BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER 2.1 - Analisis Kinerja Algoritma Suboptimal Handover Pada Sistem Komunikasi Wireless

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER

2.1 Arsitektur Sistem

  Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile

  Communication) dapat dilihat pada Gambar 2.1. Seorang pengguna memakai

  perangkat telekomunikasi yang kemudian disebut sebagai Mobile Station (MS), dimana MS berkomunikasi melalui udara dengan sebuah base station yang kemudian disebut Base Tranceiver Station (BTS) dalam GSM. Sebuah BTS terdiri dari perangkat transmitter dan receiver seperti antena, amplifier dan komponen lainnya yang berhubungan dengan sinyal dan pengolahan protokol. Sebagai contohnya, kode proteksi kesalahan (error protection coding) dilakukan di BTS, dan protokol level link untuk pensinyalan pada jalur radio diputuskan disini.

  [1]

Gambar 2.1 Arsitektur Sistem GSM Untuk menjaga agar ukuran BTS tidak terlalu besar maka bagian kontrol yang penting dilakukan oleh Base Station Controller (BSC). Sebuah BSC terdiri dari fungsi kontrol untuk kanal radio, pengaturan kanal dan pengaturan handover. Umumnya beberapa BTS dikontrol oleh sebuah BSC. Pada prakteknya, BTS dan BSC dikoneksikan melalui hubungan kabel langsung (fixed lines) ataupun hubungan radio point-to-point. BTS dan BSC bersama-sama membentuk Radio

  Access Network (RAN).

  Kumpulan trafik dari pengguna dirutekan melalui sebuah switch, yang disebut juga Mobile Switching Center (MSC). Pada MSC dilakukan pencarian jalur, pengolahan data dan segala fungsi switching dari sebuah node switching pada sebuah jaringan telepon tetap seperti pada jaringan Integrated Services

  Digital Network (ISDN). Perbedaan utama ISDN dan MSC adalah pada MSC

  harus diperhitungkan alokasi dan administrasi dari kanal radio dan mobilitas dari pengguna. Selain itu, sebuah MSC harus menyediakan fungsi tambahan untuk registrasi lokasi pengguna dan handover dari sebuah koneksi apabila pengguna bergerak dari sel yang satu ke sel lainnya.

  Sebuah jaringan seluler dapat memiliki beberapa MSC dengan setiap MSC bertanggung jawab sebagai sebuah bagian dari jaringan contohnya di perkotaan atau daerah metropolitan yang mempunyai trafik padat. Panggilan yang berasal dari jaringan telepon lokal akan ditangani oleh Gateway MSC (GMSC). Bagian yang mengatur hubungan antara jaringan telepon lokal (PSTN) dengan jaringan seluler (ISDN) adalah Interworking Function (IWF) dimana pada bagian ini dilakukan pemetaan protokol dari jaringan seluler dengan jaringan telepon lokal. Sambungan antara MS dengan jaringan internasional dilakukan oleh International

  Switching Center (ISC) dengan negara yang akan dihubungkan.[1]

  Sebuah jaringan GSM juga memiliki beberapa jenis database. Home

  Location Register (HLR) dan Visitor Location Register (VLR) menyimpan lokasi

  terkini dari sebuah MS. Ini diperlukan karena jaringan harus mengetahui dimana posisi sel yang digunakan oleh pengguna untuk membangun panggilan ke BTS yang tepat. Sebagai tambahan, register ini menyimpan profil dari pengguna, yang kemudian digunakan untuk keperluan administrasi dan pencatatan biaya penggunaan dari jaringan. Database lainnya berfungsi untuk tujuan keamanan seperti Authentication Center (AUC) yang menyimpan data yang berhubungan dengan keamanan seperti kunci yang digunakan untuk enkripsi dan autentikasi; Equipment Identity Register (EIR) menyimpan data peralatan.

  Pengelolaan dan manajemen dari jaringan dilakukan di suatu tempat di pusat yang disebut sebagai Operation and Maintenance Center (OMC). Fungsi dari OMC adalah sebagai administrasi dari pengguna, terminal, data pembayaran, konfigurasi jaringan, operasi, pengawasan performa dan pemeliharaan jaringan.

  Bagian OMC bekerja berdasarkan konsep dari Telecommunication Management Network (TMN) yang distandarisasi oleh ITU-T seri M.30.

  Sebuah jaringan GSM dapat dibagi menjadi tiga subjaringan yaitu: Radio

  Access Network, Core Network dan Management Network ketiga subjaringan ini

  biasa disebut subsistem dalam jaringan GSM. Ketiga subsistem ini disebut juga

  Base Station Subsystem (BSS), Network Switching Subsystem (NSS) dan Operation and Maintenance Subsystem (OMSS).[1]

2.2 Prinsip Seluler

  Karena keterbatasan band frekuensi yang bisa digunakan, jaringan radio hanya mempunyai sedikit kanal yang tersedia. Sebagai contohnya, sistem GSM mempunyai alokasi bandwidth sebesar 25 Mhz pada jangkauan 900 Mhz, dimana kanal maksimum yang dapat dipergunakan hanya 125 kanal dengan bandwidth tiap kanal 200 khz. Dengan delapan kali multipleks dapat disediakan 1000 kanal yang kemudian dikurangi dengan kanal kontrol pada spektrum frekuensi dan

  overhead yang terjadi pada saat signalling. Untuk melayani ratusan bahkan ribuan

  pengguna maka harus digunakanlah pembagian frekuensi atau biasa disebut dengan frequency reuse. Penggunaan dari frequency reuse telah membuat perkembangan yang signifikan pada nilai ekonomis dari frekuensi. Karakteristik dari jaringan seluler dapat dijelaskan sebagai berikut[1] : a. Area yang dilayani oleh sebuah BTS dibagi menjadi sel. Sel ini biasanya dimodelkan dalam bentuk segi-enam (heksagonal) dengan BTS terdapat tepat di tengah dari setiap sel.

  b. Dua sel yang saling bersebelahan tidak boleh menggunakan frekuensi yang sama karena dapat menyebabkan co-channel interference.

  c. Hanya pada jarak D (jarak frequency reuse yang diperbolehkan) frekuensi yang sama boleh dipergunakan, seperti pada Gambar 2.2. Ketika merancang sistem jaringan radio, jarak D harus diperhitungkan agak besar supaya co-channel interference tidak mengganggu kualitas percakapan.

Gambar 2.2 Model dari jaringan seluler dengan penggunaan frequency reuse

  [1]

  d. Ketika pengguna yang sedang melakukan percakapan bergerak dari satu sel ke sel lainnya, akan terjadi pergantian frekuensi secara otomatis atau biasa disebut dengan handover dan akan tetap menjaga koneksi percakapan.

2.2.1 Rasio Carrier-to-Interference

  Kualitas sinyal dari suatu koneksi dihitung dengan membandingkan daya sinyal yang diterima dengan daya interferensi yang diterima karena co-channel dan dirumuskan dengan rasio Carrier-to-Interference (CIR atau C/I) pada persamaan 2.1 [1]:

  (2.1) Intensitas dari interferensi sangat bergantung pada jarak D dari frequency

  reuse. Dari sudut pandang MS, interferensi co-channel diakibatkan karena BTS

  yang berada pada jarak D dari BTS yang sedang melayaninya. Pada keadaan terburuk untuk level CIR, sebuah MS sedang berada pada jarak R yang merupakan ujung dari suatu area cakupan dari sebuah BTS dan diasumsikan enam dari sel yang bersebelahan mentransmisikan daya yang sama, dapat dilihat pada persamaan 2.2 :

  (2.2) Dengan daya yang dikirim adalah sama kita dapatkan kondisi terburuk dari CIR dengan fungsi jari-jari sel yaitu R, maka pada persamaan 2.3 jarak reuse D dan eksponen attenuasi adalah:

  (2.3) Nilai dari CIR sangat bergantung pada rasio R/D. Dengan syarat ini untuk merancang suatu jaringan seluler, haruslah diperhitungkan jarak minimum untuk

  frequency reuse agar interferensi akibat co-channel dapat tetap berada di batas

  ambang.[1]

2.2.2 Formasi cluster

  Sebuah cluster adalah kumpulan dari sel dimana sel-sel dalam satu cluster tidak boleh menggunakan frekuensi yang sama dan sel yang berada di cluster yang lain bisa menggunakan kembali frekuensi tersebut. Ukuran dari suatu cluster dikarakteristik dengan jumlah sel dalam setiap cluster atau dinotasikan dengan k, yang menentukan jarak frequency reuse D, ketika jari-jari dari sel diberikan R.

Gambar 2.3 menunjukkan contoh dari cluster dan penggunaan frequency reuse dari setiap cluster. [1]

  [1]

Gambar 2.3 Formasi cluster dan frequency reuse

  Karakteristik dari setiap cluster :

  a. Sebuah cluster dapat berisi semua frekuensi yang terdapat dalam sistem komunikasi radio.

  b. Dalam sebuah cluster tidak boleh digunakan frekuensi yang sama dalam setiap selnya.

  c. Semakin besar ukuran sebuah cluster, maka jarak frequency reuse dan nilai CIR juga akan semakin besar dan semakin banyak nilai k, maka jumlah kanal yang tersedia akan semakin sedikit dan jumlah pengguna yang dapat dilayani di setiap sel akan berkurang.

  Rumus jarak frequency reuse D dapat diperoleh dari persamaan 2.4 dengan model segi-enam dan bergantung pada nilai k dan jari-jari dari sel : (2.4)

  Nilai CIR dapat diperoleh sebagai persamaan 2.5: (2.5)

  Dengan hasil tersebut, kita dapat menentukan ukuran cluster yang optimum dengan memasukkan nilai (C/I) yang minimum dengan rumus pada persamaan 2.6:

  (2.6) Berdasarkan pada data perhitungan yang ada, kualitas percakapan yang bagus mempunyai nilai . Dengan mengasumsikan koefisien propagasinya maka ukuran cluster minimumnya dapat diperoleh pada persamaan 2.7 dan 2.8:

  (2.7) (2.8)

  Model seluler yang dibahas sejauh ini sangat ideal untuk analisis dan ilustrasi, akan tetapi pada kenyataanya sel bukanlah berupa lingkaran maupun segi-enam melainkan merupakan bentuk tak beraturan karena kondisi dari propagasi yang sangat acak. Pada Gambar 2.4 dapat dilihat gambaran nyata dari suatu jaringan dan dapat dilihat pembagian dari kanal yang dialokasikan beserta

  frequency reuse. Perbedaan ukuran dari tiap sel bergantung pada area dari sel itu

  sendiri apakah merupakan daerah perkotaan, pinggiran ataupun jalur lintas. [1]

  [1]

Gambar 2.4 Gambaran nyata dari sel

2.3 Parameter Propagasi Sinyal

  Gelombang elektromagnetik dari sinyal radio merambat dengan kondisi ideal di ruang bebas dengan pola radial simetris. Daya yang diterima berbanding terbalik dengan pangkat dua dari jarak dari pemancar. Secara spesifik, daya yang diterima dapat dijabarkan dalam model ruang bebas sebagai fungsi dari daya yang dipancarkan, jarak dan panjang gelombang dari sinyal radio sebagai persamaan 2.9 [1]:

  (2.9) dimana dan adalah gain pemancar dan penerima. Rumus 2.9 belum memasukkan efek terrestrial dari perambatan radio seperti sinyal yang terhamburkan dan terpantulkan karena halangan seperti bangunan, gunung, pepohonan, dan permukaan air. Pada sisi penerima, sinyal yang diterima merupakan gabungan dari sinyal langsung dipancarkan dari sumber ataupun sinyal yang dipantulkan dan kemudian dapat ditulis pada persamaan 2.10 merupakan fungsi linier dari dan gabungan dari gain kanal : (2.10)

  Gain kanal dapat dibagi menjadi 3 komponen seperti pada persamaan 2.11 :

  (2.11) dimana setiap komponen merupakan faktor utama dari parameter propagasi.

  : Komponen ini biasanya

  a. Gain berdasarkan jarak (path gain) dimodelkan sebagai fungsi deterministik dari jarak antara pemancar dan penerima. memberikan nilai rata-rata yang diterima pada jarak dari pengirim (jika diasumsikan . Model umum dari path gain dapat dituliskan sebagai persamaan 2.12 :

  (2.12) Dimana adalah jarak referensi dan adalah eksponen attenuasi, tergantung pada lingkungan propagasi. Nilai biasanya diantara 3 dan 5.

b. Gain karena efek shadowing ( shadowing gain )( ) : Shadowing

  merupakan efek fluktuasi dari daya yang diterima di nilai rata-ratanya, ini terjadi karena adanya halangan seperti bangunan maupun pepohonan.

  Besar tidaknya pengaruh dari efek shadowing sangat bergantung pada jumlah dan jenis dari halangan diantara pemancar dan penerima.

  Perubahan nilai dari shadowing terjadi dalam satuan meter, seperti contohnya ketika pengguna berbelok dari suatu persimpangan ketika sedang melakukan panggilan. Untuk melakukan pengukuran data, model yang paling sering digunakan untuk memodelkan efek shadowing adalah dengan model statistik, menjabarkan gain shadowing ( ) sebagai variabel acak terdistribusi log-normal. Untuk itu, gain shadowing dalam satuan desibel didistribusikan dengan distribusi Gaussian seperti pada persamaan 2.13 :

  (2.13) Standar deviasi menentukan seberapa besar pengaruh shadowing dan bergantung pada lingkungan yang akan dimodelkan. Berdasarkan data pengukuran, nilai yang umum untuk adalah diantara 5 sampai 10 dB.

  c. Gain karena efek multipath fading( : Sumber lain yang menyebabkan fluktuasi daya yang diterima di sekitar nilai rata-ratanya diakibatkan oleh

  

multipath fading. Pada lingkungan perkotaan, biasanya sinyal yang

diterima berasal dari sinyal yang diterima dari beberapa jalur propagasi.

  Gabungan dari sinyal-sinyal yang diterima dari jalur propagasi yang berbeda-beda tersebut mengakibatkan timbulnya medan gelombang disekitar penerima. Panjang gelombang dari kuat sinyal yang diterima di medan gelombang ini berubah tergantung pada tempat-tempat dimana superposisi dari sinyal destruktif dan konstruktif terjadi. Hasil dari variasi sinyal yang diterima dimodelkan oleh variabel acak yaitu pada persamaan 2.14 :

  (2.14) Distribusi dari variabel acak bergantung pada lingkungan propagasi. Jika tidak ada hubungan line of sight antar pemancar dan penerima, maka diasumsikan terdistribusi Rayleigh.

2.4 Handover

  Keleluasaan untuk melakukan dan menerima panggilan dimanapun dan kapan pun telah menciptakan sebuah dimensi baru dalam sistem komunikasi

  wireless dimana pengguna dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain ketika

  sedang melakukan panggilan. Handover adalah bagian terpenting yang mendasari mobilitas dari pengguna.[6]

  Handover adalah proses memutuskan suatu koneksi yang lama dan

  menggantikannya dengan koneksi yang baru dimana pengguna itu berada yang kemudian disebut sebagai sel tujuan. Umumnya handover dilakukan ketika kualitas sinyal yang diterima mobile daribase station berkurang di bawah batas tertentu.

  Dari informasi mengenai kualitas sinyal radio yang diperoleh, dapat ditentukan kapan handover diperlukan ke sel lainnya. Pengetahuan mengenai alokasi ketersediaan sinyal radio pada sel tujuan dan pelepasan kanal yang tepat setelah handover selesai dilakukan sangatlah mendukung tingkat keberhasilan dari suatu handover.

  Ketika jaringan tidak berhasi membangun koneksi dengan sel tujuan maka

  handover tersebut dinyatakan gagal. Kegagalan handover terjadi ketika tidak ada

  ketersediaan kanal baru di sel tujuan atau terjadinya dropped call. Dropped call terjadi ketika kualitas sinyal radio telah jatuh dibawah batas tertentu sebelum berhasil tersambung dengan sel tujuan dan sering terjadi pada sistem GSM.

2.4.1 Jenis Handover

  Ada beberapa jenis handover yaitu hard handover, soft handover dan

  softer handover. Proses handover dimulai ketika MS mendeteksi sinyal pilot yang

  secara signifikan lebih kuat dibandingkan dengan kanal trafik forward lain yang ditujukan kepadanya. MS tersebut akan mengirimkan pesan pilot measurement ke

  base station kandidat dengan sinyal terkuat sekaligus menginstruksikan untuk

  memulai proses handover. Cell tersebut akan mengirimkan pesan handover

  direction ke MS, mengarahkan untuk melakukan handover. Setelah mengeksekusi

  pesan handover tersebut, MS akan mengirimkan pesan handover completion pada kanal trafik yang baru. Perbedaan dari masing-masing jenis handover [6]: a. Hard Handover

  Hard handover terjadi pada dua frekuensi yang berbeda. Pada hard handover ini,

  terjadi proses “break before make” yang berarti hubungan mobile station dengan

  base station yang lama harus diputuskan terlebih dahulu sebelum membangun

  hubungan kembali dengan base station yang baru. Hard handover dapat dilakukan pada sistem komunikasi analog, sistem FDMA (Frequency Division

  Multiple Access), sistem TDMA (Time Division Multiple Access), dan sistem OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access).

  b. Soft Handover Pada soft handover terjadi proses “make before break” yang berarti mobile

  station harus membangun hubungan dengan base station yang baru terlebih

  dahulu sebelum memutuskan hubungan dengan base station yang lama. Soft

  handover dapat dilakukan pada sistem CDMA (Code Division Multiple Access) karena handover pada sistem CDMA terjadi antara dua code channel yang berbeda bukan dua frekuensi yang berbeda.

  c. Softer Handover

  Softer Handover hanya terjadi di antar sektor pada base station yang melayani mobile station. Softer handover merupakan proses “make before break”

  menggunakan perbedaan dua code channel.

2.4.2 Keputusan Handover

  Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi suatu mobile yang sedang melakukan panggilan bergerak menjauhi base station yang sedang melayaninya.

  Begitu mobile bergerak menuju batas terluar dari area cakupan yang dilayani base station maka kualitas dan kuat sinyal yang diterima oleh mobile akan menurun.

  Pada saat yang sama, ketika mobile berada di batas terluar dari cell, mobile tersebut menerima sinyal yang lebih kuat dari base station di sekitarnya. Pada tahap ini kontrol dari mobile akan dialihkan ke base station baru, peristiwa ini disebut juga handover. Terdapat beberapa jenis keputusan handover dalam sistem seluler yaitu[3]:

  1. Network Controlled Handover (NCHO) NCHO digunakan pada generasi pertama sistem seluler seperti Advanced

  Mobile Phone System (AMPS) dimana pusat switching mobile bertanggung jawab

  terhadap seluruh keputusan handover. Pada NCHO, jaringan melayani pengukuran kuat sinyal yang diperlukan dan pelaksanaan handover sangat bergantung pada padatnya trafik.

  2. Mobile Assisted Handover (MAHO) Pada NCHO beban dari jaringan akan sangat berat karena jaringan menangani seluruh keputusan handover sendiri. Untuk mengurani beban pada jaringan, pada sistem MAHO mobile bertanggung jawab untuk melakuan pengukuran kuat sinyal yang diterima dan mengirimkannya kepada base station.

  Dengan berdasarkan pada pengukuran yang diterima, base station atau MSC(Mobile Switching Center) akan memutuskan apakah handover akan dilakukan atau tidak. Sistem MAHO digunakan pada sistem GSM ( Global System

  for Mobile Communication). Pelaksanaan handover akan berlangsung selama satu detik.

  3. Mobile Controlled Handover (MCHO) Pada sistem MCHO, peran dari mobile diperbanyak dengan memberikan fungsi kontrol pada mobile. Mobile dan base station bersama-sama melakukan pengukuran dan base station akan mengirimkan hasil pengukuran kepada mobile. Kemudian mobile akan memutuskan kapan dilakukan handover berdasarkan informasi yang diterima dari base station. Sistem MCHO digunakan pada DECT (Digital European Cordless Telephone) dengan lama pelaksanaan handover selama 100-500 milisekon.

2.4.3 Jenis-jenis Algoritma Hard Handover

  Hard handover terjadi ketika koneksi dengan BS yang lama terputus

  sebelum koneksi dengan BS yang baru dibangun. Sinyal yang diterima dapat dirata-ratakan untuk menghilangkan fluktuasi yang cepat dari multipath alami pada lingkungan propagasi radio. Gambar 3.1 menunjukkan sebuah MS bergerak dari base station yang lama (BS1) ke base station yang baru (BS2) dan melewati

  base station yang berada di antara BS1 dan BS2. Kuat sinyal rata-rata dari BS1

  menurun ketika MS menjauh dari BS1. Kuat sinyal rata-rata dari BS2 meningkat ketika MS mendekati BS2. Sedangkan kuat sinyal rata-rata dari BS3 meningkat pada pertengahan dari jalur yang dilalui oleh MS. Melalui Gambar 2.5 , beberapa pendekatan akan dijelaskan sebagai berikut[10] :

a. Relative signal strength, selalu memilih sinyal terkuat yang diterima dari

  BS. Keputusan berdasarkan pada rata-rata pengukuran sinyal terima. Pada Gambar 2.5, handover akan terjadi pada posisi A. Karena adanya fluktuasi sinyal yang diterima maka metode ini terlihat menimbulkan terlalu banyak

  handover yang tidak penting ketika sinyal dari BS sekarang masih

  memadai. Handover yang tidak perlu ini disebut juga sebagai efek ping- pong yang membuat beban dan biaya dari trafik bertambah.

  

b. Relative signal strength dengan threshold, membolehkan user untuk

handover hanya jika sinyal BS sekarang cukup lemah (kurang dari threshold) dan sinyal dari BS lain lebih kuat dari sinyal BS sekarang. Jika

  

2

threshold lebih rendah dari nilai T pada Gambar 2.5, MS akan menunda handover sampai kuat sinyal sekarang melewati threshold pada posisi B.

2 Pada kasus T , penundaan mungkin cukup lama karena MS bergerak jauh

  ke dalam sel baru. Hal ini mengurangi kualitas link komunikasi dan dapat mengakibatkan drop call. Selain itu, hal ini menyebabkan interferensi tambahan kepada co-channel user. Sehingga skema ini dapat menimbulkan area cakupan sel yang tumpang tindih.

  

c. Relative signal strength dengan hysteresis, membolehkan user untuk

handover hanya jika BS baru cukup lebih kuat daripada BS sekarang

  sebesar nilai hysteresis yang sudah ditetapkan. Pada kasus ini, apabila MS saat ini dikelola oleh BS1 maka handover akan terjadi pada titik C dan apabila MS dikelola oleh BS3 maka handover akan terjadi pada titik E. Teknik ini mencegah “efek ping-pong”, yaitu handover yang terjadi berulang kali di antara base station akibat fluktuasi yang cepat pada kuat sinyal terima dari base station yang ada.

  

d. Relative signal strength dengan hysteresis dan threshold, meng-

handoverkan user ke BS baru hanya jika kuat sinyal sekarang jatuh / turun

  di bawah threshold dan BS target lebih kuat daripada BS sekarang dengan

  hysteresis margin yang diberikan. Pada Gambar 2.5, handover akan terjadi

  2 pada titik D jika threshold yang digunakan T .

  Kuat Sinyal Pilot (dB) Hysteresis T 1 T 2 Jarak A B

  C D E

Gambar 2.5 Pergerakan MS dari BS1 ke BS2 melewati BS3

e. Teknik prediksi, keputusan handover berdasarkan pada perkiraan nilai

  kuat sinyal terima untuk waktu berikutnya. Sebuah teknik yang telah diusulkan dan disimulasikan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, pada pengurangan jumlah handover yang tidak penting, daripada metode

relative signal strength baik dengan atau tanpa hysteresis dan threshold.

  

f. Penggunaan pendekatan nonstandard untuk mekanisme handover seperti

neural network, fuzzy logic, uji hypotesis, dynamic programming dan

  lain-lain. Pada Tugas Akhir ini, akan dibahas tiga pendekatan nonstandard yaitu

  Suboptimal Signal Degradation Handover (SDH), Suboptimal Delay Handover (DH) dan Suboptimal Delay Handover Signal Degradation (DHSD).