Makalah Alternatif Pembangkit Tenaga Listrik Ramah Lingkungan di Indonesia

EECCIS2008

Alternatif Pembangkit Tenaga Listrik
yang Ramah Lingkungan di Indonesia
Daniel Rohi
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri – Universitas Kristen Petra Surabaya
Jl. Siwalankerto 121-131 Surabaya 60236
Telp.(031)2983075-77, Fax. (031) 841802, rohi@peter.petra.ac.id
Abstract Kebutuhan akan energi listrik terus meningkat,
diperkirakan pertumbuhan akan mencapai 7,1% setiap
tahun sampai tahun 2012 dengan rasio elektrifikasi 60%.
Kondisi seperti ini pada satu sisi menggembirakan, namun
sisi lain akan memberikan dampak yang memprihatinkan
dari aspek lingkungan hidup, sebab 89,5% pembangkit
tenaga listrik di Indonesia menggunakan energi fosil.
Dampak penggunaan energi fosil salah satunya adalah
mengahasilkan emisi gas buang yang cukup besar, sebagai
misal setiap kWh energi listrik yang diproduksi oleh energi
fosil menghasilkan polutan yang dibuang keudara 974 gr
CO2, 962 mg SO2 dan 700 mg Nox. Pada tahun 2012
diperkirakan produksi energi listrik di Indonesia mencapai

192,590 GWh, berarti 172,360GWh listrik yang diproduksi
menggunakan energi fosil. Jumlah ini mengakibatkan
terjadi pelepasan 168 juta ton CO2, 159,6 ribu ton SO2 serta
120,7 ribu ton Nox ke udara. Bertolak dari dampak
tersebut, perlu dilakukan kajian yang lebih komprihensif
dan komparatif mengenai pembangkit yang di gunakan di
Indonesia. Kajian ini dilakukan berdasarkan tinjaun dari
berbagai informasi sebagai bahan rujukan, untuk kemudian
menghasilkan rekomendasi mengenai pembangkit yang
sesuai untuk digunakan di Indonesia. Adapun variabel yang
akan dipakai sebagai indikator evaluasi adalah aspek
ekonomis, teknis dan ekologis atau lingkungan. Dari
variabel tersebut, maka pembangkit yang relevan untuk
konteks Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga panas
bumi dan pembangkit listrik tenaga nuklir.

Kata Kunci : energi, ekologi, ekomomi

I. PENDAHULUAN
Kehidupan masyarakat modern tergantung pada

ketersediaan sumber energi terutama energi listrik.
Kebutuhan terhadap listrik sama seperti kebutuhan pokok
manusia lainnya. Pemanfaatan energi listrik telah
mempengaruhi dan membentuk peradaban manusia
didekade ini, sebab kualitas kehidupan manusia memiliki
korelasi terhadap pemanfaatan energi listrik dalam
kehidupan sehari-hari. Krisis energi akibat dari
berkurangnya ketersediaan sumber energi primer dunia,
yang ditandai dengan melambungnya harga minyak di
pasaran dunia menjadi 130 dolar Amerika setiap barel
telah memicu krisis ekonomi dan sosial di berbagai
negara termasuk di Indonesia.
Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menaikan harga
bahan bakan minyak (BBM) dengan alasan penyelamatan
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memicu
kenaikan harga hampir semua komoditi yang diperlukan

masyarakat di Indonesia. Hal ini membuat angka
kemiskinan meningkat dan kehidupan rakyat semakin
terpuruk. Berbagai elemen masyarakat termasuk

mahasiswa menyampaikan keberatan melalui demonstrasi
menolak kebijakan ini terjadi dihampir semua penjuru
tanah air. Pilihan sulit yang harus diambil oleh
pemerintah dengan berbagai konsekuensi yang harus
dipikul. Fakta ini menunjukan bahwa krisis energi dapat
memicu krisis multidimensi di arah global maupun di
negara masing-masing.
Penggunaan BBM secara berlebihan tidak saja memicu
krisis ekonomi global maupun setiap negara, melainkan
yang lebih memprihatinkan adalah memicu krisis
lingkungan global. Krisis lingkungan global yang ditandai
dengan fenomena pencemaran udara, tanah dan air. Krisis
tersebut, akibat dari eksploitasi sumber daya energi
sampai dengan pemanfaatannya untuk berbagai
kebutuhan hidup manusia di berbagai sektor seperti
tenaga listrik, transportasi, industri dan domestik.
Salah satu fenomena lingkungan hidup yang mengancam
kehidupan umat manusia sejagat adalah pemanasan global
atau global warming. Salah zat penyebab utama
pemanasan global adalah penggunaan energi fosil yakni

minyak bumi, gas dan batu bara. Pembakaran energi fosil
menyebabkan bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca
di atmosfer. Gas-gas rumah kaca yang ada diatmosfer
seperti carbondioksida (CO2), dinitro oksida (N2O),
metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6),perflorokarbon
(PFCs) dan hidroflorokarbon (HFCs) konsentrasi gas
rumah kaca yang berlebihan akan merangkap cahaya
matahari sehingga suhu bumi semakin naik. Kenaikan
suhu akan memicu ketidakseimbangan lingkungan yakni
terjadi perubahan iklim[1]. Dampak dari perubahan iklim
menyentuh semua sektor terutama sektor pertanian selin
itu, berbagai bencana yang terjadi akahir-akhir ini
acapkali dikaitkan dengan fenomena pemanasan global.
Sektor tenaga listrik memberikan kontribusi paling besar
bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir
yakni sebesar 40% dan sisanya sektor transportasi 27% ,
sektor industri 21%, sektor domestik 15% serta sektor
lain – lain 1% [2]. Data ini cukup valid karena sebagian
besar pembangkit listrik di Indonesia yakni 89,5%
menggunakan bahan bakar fosil dengan rasio elektrifikasi

baru mencapai 56%, bayangkan kalau rasio elektrifikasi
terus meningkat sedangkan ketergantungan pembangkit
listrik masih pada bahan bakar fosil. Sebagai ilustrasi
setiap kWh energi listrik yang diproduksi oleh

EECCIS2008
penggunaan energi fosil menghasilkan gas rumah kaca
sebesar 974 gr CO2, 962 mg SO2 dan 700 mg Nox. [3]
II. METODOLOGI
Metode yang dipakai dalam kajian ini adalah
menggunakan kajian pustaka yakni mengumpulkan
berbagai informasi yang terkait dengan persolan energi
khususnya energi listrik dikaitkan dengan faktor
ligkungan hidup atau ekologi. Data-data yang diperoleh
dari berbagai sumber seperti buku referensi, jurnal ilmiah,
tulisan ilmiah populer, dan lain sebagainya akan dianalisa
menggunakan pendekatan teknis, ekonomis dan ekologis
atau lingkungan. Analisis hanya dibatasi untuk
pembangkit listrik berskala besar.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Energi di Indonesia
Faktor alamiah Negara Indonesia sangat mendukung
pengembangan sektor energi di Indonesia terutama di
sektor kelistrikan. Secara geografis Indoneia kaya akan
sumber daya energi. Sumber daya tersebut antara lain
yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat
diperbaharui. Keberadaan potensi energi tersebut tersebar
merata di seluruh wilayah Nusantara. Potensi energi fosil
minyak mumi 86,9 miliar barel sedangkan yang
dicadangan hanya sebesar 9 miliar barel atau 10,36%
sedangkan kemampuan untuk dimanfaatkan
masih
tergolong rendah yakni hanya 5.56% setiapa tahun (tabel
1).[3].
Hal yang perlu diperhatikan bahwa potensi tersebut
tidak bertahan lama atau akan habis setelah diekploitasi
tanpa upaya ekplorasi seperti minyak bumi akan habis 18
tahun kemudian, hal yang sama untuk gas 61 tahun dan
batu bara 147 tahun. Kelangkaan ini sudah terasa saat ini
yakni Indonesia sudah tidak memenuhi kuota sebagai

negara pengeksport minyak
yang ditentukan oleh
organisasi negara-negara pengeksport minyak (OPEK).
Fakta ini menunjukan bahwa ketergantungan terhadap
bahan bakar fosil perlu segera dikurangi secara bertahap
memandang keberadaannya yang terbatas, karena dapat
habis kalau diekploitasi terus-menerus.
Krisis BBM yang dialami Indonesia saat ini merupakan
bukti ketidakmampuan pemerintah untuk memprediksi
kebutuhan BBM akibatnya saat ini Negara Indonesia yang
dulunya pengesport saat ini menjadi pengimport.
Konsekuensinya kenaikan harga minyak dunia
mempengaruhi ketahanan perekonomian negara dan
sektor tenaga listrik mengalami dampak ekonomis yang
cukup memprihatinkan karena sebagian besar pembangkit
listrik adalah menggunakan BBM.

Tabel 1 Potensi Energi Fosil Nasional

Krisis energi dan krisis lingkungan global merupakan

peluang yang perlu dimanfaatkan untuk mekasimalkan
pemanfaatan potensi energi bukan fosil yang sifanya
terbarukan. Potensi energi bukan fosil sangat banyak dan
pemanfaatnya belum maksimal (tabel 2)[4]. Potesi
terbesar adalah pada tenaga air yakni 846,00 JUTA BOE
atau 75,67 GW dan baru dimanfaatkan sebesar 4.2 GW
atau 5,55%. Hal yang sama untuk panas bumi, potensi
panas bumi di indonesia merupakan terbesar di dunia yaki
40% dari cadangan panas bumi dunia, namun di Indonesia
pemanfaatannya masih sangat rendah yakni 3.1%.
Pemanfaatan potensi energi non fosil yang masih
sangat rendah disebabkan karena beberapa pertimbangan
antara lain biaya investasi tinggi, harga energi terbarukan
belum dapat bersaing dengan harga energi fosil,
kemampuan sumber daya manusia relatif rendah, tntuk
energi terbarukan yang belum komersial dan kemampuan
jasa dan industri energi kurang mendukung [5].
Kelemahan tersebut dapat diatasi apabila pemerintah
memiliki kebijakan untuk memberikan kemudahan dan
insentif agar pemanfaatan energi terbarukan dapat

dimaksimalkan. Namun demikian hal ini tidak terjadi
karena dari kebijakan pemerintah mengenai komposisi
penggunaan energi (energi mix) sampai tahun 2025 yakni
minyak bumi 26,2%, batubara 32,7% gas bumi 30,6%,
panas bumi 3,8%
dan sisanya adalah energi
alternatif/energi baru terbarukan 4,4% terdiri dari : PLTS
0,02%, PLT Angin 0,028%, Biomasa 0,766%, Biofuel
1,335%, nuklir 1,993% (gambar 1).
Tabel 2. Potensi Energi Terbarukan Nasional

Berdasarkan RKAP PLN tahun 2007, energi mix
produksi energi listrik diperoleh dari Batubara 44%,
energi air 8,6%, bahan bakar minyak 23,7% , panas bumi
3,1% dan gas alam 20,05%.
Dengan demikian dari sisi pemerintah potensi energi
terbarukan yang berlimpah masih belum menjadi target
yang dapat diandalkan untuk mengatasi krisis energi dan
krisis ekologi di Indonesia.
Prediksi Kebutuhan Listrik Nasional

Rasio elektrifikasi di Indonesia masih tergolong rendah
yakni sebesar 56%, karena kelemahan dari negara untuk
mengembangkan sistem kelistrikan secara nasional yang
mampu
memenuhi
kebutuhan
seluruh
rakyat.

EECCIS2008
Perkembangan pembangunan yang pesat dibidang industri
dan konstruksi memicu permintaan akan pasokan tenaga
listrik dan sampai sekarang PLN belum mampu
memenuhi semua. Hal ini terlihat dari krisis listrik yang
terjadi di berbagai daerah yang harus melakukan
pemadaman bergilir. Pertumbuhan permintaan tenaga
litrik cukup besar yakni sekitar 7% setiap tahun (tabel-3).
[4].
Tabel 3. Kebutuhan Energi Listrik di Indonesia


dari: minyak bumi 53%, gas 19% dan batubara 21%,
energi air sebesar 4%, dan geotermal sebesar 3%.
Produksi listrik Indonesia pada tahun 2003 bersumber
dari energi fosil sebesar 80% terdiri dari batubara :
52%, BBM 5%, gas 23%, hidro 9% dan panas bumi 9%
dengan kapasitas listrik terpasang sekitar 25.681 MWe
yang terdiri dari 22.231 MWe atau 86,6 % diproduksi
oleh PLN dan 3.450 MWe atau 13,4 % diproduksi oleh
perusahaan listrik swasta. Sedangkan sumber energi untuk
pembangkit listrik. [6].
Dari data diperoleh bahwa polusi yang dihasilkan oleh
pembangkit paling banyak bersumber pada pada
pembangkit yang mengugunakan bahan bakar fosil yakni
batu bara, minyak bumi atau solar dan gas alam (gambar
3) [6].

Kenyataan bahwa permintaan akan energi litrik yang
terus berkembang, maka perlu diupayakan untuk
pengembangan di sektor kelistrikan melalui pembngunan
pembangkit-pembangkit baru, sekaligus memaksimalkan
yang sudah ada serta melakukan efisiensi dalam
pengoperasian. Dengan demikian masih terbuka peluang
untuk memanfaatkan energi terbarukan sebagai
pembangkit.
Penngkit Listrik dan Persoalan Lingkungan
Dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa potensi
energi fosil terbatas dan berpotensi mengancam atau
memicu krisis ekologi, sedangkan pengembangan energi
terbarukan terbuka peluang karena potensinya memadai
serta ramah terhadap lingkungan.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana
menemukan pembangkit listrik yang memilliki kapasitas
tinggi, memiliki nilai ekonomis sekaligus tetap menjamin
kelestarian lingkungan. Teknologi pembangkit yang
dipakai untuk semua pembangkit tidak banyak berbeda,
yang memberikan perbedaan adalah energi yang dipakai
untuk pembangkitan.
Secara umum pembangkit tenaga listrik bekerja dengan
prinsip elektromagnetik yakni perpotongan medan magnet
akibat dari pergerakan kutub magnet (rotor) didalam
kutub magnet tetap (stator) akan menghhasilkan arus
tegangan. Proses ini terjadi di generator listrik yakni
mesin listrik yang mengkonversi energi mekanik atau
gerak menjadi energi litrik. Untuk membangkitkan energi
listrik, generator digerakakan oleh berbagai energi pada
umumnya tiga glongan yakni energi pertama energi fosil:
minyak, batubara, dan gas alam, kedua energi terbarukan,
seperti: hidro, matahari/solar, angin , dan panas bumi,
terakhir Energi nuklir
Kenyataan bahwa pada tahun 2004 konsumsi energi
primer didominasi oleh energi fosil sebesar 93% terdidi

Gambar 1. Kontribusi peningkatan CO2 pembangkit listrik

Berdasarkan data PLN pada tahun 2012 diperkirakan
produksi energi listrik di Indonesia mencapai 192,590
GWh, berarti 172,360GWh listrik yang diproduksi
menggunakan energi fosil. Jumlah ini mengakibatkan
terjadi pelepasan 168 juta ton CO2, 159,6 ribu ton SO2
serta 120,7 ribu ton Nox.
Kondisi ini menunjukan bahwa ketergantungan
pembangkit listrik di Indonesia terhadap energi fosil
cukup besar dan hal ini telah memicu krisis ekonomi di
Indonesia sekaligus menyebabkan krisis ekologi. Krisis
ekologi dimungkinkan karena setiap penggunaan BBM
akan menghasilkan emisi gas buang yang cukup
signifikan.
Dengan demikian salah satu solusi untuk mengurangi
penyebab krisis lingkungan hidup global adalah
pembenahan di sektor kelistrikan melaui upaya
pemanfaatan sumber energi listrik yang ramah lingkungan
dan juga secara ekonomis memberikan keuntungan
sehingga mudah dijangkau oleh kalangan ekonomi yang
paling bawah..
Alterantif yang dapat dirawarkan yang dapat
dilaksanakan di Indonesia dalam konteks saat ini adalah
pengembangan penggunaan energi panas bumi dan
penggunaan energi nuklir. Energi terbarukan lainnya
untuk jangka pendek belum dapat dimanfaatkan secara
maksimal berdasarkan pertimbangan efisiensi atau
ekonomi.
Kedua jenis energi ini memiliki keunggulan
dibandingkan dengan energi fosil dari aspek lingkungan
dan ekonomis.

EECCIS2008
Panas Bumi Sebagai Alternative
Enegi panas bumi merupakan energi panas yang keluar
dari perut bumi yang dapat dimanfaatkan untuk memutar
turbin generator pembangkit. Penggunaan energi panas
bumi di Indonesia sudah berlangsung lama, namun
perkembangannya relatif lambat.
Potensi energi panas bumi di Indonesia relatif besar
karena merupakan potensi terbesar di dunia, yakni 40%
cadangan panas bumi di seluruh dunia terdapat di
Indonesia. Penyebaran energi ini relatiif merata di
seluruh Indonesia, karena negara Indonesia secara
geografis berada di wilayah lintasan gunung berapi (ring
of fire)
Total potensi energi panas bumi di Indonesia mencapai
27.487 MW yang terdapat dihampir seluruh kawasan di
Indonesia yakni pulau Sumatra, pulau Jawa, pulau
Sulawesi, Nusa Tenggara, Pulau Kalimantan dan Papua
(tabel-3). Hal yang menarik dari potensi energi panas
bumi dari segi penyebaran geografis adalah 18.183 MW
atau 66,15% terdapat diluar pulau Jawa. Namun demikian
pemanfaatannya justru terkonsentrasi di pulau Jawa,
padahal di luar pulau Jawa ketergantungan terhadap
bahan bakar fosil sangat tinggi.

Biaya investasi awal cukup tinggi namun pemeliharaan
rendah sehinggga untuk jangka panjang sangat
mengutungkan. Walaupun demikian kelemahan dari
PLTPB adalah lokasinya yang jauh dari pusat beban
membuat biaya transmisi dan distribusi tenaga listrik
cukup tinggi, namun untuk jangka panjang tetap
menjanjikan secara ekonomis.

Tabel 6 . Faktor Ekonomi PLTPB

Tabel 4. Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

Tenaga Nuklir Sebagai Alternatif
Prinsip kerja PLTN adalah uap air untuk memutar turbin
dihasilkan oleh panas dari proses pembelahan inti reaksi
uranium didalam reaktor (gambar 2) [8].

Dari aspek lingkungan PLTPB memberikan dampak
yang sangat positif bagi keseimbangan lingkungan,
karena menghasilkan emisi gas buang CO2 yang sangat
rendah (tabel 5) [4], yakni 10,48 kali lebih rendah dari
batu bara, 9,85 kali lebih rendah dari minyak bumi dan
6,61 kali lebih rendah dari gas alam. Hal yang mencolok
adalah pada emisi SO2 yaitu 315,4 kali lebih sedikit
dibanding dengan batu bara dan 34,29 kali lebih sedikit
dari minyak bumi.
Dengan demikian penggunaan
PLTPB sangat ramah terhadap lingkungan.
Dari aspek ekonomi pengembangan PLTPB memiliki
keunggulan (tabel 6)[7]. Sebab, tidak memerlukan bahan
bakar sehingga dapat menghasilkan energi listrik dengan
harga yang relatif murah dan kontinuitasnya terjamin
karena tidak tergantung pada cuaca, sehingga memiliki
faktor kapasitas yang tinggi yakni 95% waktu
operasional.
Tabel 5. Emisi gas dari berbagai pembangkit listrik

Gambar 2. Skema prinsip kerja PLTN

Reaksi pembelahan inti uranium terjadi dalam reaktor.
Didalam reaktor reaksi tersebut terjadi secara berantai
pada saat inti dari uranium dalam hal ini U-235 atau U233 terbelah bereaksi dengan neutron yang akan
menghasilkan berbagai unsur lainnya dalm waktu yang
sangat cepat, proses ini akan menimbulkan panas dan
netron-netron baru.

EECCIS2008
Panas yang berasal dari inti reaktor dialirkan ke sistem
pendingin primer, untuk kemudian dilewatkan pada alat
penukar panas dan selanjutnya panas dibuang ke
lingkungan melalui sisten pendingin sekunder [9].
Pengoperasian PLTN sangat bersih karena tidak
menghasilkan emisi gas buang sehingga tidak mencemari
lingkungan dan dari segi ekonomi investasi cukup besar,
namun untuk jangka panjang cukup memiliki prospek.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam enanganan
PLTN adalah keamanan. Apabila terjadi kebocoran
reaktor berakibat fatal karena, radio aktif akan dibawa
oleh udara dan dapat menjangkau areal yang cukup luas
dan itu,akan mengancam kehidupan di areal tersebut.
Berbagai bencana kegagalan reaktor nuklir seperti salah
satunya di Chernobyl – Rusia masih meninggalkan
‘trauma’ di kalangan masyarakat dunia termasuk di
Indonesia.
Selain itu, isu seperti radiasi yang ditimbukan,
pengolahan limbah radioaktif, dampak sosial dan
proliferasi, adalah isu-isu yang perlu mendapat perhatian
dalam rangka pengembangan PLTN di Indonesia. Untuk
itu upaya menyiapkan masyarakat secara psikologis,
menggalang partispasi masyarakat unuk memberikan
dukungan dan peningkatan kualitas serta kedisiplinan
tenaga ahli yang menggeluti PLTN merupakan sebuah
keniscahyaan bagi kehadiran PLTN di Indonesia.

kimia lingkungan
Surabaya 2008
[2.]

1.

2.

3.

4.

5.

Krisis energi global akibat ketergantungan terhadap
energi fosil berdampak pada krisis energi di
Indonesia yag telah memicu krisis sosial dan
ekonomi di Indonesia
Sektor energi listrik merupakan kontributor terbesar
yakni 40 % bagi peningatan onsentrasi gas rumah
kaca di atmosfer yang menyebabkan pemanasan
global.
Polusi yang dihasilkan oleh pembangkit paling
banyak bersumber pada pada pembangkit yang
mengugunakan bahan bakar fosil yakni yang
menggunakan batu bara, minyak bumi dan gas alam
Alterantif yang dapat dirawarkan untuk dilaksanakan
di Indonesia dalam konteks saat ini untuk mengatasi
krisis energi dan persoalan lingkungan hidup adalah
pengembangan penggunaan energi panas bumi dan
penggunaan energi nuklir. Keda energi tersebut
terbukti ramah lingkungan dan ekonomis.
Pemanfaatan energi nuklir di sektor kelistrikan perlu
mempertimbangkan aspek psikologis masyarakat
yang masih ‘trauma’ terhadap kecelakaan radisi
penangana limbah nuklir serta polifersi.
DAFTAR PUSTAKA

[1.]

Hemana, Joni,” Pemanasan Global dan Dampaknya
Terhadap lingkungan Hidup”, Makalah pada seminar

Slamet, Agus “Global Warming Bagi Profesi Insinyur
”, CD Makalah Seminar Persatuan Insinyur Indonesia
(PII) Subabaya, 2008

[3.]

Depatemen ESDM Indonesia (2008), Handbook Statistik
Ekonomi
Energi
di
Indonesia
2006,http://www1.esdm.go.id/files/publikasi/buku/Hand
book%20Statistik%20Ekonomi%20Energi%202006.pdf

[4.]

Rohi, Daniel, “Mengkaji Kontroversi Penggunaan Energi
Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional”,
Prosiding Seminar Nasional
Universitas Negeri
Surakarta 2006

[5.]

Hermawan, “Potensi dan Aspek teknis Pengembangan
Energi Terbarukan”, Prociding Seminar dan Lokakarya
Nasional
Energi dan Lingkungan
Universitas
Diponegoro Semarang 2008

[6.]

Lumbanraja M. Sahala, “Kontroversi Pembangunan
PLTN Pertama di Indonesia;Suatu Kajian Komparatif”,
Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Hidup dan
Energi Universitas Diponegoro Semarang 2008

[7.]

Reed, M.J and Renner, L.Jl : Environmental
Compatibilility of Geothermal Energy, CRP Press, 1995,
http://geothermal.inel.gov/publications/articles/reed/reed
-renner.pdf

[8.]

Sriyana, “Studi unjuk Kerja PWR di Negra Penyedia
Teknologi, Kasus Amerika dan Perancis”, Prosisding
Seminar dan Lokakarya Nasional
Energi dan
Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang 2008

[9.]

Kadir, Abdul, “Energi : sumber daya,inovasi, tenaga
listri da potensi ekonomi”, UI-Press 1987

IV. SIMPULAN
Berdasarkan data dan analisa diatas dapat dirangkum
beberapa hal antara lain :

VII FMIPA Universitas Airlangga