PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BEK (1)

PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM KONSEP GOOD
GOVERNANCE TAHUN 2013
Furqanda Labarza
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Penelitian yang berjudul Pembangunan Ruang Terbuka Kota Bekasi Dalam Konsep Good
Governance Tahun 2013 menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk mengetahui
strategi yang dilakukan pemerintah Kota Bekasi dalam membangun ruang terbuka hijau di
Kota Bekasi serta relasi dengan swasta dan juga LSM dalam konsep Good Governance Selain
itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui relasi antara pemerintah, swasta dan LSM
dalam membentuk konsep ideal pembangunan ruang terbuka hijau.
Pemerintah Kota Bekasi dalam menjalankan strategi pembangunan ruang terbuka hijau
melaksanakan langkah-langkah sesuai dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Good
Governance strategi yang dilakukan pemerintah adalah untuk memaksimalkan lahan yang
terbatas dengan pembangunan ruang terbuka hijau yang efektif dan efisien dengan
melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat dan swasta. Dalam rangka pembentukan konsep
ideal yang efektif dan efisien pemerintah memberdayakan LSM dan sweasta dalam
pembentukan konsep ruang terbuka hijau namun otoritas dalam menentukan konsep ruang
terbuka hijau di Kota Bekasi tetap ditangan pemerintah Kota Bekasi.
Kata Kunci : Good Governance, Ruang Terbuka Hijau, Pembangunan Berkelanjutan


ABSTRACT
Furqanda Labarza (2015). Political Science Program Faculty of Social and Political
Sciences, University of Brawijaya. Good Governance Practices in Green Open Space
Development Bekasi City Supervisor Mara'tul Mahmudah 2013. Period, SIP M.SI and
Realina Akbar, S.IP. M.IP.
The study, entitled Development of Bekasi City open space in the Concept of Good
Governance in 2013 using a qualitative method aims to determine strategies government of
Bekasi in building a green open space in the city of Bekasi and relations with the private
sector and NGOs in the concept of Good Governance In addition, this study aims to
determine the relationship between government, private sector and NGOs in shaping the ideal
concept of green open space development.
Bekasi City Government in implementing development strategies of green open space
implementing measures in accordance with the principles of good governance contained in
the government's strategy is to maximize the limited land with green open space development
of effective and efficient by involving NGOs and private . In order to establish the ideal
concept of effective and efficient government and private empower NGOs in the formation of
the concept of green open space, but the authorities in determining the concept of green open
space in the city of Bekasi remains with the City of Bekasi.
Keywords: Good Governance, Green Open Space, Sustainable Development


PENDAHULUAN
Pembangunan infrastruktur di Indonesia hingga saat ini terus dilakukan dengan tujuan
memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh rakyat Indonesia. Namun ditengah
pembangunan infrastruktur yang begitu banyak dilakukan oleh pemerintah Indonesia harus
tetap memperhatikan aspek lingkungan dan tata ruang wilayah dalam setiap produk sistem
politik pembangunan yang notabene sudah menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi dan pemegang kontrol tertinggi, karena kedua hal tersebut,
yaitu aspek lingkungan dan tata ruang sangat berpengaruh terhadap proses sistem politik
pembangunan secara menyeluruh.
Mengingat dari berbagai sumber yang penulis temukan bahwa pembangunan di
Indonesia sendiri banyak sekali yang tidak memperhatikan dampak lingkungan dalam
menyusun sebuah pembangunan tata ruang di suatu wilayah. Dalam menyusun pembangunan
fisik tata ruang wilayah harus memasukan aspek lingkungan dalam menyusun sebuah tata
ruang wilayah, RTH sebagai aspek pelayanan dasar terhadap masyarakat 1 sebagai sebuah
konsepsi penyeimbang antara pembangunan fisik tata ruang wilayah dan aspek lingkungan
harus dimasukan dalam pengambilan keputusan mengenai pembangunan tata ruang wilayah
sebagai langkah untuk mengantisipasi dampak negatif lingkungan.
Berdasarkan hal yang dijelaskan diatas, mengingat pentingnya Ruang Terbuka Hijau
yang selanjutnya disingkat RTH dalam pembangunan tata ruang wilayah maka pemerintah
pusat menggalakan sebuah program penyediaan RTH sebesar 30 persen. Penyediaan 30

persen ini memang bukan sembarangan karena pemerintah pusat melihat fenomena
pembangunan yang mempengaruhi kondisi 7E (Ekologi, Ekonomi, Energi, Employment,
Equity, Etika, dan Estetika).yang ada2 maka pemerintah berfokus untuk meningkatkan

1Sumber : Draft Peraturan Pemerintah Mengenai Standar Pelayanan Perkotaan
2ovantheman, RTH, http://ovantheman.blog.co.uk/2011/07/21/seiring-dengan-pesatnya-pembangunan-disegala-bidang-khususnya-di-wilayah-11514404/ diakses 21 juli 2011 pukul 07.27 wib

kembali fungsi ekologis di di wilayah perkotaaan. Pemerintah pusat menerapkan ketentuan
ini kepada setiap kepala daerah di Indonesia untuk terus meningkatkan fungsi ekologi,
terutama RTH sebagai pelayanan kebutuhan dasar kepada masyarakat.
Kota Bekasi sebagai salah satu kota besar di Indonesia dan salah satu Kota dengan
konsep barang dan jasa, berdasarkan jumlah kuota penduduk untuk disebut sebagai kota
besar. Berdasarkan undang-undang dan peraturan menteri dalam negeri yang sudah
ditetapkan maka Pemerintah Kota Bekasi wajib memenuhi ketentuan kuota 30% tersebut.
Mengingat, kota bekasi sebagai kota penyangga Ibukota sudah menjadi barang tentu kota
bekasi harus menyeimbangkan pembangunan dengan Ibukota Jakarta dalam segi infrastruktur
dan ekonomi. Tercatat berdasarkan data dari web resmi Pemerintah Kota Bekasi bahwa
tercatat dalam tahun ini saja pembangunan infrastruktur Kota Bekasi akan membenahi sekitar
2300 proyek pembangunan3. Seperti yang dijelaskan bahwa pembangunan infrastruktur di
Indonesia saat ini, tidak terkecuali kota bekasi sangat mempengaruhi fungsi ekologis yang

ada.. Sebagai contoh Kota Bekasi tahun 2013 saja sudah membangun sebuah jembatan
terpanjang di Kota Bekasi serta mall terbesar di Kota Bekasi untuk memberikan pelayanan
yang terbaik terhadap masyarakat, namun disamping akan memberikan pelayanan terbaik
terhadap masyarakat penyediaan RTH sangatlah penting.
Oleh karena itu pemerintah Kota Bekasi dalam mewacanakan penerapan RTH di Kota
Bekasi mengatur dalam peraturan daerah Kota Bekasi nomer 10 tahun 2011 tentang
kebersihan, keindahan dan ketertiban. Di dalam perda tersebut diatur jelas mengenai RTH
bahwa pemanfaatan RTH di Kota Bekasi selain untuk keperluan mengurangi dampak
lingkungan akibat pembangunan harus dilakukan sesuai dengan izin pemerintah 4, ini
merupakan sebuah itikad baik dari pemerintah kota bekasi untuk melindungi RTH di kota

3www.Bekasikota.org
4Sumber : Peraturan daerah nomer 10 tahun 2011 tentang keindahan, ketertiban dan kebersihan Kota Bekasi

bekasi sebagai amanat untuk turut serta membantu pemerintah pusat dalam meningkatkan
kembali fungsi-fungsi ekologi terutama di wilayah perkotaan.
Pemerintah Kota Bekasi dalam penerapan RTH tidak dapat bekerja sendirian, menurut
pemerintah Kota Bekasi bahwa kuota RTH sebesar 30 persen bukanlah hanya tanggung
jawab dari pemerintah Kota Bekasi saja namun 30 persen dari kuota keseluruhan, karena
berdasarkan Undang-Undang dijelaskan bahwa pembagian kuota RTH sangat jelas yaitu 20

persen untuk publik dan 10 persen untuk privat. Berarti bahwa terdapat pembagian yang jelas
disana bahwa swasta dalam pembangunan infrastruktur di Kota Bekasi harus turut membagi
10 persen dari total 30 persen kuota RTH yang harus dipenuhi. Sebagai contoh bahwa di Kota
Bekasi terdapat pihak swasta yang turut serta membangun infrastruktur, dan hal tersebut
disambut baik oleh pemerintah Kota Bekasi. Pembangunan

jembatan layang oleh

Summarecon (pengembang) bahwa jembatan layang tersebut bernilai 200 miliar dan
jembatan tersebut dibiayai oleh Summarecon sepenuhnya namun jembatan tersebut menjadi
aset milik Kota Bekasi sepenuhnya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai
tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode penelitan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk membuat gambaran
atau memberikan informasi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat
– sifat, serta hubungan antar fenomena yang tengah diselidiki.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti melakukan sebuah penelitian di Kota Bekasi
berkaitan dengan penerapan Kebijakan Pembangunan RTH Kota Bekasi serta peran
kelompok kepentingan dalam hal ini peran swasta sebagai kelompok kepentingan. Kota

Bekasi dikenal sebagai kota penyangga Ibukota memiliki pemerintahan yang terus
mendukung pembanunan kotanya terutama pembangunan fisik Kota Bekasi. Maka dari itu,

penulis memilih Kota Bekasi sebagai fokus penelitian. Fokus lokasi yang akan dijadikan
tempat penelitian yaitu dinas tata kota, dinas lingkungan hidup, LSM Sapulidi Kota Bekasi,
PT. Summarecon Bekasi yang memiliki kaitan dengan penerapan Pembangunan RTH Kota
Bekasi
Fokus penelitian merupakan bagian yang paling penting dalam sebuah penelitan,
pasalnya melalui fokus penelitian peneliti akan membatasi masalah yang akan diteliti. Fokus
penelitian juga ditujukan agar penelitian ini bisa lebih terarah dan lebih terperinci serta tidak
menyimpang dari rumusan masalah yang ditetapkan diawal. Berdasarkan uraian tersebut,
maka fokus dalam penelitian ini adalah terkait pada sistem relasi terkait pembangunan RTH
Kota Bekasi periode 2013 yang melibatkan segitiga Governance.
Informan kunci dalam penelitian ini adalah anggota dari Dinas Tata Kota Bekasi yang
berwenang mengkoordinasikan dinas-dinas terkait dalam perencanaan dan pembangunan
ruang terbuka hijau Kota Bekasi. Kemudian untuk Informan pendukung penulis mengambil
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bekasi sesuai dengan bidangnya dalam proses
sosialisasi mengenai ruang terbuka hijau. Summarecon Kota Bekasi dan Juga LSM Sapulidi
juga merupakan informan yang direkomendasikan oleh informan sebelumnya untuk mengkaji
mengenai relasi dari segitiga Governance. Pemilihan informan ini dilakukan agar penelitian

berjalan dengan efektif, sistematis dan efisien. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode purposive dengan pemilihan informan secara terstruktur. Dalam penelitian ini penulis
membagi atas informan kunci dan informan pendukung.
a. Informan Kunci
Dalam penelitian ini yang termasuk kedalam informan kunci adalah dinas tata kota
karena dinas tata kota adalah dinas yang bertanggung jawab dan menjadi koordinator
dalam pembangunan ruang terbuka hijau Kota Bekasi. Adapun yanng diwawancarai
adalah kepala bagian perencanaan dan kepala seksi pengolahan data dinas tata kota.

a.

Informan Pendukung
Dalam penelitian ini yang termasuk kedalam informan pendukung adalah badan
pengelola lingkungan hidup Kota Bekasi sebagai partner yang turut bertanggung jawab
dibawah dinas tata kota. Selain itu untuk menganalisis segitiga Governance penulis
melibatkan pihak swasta yaitu Summarecon Kota Bekasi serta lembaga swadaya
masyarakat Sapulidi yang terletak di Kota Bekasi teknik pengumpulan data
menggunakan tiga hal, yaitu :

a.


Indepth Interview atau wawancara
Mengadakan wawancara langsung dengan responden, dalam hal ini yaitu anggota Dinas
Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, DPRD Kota Bekasi,
LSM terkait, Pengembang (Swasta) di Kota Bekasi yang berkaitan dengan
Pembangunan RTH.

b.

Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan
memperoleh informasi yang berkaitan dengan kebijakan yang ada seperti undang –
undang, peraturan, dokumen resmi. Dengan demikian, dari studi dokumentasi akan
diperoleh gambaran jelas mengenai isi dari substansi kebijakan yang ada

b.

Studi Literatur
Studi literatur merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang bertujuan untuk
mencari referensi teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan.

Selain itu, studi literatur juga dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang berkaitan
dengan suatu fenomena maupun gambaran jelas mengenai isi dan substansi yang dapat
digunakan untuk menganalisis suatu permasalahan.
Analisis data bertujuan untuk menganalisis berlangsungnya proses fenomena sosial

dan memperoleh sebuah gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut serta menganalisis

makna yang ada dibalik informasi, data dan proses suatu fenomena sosial. Setiap data yang
nantinya didapat dari penelitisn di lapangan akan dianaliss mendalm. Adapun teknik analisa
data pada penelitian ini mengacu pada konsep interactive model oleh Miles dan Huberman5,
yaitu :
1.

Reduksi data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus-menerus dalam penelitian kualitatif.
Dengan reduksi data, peneliti dapat memilih data yang dikode, dibuang, pola mana
yang meringkas sebagian data yang tersebar, dan cerita yang sedang berkembang sesuai
dengan kebutuhan penelitian tentang Pembangunan Ruang Terbuka Hijau dalam

Konsep Good Governance Tahun 2013.

2.

Penyajian Data
Data yang telah didapatkan dan disusun sehingga mampu untuk dibuat sebuah
kesimpulan. Pada penelitian kualitatif penyajian data berupa teks naratif termasuk data
yang berupa angka diuraikan dalam bentuk kata dan kalimat

3.

Menarik Kesimpulan
Menarik kesimpulan merupakan salah satu kegiatan dari konfigurasi penelitian yang
utuh. Selama penelitian berlangsung, verifikasi juga dilakukan untuk tinjauan ulang
pada catatan-catatan lapangan, ide-ide baru yang melintas di pikiran atau dilakukannya
peninjauan kembali hasil penelitian. Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil
dari data yang didapatkan dari Dinas Tata Kota sebagai objek penelitian dan juga dari
teori yang digunakan sehingga dapat menarik kesimpulan yang sesuai dengan alur
penelitian


5Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, (jakarta;UI PRESS,2009) hlm. 16

PEMBAHASAN
Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bekasi tahun 2013 merupakan
momentum yang sangat baik di Kota Bekasi, Kota Bekasi terus membangun infrastuktur di
Kota Bekasi juga dibarengi dengan dibutuhkanya aspek lingkungan di setiap pembangunan di
Kota Bekasi. Ruang Terbuka Hijau di Kota Bekasi merupakan salah satu aspek lingkungan
yang terpenting oleh karena itu dalam bahasan dibawah akan membahas mengenai strategi
pemerintah dalam membangun Ruang Terbuka Hijau di Kota Bekasi serta keterlibatan dan
relasi segitiga Governcance, yaitu : LSM, Swasta dan Pemerintah dalam membangun Ruang
Terbuka Hijau di Kota Bekasi dengan menggunakan dua teori, yaitu : Produksi ruang dan
Good Governance.
a.

Good Governance
Tata Pemerintahan merupakan suatu mekanisme interaksi para pihak terkait yang

berada di lembaga pemerintah, lembaga legislatif dan masyarakat, baik secara pribadi
maupun kelompok untuk bersama-sama merumuskan berbagai kesepakatan yang berkaitan
dengan manajemen pembangunan dalam suatu wilayah hukum atau administratif tertentu.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, pihak yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan di daerah memerlukan dasar atau prinsip Tata Pemerintahan daerah yang baik,
yang dapat menjadi acuan bagi tercapainya tujuan pemberian otonomi yang mempunyai
fungsi :
a.

Peningkatan pelayanan aparatur pemerintah di daerah dan peningkatan kesejahteraan

b.

masyarakat,
Pengembangan kehidupan demokrasi, peningkatan rasa kebangsaan, keadilan,

c.

pemerataan, dan kemandirian daerah serta,
Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Dalam publikasi yang diterbitkan oleh sekretariat Partnership for Governance

menyebutkan bahwa good governance is a concensus reached by government, citiziens and

the private sector for the adminstration of country or state. Artinya, kepemerintahan yang
baik itu adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama
oleh pemerintah, masyarakat madani dan sektor swasta. Karena itu, untuk terwujudnya
kepemerintahan yang baik, diperlikan dialog antara pelaku-pelaku penting dalam negara agar
semua pihak merasa memiliki tata pengaturan tersebut. Tanpa kesepakatan yang dilahirkan
dari dialog ini, kesejahteraan tidak akan tercapai karena aspirasi politik maupun ekonomi
rakyat tersumbat
Dalam teori Good Governance ini penulsi mengambil kriteria pemerintahan yang baik
oleh Osborne karena penulis nilai relevan untuk menjelaskan mengenai pembangunan ruang
terbuka hijau Kota Bekasi dan penulis nilai hal ini relevan untuk menjabarkan hubungan
antara pemerintah Kota Bekasi, swasta dan komunitas masyarakat. Berikut paparan kriteria
tata kelola pemerintahan yang baik menurut Osborne :
a.

Katalik
Pemerintah Kota Bekasi harus lebih banyak mengarahkan daripada mengerjakan sendiri
(steer rather than row)Dalam hal pelayanan publik, pemerintah hanya menyediakan
tetapi tidak menyelurkanya sendiri secara langsung.

b.

Memberdayakan Komunitas
Pemerintah harus mampu mendorong kelompok-kelompok lokal untuk mengatasi
masalahnya sendiri. Birokrasi pemerintah tidak perlu mendikterkan solusi yang

c.

bersifat birokratik.
Lebih Kompetitif tidak memonopoli
Pemerintah meredegulasi atau menswastakan aktivitas yang mampu dilaksanakan oleh
sektor swasta atau organisasi sosial agar lebih efektif dan efisien.

d.

Fokus pada Misi, tak terjerat oleh peraturan

Pemerintah memberi keleluasaan kepada aparatnya untuk menemuka cara terbaik
dalam pelaksanaan tugas.
e.

Orientasi Hasil
Pemerintah harus mampu dan lebih memilih kegiatan yang lebih menghasilkan dan
tidak boleh hanya berfokus kepada input.

f.

Fokus ke pelanggan
Kepentingan warga harus lebih diutamakan daripada kepentingan birokrasi dalam
pelayanan publik.

g.

h.

Menghasilkan uang
Pemerintah harus mengubah orientasinya dari sekedar menghabiskan uang ke
menghasilkan uang.
Antisipatif
Pemerintah harus berinvestasi untuk mencegah munculnya masalah, bukan mengatasi
masalah setelah ia terjadi.

b.

Produksi Ruang
Karya terobosan dalam teori ruang neo-Marxian adalah The Production of space karya

Henry Lefebvre. Dalam the Production of Space Lefebvre membahas mengenai hubungan
alam dengan manusia, yang disiratkan dalam karyanya sebagai buruh. Buruh yang sering
disebutkan

dalam

karyanya

terinspirasi

dari

karya

marxian.

Menurutnya

dalam

perkembanganya jika berbicara mengenai ekonomi politik yang tersirat hanya berdasarkan
tigas aspek, yaitu : Buruh, Produk, dan Produksi. Setiap membicarakan mengenai ekonomi
politik yang terpintas hanyalah bagaimana buruh memproduksi produk6. Sangat tersirat
bahwa pendapat dari marx mengenai ekonomi politik hanya berkutat dalam ketiga hal
6Henry Lefebvre (1991). The Production of space. United Kingdom : Blackwell Publishing, hal 70

tersebut. Lefebvre dalam karyanya Production of Space sedikit mengkritik hal tersebut,
menurutnya harus dapat dibedakan antara produk dan alam serta produksi dengan hal yang
sudah tercipta oleh metode tuhan (Creates). DI dalam memproduksi ruang terdapat 3 hal
diatas atau yang lebih dikenal sebagai Triad spatial, terdiri dari tiga hal, yaitu :
a.

Spatial Practice (Praktek Spasial)
Spatial practice dalam konsepsi ini sebagai proses yang dirasakan oleh masyarakat
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Praktek spasial ini yang sering dikaitkan
mengenai kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat akan suatu produksi akan ruang,
hal ini yang nantinya menjadi bahan untuk pembuat kebijakan dalam menyediakan
ruang bagi masyarakat oleh karena itu spatial practice disebut sebagai perceived space
atau ruang yang dirasakan.

b.

Representation of space
Representation of space adalah bagian design untuk menciptakan sebuah ruang yang
dinaksud adalah setelah mendapat masukan masyarakat dalam ruang yang dibutuhkan
dan ruang yang dirasakan oleh masyarakat, disinilah tempat penentuan terjadinya

c.

pembentukan ruang, akan diarahkan kearah ruang kapitalis atau ruang sosial .
Representational of space
Representational of space adalah hasil dari proses representation of space, setelah dari
hasil yang dihasilkan di representation of space. Hasil dari kelompok kontrol yang
menciptakan sebuah ruang kontrol untuk masyarakat. Hal ini yang nantinya menjadi

sarana kontrol untuk masyarakat melalui ruang, menuju ruang sosial atau kapitalis.
c. Pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota Bekasi Dalam Konsep Good Governance
Tahun 2013
Pemerintah Kota Bekasi di tahun 2013 sedang giat-giatnya melakukan pembangunan
infrastruktur di Kota Bekasi. Tapi terdapat kenyataan lain yang seakan-akan dilupakan oleh
khalayak ramai. Ditengah pembangunan harusnya juga disesuaikan dengan pembangunan
yang berbasis lingkungan sesuai dengan perjanjian dunia tahun 1991 mengenai pembangunan

berkelanjutan. Pembangunan yang mengedepankan lingkungan hidup sebagai momok masa
depan utama yang paling harus diperhatikan. Salah satu perwujudan dari pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan Ruang Terbuka Hijau. Kota Bekasi sebagai salah satu
pelaksana dari UU no. 26 tahun 2007 yang mengatur mengenai penataan ruang yang salah
satu poin di dalamnya mengenai pemenuhan kuota 30% Ruang Terbuka Hijau. Kota Bekasi
juga harus turut melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut dengan rincian 10 %
untuk privat dan 20 % untuk RTH publik. 10 % dari RTH keseluruhan adalah tugas dari
swasta dan pengembang dan 20 % sisanya adalah tugas dari pemerintah Kota Bekasi.
Dalam pembangunan RTH di Kota Bekasi sendiri, pemerintah sebenarnya sudah
merumuskan tugas dalam pembangunan RTH di Kota Bekasi. Di dalam penelitian ini objek
penelitian dari pemerintah adalah dinas tata kota dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bekasi. Dengan tugas :
Pertama, Merencanakan dan Mendata ketersediaan RTH di Kota Bekasi. Merencanakan
sebagai bagaian dari dukungan terhadap RTRW Kota Bekasi yang sudah disepakati oleh
seluruh SKPD yang ada. Sehingga setelah merencanakan sesuai dengan ketentuan setelah itu
membuat sebuah sistem informasi mengenai update terbaru dari jumlah RTH yang tersebar di
Kota Bekasi.
Kedua, Bertugas menyediakan luasan, sebaran dan jenis RTH yang memadai serta memiliki
tugas untuk membangun, memperbaiki dan memelihara RTH publik sebagai salah satu
komponen peningkat daya tampung lingkungan dengan tetap mempertahankan fungsi
ekologis yang diembanya.
Ketiga, Memberikan penyuluhan kepada semua pihak akan pentignya fungsi serta
keberadaan RTH publik dalam suatu kota sehingga komponen in harus selalu menjadi bagian
dari pembangunan suatu kota sejalan dengan itu juga untuk mendorong masyarakat dalam
pengelolaan RTH baik secara perseorangan maupun berkelompok

Sesuai konsep yang dikemukakan oleh Osborne dalam menjabarkan kriteria mengenai
tata kelola pemerintahan yang baik yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi, adalah :
c.

Pemerintah sebagai katalik, dalam hal ini sangat jelas terlihat bahwa pemerintah
didalam melakukan aktivitas hanya sebagai pengarah. Terbukti dari beberapa strategi
yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam melakukan strategi intensifikasi dan perawatan
misalnya, pemerintah dalam hal ini menyadari tidak dapat melakukan sendirian terkait
dengan intensifikasi dan perawatan yang berkelenjutan. Oleh karena itu pemerintah
memberikan kesempatan kepada pihak swasta dalam melakukan intensifikasi lahan,
pemerintah hanya menyediakan lahan yang harus di intensifikasi melalui beberapa
persyaratan yang harus diperhatikan oleh pihak swasta, seperti tanaman apa saja yang
harus ditanam kembali dalam sepetak lahan yang akan di intensifikasi. Dalam masalah
perawatan untuk melakukan sosialisasi mengenai cara perawatan, pemerintah tidak
melakukan sosialisasi tersebut sendirian, pemerintah melimpahkan hal tersebut kepada
LSM untuk mensosialisasikan kepada masyarakat di wilayah yang harus diperhatika
ruang terbuka hijau nya. Pemerintah dalam hal ini hanya memberikan pengarahan

d.

kepada pihak LSM untuk cara dan bahan-bahan apa saja yang akan disosialisasikan.
Pemerintah memberdayakan komunitas, dalam konsepsi mengenai tata kelola
pemerintahan yang baik, pemerintah harus memberdayakan komunitas masyarakat
sebagai bagian dari segitiga governance. Dalam memberdayakan komunitas sejauh ini
pemerintah terlihat dalam melaksanakan strategi pembelian lahan masyarakat yang
potensial untuk dijadikan sebagai ruang terbuka hijau di Kota Bekasi. Dalam
melakukan pembelian, disinilah LSM diberdayakan oleh pemerintah. Pertama-tama hal
yang diberdayakan dari LSM adalah LSM diminta oleh pemerintah dalam mencari titik
potensial lahan kosong yang dapat dibeli untuk kemudian dijadikan ruang terbuka
hijau. Setelah hal tersebut dilakukan oleh pemerintah, pemerintah akan bernegosiasi

dengan pihak perseorangan yang bersangkutan untuk diajak negosiasi mengenai
pembelian lahan tanah, dengan membayar sejumlah uang. Namun terkadang hal
tersebut dalam menentukan sejumlah harga, pemerintah dan masyarakat sangat jarang
menemui kata sepakat. Oleh karena itu pemerintah memberdayakan LSM untuk
menjadi mediator mengenai kesepakatan harga, walau tidak selalu berhasil namun
inilah upaya pemerintah untuk melibatkan komunitas masyarakat dalam kegiatan
e.

pembangunan ruang terbuka hijau.
Pemerintah harus lebih kompetitif dan tidak memonopoli, hal ini terlihat dari strategi
intensifikasi dan perawatan ruang terbuka hijau publik. Kita ketahui bersama bahwa
ruang terbuka hijau publik adalah tanggung jawab pemerintah untuk melakukan
intensifikasi dan perawatan secara rutin, namun dalam hal ini pemerintah Kota Bekasi
memberdayakan pihak swasta dalam hal intensifikasi dan perawatan, hal ini dibuktikan
dari setiap perawatan rutin dan intensifikasi, pemerintah memberdayakan pihak ketiga
untuk melakukan intensifikasi lahan dan perwatan rutin. Untuk hal-0hal teknis

f.

pemerintah memang lebih menyerahkan kepada pihak swasta untuk mengerjakanya.
Pemerintah juga harus lebih berfokus kepada misi ketimbang peraturan, hal ini terbukti
dari yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi. Misi pemerintah Kota Bekasi adalah
untuk menyejaterahkan rakyat, memang secara peraturan mengenai kuota pemenuhan
ruang terbuka hijau sebesar 30 %, pemerintah Kota Bekasi belum mencapai kuota
tersebut. Namun disisi lain pembangunan yang dilakukan oelh pihak swasta juga
memberikan keuntungan untuk pemerintah Kota Bekasi. Hal ini pun yang dilakukan
oelh pemerintah Kota Bekasi. Sehingga pemerintah mengintegrasikan hal-hal yang
berbau lingkungan dan berbau ekonomis, sehingga harapan dari Kota Bekasi adalah

g.

tercapainya kedua hal tersebut secara bersamaan.
Orientasi hasil, sejalan dengan yang penulis jelaskan diatas, bahwa pemerintah lebih
berfokus kepada hasil. Hal ini sangat terlihat dari strategi intensifikasi dan validasi yang
dilakukan oelh pemerintah Kota Bekasi. Pemerintah Kota Bekasi dalam menjalankan

pembangunan ruang terbuka hijau di Kota Bekasi selalu mengharapkan mengenai hasil
yang lebih optimal. Karena itu dalam validasi harus adanya bantuan dari pihak ketiga
dan juga masyarakat untuk memberikan hasil yang valid dan optimal. Oleh karena itu
pemerintah membagi peran antara pemerintah dan juga swasta serta massyarakat,
h.

sebagai pemerintah dengan tata kelola pemerintahan yang baik harus berorientasi hasil.
Pemerintah dalam tata kelola pemerintahan yang baik harus berorientasi kepada
kepuasan masyarakat dalam melakukan pembangunan ruang terbuka hijau Kota Bekasi.
Hal ini pemerintah lakukan dengan melakukan strategi pembelian lahan, pemerintah
disini sebagai pihak yang memimpin Kota Bekasi tidak semena-mena menentukan
harga untuk titik yang akan dijadikan sebagai ruang terbuka hijau. Selalu ada

i.

komunikasi dua arah dari pemerintah dan masyarakat.
Pemerintah dapat menghasilkan uang, melalui kriteria ini penulis melihat pemerintah
melakukanya dalam dua strategi, yaitu pembelian lahan dan pembangunan berbasis
lingkungan. Penulis melihat bahwa peemrintah berfokus untuk mencari keuntungan
kepada swasta, yang pertama adalah peemrintah meminta dana Corporated Social
Responsibility

terkait dengan pebelian lahan, dana tersebut dapat dipakai sebagai

pembagian lahan dan dana awal untuk pembangunan ruang terbuka hijau. Hal ini yang
penulis lihat bahwa pemerintah produktif untuk tersu menghasilkan uang guna dipakai
sebagai dana pembelian dan pembangunan, strategi yang cukup produktif. Selamjutnya
pemerintah dalam rangka mencari pemasukan untuk kas daerah dan juga pembangunan
ruang terbuka hijau, pemerintah memberikan keleluasaan kepada swasta untuk
membangun namun hal tersebut tetap diatur oleh pemerintah melalui pembangunan
yang dilakukan harus sesuai dengan konsep pembangunan ruang terbuka hijau, dan
masyarakat sekitar harus dipekerjakan dalam proyek tersebut. Hal ini yang penulis kira
j.

sebagai cara yang dilakukan pemerintah untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya.
Antisipatif, pemerintah harus melakukan tindakan antisipatif sebelum permasalahan
timbul. Hal ini yang pemulis lihat melalui strategi validasi data yang baik. Validasi data

selain berguna dalam memberdayakan swasta dan amsyarakat, startegi ini dinilai dapat
menjadi tolak ukur strategi pemerintah selanjutnya terkait pembagunan ruang terbuka
hijau. Jadi yang diharapkan adalah tidak terjadinya kesalahan strategi di kemudian hari.
Strategi pemerintah dalam membangun ruang terbuka hijau merupakan langkah yang
diambil dengan melibatkan pihak swasta dan komunitas masyarakat. Hubungan diantara
ketiganya disesuaikan dengan konsep pemerintah yang lebih menekankan kepada pembagian
peran antara pemerintah swasta dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan petikan wawancara
diatas bahwa jumlah ruang terbuka hijau di Kota Bekasi lebih banyak ruang terbuka hiaju
privat ketimbang ruang terbuka hijau publik, ini adalah bukti bahwa pemerintah hanya
sebagai pengarah sedangkan swsta yang lebih melakukan kerja teknis bersama komunitas
masyarakat. Implikasi yang hadir adalah ruang terbuka hijau milik privat sebesar 12 persen
yang notabene lebih ebsar ketimbang ruang terbuka hijau publik dan lebih besar ketimbang
standar yang ditetapkan oelh pemerintah yaitu sebesar 10 persen. Hal ini memeang sesuai
dengan tata kelola pemerintahan yang baik dimana peran pemerintah lebih berkurang,
pemerintah lebih berfokus kepada pengarahan dan pengawasan terhadap swasta dan
komunitas masyarakat
Dalam analisis bagian kedua ini, penulis akan membahas mengenai interpretasi konsep
yang dimiliki oleh masyarakat, pemerintah, dan swasta dalam membanyangkan
pembangunan ruang terbuka hijau di Kota Bekasi. Dalam menjelaskan mengenai konsep
ruang terbuka hijau, penulis akan memakai konsep dasar sistem untuk menjelaskan dan
menggambarkan mengenai konsep ruang terbuka hijau berdasarkan teori Good Governance
dan teori produksi ruang yang dijabarkan oleh Henry Lefebvre.
Dalam input mengenai konsep pembangunan ruang terbuka hijau dari masyarakat,
terdapat konsep integrasi antara ruang belanja, ruang publik dan ruanng terbuka hijau. Hal ini
sesuai dengan teori produksi ruang oleh Hnery Lefebvre, bahwa adanya integrasi antara

social space dan capitalist space dalam pembangunan ruang terbuka hjau di Kota Bekasi.
Kemudian di dalam space of representation LSM dan Swasta sebagai pilar Good Governance
juga mengajukan konsep mengenai ruang terbuka hijau di Kota Bekasi. Sejalan dengan
masyarakat dan LSM bahwa swasta juga menginginkan ruang terbuka hijau yang terintegrasi
dengan arena perbelanjaan, arena bermain dan ruang publik.
Di dalam representational of space, pemerintah sebagai pemangku kebijakan nantinya
akan mengakomodir konsep yang diinginkan oleh pihak swasta dan juga masyarakat. Namun
pemerintah Kota Bekasi sesuai dengan rancangan ruang terbuka hijau di tahun 2013, lebih
mengedepankan hanya menginginkan ruang terbuka hijau hanya dijadikan sebagai fungsi
penyerapan air dan ruang publik tersirat dari hasil wawancara dengan perwakilan pemerintah.
Hal ini tentu tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat dan pihak swasta yang
notabene sebagai pihak yang harus diakomodir.
Sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik bahwa pemerintah memang sebagai
hanya sebagai katalik. Dalam arti hanya sebagai pengarah. Namun dalam menjalankan
konsep dan dalam menciptakan ruang terbuka hijau sesuai keinginan semua pihak, konsep
dari ruang terbuka hijau itu sendiri harus mengakomodir keinginan semua pihak. Namun
dalam hal ini pemerintah masih terlalu memaksakan konsep yang menurut pemerintah paling
benar. Selanjutnya pemerintah memang sudah memberdayakan komunitas melalui LSM
untuk dijadikan sebagai perpanjangan tangan rakyat dalam mengakomodir keinginan dari
rakyat namun hal yang diabwa oleh LSM berdasarkan konsep masyarakat di dalam proses
sebelum terciptanya ruang hanya sebagai hal yang normatif agar LSM tampak seperti
diberdayakan namun secara fungsional komunitas untuk mengakomodir keinginan rakyat
seperti tidak dihiraukan oleh pemerintah sebagai pemangku kebijakan tertinggi dalam
terciptanya ruang. terbuka hijau yang sesuai keinginan di Kota Bekasi.

Pemerintah dalam menjalankan harusnya tidak melakukan monopoli terhadap seluruh
konsep dan design pembangunan ruang terbuka hijau. Jika memang implementasi
pembangunan tidak tersanggupi harusnya pemerintah dapat menswastakan aktivitasnya agar
tercapai satu konsep keinginan bersama antara masyarakat, swasta dan pemerintah dalam
pembangunan ruang terbuka hijau di Kota Bekasi terutama ruang terbuka publik yang
seharusnya mencapai jumlah yang lebih besar dan menjadi tanggung jawab pemerintah untuk
mengelolanya.
Sehingga jika berdasarkan kepada skema sistem yang dijelaskan diatas bahwa timbal
balik yang diharapkan dan didapatkan masyarakat terkait dengan konsep ruang terbuka hijau
yang diharapkan yaitu konsep ruang terbuka hijua yang terintegrasi tidak tercapai. Jadi dapat
ditekankan kembali disini bahwa dalam hal relasi antara tiga elemen Governance, pemerintah
menjalankan kriteria dalam hal melibatkan swasta dan masyarakat hanya secara sturuktural
saja dalam melakukan aktivitas. Namun dalam hal konsep dan perencanaan masyarakat dan
LSM hanya dilibatkan terkait koordinasi perencenaan saja namun ketika hasil dari
perencaanan tersebut dihasilkan, dapat dilihat ternyata hanay ada monopoli konsep dari
pemerintah saja, sehingga dapat penulis katakan disini pemerintah hanya secara normatif
dalam melibatkan swasta dan masyarakat namun di dalam implementasinya hanya konsep
dari pemerintah saja yang terakomodir. Dan timbal balik dari model sistem itu sendiri akan
terus berputar dalam skema yang sama dan tuntutan masyarakat yang sama.
Selain itu menurut tata kelola pemerintahan yang baik pemerintah harusnya berfokus
kepada keinginan rakyat sesuai dengan konsep pembangunan ruang terbuka hijau yang
diinginkan oelh amsyarakat namun kenyataanya adalah pemerintah lebih mendahulukan
kepentingan birokrasi daripada masyarakat. Sehingga tidak tercapainya sebuah konsepsi
penggabungan antara social space dan juga capitalist space seperti yang dikatakan Henry
Lefebvre

KESIMPULAN
Kota Bekasi adalah Kota yang dibangun atas konsep barang dan jasa hal tersebut yang
membuat lahan untuk ruang terbuka hijau di Kota Bekasi sangatlah sedikit. Oleh karena itu
pemerintah melakukan strategi untuk memaksimalkan lahan yang ada sesuai dengan bentuk
yang ideal terus mengusahakan perluasan lahan melalui ruang terbuka non hijua yang tersisa,
selain itu pembangunan yang dilakukan haruslah berkesinambungan antara pembangunan
yang menambah pemasukan untuk APBD dan pembangunan berwawasan lingkungan. Hal ini
dilakukan dengan langkah-langkah, yaitu : Validasi data ruang terbuka hijau, pembelian
lahan, intensifikasi lahan dan pembangunan yang seimbang antara Lingkungan dan
keuntungan yang didapat. Langkah-Langkah yang dilakukan diatas melibatkan LSM dan
pihak swasta dalam mengerjakanya agar strategi yang dilakukan dapat berjalan maksimal.
Relasi yang terjadi antara pemerintah Kota Bekasi, Swasta dan juga LSM dalam rangka
pembangunan ruang terbuka hijau yang maksimal dan memuaskan seluruh pihak. Dengan
kondisi ruang terbuka yang sangat minim haruslah berfokus pada konsep yang ideal dan
efisien. Relasi yang dilakukan untuk pembentukan konsep nantinya akan dijadikan arahan
pembangunan ruang terbuka hijau Kota Bekasi tahun 2013. Dalam pembentukan konsep yang
penulis teliti ditemukan bahwa konsep ideal dari LSM dan swasta adalah ruang terbuka hijau
yang terintegrasi dengan tempat perbelanjaan, sesuai dengan karakteristik masyarakat
metropolitan. Sementara pemerintah mempunyai konsep ruang terbuka hijau sebatas ruang
publik dan ruang untuk menyerap air saja. Dalam dokumen arahan mengenai ruang terbuka
hijau tahun 2013 yang diterbitkan pemerintah Kota Bekasi, arahan konsep pembangunan
ruang terbuka hijau yang terdapat di dokumen tersebut hanya mencakup konsep pemerintah
saja. Hal ini yang menjadikan bukti bahwa partisipasi yang dilakukan oleh LSM dan swasta
dalam pembentukan konsep ruang terbuka hijau masih belum diakomodir oleh pemerintah.
Hal ini menjadi bukti bahwa dalam relasi anatara pemerintahm swasta dan LSM, belum

terlaksananya pembagian peran dalam perencanaan konsep pembangunan ruang terbuka
hijau.
DAFTAR PUSTAKA
Amirin, Tatang (2001) Pokok-Pokok Teori Sistem. Jakarta : Raja Grafindo Persada,
Budiardjo,Miriam.(2010).Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Lefebvre, Henry (2010) The Production Of Space. United Kingdom : Blackwell Publishing,
Lefebvre, Henry (2008)Space and Everyday Life, London : Roudtledge,
Maulana, arief (2011)Cara Instan Menyusun Skripsi. Jakarta : New Agogos
Moeleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan Keempatbelas. Bandung ;
Remaja Rosda Karya, 2006.
Sugandhy, Aca. Hakim, Rustam. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
Berwawasan Lingkungan
Sugiyono.(2010).Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.Bandung:Alfabeta
Syakrani (2009) Implementasi Otonomi Daerah Dalam Perspektif Good Governance.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar,.
Wanggai, Velix V. (2012). Pembangunan Untuk Semua. Jakarta : Indo Multimedia
Communication Group
Winarno, Budi(2011) Kebijakan Publik : Teori, Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta : CAPS

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PESAN IKLAN TEH SARIWANGI DI TELEVISI SWASTA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA IBU-IBU RUMAH TANGGA KOTA JEMBER

8 187 15

STUDI PENJADWALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB) PADA PROYEK PEMBANGUNAN PUSAT PERDAGANGAN CIREBON RAYA (PPCR) CIREBON – JAWA BARAT

34 235 1

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

STUDI PERTUKARAN WAKTU DAN BIAYA PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PERPUSTAKAAN UMUM KABUPATEN PAMEKASAN

5 158 1

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

DIVERSIFIKASI PRODUK MAKANAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS INOVASI DI KOTA BLITAR

4 89 17