BUNYAMIN SMP 1 SLAWI
1
PENINGKATAN KOMPETENSI LISTENING MATERI
COMMAND AND PROHIBITION MELALUI
TEKNIK HOPOSOGA DENGAN MEDIA TALKING CARD
Oleh : Bunyamin
Guru UPTD SMP N 1 SLAWI
Jl. Prof. Muh. Yamin No. 32 Slawi Kab. Tegal
[email protected] Person 081542180902
ABSTRACT
This research is aimed to know whether the Hoposoga technique and
Talking Card media could enhance the students’ listening competence and
their learning activity. The method used in this research was classroom
action research which consisted of two cycles. Every cycle consisted of
planning, acting, observing and reflecting. The technique of data collection
was conducted by conducting the test, observation and questionarie. The
subject of this research was the whole students of VII-7 consisting of 25
students. Based on the data analyze, it’s known that there was significant
enhancement in the students’ listening competence and their activity. The
mean of the students’ listening competence increased from 64,32 in the
pre cycle, 72 in the first cycle and 78,40 in the second cycle. The
percentage of students’ positive responds toward the teaching-learning
process increased from 42,40 % in the pre-cycle and 68 % in the first
cycle, and 76,80 % in the second cycle. Meanwhile, the percentage of
students’ activeness increased from 76 % in the first cycle to 96 % in the
second cycle.
Keyword: Teknik Hoposoga, media Talking Card, kompetensi listening
dan aktivitas siswa.
Sebagai guru yang baru dimutasi ke RSBI, peneliti benar-benar dikejutkan
dengan kemampuan siswa di kelas yang masih asing dengan ungkapan-ungkapan
bahasa Inggris. Padahal, penulis seringkali berasumsi bahwa anak-anak RSBI
merupakan anak-anak pilihan yang mempunyai kecerdasan intelegensi (IQ) cukup
tinggi dibandingkan
siswa di sekolah-sekolah reguler lain. Setelah penulis
meminta pendapat dari rekan sejawat, mereka juga mengalami hal yang sama.
Rekan guru bahasa Inggris yang mengajar di kelas VII-1 dan VII-2, yaitu Ibu
Amalia, S.Pd. dan kelas VII-3, VII-4,VII-5 dan VII-6, Ibu Tut Wuri Handayani,
S.Pd mempunyai pendapat yang sama dengan penulis. Peneliti mengalami banyak
kendala dalam menerapkan scaffolding talk (bahasa Inggris untuk tujuan
2
pembelajaran di kelas) untuk siswa kelas VII khususnya. Padahal, seminggu
sebelum siswa sekolah reguler masuk sekolah, yaitu di saat liburan panjang para
siswa kelas VII RSBI SMP Negeri 1 Slawi sudah diberi matrikulasi khusus bahasa
Inggris tujuan pembelajaran di kelas.
Bahasa guru yang sering didengar anak selama kegiatan berlangsung
diharapkan dapat menjadi model bahasa interaksi yang diperlukan dalam kelas
maupun di luar kelas. Tanpa adanya teacher talk atau scaffolding talk yang
memperlihatkan bagaimana bahasa Inggris digunakan dalam konteks sehari-hari
sulit diharapkan siswa akan memiliki kompetensi komunikatif yang memadai
(Depdiknas,2004:109).
Kondisi di lapangan mengatakan bahwa ketika peneliti mulai menerapkan
bahasa Inggris sebagai bahasa untuk mengelola kelas sebagian besar siswa belum
bisa merespon perintah dan larangan guru dengan baik. Contohnya, pada saat guru
ingin menyuruh siswa untuk membuka buku halaman X, sebagian siswa masih
belum bisa merespon bahasa lisan yang diungkapkan guru padahal bahasa yang
digunakan oleh guru termasuk bahasa yang mudah. Sebagian besar siswa tampak
bingung dan belum terbiasa dengan ungkapan-ungkapan tersebut. Hal ini juga
berdampak pada rendahnya kompetensi listening siswa yang dibuktikan dengan
dokumentasi data nilai ulangan harian dengan rata-rata 66. Nilai rata-rata tersebut
tergolong rendah karena KKM untuk mata pelajaran bahasa Inggris di kelas VII-7
adalah 75.
Berdasarkan kasus di atas peneliti mengadakan refleksi dan meminta
pendapat dari beberapa teman sejawat untuk memperbaiki proses pembelajaran
dan meningkatkan kompetensi listening siswa kelas VII. Di antara kendalakendala yang dihadapi siswa adalah sebagai berikut: Siswa tinggal di lingkungan
yang belum terbiasa mendengarkan ungkapan-ungkapan bahasa Inggris baik dari
guru bahasa Inggris, guru non bahasa Inggris maupun teman-teman sekelasnya. Di
samping itu, sebagian besar siswa masih merasa malu, tidak berani untuk
mengungkapkan pendapat, perintah, dan larangan dalam bahasa Inggris meskipun
dengan temannya sendiri.
3
Atas dasar refleksi di atas, peneliti mengambil tindakan-tindakan untuk
mengatasi kendala-kendala tersebut dalam merespon ungkapan-ungkapan yang
dituturkan oleh guru, khususnya ungkapan perintah dan larangan yang meluas ke
beberapa kosa kata yang berkaitan dengan materi kelas VII, khususnya.
Metode atau cara konvensional tidak lagi relevan dengan kondisi siswa
kelas VII, karena terbukti satu minggu diajar dengan metode dan teknik
konvensional proses pembelajaran berjalan monoton, pasif, dan membosankan
sehingga berdampak pada rendahnya kompetensi listening dan aktivitas siswa
kelas VII.
Dalam kasus ini dibutuhkan kreativitas dan inovasi guru untuk
menemukan media dan teknik yang sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Gabungan antara teknik dan media yang dapat membiasakan siswa berbicara
sekaligus merespon dengan suasana di kelas yang menyenangkan, serta tidak
mematikan kreativitas peserta didik sangat dibutuhkan.
Untuk mengatasi masalah dan kendala-kendala tersebut peneliti memilih
media Talking Card, yaitu media yang dibuat dari kertas-kertas bekas bungkus
susu Lactogen, Prenagen, Dancow, Chocolatos, obat nyamuk dan lain-lain yang
berisi pesan-pesan singkat dan ditulis oleh siswa sendiri. Selain itu, untuk
menciptakan suasana yang hidup dan menyenangkan media tersebut digunakan
untuk permainan siswa yang digabung dengan lagu Hokey Pokey (selanjutnya
disebut teknik Hoposoga). (Jill, 2002:122).
Peneliti berasumsi bahwa dengan media Talking Card dan teknik
Hoposoga , yang merupakan kepanjangan dari teknik Hokey Pokey Song and
Game para siswa baik sadar maupun tidak terlibat langsung dalam kehidupan
nyata untuk memberi perintah dan larangan sekaligus meresponnya dengan baik.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut: (1). Apakah teknik Hoposoga dengan media Talking Card dapat
meningkatkan kompetensi listening materi command and prohibition siswa kelas
VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011? (2).Apakah
teknik Hoposoga dengan media Talking Card dapat meningkatkan aktivitas siswa
kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011?
4
Adapun penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui apakah teknik Hoposoga
dengan media Talking Card dapat meningkatkan kompetensi listening materi
command and prohibition siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun
pelajaran 2010-2011; (2) Untuk mengetahui apakah teknik Hoposoga dengan
media Talking Card dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas VII-7 SMP N 1
Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum
mengenai sebuah teori yang menyatakan bahwa peningkatan
kemampuan
listening dan aktivitas siswa dapat dilakukan melalui pendekatan kontekstual
dengan teknik Hoposoga dan media Talking Card.
Kompetensi Listening Siswa SMP
Menurut kurikulum 2004, pembelajaran bahasa Inggris di tingkat SMP
untuk kelas VII semester gasal lebih difokuskan pada pengembangan bahasa
Inggris untuk pengantar kegiatan sehari-hari (language accompanying action) dan
kosakata untuk lingkungan sekolah dan rumah (Depdiknas, 2005:6). Oleh karena
itu, guru seyogyanya sebisa mungkin mengatur proses pembelajaran yang dapat
mengarahkan siswa untuk bisa memahami bahasa lisan (menyimak) dan merespon
bahasa yang diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari baik yang diungkapkan
oleh teman sekelas maupun oleh guru-guru di kelas.
Teknik Bernyanyi dan Bermain
Teori tentang teknik bernyanyi dan bermain dikemukakan oleh para pakar
pendidikan. Berikut adalah fungsi dari teknik bernyanyi seperti yang dijelaskan
oleh Montolalu et al (2008:3.23) :1). Meningkatkan kreatifitas dan daya imajinasi;
2). Meningkatkan kecerdasan; 3). Meningkatkan daya ingat.
Sementara itu, teori tentang manfaat teknik bermain juga menjelaskan
bahwa bermain mempunyai arti yang sangat penting. Dapat dikatakan bahwa
setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk bermain sehingga dapat
dipastikan bahwa anak yang tidak bermain-main pada umumnya dalam keadaan
sakit, jasmaniah ataupun rohaniah.
Para pakar mengatakan bahwa bermain
5
mempunyai banyak manfaat bagi anak. Di antara manfaat tersebut seperti yang
dikemukan oleh (Montolalu, 2008: 1.20-1.24) adalah sebagai berikut: 1) bermain
memicu kreativitas anak. 2) bermain bermanfaat mencerdaskan otak. 3) bermain
bermanfaat menanggulangi konflik 4) bermain bermanfaat untuk melatih empati
5)
bermain bermanfaat mengasah panca indera 6)
bermain itu melakukan
penemuan.
Menurut Jean Piaget
(melalui Montolalu et.al 2008:2.19) anak-anak
sesuai dengan usianya mempunyai jenis-jenis permainan tertentu, yaitu sensory
motor play (untuk usia 1 ½-2 tahun) , Symbolic play (2-7 tahun), Social play
games with rules (8-11 tahun) dan games dengan aturan dan olahraga (11 tahun ke
atas).
Siswa kelas VII SMP merupakan anak-anak yang masuk pada usia 11
tahun ke atas, jadi bermain untuk usia anak-anak SMP kelas VII hendaknya
diimbangi dengan aturan-aturan yang disepakati bersama dengan tidak
mengurangi rasa senang dan kreativitas anak-anak sebagai pemain. Dalam
permainan jenis ini dapat ditentukan kelompok pemenang dan kelompok yang
kalah.
Teknik Hoposoga dengan media Talking Card
Dari beberapa teori tentang teknik bernyanyi dan bermain maka dapat
dikatakan
bahwa
keduanya
merupakan
teknik
yang
diterapkan
dalam
pembelajaran untuk menciptakan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan. Salah satu di antara teknik tersebut adalah teknik Hoposoga.
Teknik Hoposoga (kepanjangan dari Hokey Pokey Song and Game)
merupakan gabungan dari teknik bernyanyi
dan bermain. Dalam teknik ini
penulis memilih lagu Hokey Pokey yang diambil dari super simple song untuk
game babak I. Di samping itu, untuk menumbuhkan kreativitas siswa guru juga
memilih lagu yang dianggap mudah dan lebih sederhana tetapi menarik yaitu lagu
Sedang Apa-Sedang Apa, sebuah lagu pramuka yang diubah syairnya dengan
beberapa kalimat perintah sederhana untuk game babak II (lirik lagu bisa dilihat
pada lampiran)
6
Dengan lagu para siswa diajak untuk melafalkan kalimat-kalimat perintah
dalam bahasa Inggris. Sambil bernyanyi para siswa diminta untuk bergerak sesuai
dengan lirik lagu. Dalam pelaksanaannya para siswa dibagi ke dalam beberapa
kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 5 anggota. Setiap kelompok diberi
kesempatan 5 menit untuk bermain di tengah-tengah kelas yang dikelilingi oleh
kelompok lain dalam sebuah lingkaran besar dengan media Talking card. Setiap
anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk membaca dan merespon isi
perintah yang ada dalam Talking card ketika lagu untuk babak II berhenti. (untuk
penjelasan lebih lanjut tentang aturan permainan bisa dilihat pada lampiran).
Dari gambaran di atas, maka dapat dikatakan bahwa teknik Hoposoga
merupakan sebuah model pembelajaran yang dirancang oleh penulis
dengan
memperhatikan karakteristik, komponen dan langkah-langkah pembelajaran yang
menggunakan pendekatan kontekstual. Teknik tersebut sangat memperhatikan
kondisi siswa. Maksud dilaksanakannya pembelajaran dengan teknik Hoposoga
adalah untuk menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan. Teknik ini sangat tepat digunakan untuk
anak-anak seperti
peserta didik yang masih duduk di bangku SD dan siswa SMP.
Teknik Hoposoga dengan media Talking Card merupakan model
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja, bermain dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. (Depdiknas, 2002).
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII-7 SMP Negeri 1 Slawi
yang berjumlah 25 orang. Alasan dipilihnya kelas ini adalah karena peneliti
mendapatkan tugas mengajar di kelas VII-7 yang merupakan kelas untuk siswa
7
yang baru duduk di bangku SMP, sehingga memerlukan kreativitas dan inovasi
guru yang cukup tinggi untuk memotivasi para siswa dalam pembelajaran bahasa
Inggris.
Pelaksanaan tindakan ini dilakukan dalam empat kali pertemuan yaitu (4 x
40 menit) untuk siklus I pada tanggal 28 Juli dan 2 Agustus 2010 dan (2 x 40
menit) untuk siklus II pada tanggal
4 & 9 Agustus 2010 sesuai dengan Kalender
Pendidikan dan Program Semester.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-7 SMP Negeri 1 Slawi Tahun
Pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 25 orang peserta didik terdiri dari 7 laki-laki
dan 18 perempuan.
Sumber data yang dikumpulkan sebagai analisis berupa data utama dan data
pendukung. Sumber utama berasal dari guru bahasa Inggris kelas VII-7 SMP
Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal berupa buku daftar nilai. Adapun data pendukung
berasal dari teman sejawat berupa lembar observasi.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian yaitu dengan melalui tes, metode
observasi, kuesioner dan dokumentasi. Tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes tentang kompetensi listening materi Command and Prohibition. Metode
Observasi menurut Arikunto (1993:146) observasi adalah kegiatan pemusatan
perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh indera. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa yang diisi
oleh teman sejaawat selama pembelajaran berlangsung. Di samping itu, peneliti
juga menggunakan kuesioner untuk mengetahui respon positif siswa terhadap
pembelajaran listening dengan teknik Hoposoga dan media Talking Card. Peneliti
juga menggunakan dokumen dengan alasan bahwa dokumen selalu tersedia di
sekolah, dokumen merupakan sumber data yang stabil, dan data yang tersedia
bersifat faktual dan realistis. Adapun dokumen yang diteliti dalam penelitian ini
adalah catatan harian guru, lembar kerja siswa, dan buku daftar nilai Siswa kelas
VII-7 SMP Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2010/2011 Semester
Gasal.
8
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini
berupa butir soal yang bertujuan untuk mengetahui pencapaian aspek kompetensi
listening siswa materi Command and Prohibiton.
Lembar observasi digunakan untuk mengamati aktivitas siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Lembar kuesioner digunakan untuk mengetahui
respon positif siswa dalam pembelajaran listening melalui teknik Hoposoga dan
media Talking Card. Adapun Catatan harian guru digunakan untuk mengetahui
kondisi siswa baik kondisi positif maupun negatif selama pembelajaran listening
berlangsung.
Indikator keberhasilan dari penggunaan teknik Hoposoga dengan media
Talking Card pada pembelajaran listening materi Command and Prohibition ini
adalah sebagai berikut : (1). Nilai kompetensi listening materi Command and
Prohibition siswa meningkat dari rata-rata 66 menjadi 76; (2). Berdasarkan hasil
pengamatan, aktivitas siswa mencapai lebih dari 76 % karena mereka terlibat
aktif dalam Hoposoga dengan menggunakan media Talking Card ; (3). Siswa
mempunyai pikiran, perasaan dan pendapat yang positif terhadap pembelajaran
listening dalam penelitian ini dengan rerata hasil kuesioner lebih dari 76 %.
Pelaksanaan tindakan ini dilakukan dalam empat kali pertemuan yaitu (4 x
40 menit) untuk siklus I pada tanggal 28 Juli dan 2 Agustus 2010 dan (2 x 40
menit) untuk siklus II pada tanggal
4 & 9 Agustus 2010 sesuai dengan Kalender
Pendidikan dan Program Semester.
Prosedur penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
tindakan kelas yang terdiri atas dua siklus. Langkah-langkah dalam siklus antara
lain terdiri atas persiapan, tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi diperoleh data kondisi awal
siswa sebagai berikut: (1). Jumlah siswa sebanyak 25 orang yang terdiri dari 7
laki-laki dan 18 perempuan; (2). Tingkat kehadiran siswa selama observasi
9
berlangsung 100%; (3). Hasil ulangan formatif kompetensi dasar listening materi
Command and Prohibition diperoleh rata-rata 64.32; (4). Aktivitas siswa belum
maksimal ditandai dengan sikap pasif peserta didik; (5) Belum muncul sikap
kompetitif karena tidak ada pemecahan masalah dalam kelompok; (6) Rata-rata
hasil kuesioner respon positif siswa terhadap pembelajaran adalah 42.40 %.
Siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan (4 x 40 Menit) yaitu
pada tanggal 28 Juli dan 2 Agustus 2010. Pembelajaran ini merupakan perbaikan
dari pembelajaran sebelumnya yang masih menggunakan model konvensional.
Perbaikan pembelajaran pada siklus I sudah menggunakan strategi
pembelajaran melalui teknik Hoposoga dengan media Talking Card dengan
langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
Guru menyuruh siswa untuk berdo’a kemudian mengecek kehadiran
siswa. Guru memberikan apersepsi dengan berbagai pertanyaan sesuai dengan
materi minggu lalu dan menghubungkannya dengan materi pembelajaran yang
akan dibahas. Guru memotivasi siswa tentang pentingnya kemampuan listening
materi Command and Prohibition.
Sebagai kegiatan inti guru membagi siswa secara heterogen ke dalam lima
kelompok. Guru membagi kertas berisi naskah lagu Hokey Pokey dengan missing
lyrics. Guru menyanyikan lagu Hokey Pokey dengan dua lirik lagu yang berbeda
dan siswa melakukan kegiatan listening mengisi missing lyrics. Siswa tampak
aktif bekerja sama dalam kelompok dalam waktu sekitar tujuh menit.
Pada
kegiatan missing lyrics kompetisi antar kelompok mulai muncul karena guru
memotivasi siswa dengan pemberian skor setiap kelompok. Dari lembar kerja
siswa diperoleh skor tertinggi 80 dan skor terendah 50. Setelah itu, guru
menjelaskan aturan game dengan lagu dan beberapa kartu. Guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk berlatih game sekitar 10 menit dengan lagu
Hokey Pokey dalam kelompok. Kemudian guru memanggil salah satu kelompok
dan dua ketua kelompok lain sebagai time keeper dan pencatat skor untuk
dijadikan simulasi game dengan lagu. Setelah itu, guru memberi kesempatan
kepada setiap kelompok untuk bermain sesuai dengan gilirannya selama 5 menit
setiap kelompok. Saat permainan berlangsung siswa aktif dan terlibat dalam
10
permainan baik sebagai kelompok pemain maupun sebagai kelompok partisipan.
Namun demikian, guru menemukan beberapa siswa yang mengalami kesulitan
dalam merespon pesan kartu karena keterbatasan tempat bermain, media realia
dan gambar yang digunakan siswa dalam merespon perintah dan larangan. Di
samping itu, guru juga menemukan beberapa siswa yang mengalami kesulitan
dalam penguasaan konsep. Setelah semua kelompok mendapatkan giliran untuk
bermain guru mengumumkan pemenang game yaitu kelompok DO-RE-MI
dengan skor tertinggi 1300 dan memberi masukan-masukan tentang game dan
menyimpulkan materi pembelajaran.
Pada akhir pembelajaran guru memberi tes uji kompetensi listening
sebanyak 10 soal yang harus dikerjakan selama 10 menit secara individu.Setelah
itu, memberi tugas rumah dan mengadakan refleksi pembelajaran.
Siklus II dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan (2 x 40 Menit) yaitu
pada tanggal 4 dan 9 Agustus 2010. Sebagai kegiatan awal guru menyuruh siswa
untuk berdo’a dan mengecek kehadiran siswa. Setelah itu, guru memberikan
apersepsi. Guru menyuruh siswa untuk duduk sesuai dengan kelompoknya
masing-masing di atas lantai dengan membentuk lingkaran kecil.
Guru membagi kertas berisi naskah lagu Hokey Pokey dengan missing
lyrics. Guru memutar lagu Hokey Pokey dengan menggunakan laptop
untuk
kegiatan listening mengisi missing lyrics. Pada kegiatan missing lyrics diperoleh
skor tertinggi 91.60 oleh kelompok AKATSUKI dan skor terendah 66 oleh
kelompok STINKY. Setelah itu, Guru menjelaskan aturan game di bagi menjadi
dua babak. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih game dengan
lagu Hokey Pokey dalam kelompok. Siswa tampak lebih antusias berlatih
bernyanyi sambil bergerak memperagakan isi kalimat perintah dan kalimat
larangan yang ada pada teks lagu Hokey Pokey yang baru. Kerja sama antar siswa
dalam kelompok juga semakin tinggi. Setelah itu guru memanggil salah satu
kelompok dan dua ketua kelompok lain sebagai time keeper dan pencatat skor
untuk dijadikan simulasi game babak I dengan lagu.
Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk
bermain sesuai dengan gilirannya selama 3 menit setiap kelompok. Kompetisi
11
antar kelompok semakin tinggi karena hanya ada dua kelompok yang berhak
masuk ke babak II. Guru mengamati jalannya permainan babak I. Seluruh siswa
tampak aktif dan antusias untuk mengikuti jalannya game babak I. Setelah babak I
berakhir, guru mengumumkan pemenang game dengan skor tertinggi 900 yaitu
kelompok DO-RE-MI dan kelompok STINKY dengan skor 800. Kemudian guru
melanjutkan Hoposoga babak II. Di saat Hoposoga berlangsung guru masih
mendapatkan dua siswa yang tampak bingung dalam merespon kalimat perintah
dan larangan. Namun demikian, jumlah siswa yang mengalami kendala jauh lebih
sedikit dibanding dengan siklus I.
Guru mengumumkan pemenang game dan memberi masukan-masukan
tentang game serta menyimpulkan materi pembelajaran. Setelah itu, guru memberi
tes uji kompetensi listening sebanyak 10 soal yang harus dikerjakan selama 10
menit secara individu.
Pembahasan Hasil Penelitian
Instrumen tes yang digunakan adalah tes kompetensi listening materi
command and prohibition yang terdiri dari 10 butir soal lisan untuk direspon oleh
siswa secara tertulis.
Berikut adalah rentang nilai hasil ulangan harian siswa sebelum
dilakukan tindakan.
Tabel 1
No
1.
2.
3.
Rentang Nilai
< 75
75-85
> 86
Jumlah
Jumlah
14
11
0
25
Persentase
56 %
44 %
0%
100
Keterangan
Belum Tuntas
Tuntas
Ketuntasan
Klasikal 44 %
60
40
%
20
0
40-74
75-85
>86
12
Gambar 1. Diagram batang nilai ulangan harian pra siklus.I
Berikut adalah tabel nilai kompetensi listening
materi command and
prohibition setelah diajar melalui teknik Hoposoga dengan media Talking Card.
Tabel 2.
No
1.
2.
3.
R. Nilai
< 75
75-85
> 86
Jumlah
Jumlah
9
12
4
25
Persentase
36 %
48 %
16 %
100
Keterangan
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Klasikal 64 %
50
40
30
20
10
0
%
40-74
75-85
>86
Gambar 2. Diagram batang nilai ulangan harian siklus I
Berikut adalah tabel nilai kompetensi listening
materi command and
prohibition setelah diajar melalui teknik Hoposoga dengan media Talking Card.
Tabel 3.
No
1.
2.
3.
Rentang Nilai
< 75
75-85
> 86
Jumlah
Jumlah
7
8
10
25
Persentase
28 %
32 %
40 %
100
Keterangan
Belum Tuntas
Tuntas
Tuntas
Ketuntasan
Klasikal 72 %
40
30
%
20
10
0
40-74
75-85
>86
Gambar 3. Diagram batang nilai ulangan harian siklus II
13
Dari ketiga diagram tersebut di atas dapat dilihat adanya peningkatan nilai
rata-rata tes kompetensi listening materi command and prohibition dari pra siklus,
siklus I dan siklus II.
Berikut adalah grafik peningkatan nilai rata-rata tes kompetensi listening
siswa kelas VII-7 dari pra siklus, siklus I dan siklus II yang cukup
menggambarkan adanya peningkatan nilai rata-rata.
80
60
%
40
20
0
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
Gambar 4. Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Kompetensi Listening
Data non tes siklus I dan II ini diperoleh dari hasil observasi, buku catatan
harian dan dokumentasi. Berikut merupakan hasil penelitian nontes pada siklus I.
Hasil observasi diperoleh melalui pengamatan selama proses pembelajaran
berlangsung. Dalam penelitian ini aktivitas siswa mengalami peningkatan dari pra
siklus, siklus I dan siklus II berturut-turut adalah dari 50 %, 76 % dan 96 %.
Jika dilihat dari persentase respon positif dari hasil kuesioner maka dapat
dilihat adanya kenaikan respon positif siswa dari 42 % pada pra siklus, 68% pada
siklus I,dan meningkat menjadi 76.8 % pada siklus II.
Catatan harian yang digunakan dalam tindakan siklus I adalah catatan
harian guru. Dari catatan harian guru diperoleh data tentang kendala-kendala
siswa dalam pembelajaran listening melalui teknik Hoposoga dengan media
Talking Card. Di antara kendala-kendala siswa adalah : 1) Sempitnya ruang kelas
untuk Hoposoga, sehingga menyulitkan siswa dalam merespon kalimat perintah
2) Tidak adanya media realia yang bisa membantu siswa untuk merespon kalimat
perintah dan larangan 3) Adanya siswa yang belum terbiasa dengan cara
pengucapan kosa kata, sehingga mempersulit siswa yang harus merespon kalimat
perintah atau larangan.
14
Hasil dokumentasi merupakan bukti autentik dari kegiatan pembelajaran
dengan teknik Hoposoga. Dokumentasi ini berupa foto aktivitas siswa dan peneliti
selama kegiatan penelitian berlangsung.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :
(1). Teknik Hoposoga dengan media Talking Card dalam pembelajaran bahasa
Inggris dapat meningkatkan kompetensi listening materi command and
prohibition siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi tahun pelajaran 2010-2011 semester
gasal; (2). Teknik Hoposoga dan media Talking Card dalam pembelajaran bahasa
Inggris
dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi tahun
pelajaran 2010-2011 semester gasal.
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut: (1). Guru perlu merancang pembelajaran yang baik, meliputi
perencanaan penggunaan teknik dan media pembelajaran yang diperlukan agar
pembelajaran lebih efektif; (2) Guru perlu menggunakan metode, teknik dan
media yang bervariasi selama pembelajaran berlangsung; (3) Perlu diadakan
penelitian lanjutan untuk peningkatan proses pembelajaran.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi, 1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto, Suharsimi 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Renneke Cipta.
Carol. A.Kreidler, 1960. Visual Aids For Teaching English to Speakers of Other
Language. Washington DC : English Teaching Division Information center
Service U.S. Information Agency.
15
Depdiknas 2002. Pendekatan Kontekstual ; Contextual Teaching and Learning.
Jakarta: Direktorat PLP.
Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah. Pedoman Khusus Mata
Pelajaran :Jakarta. Dharma Bhakti.
Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Depdiknas
Hadfield Jill, 2002. Intermediate Communication Games. China. Longman.
Moleong Lexy J, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Montolalu.B.E.F. Cet. Ke-8. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta. Universitas
Terbuka.2008.
Soeparno, 1988. Media Pengajaran Bahasa, Klaten: Intan Pariwara.
Slameto, 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: P.T.
Rineka Cipta.
Suwandi, Sarwiji, 2010. Assesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma
Pustaka.
DAFTAR RIWAYAT PENELITI
Nama
: BUNYAMIN, S.Pd.,M.Hum.
NIP
: 19780109 200501 1005
16
Pangkat / Gol. Ruang : Penata / IIIc
Jabatan
: Guru
Unit Kerja
: UPTD SMP N 1 Slawi Kab. Tegal
Kontak Person
: 081542180902
Slawi, 21 November 2010
Peserta,
BUNYAMIN, S.Pd.,M.Hum.
NIP. 19780109 200501 1005
PENINGKATAN KOMPETENSI LISTENING MATERI
COMMAND AND PROHIBITION MELALUI
TEKNIK HOPOSOGA DENGAN MEDIA TALKING CARD
Oleh : Bunyamin
Guru UPTD SMP N 1 SLAWI
Jl. Prof. Muh. Yamin No. 32 Slawi Kab. Tegal
[email protected] Person 081542180902
ABSTRACT
This research is aimed to know whether the Hoposoga technique and
Talking Card media could enhance the students’ listening competence and
their learning activity. The method used in this research was classroom
action research which consisted of two cycles. Every cycle consisted of
planning, acting, observing and reflecting. The technique of data collection
was conducted by conducting the test, observation and questionarie. The
subject of this research was the whole students of VII-7 consisting of 25
students. Based on the data analyze, it’s known that there was significant
enhancement in the students’ listening competence and their activity. The
mean of the students’ listening competence increased from 64,32 in the
pre cycle, 72 in the first cycle and 78,40 in the second cycle. The
percentage of students’ positive responds toward the teaching-learning
process increased from 42,40 % in the pre-cycle and 68 % in the first
cycle, and 76,80 % in the second cycle. Meanwhile, the percentage of
students’ activeness increased from 76 % in the first cycle to 96 % in the
second cycle.
Keyword: Teknik Hoposoga, media Talking Card, kompetensi listening
dan aktivitas siswa.
Sebagai guru yang baru dimutasi ke RSBI, peneliti benar-benar dikejutkan
dengan kemampuan siswa di kelas yang masih asing dengan ungkapan-ungkapan
bahasa Inggris. Padahal, penulis seringkali berasumsi bahwa anak-anak RSBI
merupakan anak-anak pilihan yang mempunyai kecerdasan intelegensi (IQ) cukup
tinggi dibandingkan
siswa di sekolah-sekolah reguler lain. Setelah penulis
meminta pendapat dari rekan sejawat, mereka juga mengalami hal yang sama.
Rekan guru bahasa Inggris yang mengajar di kelas VII-1 dan VII-2, yaitu Ibu
Amalia, S.Pd. dan kelas VII-3, VII-4,VII-5 dan VII-6, Ibu Tut Wuri Handayani,
S.Pd mempunyai pendapat yang sama dengan penulis. Peneliti mengalami banyak
kendala dalam menerapkan scaffolding talk (bahasa Inggris untuk tujuan
2
pembelajaran di kelas) untuk siswa kelas VII khususnya. Padahal, seminggu
sebelum siswa sekolah reguler masuk sekolah, yaitu di saat liburan panjang para
siswa kelas VII RSBI SMP Negeri 1 Slawi sudah diberi matrikulasi khusus bahasa
Inggris tujuan pembelajaran di kelas.
Bahasa guru yang sering didengar anak selama kegiatan berlangsung
diharapkan dapat menjadi model bahasa interaksi yang diperlukan dalam kelas
maupun di luar kelas. Tanpa adanya teacher talk atau scaffolding talk yang
memperlihatkan bagaimana bahasa Inggris digunakan dalam konteks sehari-hari
sulit diharapkan siswa akan memiliki kompetensi komunikatif yang memadai
(Depdiknas,2004:109).
Kondisi di lapangan mengatakan bahwa ketika peneliti mulai menerapkan
bahasa Inggris sebagai bahasa untuk mengelola kelas sebagian besar siswa belum
bisa merespon perintah dan larangan guru dengan baik. Contohnya, pada saat guru
ingin menyuruh siswa untuk membuka buku halaman X, sebagian siswa masih
belum bisa merespon bahasa lisan yang diungkapkan guru padahal bahasa yang
digunakan oleh guru termasuk bahasa yang mudah. Sebagian besar siswa tampak
bingung dan belum terbiasa dengan ungkapan-ungkapan tersebut. Hal ini juga
berdampak pada rendahnya kompetensi listening siswa yang dibuktikan dengan
dokumentasi data nilai ulangan harian dengan rata-rata 66. Nilai rata-rata tersebut
tergolong rendah karena KKM untuk mata pelajaran bahasa Inggris di kelas VII-7
adalah 75.
Berdasarkan kasus di atas peneliti mengadakan refleksi dan meminta
pendapat dari beberapa teman sejawat untuk memperbaiki proses pembelajaran
dan meningkatkan kompetensi listening siswa kelas VII. Di antara kendalakendala yang dihadapi siswa adalah sebagai berikut: Siswa tinggal di lingkungan
yang belum terbiasa mendengarkan ungkapan-ungkapan bahasa Inggris baik dari
guru bahasa Inggris, guru non bahasa Inggris maupun teman-teman sekelasnya. Di
samping itu, sebagian besar siswa masih merasa malu, tidak berani untuk
mengungkapkan pendapat, perintah, dan larangan dalam bahasa Inggris meskipun
dengan temannya sendiri.
3
Atas dasar refleksi di atas, peneliti mengambil tindakan-tindakan untuk
mengatasi kendala-kendala tersebut dalam merespon ungkapan-ungkapan yang
dituturkan oleh guru, khususnya ungkapan perintah dan larangan yang meluas ke
beberapa kosa kata yang berkaitan dengan materi kelas VII, khususnya.
Metode atau cara konvensional tidak lagi relevan dengan kondisi siswa
kelas VII, karena terbukti satu minggu diajar dengan metode dan teknik
konvensional proses pembelajaran berjalan monoton, pasif, dan membosankan
sehingga berdampak pada rendahnya kompetensi listening dan aktivitas siswa
kelas VII.
Dalam kasus ini dibutuhkan kreativitas dan inovasi guru untuk
menemukan media dan teknik yang sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Gabungan antara teknik dan media yang dapat membiasakan siswa berbicara
sekaligus merespon dengan suasana di kelas yang menyenangkan, serta tidak
mematikan kreativitas peserta didik sangat dibutuhkan.
Untuk mengatasi masalah dan kendala-kendala tersebut peneliti memilih
media Talking Card, yaitu media yang dibuat dari kertas-kertas bekas bungkus
susu Lactogen, Prenagen, Dancow, Chocolatos, obat nyamuk dan lain-lain yang
berisi pesan-pesan singkat dan ditulis oleh siswa sendiri. Selain itu, untuk
menciptakan suasana yang hidup dan menyenangkan media tersebut digunakan
untuk permainan siswa yang digabung dengan lagu Hokey Pokey (selanjutnya
disebut teknik Hoposoga). (Jill, 2002:122).
Peneliti berasumsi bahwa dengan media Talking Card dan teknik
Hoposoga , yang merupakan kepanjangan dari teknik Hokey Pokey Song and
Game para siswa baik sadar maupun tidak terlibat langsung dalam kehidupan
nyata untuk memberi perintah dan larangan sekaligus meresponnya dengan baik.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut: (1). Apakah teknik Hoposoga dengan media Talking Card dapat
meningkatkan kompetensi listening materi command and prohibition siswa kelas
VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011? (2).Apakah
teknik Hoposoga dengan media Talking Card dapat meningkatkan aktivitas siswa
kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011?
4
Adapun penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui apakah teknik Hoposoga
dengan media Talking Card dapat meningkatkan kompetensi listening materi
command and prohibition siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun
pelajaran 2010-2011; (2) Untuk mengetahui apakah teknik Hoposoga dengan
media Talking Card dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas VII-7 SMP N 1
Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum
mengenai sebuah teori yang menyatakan bahwa peningkatan
kemampuan
listening dan aktivitas siswa dapat dilakukan melalui pendekatan kontekstual
dengan teknik Hoposoga dan media Talking Card.
Kompetensi Listening Siswa SMP
Menurut kurikulum 2004, pembelajaran bahasa Inggris di tingkat SMP
untuk kelas VII semester gasal lebih difokuskan pada pengembangan bahasa
Inggris untuk pengantar kegiatan sehari-hari (language accompanying action) dan
kosakata untuk lingkungan sekolah dan rumah (Depdiknas, 2005:6). Oleh karena
itu, guru seyogyanya sebisa mungkin mengatur proses pembelajaran yang dapat
mengarahkan siswa untuk bisa memahami bahasa lisan (menyimak) dan merespon
bahasa yang diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari baik yang diungkapkan
oleh teman sekelas maupun oleh guru-guru di kelas.
Teknik Bernyanyi dan Bermain
Teori tentang teknik bernyanyi dan bermain dikemukakan oleh para pakar
pendidikan. Berikut adalah fungsi dari teknik bernyanyi seperti yang dijelaskan
oleh Montolalu et al (2008:3.23) :1). Meningkatkan kreatifitas dan daya imajinasi;
2). Meningkatkan kecerdasan; 3). Meningkatkan daya ingat.
Sementara itu, teori tentang manfaat teknik bermain juga menjelaskan
bahwa bermain mempunyai arti yang sangat penting. Dapat dikatakan bahwa
setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk bermain sehingga dapat
dipastikan bahwa anak yang tidak bermain-main pada umumnya dalam keadaan
sakit, jasmaniah ataupun rohaniah.
Para pakar mengatakan bahwa bermain
5
mempunyai banyak manfaat bagi anak. Di antara manfaat tersebut seperti yang
dikemukan oleh (Montolalu, 2008: 1.20-1.24) adalah sebagai berikut: 1) bermain
memicu kreativitas anak. 2) bermain bermanfaat mencerdaskan otak. 3) bermain
bermanfaat menanggulangi konflik 4) bermain bermanfaat untuk melatih empati
5)
bermain bermanfaat mengasah panca indera 6)
bermain itu melakukan
penemuan.
Menurut Jean Piaget
(melalui Montolalu et.al 2008:2.19) anak-anak
sesuai dengan usianya mempunyai jenis-jenis permainan tertentu, yaitu sensory
motor play (untuk usia 1 ½-2 tahun) , Symbolic play (2-7 tahun), Social play
games with rules (8-11 tahun) dan games dengan aturan dan olahraga (11 tahun ke
atas).
Siswa kelas VII SMP merupakan anak-anak yang masuk pada usia 11
tahun ke atas, jadi bermain untuk usia anak-anak SMP kelas VII hendaknya
diimbangi dengan aturan-aturan yang disepakati bersama dengan tidak
mengurangi rasa senang dan kreativitas anak-anak sebagai pemain. Dalam
permainan jenis ini dapat ditentukan kelompok pemenang dan kelompok yang
kalah.
Teknik Hoposoga dengan media Talking Card
Dari beberapa teori tentang teknik bernyanyi dan bermain maka dapat
dikatakan
bahwa
keduanya
merupakan
teknik
yang
diterapkan
dalam
pembelajaran untuk menciptakan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan. Salah satu di antara teknik tersebut adalah teknik Hoposoga.
Teknik Hoposoga (kepanjangan dari Hokey Pokey Song and Game)
merupakan gabungan dari teknik bernyanyi
dan bermain. Dalam teknik ini
penulis memilih lagu Hokey Pokey yang diambil dari super simple song untuk
game babak I. Di samping itu, untuk menumbuhkan kreativitas siswa guru juga
memilih lagu yang dianggap mudah dan lebih sederhana tetapi menarik yaitu lagu
Sedang Apa-Sedang Apa, sebuah lagu pramuka yang diubah syairnya dengan
beberapa kalimat perintah sederhana untuk game babak II (lirik lagu bisa dilihat
pada lampiran)
6
Dengan lagu para siswa diajak untuk melafalkan kalimat-kalimat perintah
dalam bahasa Inggris. Sambil bernyanyi para siswa diminta untuk bergerak sesuai
dengan lirik lagu. Dalam pelaksanaannya para siswa dibagi ke dalam beberapa
kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 5 anggota. Setiap kelompok diberi
kesempatan 5 menit untuk bermain di tengah-tengah kelas yang dikelilingi oleh
kelompok lain dalam sebuah lingkaran besar dengan media Talking card. Setiap
anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk membaca dan merespon isi
perintah yang ada dalam Talking card ketika lagu untuk babak II berhenti. (untuk
penjelasan lebih lanjut tentang aturan permainan bisa dilihat pada lampiran).
Dari gambaran di atas, maka dapat dikatakan bahwa teknik Hoposoga
merupakan sebuah model pembelajaran yang dirancang oleh penulis
dengan
memperhatikan karakteristik, komponen dan langkah-langkah pembelajaran yang
menggunakan pendekatan kontekstual. Teknik tersebut sangat memperhatikan
kondisi siswa. Maksud dilaksanakannya pembelajaran dengan teknik Hoposoga
adalah untuk menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan. Teknik ini sangat tepat digunakan untuk
anak-anak seperti
peserta didik yang masih duduk di bangku SD dan siswa SMP.
Teknik Hoposoga dengan media Talking Card merupakan model
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja, bermain dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. (Depdiknas, 2002).
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII-7 SMP Negeri 1 Slawi
yang berjumlah 25 orang. Alasan dipilihnya kelas ini adalah karena peneliti
mendapatkan tugas mengajar di kelas VII-7 yang merupakan kelas untuk siswa
7
yang baru duduk di bangku SMP, sehingga memerlukan kreativitas dan inovasi
guru yang cukup tinggi untuk memotivasi para siswa dalam pembelajaran bahasa
Inggris.
Pelaksanaan tindakan ini dilakukan dalam empat kali pertemuan yaitu (4 x
40 menit) untuk siklus I pada tanggal 28 Juli dan 2 Agustus 2010 dan (2 x 40
menit) untuk siklus II pada tanggal
4 & 9 Agustus 2010 sesuai dengan Kalender
Pendidikan dan Program Semester.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-7 SMP Negeri 1 Slawi Tahun
Pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 25 orang peserta didik terdiri dari 7 laki-laki
dan 18 perempuan.
Sumber data yang dikumpulkan sebagai analisis berupa data utama dan data
pendukung. Sumber utama berasal dari guru bahasa Inggris kelas VII-7 SMP
Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal berupa buku daftar nilai. Adapun data pendukung
berasal dari teman sejawat berupa lembar observasi.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian yaitu dengan melalui tes, metode
observasi, kuesioner dan dokumentasi. Tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes tentang kompetensi listening materi Command and Prohibition. Metode
Observasi menurut Arikunto (1993:146) observasi adalah kegiatan pemusatan
perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh indera. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa yang diisi
oleh teman sejaawat selama pembelajaran berlangsung. Di samping itu, peneliti
juga menggunakan kuesioner untuk mengetahui respon positif siswa terhadap
pembelajaran listening dengan teknik Hoposoga dan media Talking Card. Peneliti
juga menggunakan dokumen dengan alasan bahwa dokumen selalu tersedia di
sekolah, dokumen merupakan sumber data yang stabil, dan data yang tersedia
bersifat faktual dan realistis. Adapun dokumen yang diteliti dalam penelitian ini
adalah catatan harian guru, lembar kerja siswa, dan buku daftar nilai Siswa kelas
VII-7 SMP Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2010/2011 Semester
Gasal.
8
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini
berupa butir soal yang bertujuan untuk mengetahui pencapaian aspek kompetensi
listening siswa materi Command and Prohibiton.
Lembar observasi digunakan untuk mengamati aktivitas siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Lembar kuesioner digunakan untuk mengetahui
respon positif siswa dalam pembelajaran listening melalui teknik Hoposoga dan
media Talking Card. Adapun Catatan harian guru digunakan untuk mengetahui
kondisi siswa baik kondisi positif maupun negatif selama pembelajaran listening
berlangsung.
Indikator keberhasilan dari penggunaan teknik Hoposoga dengan media
Talking Card pada pembelajaran listening materi Command and Prohibition ini
adalah sebagai berikut : (1). Nilai kompetensi listening materi Command and
Prohibition siswa meningkat dari rata-rata 66 menjadi 76; (2). Berdasarkan hasil
pengamatan, aktivitas siswa mencapai lebih dari 76 % karena mereka terlibat
aktif dalam Hoposoga dengan menggunakan media Talking Card ; (3). Siswa
mempunyai pikiran, perasaan dan pendapat yang positif terhadap pembelajaran
listening dalam penelitian ini dengan rerata hasil kuesioner lebih dari 76 %.
Pelaksanaan tindakan ini dilakukan dalam empat kali pertemuan yaitu (4 x
40 menit) untuk siklus I pada tanggal 28 Juli dan 2 Agustus 2010 dan (2 x 40
menit) untuk siklus II pada tanggal
4 & 9 Agustus 2010 sesuai dengan Kalender
Pendidikan dan Program Semester.
Prosedur penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
tindakan kelas yang terdiri atas dua siklus. Langkah-langkah dalam siklus antara
lain terdiri atas persiapan, tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi diperoleh data kondisi awal
siswa sebagai berikut: (1). Jumlah siswa sebanyak 25 orang yang terdiri dari 7
laki-laki dan 18 perempuan; (2). Tingkat kehadiran siswa selama observasi
9
berlangsung 100%; (3). Hasil ulangan formatif kompetensi dasar listening materi
Command and Prohibition diperoleh rata-rata 64.32; (4). Aktivitas siswa belum
maksimal ditandai dengan sikap pasif peserta didik; (5) Belum muncul sikap
kompetitif karena tidak ada pemecahan masalah dalam kelompok; (6) Rata-rata
hasil kuesioner respon positif siswa terhadap pembelajaran adalah 42.40 %.
Siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan (4 x 40 Menit) yaitu
pada tanggal 28 Juli dan 2 Agustus 2010. Pembelajaran ini merupakan perbaikan
dari pembelajaran sebelumnya yang masih menggunakan model konvensional.
Perbaikan pembelajaran pada siklus I sudah menggunakan strategi
pembelajaran melalui teknik Hoposoga dengan media Talking Card dengan
langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
Guru menyuruh siswa untuk berdo’a kemudian mengecek kehadiran
siswa. Guru memberikan apersepsi dengan berbagai pertanyaan sesuai dengan
materi minggu lalu dan menghubungkannya dengan materi pembelajaran yang
akan dibahas. Guru memotivasi siswa tentang pentingnya kemampuan listening
materi Command and Prohibition.
Sebagai kegiatan inti guru membagi siswa secara heterogen ke dalam lima
kelompok. Guru membagi kertas berisi naskah lagu Hokey Pokey dengan missing
lyrics. Guru menyanyikan lagu Hokey Pokey dengan dua lirik lagu yang berbeda
dan siswa melakukan kegiatan listening mengisi missing lyrics. Siswa tampak
aktif bekerja sama dalam kelompok dalam waktu sekitar tujuh menit.
Pada
kegiatan missing lyrics kompetisi antar kelompok mulai muncul karena guru
memotivasi siswa dengan pemberian skor setiap kelompok. Dari lembar kerja
siswa diperoleh skor tertinggi 80 dan skor terendah 50. Setelah itu, guru
menjelaskan aturan game dengan lagu dan beberapa kartu. Guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk berlatih game sekitar 10 menit dengan lagu
Hokey Pokey dalam kelompok. Kemudian guru memanggil salah satu kelompok
dan dua ketua kelompok lain sebagai time keeper dan pencatat skor untuk
dijadikan simulasi game dengan lagu. Setelah itu, guru memberi kesempatan
kepada setiap kelompok untuk bermain sesuai dengan gilirannya selama 5 menit
setiap kelompok. Saat permainan berlangsung siswa aktif dan terlibat dalam
10
permainan baik sebagai kelompok pemain maupun sebagai kelompok partisipan.
Namun demikian, guru menemukan beberapa siswa yang mengalami kesulitan
dalam merespon pesan kartu karena keterbatasan tempat bermain, media realia
dan gambar yang digunakan siswa dalam merespon perintah dan larangan. Di
samping itu, guru juga menemukan beberapa siswa yang mengalami kesulitan
dalam penguasaan konsep. Setelah semua kelompok mendapatkan giliran untuk
bermain guru mengumumkan pemenang game yaitu kelompok DO-RE-MI
dengan skor tertinggi 1300 dan memberi masukan-masukan tentang game dan
menyimpulkan materi pembelajaran.
Pada akhir pembelajaran guru memberi tes uji kompetensi listening
sebanyak 10 soal yang harus dikerjakan selama 10 menit secara individu.Setelah
itu, memberi tugas rumah dan mengadakan refleksi pembelajaran.
Siklus II dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan (2 x 40 Menit) yaitu
pada tanggal 4 dan 9 Agustus 2010. Sebagai kegiatan awal guru menyuruh siswa
untuk berdo’a dan mengecek kehadiran siswa. Setelah itu, guru memberikan
apersepsi. Guru menyuruh siswa untuk duduk sesuai dengan kelompoknya
masing-masing di atas lantai dengan membentuk lingkaran kecil.
Guru membagi kertas berisi naskah lagu Hokey Pokey dengan missing
lyrics. Guru memutar lagu Hokey Pokey dengan menggunakan laptop
untuk
kegiatan listening mengisi missing lyrics. Pada kegiatan missing lyrics diperoleh
skor tertinggi 91.60 oleh kelompok AKATSUKI dan skor terendah 66 oleh
kelompok STINKY. Setelah itu, Guru menjelaskan aturan game di bagi menjadi
dua babak. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih game dengan
lagu Hokey Pokey dalam kelompok. Siswa tampak lebih antusias berlatih
bernyanyi sambil bergerak memperagakan isi kalimat perintah dan kalimat
larangan yang ada pada teks lagu Hokey Pokey yang baru. Kerja sama antar siswa
dalam kelompok juga semakin tinggi. Setelah itu guru memanggil salah satu
kelompok dan dua ketua kelompok lain sebagai time keeper dan pencatat skor
untuk dijadikan simulasi game babak I dengan lagu.
Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk
bermain sesuai dengan gilirannya selama 3 menit setiap kelompok. Kompetisi
11
antar kelompok semakin tinggi karena hanya ada dua kelompok yang berhak
masuk ke babak II. Guru mengamati jalannya permainan babak I. Seluruh siswa
tampak aktif dan antusias untuk mengikuti jalannya game babak I. Setelah babak I
berakhir, guru mengumumkan pemenang game dengan skor tertinggi 900 yaitu
kelompok DO-RE-MI dan kelompok STINKY dengan skor 800. Kemudian guru
melanjutkan Hoposoga babak II. Di saat Hoposoga berlangsung guru masih
mendapatkan dua siswa yang tampak bingung dalam merespon kalimat perintah
dan larangan. Namun demikian, jumlah siswa yang mengalami kendala jauh lebih
sedikit dibanding dengan siklus I.
Guru mengumumkan pemenang game dan memberi masukan-masukan
tentang game serta menyimpulkan materi pembelajaran. Setelah itu, guru memberi
tes uji kompetensi listening sebanyak 10 soal yang harus dikerjakan selama 10
menit secara individu.
Pembahasan Hasil Penelitian
Instrumen tes yang digunakan adalah tes kompetensi listening materi
command and prohibition yang terdiri dari 10 butir soal lisan untuk direspon oleh
siswa secara tertulis.
Berikut adalah rentang nilai hasil ulangan harian siswa sebelum
dilakukan tindakan.
Tabel 1
No
1.
2.
3.
Rentang Nilai
< 75
75-85
> 86
Jumlah
Jumlah
14
11
0
25
Persentase
56 %
44 %
0%
100
Keterangan
Belum Tuntas
Tuntas
Ketuntasan
Klasikal 44 %
60
40
%
20
0
40-74
75-85
>86
12
Gambar 1. Diagram batang nilai ulangan harian pra siklus.I
Berikut adalah tabel nilai kompetensi listening
materi command and
prohibition setelah diajar melalui teknik Hoposoga dengan media Talking Card.
Tabel 2.
No
1.
2.
3.
R. Nilai
< 75
75-85
> 86
Jumlah
Jumlah
9
12
4
25
Persentase
36 %
48 %
16 %
100
Keterangan
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Klasikal 64 %
50
40
30
20
10
0
%
40-74
75-85
>86
Gambar 2. Diagram batang nilai ulangan harian siklus I
Berikut adalah tabel nilai kompetensi listening
materi command and
prohibition setelah diajar melalui teknik Hoposoga dengan media Talking Card.
Tabel 3.
No
1.
2.
3.
Rentang Nilai
< 75
75-85
> 86
Jumlah
Jumlah
7
8
10
25
Persentase
28 %
32 %
40 %
100
Keterangan
Belum Tuntas
Tuntas
Tuntas
Ketuntasan
Klasikal 72 %
40
30
%
20
10
0
40-74
75-85
>86
Gambar 3. Diagram batang nilai ulangan harian siklus II
13
Dari ketiga diagram tersebut di atas dapat dilihat adanya peningkatan nilai
rata-rata tes kompetensi listening materi command and prohibition dari pra siklus,
siklus I dan siklus II.
Berikut adalah grafik peningkatan nilai rata-rata tes kompetensi listening
siswa kelas VII-7 dari pra siklus, siklus I dan siklus II yang cukup
menggambarkan adanya peningkatan nilai rata-rata.
80
60
%
40
20
0
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
Gambar 4. Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Kompetensi Listening
Data non tes siklus I dan II ini diperoleh dari hasil observasi, buku catatan
harian dan dokumentasi. Berikut merupakan hasil penelitian nontes pada siklus I.
Hasil observasi diperoleh melalui pengamatan selama proses pembelajaran
berlangsung. Dalam penelitian ini aktivitas siswa mengalami peningkatan dari pra
siklus, siklus I dan siklus II berturut-turut adalah dari 50 %, 76 % dan 96 %.
Jika dilihat dari persentase respon positif dari hasil kuesioner maka dapat
dilihat adanya kenaikan respon positif siswa dari 42 % pada pra siklus, 68% pada
siklus I,dan meningkat menjadi 76.8 % pada siklus II.
Catatan harian yang digunakan dalam tindakan siklus I adalah catatan
harian guru. Dari catatan harian guru diperoleh data tentang kendala-kendala
siswa dalam pembelajaran listening melalui teknik Hoposoga dengan media
Talking Card. Di antara kendala-kendala siswa adalah : 1) Sempitnya ruang kelas
untuk Hoposoga, sehingga menyulitkan siswa dalam merespon kalimat perintah
2) Tidak adanya media realia yang bisa membantu siswa untuk merespon kalimat
perintah dan larangan 3) Adanya siswa yang belum terbiasa dengan cara
pengucapan kosa kata, sehingga mempersulit siswa yang harus merespon kalimat
perintah atau larangan.
14
Hasil dokumentasi merupakan bukti autentik dari kegiatan pembelajaran
dengan teknik Hoposoga. Dokumentasi ini berupa foto aktivitas siswa dan peneliti
selama kegiatan penelitian berlangsung.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :
(1). Teknik Hoposoga dengan media Talking Card dalam pembelajaran bahasa
Inggris dapat meningkatkan kompetensi listening materi command and
prohibition siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi tahun pelajaran 2010-2011 semester
gasal; (2). Teknik Hoposoga dan media Talking Card dalam pembelajaran bahasa
Inggris
dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi tahun
pelajaran 2010-2011 semester gasal.
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut: (1). Guru perlu merancang pembelajaran yang baik, meliputi
perencanaan penggunaan teknik dan media pembelajaran yang diperlukan agar
pembelajaran lebih efektif; (2) Guru perlu menggunakan metode, teknik dan
media yang bervariasi selama pembelajaran berlangsung; (3) Perlu diadakan
penelitian lanjutan untuk peningkatan proses pembelajaran.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi, 1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto, Suharsimi 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Renneke Cipta.
Carol. A.Kreidler, 1960. Visual Aids For Teaching English to Speakers of Other
Language. Washington DC : English Teaching Division Information center
Service U.S. Information Agency.
15
Depdiknas 2002. Pendekatan Kontekstual ; Contextual Teaching and Learning.
Jakarta: Direktorat PLP.
Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah. Pedoman Khusus Mata
Pelajaran :Jakarta. Dharma Bhakti.
Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Depdiknas
Hadfield Jill, 2002. Intermediate Communication Games. China. Longman.
Moleong Lexy J, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Montolalu.B.E.F. Cet. Ke-8. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta. Universitas
Terbuka.2008.
Soeparno, 1988. Media Pengajaran Bahasa, Klaten: Intan Pariwara.
Slameto, 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: P.T.
Rineka Cipta.
Suwandi, Sarwiji, 2010. Assesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma
Pustaka.
DAFTAR RIWAYAT PENELITI
Nama
: BUNYAMIN, S.Pd.,M.Hum.
NIP
: 19780109 200501 1005
16
Pangkat / Gol. Ruang : Penata / IIIc
Jabatan
: Guru
Unit Kerja
: UPTD SMP N 1 Slawi Kab. Tegal
Kontak Person
: 081542180902
Slawi, 21 November 2010
Peserta,
BUNYAMIN, S.Pd.,M.Hum.
NIP. 19780109 200501 1005