mensukseskan program pemerintah untuk swasembada daging sapi
tahun 2014.
Ternak sapi merupakan salah satu sumber pendapatan penting
bagi masyarakat Sumba. Pada tahun 2010, kontribusi sub sektor
peternakan terhadap PDRB kabupaten Sumba Timur mencapai 10,28
persen (BPS Kabupaten Sumba Timur, 2010). Data ini memberikan
gambaran bahwa sektor peternakan dapat dijadikan sebagai sektor
unggulan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Sumba.
Apalagi didukung dengan kondisi wilayah Sumba Timur yang sebagian
besar wilayahnya terdiri dari padang rumput savana, dan sungai yang
tidak pernah kering. Berdasarkan data dari dinas peternakan, luas
padang savana seluas 477.157 Ha atau 68,16 % dari luas wilayah,
memiliki 33 jenis rumput dan 17 diantaranya mempunyai kandungan
gizi tinggi (Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur, 2011).
Keunikan tersendiri yang dimiliki oleh wilayah ini adalah curah hujan
yang sedikit tapi sungai-sungai maupun sumber-sumber mata air tidak
pernah kering dan tersebar disetiap wilayah. Tersedianya bahan
pangan alami bagi ternak membuat peternak menjadikan padang
savana sebagai lokasi pengembangan ternak sapi.
Potensi-potensi daerah yang dibahas di atas perlu dilihat lebih
lanjut, bagaimana peternak memanfaatkan potensi tersebut dalam
rangka pengembangan ternak sapi di Kab. Sumba Timur. Usaha
peternakan sapi yang berada di Kab. Sumba Timur perlu dilakukan
sebuah kajian yang mendalam. Untuk melakukan kajian yang
mendalam perlu dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuantemuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya. Salah satu data
pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan bagian tersendiri
adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang
sedang dibahas dalam penelitian. Oleh karena itu, peneliti melakukan
langkah kajian terhadap beberapa hasil penelitian yang pernah
dilakukan di Pulau Sumba.
Berdasarkan kajian penelitian, peneliti menemukan dua orang
peneliti yang telah meneliti tentang ternak sapi di pulau Sumba. Fokus
6

Pendahuluan

kajiannya mereka berbeda-beda. Dalam Penelitian yang telah
dilakukan oleh Kapita (2008) menemuka tiga temuan. Pertama,
sebagian besar (74,7%) peternak menggunakan pola ekstensif dan
20,1% dengan pola intensif. Kedua, pemanfaatan ternak besar lebih
cenderung digunakan untuk kepentingan adat sedangkan ternak sapi
lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi. Ketiga,
pendapatan peternak masih rendah. M etode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.
Penelitian yang sama dilakukan oleh Siliwoloe (2004),
penelitian ini lebih cenderung melihat program pemerintah yaitu Pola
Sumba Kontrak. Penelitian ini M enggambarkan petani penerima paket
ternak sapi dari pemerintah dalam Pola Sumba Kontrak M odel Bantuan
langsung Pada M asyarakat telah mengambil langkah-langkah
pelaksanaannya sesuai kesepakatan dalam kelompok tani Usaha Baru
dengan mempedomani petunjuk teknis yang diberikan dan
pertimbangannya adalah desa M au M bokul yang terikat dalam relasi
sosial yang sesuai dengan adat istiadat. Pemanfaatan padang
pengembalaan bersama diatur melalui kesepakatan adat. Faktor yang
menghambat pelaksanaannya adalah belum seluruh penerima paket
belum memahami hak dan kewajibannya.

Fokus Penelitian
Temuan penelitian terdahulu yang dilakukan Kapita (2008) di
atas menunjukan bahwa ternak sapi hanya digunakan sebagai
kebutuhan ekonomi dan tidak meneliti secara jauh pemanfaatan ternak
sapi dalam urusan sosial. Peneliti terdahalu belum meneliti bagaimana
usaha ternak sapi dikerjakan dan apa saja karakteristik peternak sapi di
Sumba Timur, begitu pula dengan pemanfaatan hasil ekonomi ternak
sapi. Peneliti selanjutanya yang dilakukan oleh Siliwoloe hanya
mencakup program pemerintah mengenai Pola Sumba Kontrak M odel
Bantuan Langsung pada masyarakat tanpa menyetuh aspek politik.
Aspek politik yang dimaksud adalah bagaimana pemerintah memiki
peran kebijakan dalam menjaga stabilitas daging nasional. Oleh karena
7

M akna Ternak Sapi Bagi M asyarakat Sumba Timur

itu dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan pada makna ternak
sapi bagi masyarakat Sumba khususnya di Desa Kambatatana dengan
harapan memperoleh gambaran yang komprehensif.

8

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ternak Sapi bagi Masyarakat Sumba Timur (Studi Kasus di Desa Kambatatana Kec. Pandawai Kab. Sumba Timur)

0 1 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ternak Sapi bagi Masyarakat Sumba Timur (Studi Kasus di Desa Kambatatana Kec. Pandawai Kab. Sumba Timur) T2 092012013 BAB II

1 1 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ternak Sapi bagi Masyarakat Sumba Timur (Studi Kasus di Desa Kambatatana Kec. Pandawai Kab. Sumba Timur) T2 092012013 BAB IV

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ternak Sapi bagi Masyarakat Sumba Timur (Studi Kasus di Desa Kambatatana Kec. Pandawai Kab. Sumba Timur) T2 092012013 BAB V

0 2 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pemeliharaan dan Pemanfaatan Ternak Sapi (Studi Pada Rumah Tangga Peternak Sapi di Kecamatan Rindi – Sumba Timur) T1 222008015 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: SKIZOFRENIA (Studi Kasus Dampak Psiko-Sosial Penderita Skizofrenia Bagi Keluarga Di KotaWaingapu-Sumba Timur) T2 752009016 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: SKIZOFRENIA (Studi Kasus Dampak Psiko-Sosial Penderita Skizofrenia Bagi Keluarga Di KotaWaingapu-Sumba Timur) T2 752009016 BAB II

0 0 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: SKIZOFRENIA (Studi Kasus Dampak Psiko-Sosial Penderita Skizofrenia Bagi Keluarga Di KotaWaingapu-Sumba Timur) T2 752009016 BAB IV

0 0 40

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: SKIZOFRENIA (Studi Kasus Dampak Psiko-Sosial Penderita Skizofrenia Bagi Keluarga Di KotaWaingapu-Sumba Timur) T2 752009016 BAB V

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus tentang Perubahan Sosial di Sumba Timur terhadap Persyaratan Gelar Kebangsawanan T2 752011041 BAB I

0 0 10