PEMIKIRAN HASIL PERKAWINAN

PEMIKIRAN HASIL PERKAWINAN
Prof. DR. Amin Abdullah
Rektor IAIN Sunankalijaga Yogyakarta
Saya melihat pemikiran Islam yang berkembang akhir-akhir ini merupakan sesuatu yang wajar dan harus.
Ini buah dari tingkat pendidikan yang menaik. Muhammadiyah harus merespon ini secara positif.
Perkembangan tidak bisa ditolak. Banyak pula teman-teman muda yang bukan S2 atau S3, yang membaca
buku-buku itu akhirnya suka dan tertarik dengan pemikiran-pemikiran baru tadi. Dengan adanya tradisi
menulis, maka pemikiran-pemikiran tadi ditulis untuk dipublikasikan. Dengan demikian isi dari pemikiranpemikiran tadi berkembang dengan pesat. Ada sementara orang yang berpendapat bahwa pemikiranpemikiran baru tadi sudah terlalu jauh atau “open ended”. Manurut saya pemikiran tidak bisa
dibirokrasikan. Majelis Tarjih sebagai lembaga dalam Muhammadiyah tidak bisa membirokrasikan
pemikiran-pemikiran baru tadi. Karena pada hakekatnya pemikiran adalah non bireucrated.
Pemikiran-pemikiran baru tadi menurut saya, merupakan hasil perkawinan antar disiplin ilmu. Teori lama
ketemu disiplin sosiologi dan antropologi, maka terjadi perubahan. Fiqh dan Ushul Fiqh bertemu dengan
filsafat dan antropologi. Maka ketika perkawinan antar disiplin ilmu itu muncul problem. Arus besar bukubuku yang masuk ke Indonesia, merupakan perkawinan antar disiplin ilmu tadi. Kalau kita
mempertahankan teori lama, maka muncul rigiditas. Karena perkawinan tadi maka muncul isu keselamatan,
dan pluralisme. Orang lama kaget, mereka anti realitas. Pemikiran ini muncul baik di Barat maupun di
Timur Tengah.
Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan jangan bertengger pada pemikiran lama. Tarjih harus
mampu mengawinkan ilmu-ilmu baru tadi. Kalau tidak, pemikiran Islam akan lebih keras lagi. Saya ingin
menggaris bawahi bahwa pemikiran-pemikiran tadi bukan konsumsi elit. Kemudian saya juga menegaskan
bahwa pikiran-pikiran tadi bukan konspirasi Barat. Muhammadiyah harus ikut maju. Karena menurut
sejarah gerakan Muhammadiyah adalah gerakan kemajuan. Oleh sebab itu, Muhammadiyah harus aktif

merespon pemikiran-pemikiran ini. Banyak pemikir dan penulis Timur Tengah yang ikut aktif dalam
pemikiran baru ini, seperti Mohammad Arkoun, Hassan Hanafi dll. Sulit untuk mengatakan ini dari Barat
atau Timur. Sebab gejala pemikiran seperti ini sudah mendunia.
Saya menghimbau Muhammadiyah untuk mengawinkan antara teori dan praksis. Rutinitas pengelolaan
amal usaha harus dibarengi dengan penggiatan pemikiran. Kita harus menggabungkan pemikiran dan aksi.
Inilah yang saya sebut Idea of Progress. Kita jangan saling curiga. Beda pemikiran boleh tapi tetap
berprasangka baik. Yang muda-muda harus diberi kesempatan untuk mengapresiasi pemikiran-pemikiran
baru tadi. Karena menurut saya Muhammadiyah masa depan adalah milik mereka.
Drs.Mustapha Kamal Pasha,
Mantan Anggota Pimpinan PWM DIY
Terus terang ada yang mengganjal dalam diri kami, yakni munculnya wacana-wacana tentang pluralisme,
Islam liberal, hermeneutika. Kita terperangah karena pemikiran-pemikiran tadi menggugat apa yang sudah
menjadi mainstream dalam Islam, yakni Islam meruakan satu-satunya Dinenul Haq. Dan Islam adalah
kaffah, mencakup semua aspek. Apa yang dinyatakan oleh Allah “Inna dinna indallahil Islam” sudah
merupakan harga mati. Tiba tiba kita dihadapkan pada pendapat yang menganjurkan toleransi, dimana
toleransi dipahami sebagai semua agama benar, padahal hanya Islamlah yang haq.
Islam sudah sempurna, tapi tiba -tiba Islam liberal (Islib) memilah-milah Islam ada Islam privat dan Islam
publik.Ini kan merupakan lagu lama sebagaimana yang dikumandangkan oleh Snouck Hurgronye. Islam
publik (islam politik) harus ditumpas dan Islam privat (Islam ibadah) didorong-dorong. Apalagi baru-baru
ini Amerika tiba-tiba dengan lantang menyuarakan kurikulum pesantren harus diubah. Ini sudah merupakan

campur tangan terlalu dalam.Dan sayangnya banyak orang-orang Islam mau dijadikan corong oleh mereka.
Kemudian ada yang baru lagi dari barat, yakni hermeneutika. Ini metode penafsiran kitab suci dari
barat.Metode ini muncul karena munculnya kesulitan yang sangat dalam memahami kitab Injil. Tapi untuk
Islam metode ini tidak cocok.
Munculnya pemikir-pemikir Islam bercorak barat, dan sepertinya mendukung barat, merupakan produk
program yang dicanangkan oleh Menteri agama waktu itu, yakni Pak Munawir Sadzali. Pak Munawir

menyekolahkan banyak pemikir Islam ke barat.Namun akibatnya banyak pemikiran barat yang mereka
adopsi, dan sayangnya pemikiran-pemikiran ini menurut ajaran Islam tidak tepat.
Dan sekarang di Muhammadiyah sendiri pemikiran-pemikiran itu juga dikembangkan. Bahkan dalam
jajaran elit, yakni dalam tubuh majelis tarjih dan pemikiran Islam, pikiran-pikiran ini justru
ditumbuhsuburkan. Dan majelis tarjih membiarkan berkembangnya pemikiran pemikiran seperti ini.
Menurut saya ini membahayakan umat di tingkat bawah. Oleh sebab itu saya memandang ada bahaya yang
mengancam Muhammadiyah.Kalau ini terus dibiarkan Muhammadiyah akan kehilangan ruh Islamnya.
Bahkan yang lebih mengagetkan lagi adalah ada yang berpendapat Qur’an tidak qath’iy (pasti). Ada yang
bilang kebenaran dengan T besar (Truth), dan T kecil (truth). Yang dipahami manusia adalah T kecil.
Sehingga semua penafsiran Qur’an menjadi relatif.
Sekarang ini kalau orang PP terjun ke daerahh, mereka sibuk untuk menjelaskan isi pemikiran-pemikiran
yang seperti ini. Pernah kami, yang keberatan dengan wacana-wacana baru ini, dipertemukan dengan
mereka. Dan mereka, dalam pertemuan tersebut, tidak memberikan penjelasan yang memuaskan atas

pertanyan-pertanyan kami.
Insya Allah nanti, bulan Maret, akan ada pertemuan di UM Solo untuk membicarakan pemikiranpemikiran baru di Muhammadiyah ini.Semoga disana nanti muncul kesepahaman atau titik terang atas apa
yang selama ini mengganjal di pikiran banyak warga Muhammadiyah. Tapi pada prinsipnya kami
berpendapat bahwa pemikiran-pemikiranbaru yang mereka kembangkan ini tidak dari Islam. Dan kami
akan berjuangg untuk meluruskan pemikiran-pemikiran tersebut.
Prof. DR. Frans Magnis Suseno
Guru besar Filsafat STF Driyarkara, Jakarta
Saya kira itu merupakan sayap-sayap pemikiran yang tidak hanya terjadi dalam tubuh Muhammadiyah saja.
Saya kira dalam organisasi lain, atau mungkin agama lain pun terjadi begitu. Gejala tersebut masih dalam
ambang batas kewajaran, dan kalau dicermati memang ada nilai positifnya. Saya mengamati bahwa gejala
seperti itu wajar adanya. Bahkan bisa menjadi indikasi bahwa organisasi itu masih hidup dan terus
berdialektika secara pemikiran. Saya memandang perdebatan seperti dalam sisi positifnya saja.
Sikap tersebut sebenarnya juga wajar. Sebab masing-masing tentu menggunakan cara pandang yang
berbeda. Dan suatu kelompok pasti akan lebih meyakini cara pandangnya sendiri sebagai pemahaman yang
dinilai lebih mendekati kebenaran. Namun sikap eksklusif yang terlalu ketat terlalu rawan konflik.
Saya kira, di satu sisi pemikiran seperti itu memiliki prospek yang baik. Mereka juga kan memiliki
pandangan bahwa justeru itulah yang dianggap sesuai dengan kebenaran menurut mereka. Jadi dalam satu
sisi perlu kita menghargai cara pandang seperti itu. Kita memandang dari sisi baiknya. Kalau saya
memandang persoalan ini, baiknya kelompok yang kritis mau menerima pandangan dari kelompok lain
sebagai masukan yang baik. Jadi, nantinya tidak akan terjadi konflik yang berlarut-larut. (im, rif, nafi)

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 04 2004