Gerontofarmakologi | Karya Tulis Ilmiah Gerontofarmakologi

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:22:09 2017 / +0000 GMT

Gerontofarmakologi
. PENDAHULUAN
Penggunaan obat pada lanjut usia merupakan masalah tersendiri yang perlu mendapat perhatian khusus dari bidang profesi
kedokteran, apalagi dengan semakin bertambahnya jumlah populasi lanjut usia.
Karena terjadinya proses menua tidak selalu sama pada setiap orang, penggunaan obat yang efektif dan aman adalah suatu
masalah individualisasi terapi. Menua fisiologis tidak selalu berjalan pararel dengan menua kronologis, namun terlepas dari adanya
penyakit penyerta yang sering berpengaruh besar, proses menua fisiologislah yang menentukan nasib dan kerja dari suatu obat.
Hal-hal berikut ini menggambarkan keadaan-keadaan yang dihadapi dalam hubungan farmakoterapi pada lanjut usia:

- Penyakit pada lanjut usia cenderung terjadi pada banyak organ dan bersifat kronik sehingga pemberian obat juga cenderung
bersifat polifarmasi, belum lagi kalau diingat kecenderungan mengunjungi banyak dokter, sehingga polifarmasi lebih sering
terjadi.
- Polifarmasi menyangkut biaya yang besar untuk pembelian obat. Juga lebih banyak terjadi interaksi obat, efek samping obat
dan reaksi samping yang merugikan.
- Proses menua yang fisiologis menyebabkan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat, juga penurunan fungsi
dari berbagai organ, sehingga tingkat keamanan obat dan efektifitas obat berubah dibanding usia muda.
- Keadaan gizi dan kepatuhan berobat yang kurang mendapat perhatian pada lanjut
Oleh karena itulah, seorang dokter diharapkan memahami perubahan-perubahan fisiologi dan farmakologi yang terjadi sejalan

dengan proses menua sehingga bisa memberikan pengobatan yang lebih rasional, individualistik dan cermat mengevaluasi
respons-respons terapi yang terjadi.
Beberapa Istilah Pokok
Farmakologi klinik ialah cabang farmakologi yang mempelajari efek obat pada manusia dengan tujuan mendapatkan dasar
ilmiah untuk penggunaan suatu obat.
Farmakoterapi ialah cabang ilmu farmakologi yang berhubungan dengan penggunaan obat dalam pencegahan dan pengobatan
suatu penyakit. Baik dalam farmakologi klinik maupun farmakoterapi dipelajari aspek farmakokinetik dan farmakodinamik suatu
obat.
Farmakokinetik mempelajari nasib obat di dalam tubuh yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi) dan
ekskresinya.
Farmakodinamik mempelajari efek obat, baik efek terapeutik maupun efek non-terapeutik (efek samping / side effect / adverse
drug reaction), terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya.

II. FARMAKOKLINIK DAN LANJUT USIA
Setiap memberikan obat kepada penderita lanjut usia, diharapkan timbulnya respons yang tentunya merupakan suatu respons
terapeutik yang menguntungkan. Namun untuk mencapai efek terapeutik ini, ada banyak hal yang berpengaruh. Secara ringkas,
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi respons penderita lanjut usia terhadap obat dapat dilihat pada gambar berikut:
Jumlah obat, dosis dan aturan pakai

- kepatuhan penderita

- ketepatan medikasi
Dosis yang diminum
Faktor-faktor farmakokinetik

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/10 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:22:09 2017 / +0000 GMT

- absorpsi
- distribusi

metabolisme (biotransformasi) - kondisi fisiologis
- ekskresi

- kondisi patologik

Kadar obat di jaringan

tempat kerja obat
Faktor-faktor farmakodinamik

- interaksi obat
- gizi dan diet
- faktor genetik
- toleransi

- sensitivitas reseptor
- mekanisme homeostatik

Intensitas efek farmakologik = Respons penderita
(termasuk efek terapeutik dan non-terapeutik)
Faktor-faktor farmakokinetik menentukan dari jumlah obat yang diminum berapa yang dapat mencapai jaringan tempat kerja
obat untuk bereaksi dengan reseptornya. Faktor-faktor farmakodinamik menentukan intensitas efek farmakologi yang ditimbulkan
oleh kadar obat di reseptor. Sedangkan faktor-faktor lain yang turut berpengaruh mencakup kondisi fisiologis dan patologis,
interaksi obat, keadaan gizi dan diet, serta kepatuhan penderita. Semua faktor-faktor ini akan dibahas lebih terperinci sebagai
berikut:

Perubahan Fisiologis

Kapasitas fungsional kebanyakan sistem organ menunjukkan penurunan yang dimulai sejak dewasa dan berlangsung seumur
hidup. Seperti tampak pada gambar di bawah ini, tidak terdapat ?middle age plateau? (plateau usia pertengahan), namun perubahan
fisiologis merupakan penurunan linear yang sudah dimulai pada usia tidak lebih dari 45 tahun. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi pada
semua orang. Kurang lebih 1/3 orang mengalami penurunan fungsi yang tidak berhubungan dengan usia, misalnya penurunan klirens
kreatinin.

Perubahan fisiologis dalam komposisi tubuh mencakup:

Penurunan berat badan total termasuk lean body mass, akibat penurunan jumlah cairan intraselular (body water). Keadaan ini
berakibat menurunnya distribusi obat yang sebagian besar terikat pada air, misalnya litium.
- Penurunan massa otot menyebabkan distribusi obat yang sebagian besar terikat pada otot akan menurun, misalnya digoksin.
- Peningkatan kadar lemak tubuh mengakibatkan peningkatan kadar obat yang larut dalam lemak , misalnya diazepam.
- Penurunan kadar albumin terutama pada lanjut usia yang sakit, menyebabkan penurunan ikatan obat dengan protein,

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/10 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:22:09 2017 / +0000 GMT


misalnya salisilat, tiroksin, warfarin.

Distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh keadaaan komposisi tubuh. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi
respons tubuh terhadap obat, dengan kata lain mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Secara ringkas perubahan
farmakokinetik dan farmakodinamik dapat dilihat pada gambar berikut:

Tabel 1. Perubahan yang Berkaitan dengan Menua yang Mempengaruhi Farmakokinetik Obat.

Variabel
Dewasa Muda
(20 ? 30 tahun)
Usia Lanjut
(60 ? 80 tahun)

Air tubuh (% dari berat badan)
Lean body mass (% dari berat badan)
Lemak tubuh (% dari berat badan)

Albumin serum (g/dL)

Berat ginjal (% dari dewasa muda)
Aliran darah hepar (% dari dewasa muda)
61
19
26 ? 33 (wanita)
18 ? 20 (pria)
4,7
100
100
53
12

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/10 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:22:09 2017 / +0000 GMT

38 ? 45

36 ? 38
3,8
80
55 ? 60

- Farmakokinetik
Dari keempat faktor farmakokinetik pada lanjut usia, yang terpenting adalah faktor ekskresi oleh ginjal.

- Absorbsi
Absorbsi menentukan bioavailabilitas atau availabilitas sistemik (F). Bila obat diberikan secara intravena maka F=1, bila
diberikan secara oral maka F biasanya kurang dari 1. Penyerapan obat per oral terjadi terutama di lambung dan usus halus.
Kecepatan dan tingkat absorbsi obat dari lambung dan usus praktis secara keseluruhan tidak mengalami perubahan yang berarti,
kecuali pada beberapa obat seperti Fenitoin, Barbiturat, dan Prazosin. Perubahan ini tidak bermakna secara klinis, terutama selama
pengobatan jangka panjang. Kadang malah dapat terjadi keadaan sebaliknya yaitu meningkatnya bioavailabilitas Levodopa dan
Propanolol akibat menurunnya inaktivasi di saluran cerna. Peningkatan pH lambung mempengaruhi proses ionisasi dan daya
kelarutan beberara jenis obat. Penurunan aliran darah usus mengurangi kecepatan absorbsi aktif obat-obat seperti Fe, Ca, Tiamin,
Levodopa dan obat-obat antineoplastik. Penurunan motilitas tidak memberikan banyak pengaruh. Absorpsi melalui otot dengan
pemberian obat intramuskular cenderung sedikit melambat dikarenakan turunnya aliran darah pada otot, seperti pada obat Lidokain
dan Klordiazepoksid.


- Distribusi
Parameter distribusi disebut volume distribusi (Vd) yang menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar
plasma atau serum. Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, fungsi kardiovaskular, kemampuan obat memasuki
kompartemen tubuh dan derajat ikatan protein plasma. Obat yang tertimbun dalam jaringan sehingga kadar plasma rendah memiliki
Vd yang besar, seperti digoksin. Sebaliknya, obat yang terikat kuat pada protein plasma mempunyai Vd yang kecil seperti warfarin.
Vd dapat dirumuskan sebagai berikut:
Vd = X X = jumlah obat dalam tubuh
C
C = kadar obat dalam plasma
Hal terpenting dalam distribusi obat berhubungan dengan penyebaran obat dalam cairan tubuh dan ikatannya dengan protein
plasma (biasanya dengan albumin, atau pada beberapa obat lain ?1 glikoprotein), dengan sel darah merah dan jaringan tubuh,
termasuk dengan organ target. Pada lanjut usia, terdapat penurunan massa tubuh tanpa lemak (lean body mass) dan cairan tubuh
total, penambahan lemak tubuh, penurunan albumin plasma. Volume distribusi obat yang larut air seperti Furosemid dan
Paracetamol mungkin menurun pada lanjut usia dengan akibat meningkatnya konsentrasi dalam darah dan jaringan. Contoh
obat-obat lain yang dapat mengalami hal yang sama ialah antibiotika Aminoglikosida dan Digoxin. Sedangkan untuk obat yang larut
lemak (lipofilik) seperti Lidokain, Amitriptilin, dan Diazepam distribusi terjadi lebih luas dan mempunyai waktu paruh yang lebih
panjang. Penurunan albumin plasma sedikit saja pada lanjut usia yang sehat dapat menjadi lebih berarti bila terjadi pada lanjut usia
yang sakit, bergizi buruk atau sangat lemah. Selain itu, juga dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas dan aktif pada

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com


| Page 4/10 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:22:09 2017 / +0000 GMT

beberapa obat dan kadang-kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi dengan eliminasi yang lebih cepat. Kadar obat-obat terutama
dari jenis asam lemah yang meningkat karena penurunan albumin plasma misalnya Fenitoin, Digitoxin, Warfarin, Klorpropamid,
Klofibrat dan Furosemid.
Perubahan fisiologis yang terjadi seiring dengan proses menua memang tidak banyak berpengaruh pada distribusi obat, tetapi
untuk obat-obat yang disebutkan di atas, hendaknya faktor distribusi obat menjadi suatu hal yang harus dipertimbangkan dalam
farmakoterapi lanjut usia.

- Metabolisme
Kapasitas fungsi hepar sebagai tempat metabolisme utama obat-obatan pada lanjut usia menurun banyak oleh karena
faktor-faktor penurunan aktivitas intrinsik enzim mikrosomal hati, berkurangnya massa hepar dan penurunan aliran darah hepar.
Aktivitas enzim-enzimnya dapat dirangsang (induced) misalnya rifampisin, luminal dan diazepam, maupun dihambat (inhibited)
misalnya oleh Simetidin, Eritromisin, Allopurinol, Kalsium antagonis dan Siprofloksasin. Obat-obat yang mengalami metabolisme
di hepar misalnya Parasetamol, Salisilat, Diazepam, Prokain, Propanolol, dan Warfarin, eliminasinya akan menurun sejalan dengan
kemunduran kapasitas fungsional hepar. Penurunan massa hati konstan sesuai dengan berat badan (massa hepar 2,5% dari berat

badan total). Mulai usia pertengahan, massa hati mengalami penurunan sebesar 0,2% per tahun. Aliran darah hati juga berkurang
0,3-1,5% pertahun. Hal ini menyebabkan kecepatan metabolisme hati menjadi bekurang, sehingga waktu paruh eliminasi obat dalam
plasma juga meningkat. Obat-obat yang terpengaruh adalah: Propranolol, Imipramin, Desipramin, Amitriptilin, Nortriptilin.

- Ekskresi
Perubahan fisiologis yang mempengaruhi farmakokinetik obat meliputi penurunan massa ginjal, penurunan aliran darah ginjal
(laju filtrasi glomerulus menurun 30% pada usia 65 tahun dan tinggal ± 35% pada usia 90 tahun), penurunan fungsi sekretorik.
Pemberian dosis obat pada pasien lanjut usia memerlukan acuan nilai bersihan/klirens kreatinin (creatinine clearance). Nilai ini
bisa diperoleh dengan rumus Cockroft-Gault, yaitu:
Kl kreatinin = (140-umur ) x berat badan
72 x kreatinin serum
Untuk wanita, nilai ini dikalikan lagi dengan 0,85.
Selain dengan rumus Cockroft-Gault, perkiraan klirens kreatinin bisa didapatkan dengan normogram Sierbaek-Nielsen.
Selanjutnya, hasil bersihan kreatinin ini dimasukkan ke dalam formula Giusti Hayton. Formula ini sebenarnya dipakai pada pasien
gagal ginjal, namun karena pada pasien lanjut usia juga terjadi penurunan fungsi ginjal maka formula ini dapat dipakai.
G = ( 1-fR ) x (1- Kl kreatinin pasien )
Kl kreatinin normal
G = Faktor penyesuaian dosis.
fR = fraksi obat yang diekskresi utuh oleh urin dari dosis yang bioavailabel
Dosis yang ingin diberikan bisa dihitung dengan cara:


- Dosis per kali pemberian tetap, interval diperpanjang
T = TN x 1/G

- Dosis per kali pemberian diperkecil, interval tetap
D = DN x G

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 5/10 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:22:09 2017 / +0000 GMT

- Cara gabungan kedua cara diatas, yaitu dosis per kali pemberian diperkecil dan interval diperpanjang, asalkan dosis per
satuan waktu sama dengan nilai tersebut pada ginjal normal dikali dengan G.
Perhitungan ini bisa membantu dalam memperkirakan dosis, namun pemeriksaan kadar obat plasma beberapa obat yang relatif
toksik perlu dilakukan seperti digoksin dan antibiotik aminoglikosida. Selain itu, harus diingat bahwa perhitungan tersebut hanya
didasarkan atas penurunan fungsi ginjal penderita yang bersangkutan (berlaku untuk obat-obat yang ekskresinya melalui filtrasi
glomerulus maupun yang melalui sekresi tubulus) dan belum memperhitungkan berbagai perubahan lainnya yang terjadi pada lanjut
usia. Oleh karena itu, perhitungan ini hanya berguna sebagai perkiraan awal yang harus diikuti penyesuaian lebih lanjut sesuai
respons klinik penderita dan/atau kadar plasma obatnya.
Fungsi ginjal adalah suatu kerja yang dinamis, sehingga dosis rumatan perlu diubah sesuai kondisi patologis yang terjadi pada
pasien. Pasien lanjut usia mudah mengalami kerusakan ginjal akibat dehidrasi, gagal jantung kongestif, hipotensi, retensi urin, dan
nefropati diabetikum.
Beberapa obat yang terutama mengalami ekskresi utama di ginjal adalah simetidin, penisilin, litium, obat anti diabetik oral,
pankuronium dan tetrasiklin.
Paru-paru penting dalam ekskresi obat berupa gas. Sebagai akibat berkurangnya kapasitas respiratori dan peningkatan penyakit
paru aktif pada lanjut usia, pemakaian anestesi inhalasi menjadi pertimbangan tersendiri dan bisa diganti dengan anestesi parenteral.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu dan rambut tetapi dalam jumlah kecil sekali sehingga tidak
berarti dalam pengakhiran efek obat.
Tabel 2. Hal-hal yang Mempengaruhi Farmakokinetik Obat pada Lanjut Usia

Parameter farmakokinetik
Perubahan fisiologis
yang berhubungan dengan penuaan
Kondisi/penyakit terkait

Absorpsi

Distribusi

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 6/10 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:22:09 2017 / +0000 GMT

Metabolisme

Ekskresi
Peningkatan pH lambung
Penurunan permukaan absorbsi
Penurunan aliran darah spanknik
Penurunan motilitas saluran cerna

Penurunan output jantung
Penurunan jumlah air tubuh

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 7/10 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:22:09 2017 / +0000 GMT

Penurunan lean mass body
Penurunan albumin serum

Peningkatan a-1 glikoprotein
Peningkatan lemak tubuh
Penurunan massa hati
Penurunan aktivitas enzim

Penurunan aliran darah hati
Penurunan aliran darah ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Penurunan sekresi tubulus
Akloridia
Diare
Gastrektomi
Sindrom malabsorpsi
Pankreatitis

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 8/10 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:22:09 2017 / +0000 GMT

Gagal jantung kongestif
Dehidrasi
Edem atau asites
Gagal hati
Malnutrisi
Gagal ginjal

Gagal jantung kongestif
Demam
Insufisiensi hepar
Keganasan
Malnutrisi
Penyakit tiroid
Infeksi virus atau imunisasi

Hipovolemia
Insufisiensi ginjal

- Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Perubahan-perubahan dari aspek farmakodinamik lanjut usia meliputi
penurunan maupun peningkatan sensitivitas obat dengan reseptor (interaksi obat-reseptor), penurunan jumlah reseptor, kejadian
pasca penangkapan oleh reseptor, serta perubahan mekanisme homeostatis.
Obat menimbulkan serentetan reaksi biokimiawi dari reseptor sampai efektor. Di dalam sel terjadi proses biokimiawi yang
menghasilkan respons selular. Respons ini pada lanjut usia secara keseluruhan menurun. Penurunan ini tidak dapat diprediksi dengan
ukuran-ukuran matematis seperti yang terjadi pada farmakokinetik.
Pada umumnya obat-obat yang cara kerjanya merangsang proses biokimiawi selular intensitas pengaruhnya akan menurun,
misalnya agonis ? untuk terapi asma bronkial diperlukan dosis yang lebih besar, padahal dengan dosis yang besar, efek samping

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 9/10 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:22:09 2017 / +0000 GMT

akan lebih besar pula. Sebaliknya obat-obat yang cara kerjanya menghambat proses biokimiawi selular, pengaruhnya akan menjadi
lebih nyata sekali terlebih-lebih dengan mekanisme regulasi homeostasis yang melemah, efek farmakologi obat dapat sangat
menonjol sehingga toksik, misalnya obat-obat antagonis ? dan antikolinergik.
Secara umum, didapatkan peningkatan kepekaan sistem saraf pusat usia lanjut terhadap psikotropika seperti Morfin,
Benzodiazepin, sebagian besar antipsikotik dan analgesik. Sebaliknya didapatkan penurunan efek obat kardiovaskular terutama
Propanolol karena penurunan sensitivitas reseptor yang terjadi.
Berkurangnya efisiensi mekanisme homeostatik merupakan bagian dari proses menua dengan akibat berkurangnya kemampuan
lanjut usia menetralkan berbagai efek obat sehingga lebih rentan terhadap efek sampingnya. Akibat mundurnya fungsi baroreseptor,
hipotensi postural akibat obat sering terjadi, seperti pada penggunaan diuretika tiazid. Kemampuan termoregulasi juga berkurang
nyata dan hipotermia akibat obat yang disebabkan oleh efek farmakologi langsung atau tak langsung melalui berkurangnya
mobilitas, adalah masalah utama pada usia lanjut. Fenotiazin menimbulkan kesukaran yang nyata dalam hal ini. Jatuh pada lanjut
usia juga dapat disebabkan oleh efek obat pada mekanisme pengendalian sikap tubuh, misalnya kejadian aritmia oleh obat.
Pemeliharaan fungsi intelektual yang normal, pengaturan kadar gula darah dan pengendalian saraf atas fungsi berkemih dan
buang air besar juga menjadi kurang efisien. Akibatnya, meningkatlah kepekaan terhadap efek farmakologi atau efek samping obat.

Kondisi Patologis
Penderita lanjut usia biasanya menderita beberapa penyakit sekaligus. Penyakit-penyakit ini biasanya bersifat kronis seperti
gagal jantung/gagal ginjal, hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, diabetes, artritis,
osteoporosis, katarak demensia dan sebagainya. Selain itu, masih ada lagi komplikasi dari berbagai penyakit yang diderita. Dari
uraian ini, dapat dilihat bahwa lanjut usia memerlukan obat-obat yang di antaranya memiliki batas keamanan yang sempit seperti
digitalis, anti-aritmia, antidiabetik oral, antipsikotik dan lain-lain. Hendaknya diingat bahwa kadang terjadi perubahan respons
terhadap penyakit sehingga memungkinkan diagnosa dan pengobatan yang keliru dengan segala akibatnya. Salah satu contoh adalah
keluhan-keluhan psikis yang sering muncul sebagai gejala penyakit somatis.
Diantara penyakit-penyakit yang sering diderita lanjut usia, yang dapat mempengaruhi respons terhadap obat adalah:

- Penyakit yang menurunkan aliran darah ke organ, diantaranya adalah gagal jantung kongestif (cardiac heart failure/CHF).
Pada pasien CHF terjadi pengurangan luasnya distribusi obat seperti lidokain, digoksin dan teofilin sehingga dosis awal
obat-obat tersebut harus dikurangi paling sedikit 1/3nya. Berkurangnya aliran darah pada hepar akan mengurangi
metabolisme obat-obat seperti Propanolol, Lidokain dan Morfin. Pada ginjal, berkurangnya aliran darah akan mengurangi
ekskresi obat-obat dengan klirens tinggi di ginjal, terutama obat yang tidak hanya difiltrasi oleh glomerulus tetapi juga
disekresi aktif oleh tubulus ginjal, seperti Penisilin dan Neostigmin.
- Penyakit hati, dibedakan antara penyakit hepar yang kronik seperti sirosis hepatis dan yang akut seperti hepatitis viral akut.
Pada penyakit hati kronik terjadi penurunan aliran darah hepar, penurunan produksi albumin dan penurunan aktivitas intrinsik
enzim-enzim metabolisme sehingga pengurangan dosis obat-obat tertentu yang dimetabolisme maupun terikat albumin perlu
dikurangi seperti Fenitoin dan Warfarin. Berapa besar dosis yang dikurangi diperkirakan dari respons klinik atau monitoring
kadar plasma obat. Pada penyakit hepar akut, aliran darah dapat meningkat dengan aktivitas enzim yang bisa meningkat atau
menurun, kadar albumin plasma tetap atau menurun dengan kadar bilirubin meningkat. Oleh karena itu, klirens obat-obat
dapat meningkat, menurun atau tetap.
Gagal ginjal, jelas mengurangi klirens obat-obat yang bentuk utuhnya atau metabolit aktifnya diekskresi oleh ginjal sehingga dosis
obat perlu diturunkan, terutama obat dengan batas keamanan yang sempit. Besarnya
LINK DOWNLOAD [216.00 KB]

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 10/10 |