Analisis Kinerja CWDM Pada Sistem Komunikasi Serat Optik

(1)

ANALISIS KINERJA CWDM PADA SISTEM KOMUNIKASI

SERAT OPTIK

OLEH :

NAMA

:

HERMAYASARI

NIM

:

080422036

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KINERJA CWDM PADA SISTEM KOMUNIKASI

SERAT OPTIK

Oleh :

3. Anggota Penguji : Maksum Pinem ST, MT HERMAYASARI

NIM : 080422036

Tugas Akhir ini diajukan untuk memlengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada Tanggal 27 Bulan November Tahun 2010 di depan penguji:

1. Ketua Penguji : Rahmad Fauzi ST, MT 2. Anggota Penguji : Ali Hanafiah Rambe ST, MT

Diketahui oleh:

Pelaksana Harian Disetujui oleh:

Ketua Departemen Teknik Elektro, Pembimbing Tugas Akhir,

Prof. Dr. Ir.Usman Baafai

NIP: 194610201973021001 NIP: 19631128199910310 Ir. Arman Sani, MT


(3)

ABSTRAK

Kebutuhan akan komunikasi dewasa ini semakin meningkat. Komunikasi data ini masih terus dalam tahap pengembangan adalah teknologi serat optik. Teknologi serat optik dikembangkan sebagai upaya untuk terus meningkatkan kinerja sistem jaringan. Salah satu kunci teknologi penting dari perkembangan sistem fiber optik adalah Wavelength Division Multiplexing (WDM).

Pertumbuhan aplikasi bandwidth yang beraneka ragam besarnya seperti (video phone, teleconference, still image, dan lain-lain) dibutuhkan media transmisi yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. WDM menjadi suatu solusi karena dapat memultipleks sinyal ke dalam saluran serat optik tunggal.

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam memultipleks sinyal pada saluran komunikasi serat optik tunggal dengan menggunakan teknologi WDM. Pada WDM dikenal CWDM ( Coarse Wavelength Division Multiplexing ). Oleh karena itu, perlu dibahas mengenai kinerja CWDM.

Kinerja CWDM tersebut yaitu: Channel Spacing (spasi kanal) yang digunakan 0,2nm. Band Frekuensi bekerja pada Band O, S, C dan L. Tipe Fiber yang digunakan G.652, G.653 dan G.655. Area Implementasi untuk komunikasi jarak pendek. Perangkat Laser tidak memerlukan pendingin dan Filter yng digunakan Thin-film Filter.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini yang berjudul : “Analisis Kinerja CWDM Pada Sistem Komunikasi Serat Optik”. Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan rasa hormat, bangga, dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya tercinta, Ayahanda Makmur dan Ibunda Hernawati, yang telah membesarkan, mendidik, dan selalu mendoakan saya, serta memberikan rasa sayang dan perhatian yang sebesar-besarnya.

Selama penulisan Tugas Akhir ini hingga menyelesaikannya, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan serta masukan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. DR. Ir. Usman Baafai, selaku Pelaksana Harian Ketua Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Rahmad Fauzi ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik

Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Arman Sani, MT selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Ir. Satria Ginting sebagai Dosen Wali penulis yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis.


(5)

5. Seluruh Staf Pengajar Departemen Teknik Elektro, khususnya pada Konsentrasi Teknik Telekomunikasi yaitu Bapak Ir. M. Zulfin, MT, Bapak Ir. Mustafrind Lubis, yang telah memberikan banyak inspirasi, pelajaran moral dan spiritual serta masukan dan motivasi bagi penulis untuk selalu menjadi lebih baik.

6. Seluruh Karyawan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, khususnya bang Marthin Luther Tarigan, ST yang selalu membantu dan memberikan masukan bagi penulis.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan untuk mencapai tujuan bersama menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara khususnya stambuk 2008 yaitu restine (dani), dini, sulastri, mia, sri, diana, k.sona, k.eka, eci, sarah, firman, b.gilbert, andi, aan, dan teman-teman yang belum disebut namanya yang selama ini menjadi teman diskusi di kampus.

8. Seluruh Keluarga Besar penulis tersayang, pak.de anto, bu.de ita, ma.ani, pa.atam, pa.ipit dan bu.ida, serta seluruh saudara kakak dan abang serta adik penulis yang telah banyak memberikan nasehat dan dukungan moril maupun materil kepada penulis.

9. Abangnda M.Saipul Saf, SE yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang dan perhatian, serta nasihat dan dukungan penulis dalam menyelesaikan Tugas akhir ini.

10.Seluruh teman-teman kos ku, winda, naya, uci dan semua temen kos di Tridarma 10 komp. Usu Medan, dan ibu serta bapak kos, yang selalu membantu dan memberikan saran-saran dan motivasi kepada penulis.


(6)

11.Seluruh teman-teman Alumni Politeknik Negeri Medan khususnya konsentrasi Teknik Telekomunikasi Stambuk 2005.

12.Teman-temanku “Badai” tercinta “dani, sani, uci, ani, april”. Teman-teman “geng 8” tersayang ‘pika, irma, indah, iir, nur, fitri, yuni’. Alumni SMA N. 1 Lubuk Pakam khususnya Heru Santoso yang selalu memberi motivasi bagi penulis demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

13.Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Berbagai usaha telah penulis lakukan demi terselesaikannya Tugas Akhir ini dengan baik, tetapi penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan penulis.

Medan, November 2010 Penulis,

HERMAYASARI NIM. 080422036


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan Penulisan ... 3

1.4Batasan Masalah ... 3

1.5Metodologi Penulisan ... 3

1.6Sistematika Penulisan ... 4

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Pendahuluan ... 6

2.2 Jenis Serat Optik ...6

2.2.1 Serat Optik Mode Tunggal ... 6

2.2.2 Serat Optik Multi Mode ... 7

2.3 Gelombang Elektro Magnetik ...9

2.3.1 Prinsip Gelombang Elektromagnetik...11

2.3.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik...11


(8)

2.3.4 Panjang Gelombang ...16

2.4 Cahaya Optik ... 17

2.4.1 Refraksi ( pembiasan) cahaya ... 18

2.4.2 Defraksi Cahaya ... 22

2.4.3 Disfersi Cahaya ... 22

2.5 Multiplexing ... 23

2.5.1 Time Division Multiplexing (TDM) ... 24

2.5.2 Frequency Division Multiplexing (FDM) ... 25

2.5.3 Wavelength Division Multiplexing (WDM) ... 27

2.5.4 Sistem Simplex dan Duplex ... 28

2.6 Arrayed Wave Gratings (AWG) ... 30

2.7 Splicing (Penyambungan) ... 32

2.7.1 Fusion Splices (Penyambungan Lebur) ... 32

2.7.2 Mechanical Splices (Penyambungan Mekanis) ... 33

2.8 Connector ... 33

BAB III SISTEM WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) 3.1 Pendahuluan ... 36

3.2 Transmisi Sinyal WDM... 38

3.3 Perutean Panjang Gelombang ... 39

3.4 Teknologi WDM ... 40

3.4.1 Add – Drop Multiplekser ... 40

3.4.2 Interference Filter pada WDM ... 41


(9)

3.6 Sistem CWDM ... 44

3.6.1 Prinsip Kerja CWDM ... 45

BAB IV ANALISIS KINERJA CWDM PADA SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 4.1 Umum ... 51

4.2 Channel Spacing (Spasi Kanal) ... 51

4.3 Band Frekuensi ... 56

4.4 Tipe Fiber ... 59

4.5 Area Implementasi ... 59

4.6 Perangkat Laser ... 60

4.7 Filter ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Serat Optik Mode Tunggal...………. 7

2. Gambar 2.2 Serat Optik Multi Mode... 8

3. Gambar 2.3 Spektrum Gelombang Elektromagnetik……… 12

4. Gambar 2.4 Spektrum Elektromgnetik... 15

5. Gambar 2.5 Panjang Gelombang……… 16

6. Gambar 2.6 Refraksi Cahaya……….. 21

7. Gambar 2.7.a Refraksi Mendekati Garis Normal………... 21

8. Gambar 2.7.b Refraksi Menjauhi Garis Normal………. 21

9. Gambar 2.8 Difraksi Cahaya………... 22

10.Gambar 2.9 Dispersi Cahaya……….. 22

11.Gambar 2.10 Multiplexing……….. 23

12.Gambar 2.11 Time Division Multiplexing (TDM)……… 24

13.Gambar 2.12 Frekuensi Division Multiplexing (FDM)... 26

14.Gambar 2.13 karakteristik sistem kerja WDM ... 28

15.Gambar 2.14 Cara kerja transmisi Simplex, half duplex, dan full duplex.. 29

16.Gambar 2.15 Modul AWG (Arrayed Waveguide Gratings)……….. 30

17.Gambar 2.16 Penyambungan Lebur………... 32

18.Gambar 2.17 Penyambungan Mekanis………... 33

19.Gambar 2.18 Connector……….. 35

20. Gambar 3.1 Sistem Wavelength Division Multiplexing………... 37

21. Gambar 3.2 Sistem Pentransmisian WDM... 38


(11)

23. Gambar 3.4 Interference Filter pada WDM……….. 41

24.Gambar 3.5 Demultiplekser 40 Kanal dengan Pemisahan ke Dalam Blok – Blok Kanal……… 42

25.Gambar 3.6 Chanel spasi pada WDM ... 43

26. Gambar 3.7 Jarak Antar Kanal pada CWDM ……… 46

27. Gambar 3.8 Spectrum Optik CWDM ... 46

28. Gambar 3.9 Spectrum pada 4-chanel CWDM ... 50

29.Gambar 4.1 Transmisi untuk 4-kanal pada CWDM...……….. 52

30.Gambar 4.2 Rentang Frekuensi / Window ... 57

31.Gambar 4.3 Pembagian Bandwidth pada DWDM dan CWDM... 58

32.Gambar 4.4 Penggunaan Perangkat Laser dalam Band C pada CWDM....60


(12)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Spektrum dan Panjang Gelombang……….. 16

2. Tabel 2.2 Indeks Bias beberapa Medium yang berbeda………... 19

3. Tabel 3.1 CWDM Nominal Central Wavelengths……… 45

4. Tabel 3.2 Parameter pada CWDM ... 48

5. Tabel 4.1 Rekapitulasi Perhitungan f∆ ……….. 56


(13)

ABSTRAK

Kebutuhan akan komunikasi dewasa ini semakin meningkat. Komunikasi data ini masih terus dalam tahap pengembangan adalah teknologi serat optik. Teknologi serat optik dikembangkan sebagai upaya untuk terus meningkatkan kinerja sistem jaringan. Salah satu kunci teknologi penting dari perkembangan sistem fiber optik adalah Wavelength Division Multiplexing (WDM).

Pertumbuhan aplikasi bandwidth yang beraneka ragam besarnya seperti (video phone, teleconference, still image, dan lain-lain) dibutuhkan media transmisi yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. WDM menjadi suatu solusi karena dapat memultipleks sinyal ke dalam saluran serat optik tunggal.

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam memultipleks sinyal pada saluran komunikasi serat optik tunggal dengan menggunakan teknologi WDM. Pada WDM dikenal CWDM ( Coarse Wavelength Division Multiplexing ). Oleh karena itu, perlu dibahas mengenai kinerja CWDM.

Kinerja CWDM tersebut yaitu: Channel Spacing (spasi kanal) yang digunakan 0,2nm. Band Frekuensi bekerja pada Band O, S, C dan L. Tipe Fiber yang digunakan G.652, G.653 dan G.655. Area Implementasi untuk komunikasi jarak pendek. Perangkat Laser tidak memerlukan pendingin dan Filter yng digunakan Thin-film Filter.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi telekomunikasi sekarang ini mengalami kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan kebutuhan akan informasi, yang terus memacu para pengembang memberikan suatu sistem yang handal dan efisien, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam arti bahwa sistem tersebut dapat menyalurkan informasi kemanapun juga tanpa membutuhkan waktu yang lama.

Semakin beragamnya layanan informasi, tuntutan kehandalan jaringan yang memadai, dan persaingan antar pemberi layanan telekomunikasi yang semakin ketat berakibat pada meningkatnya tuntutan sistem transmisi yang memiliki kapasitas bandwidth besar dan kualitas tinggi.

Antisipasi kebutuhan bandwidth yang besar ini telah diupayakan dengan meningkatkan kualitas media transmisi yang digunakan, di antaranya dengan menggunakan serat optik. Serat optik digunakan sebagai media transmisi pilihan, karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain : memiliki bandwidth yang besar, redaman transmisi kecil, ukuran kecil, dan tidak terpengaruh oleh gelombang elektromagnetik.

Saat ini muncul teknologi untuk memanfaatkan bandwidth serat optik yang besar ini dengan metode penjamakan. Pada komunikasi serat optik terdapat beberapa metode penjamakan, yaitu TDM (Time Division Multiplexing), FDM (Frekuensi Division Multiplexing) dan WDM (Wavelength Division Multiplexing)


(15)

yang selanjutnya berkembang menjadi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) dan CWDM (Coarse Wavelength Division Multiplexing).

Dalam sistem CWDM dikenal sebuah aplikasi sitem pembagian spektrum panjang gelombang pada pentransmisiannya. Sistem ini dikenal dengan nama Arrayed Waveguide Gratings (AWG). AWG ini dapat melakukan multipleksing dan demultipleksing dengan jumlah kanal yang sangat besar dengan rugi yang relatif kecil. Aplikasi sistem AWG ini sangat krusial dalam pentransmisian sinyal melalui serat optik. Dengan pemanfaatan sistem AWG ini, maka perbaikan dalam pentransmisian sinyal menggunakan serat optik akan menjadi lebih baik.

Penulis tertarik membahas tentang CWDM karena CWDM memanfaatkan channel spacing 20 nm yang lebih memberi ruang kepada sistem untuk toleran terhadap dispersi. Dengan band frekuensi yang lebih lebar, walaupun spasi kanal juga lebih lebar CWDM memiliki panjang gelombang yang lebar.

1.2 Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah : 1. Bagaimana prinsip kerja WDM.

2. Bagaimana prinsip kerja CWDM. 3. Apa saja kinerja CWDM.


(16)

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah menguraikan dan menganalisis Kinerja CWDM pada Komunikasi Serat Optik.

1.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas pada Tugas Akhir ini, maka penulis perlu membuat batasan cakupan masalah yang akan dibahas. Hal ini diperbuat agar isi dan pembahasan dari Tugas Akhir ini menjadi lebih terarah dan mencapai hasil yang diharapkan. Adapun batasan masalah pada penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Membahas sistem komunikasi serat optik tetepi tidak secara keseluruhan. 2. Membahas CWDM tetapi tidak jenis-jenis material yang membangun

CWDM serta rangkaian elektronik dan optik yang membangun sistem komunikasi serat optik khususnya pada CWDM.

3. Hanya membahas untuk transmisi single mode fiber.

4. Hanya membahas prinsip kerja CWDM dan materi yang terkait.

5. Hanya membahas parameter-parameter kinerja CWDM, seperti : Sapasi Kanal, Band Frekuensi, Tipe Fiber, Aplikasi, Area Implementasi, Ukuran Perangkat dan Filter.

1.5 Metode Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan oleh penulis pada penulisan Tugas Akhir ini adalah :


(17)

1. Studi Literatur, yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik Tugas Akhir yang terdiri dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau dari perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet, dan lain-lain.

2. Studi Perhitungan, yaitu dengan melakukan perhitungan terhadap kinerja sitem yang dibahas dalam Tugas Akhir ini yaitu tentang Spasi Kanal dan menganalisanya.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran mengenai Tugas Akhir ini secara singkat, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Batasan Masalah, Metodologi Penulisan, dan Sistematikan Penulisan.

BAB II : SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

Bab ini menjelaskan tentang sejarah perkembangan SERAT OPTIK, Prinsip dasar SERAT OPTIK, Jenis SERAT OPTIK, gelombang elektrmagnetik pada SERAT OPTIK, Multiplexing dan Jenis Multiplexing pada SERAT OPTIK.

BAB III : SISTEM WAVELENGTH DIVISION MUTIPLEXING (WDM )

Bab ini menjelaskan tentang konsep dasar WDM (Wavelength Division Multiplexing), Sejarah perkembangan WDM (Wavelength


(18)

Division Multiplexing), Prinsip kerja WDM (Wavelength Division Multiplexing), Sistem CWDM, Prinsip Kerja CWDM.

BAB IV : ANALISIS KINERJA CWDM PADA SITEM

KOMUNIKASI SERAT OPTIK

Bab ini menjelaskan tentang penganalisaan porforma pada CWDM meliputi chanel spasing, band frekuensi, tipe fiber optimal, dengan menggunakan asumsi yang dibuat serta menentukan analisis hasil.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari analisa yang telah dilakukan.


(19)

BAB II

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

2.1 Pendahuluan

Pada 30 tahun belakangan ini, telah dikembangkan sebuah teknologi baru yang menawarkan kecepatan data yang lebih besar sepanjang jarak yang lebih jauh dengan harga yang lebih rendah daripada sistem kawat tembaga. Teknologi baru ini adalah serat optik, serat optik menggunakan cahaya untuk mengirimkan informasi (data). Cahaya yang membawa informasi dapat dipandu melalui serat optik berdasarkan fenomena fisika yang disebut total internal reflection (pemantulan sempurna). Secara tinjauan cahaya sebagai gelombang elektromagnetik, informasi dibawa sebagai kumpulan gelombang-gelombang elektro-magnetik terpandu yang disebut mode[1].

2.2 Jenis Serat Optik

Serat optik dikarakteristikan oleh strukturnya dan sifat transmisinya. Secara dasar, serat optik diklasifikasikan menjadi dua. Pertama adalah serat optik mode tunggal dan kedua adalah serat optik multi mode. Struktur dasarnya berbeda pada ukuran intinya. Serat optik mode tunggal dibuat dengan bahan yang sama dengan serat optik multi mode, juga dengan proses fabrikasi yang sama[2].

2.2.1 Serat Optik Mode Tunggal (Single mode)

Single-mode fibers mengantarkan data digital yang berupa sinar Transmisi data melalui single mode dalam jarak yang sangat jauh. Hanya menggunakan satu


(20)

lintasan cahaya yang merambat melalui serat. Metode semacam ini dapat menghindarkan ketidak akuratan yang dapat terjadi dalam penyaluran data. Mempunyai inti yang kecil (berdiameter 0.00035 inch atau 9 micron) dan berfungsi mengirimkan sinar laser inframerah (panjang gelombang 1300-1550 nanometer). Serat mode tunggal hanya merambatakan satu mode karena ukuran inti mendekati ukuran panjang gelombang[1].

Nilai normalized frequency parameter (V) menghubungkan ukuran inti dan propagasi mode. Pada mode tunggal, V lebih kecil atau sama dengan 2,405. Ketika V = 2,405, serat optik mode tunggal merambatkan fundamental mode pada inti serat, sedangkan orde-orde yang lebih tinggi akan hilang di kulit. Untuk V rendah (1,0), kebanyakan daya dirambatkan pada kulit, power yang ditransmisikan oleh kulit akan dengan mudah hilang pada lengkungan serat, maka nilai V dibuat sekitar 2, 405. Serat optik mode tunggal memiliki sinyal hilang yang rendah dan kapasitas informasi yang lebih besar (bandwidth) daripada serat optik multi mode. Serat optik mode tunggal dapat mentransmisikan data yang lebih besar karena dispersi yang lebih rendah. Gambar 2.1 menunjukan transmisi single mode[1].

Gambar 2.1 Serat Optik Mode Tunggal

2.2.2 Serat Optik Multi Mode

Serat optik multi mode merambatkan lebih dari satu mode, dapat merambatkan lebih dari 100 mode. Jumlah mode yang merambat bergantung pada ukuran inti dan numerical aperture (NA). Jika ukuran inti dan NA bertambah


(21)

maka jumlah mode bertambah. Ukuran inti dan NA biasanya sekitar 50 – 100 µ m dan 0,20 – 0,229. Ukuran inti dan NA yang lebih besar memberikan beberapa keuntungan, cahaya yang diumpankan ke serat optik multi mode menjadi lebih mudah, koneksi antara serat juga lebih mudah. Penjalaran cahaya dari satu ujung ke ujung lainnya terjadi melalui beberapa lintasan cahaya. Diameter inti (core) sesuai dengan rekomendasi dari CCITT G.651 sebesar 50 m m dan diameter cladding-nya sebesar 125 mm. Gambar 2.2 menunjukan transmisi multi mode[1].

Gambar 2.2 Serat Optik Multi Mode

Berdasarkan susunan indeks biasnya serat optik multimode memiliki dua profil yaitu:

1. Graded index. Serat optik mempunyai index bias cahaya yang merupakan fungsi dari jarak terhadap sumbu/poros serat optik, sehingga cahaya yang menjalar melalui beberapa lintasan pada akhirnya akan sampai pada ujung lainnya pada waktu yang bersamaan[2].

2. Step index. Serat optik mempunyai index bias cahaya sama. Sinar yang menjalar pada sumbu akan sampai pada ujung lainnya dahulu (dispersi). Hal ini dapat terjadi karena lintasan yang melalui poros lebih pendek dibandingkan sinar yang mengalami pemantulan pada dinding serat optik, sehingga terjadi pelebaran pulsa atau dengan kata lain mengurangi lebar bidang frekuensi. Oleh karena hak ini, maka yang sering dipergunakan sebagai transmisi serat optic multimode adalah graded index[2].


(22)

2.3 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet den medan listrik secara berurutan, dimana arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Terjadinya gelombang elektromagnetik yaitu pertama, arus listrik dapat menghasilkan (menginduksi) medan magnet. Ini dikenal sebagai gejala induksi magnet. Peletak dasar konsep ini adalah Oersted yang telah menemukan gejala ini secara eksperimen dan dirumuskan secara lengkap oleh Ampere. Gejala induksi magnet dikenal sebagai Huku m Ampere[3].

Kedua, medan magnet yang berubah-ubah terhadap waktu dapat menghasilkan (menginduksi) medan listrik dalam bentuk arus listrik. Gejala ini dikenal sebagai gejala induksi elektromagnet. Konsep induksi elektromagnet ditemukan secara eksperimen oleh Michael Faraday dan dirumuskan secara lengkap oleh Joseph Henry. Hukum induksi elektromagnet sendiri kemudian dikenal sebagai Hukum Faraday-Henry[3].

Dari kedua prinsip dasar listrik magnet di atas dan dengan mempertimbangkan konsep simetri yang berlaku dalam hukum alam, James Clerk Maxwell mengajukan suatu usulan. Usulan yang dikemukakan Maxwell, yaitu bahwa jika medan magnet yang berubah terhadap waktu dapat menghasilkan medan listrik maka hal sebaliknya boleh jadi dapat terjadi. Dengan demikian Maxwell mengusulkan bahwa medan listrik yang berubah terhadap waktu dapat menghasilkan (menginduksi) medan magnet. Usulan Maxwell ini kemudian menjadi hukum ketiga yang menghubungkan antara kelistrikan dan kemagnetan. Jadi, prinsip ketiga adalah medan listrik yang berubah-ubah terhadap waktu dapat


(23)

menghasilkan medan magnet. Prinsip ketiga ini yang dikemukakan oleh Maxwell pada dasarnya merupakan pengembangan dari rumusan hukum Ampere. Oleh karena itu, prinsip ini dikenal dengan nama Hukum Ampere-Maxwell[3].

Dari ketiga prinsip dasar kelistrikan dan kemagnetan di atas, Maxwell melihat adanya suatu pola dasar. Medan magnet yang berubah terhadap waktu dapat membangkitkan medan listrik yang juga berubah-ubah terhadap waktu, dan medan listrik yang berubah terhadap waktu juga dapat menghasilkan medan magnet. Jika proses ini berlangsung secara kontinu maka akan dihasilkan medan magnet dan medan listrik secara kontinu. Jika medan magnet dan medan listrik ini secara serempak merambat (menyebar) di dalam ruang ke segala arah maka ini merupakan gejala gelombang. Gelombang semacam ini disebut gelombang elektromagnetik karena terdiri dari medan listrik dan medan magnet yang merambat dalam ruang[3].

Setiap muatan listrik yang memiliki percepatan memancarkan radiasi elektromagnetik. Waktu kawat (atau panghantar seperti antena) menghantarkan arus bolak-balik, radiasi elektromagnetik dirambatkan pada frekuensi yang sama dengan arus listrik. Bergantung pada situasi, gelombang elektromagnetik dapat bersifat seperti gelombang atau seperti partikel. Sebagai gelombang, dicirikan oleh kecepatan (kecepatan cahaya, panjang gelombang, dan frekuensi. Kalau dipertimbangkan sebagai partikel, mereka diketahui sebagai foton, dan masing-masing mempunyai energi berhubungan dengan frekuensi gelombang ditunjukan oleh hubungan[4] :

Ep = H x f ……….. (2.1)


(24)

Ep adalah energi foton;

H adalah konstanta Planck = 6.626 × 10 −34 J·s ; dan f adalah frekuensi gelombang.

Propagasi gelombang elektromagnetik biasanya terdiri dari frekuensi, panjang gelombang, dan cepat rambat gelombang.

2.3.1 Prinsip Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik merupakan gabungan dari gelombang listrik dan gelombang magnetik secara saling tegak lurus. Begitu pula dengan arah geraknya. Karena gelombang tersebut menggantung gelombang listrik, maka Hertz mencoba membuktikan keberadaan gelombang elektromagnetik tersebut melalui keberadaan gelombang listriknya yang diradiasikan oleh rangkaian pemancar[5].

Ternyata frekuensi yang dihasilkan sama dengan frekuensi pemancar. Ini artinya listrik pada loop berasal dari pemancar itu sendiri. Dengan ini terbuktilah adanya radiasi gelombang elektromagnetik Maxwell. Percobaan Hertz ini juga memicu penemuan telegram tanpa kabel dan radio oleh Marconi. Rangkaian ini ada dalam kaca quartz untuk menghindari sinar UV[5].

2.3.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik. Gambar 2.3 memperlihatkan spektrum elektromagnetik disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan meter) mencakup kisaran energi yang sangat


(25)

rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray[6].

Gambar 2.3 Spektrum Gelombang Elektromagnetik Contoh spektrum gelombang elektromagnetik adalah [3] :

1. GelombangRadio

Gelombang radio dikelompokkan menurut panjang gelombang atau frekuensinya. Jika panjang gelombang tinggi, maka pasti frekuensinya rendah atau sebaliknya. Frekuensi gelombang radio mulai dari 30 kHz ke atas dan dikelompokkan berdasarkan lebar frekuensinya. Gelombang radio dihasilkan oleh muatan-muatan listrik yang dipercepat melalui kawat-kawat penghantar. Muatan-muatan ini dibangkitkan oleh rangkaian elektronika yang disebut osilator. Gelombang radio ini dipancarkan dari antena dan diterima oleh antena pula. Kamu tidak dapat mendengar radio secara langsung, tetapi penerima radio akan mengubah terlebih dahulu energi gelombang menjadi energi bunyi.

2. Gelombang mikro

Gelombang mikro (microwaves) adalah gelombang radio dengan frekuensi paling tinggi yaitu diatas 3 GHz. Jika gelombang mikro diserap oleh sebuah


(26)

benda, maka akan muncul efek pemanasan pada benda itu. Jika makanan menyerap radiasi gelombang mikro, maka makanan menjadi panas dalam selang waktu yang sangat singkat. Proses inilah yang dimanfaatkan dalam microwave oven untuk memasak makanan dengan cepat dan ekonomis. Gelombang mikro juga dimanfaatkan pada pesawat RADAR (Radio Detection and Ranging) RADAR berarti mencari dan menentukan jejak sebuah benda dengan menggunakan gelombang mikro. Pesawat radar memanfaatkan sifat pemantulan gelombang mikro. Karena cepat rambat gelombang elektromagnetik c = 3 x 108 m/s, maka dengan mengamati selang waktu antara pemancaran dengan penerimaan.

3. Sinar Inframerah

Sinar inframerah meliputi daerah frekuensi 1011Hz sampai 1014 Hz atau daerah panjang gelombang 10-4 sampai 10-1 m. jika kamu memeriksa spektrum yang dihasilkan oleh sebuah lampu pijar dengan detektor yang dihubungkan pada miliampermeter, maka jarum amperemeter sedikit diatas ujung spektrum merah. Sinar yang tidak dilihat tetapi dapat dideteksi di atas spektrum merah itu disebut radiasi inframerah. Sinar infamerah dihasilkan oleh elektron dalam molekul-molekul yang bergetar karena benda diipanaskan. Jadi setiap benda panas pasti memancarkan sinar inframerah. Jumlah sinar inframerah yang dipancarkan bergantung pada suhu dan warna benda.

4. Cahaya tampak

Cahaya tampak sebagai radiasi elektromagnetik yang paling dikenal oleh kita dapat didefinisikan sebagai bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh mata manusia. Panjang gelombang tampak nervariasi


(27)

tergantung warnanya mulai dari panjang gelombang kira-kira 4x10-7m untuk cahaya violet (ungu) sampai 7x10-7m untuk cahaya merah. Kegunaan cahaya salah satunya adalah penggunaan laser dalam serat optik pada bidang telekomunikasi dan kedokteran.

5. Sinar ultraviolet

Sinar ultraviolet mempunyai frekuensi dalam daerah 1015 Hz sampai 1016 Hz atau dalam daerah panjang gelombang 10-8m-10-7m gelombang ini dihasilkan oleh atom dan molekul dalam nyala listrik. Matahari adalah sumber utama yang memancarkan sinar ultraviolet dipermukaan bumi,lapisan ozon yang ada dalam lapisan atas atmosferlah yang berfungsi menyerap sinar ultraviolet dan meneruskan sinar ultraviolet yang tidak membahayakan kehidupan makluk hidup di bumi.

6. Sinar X

Sinar X mempunyai frekuensi antara 10 Hz sampai 10 Hz, panjang gelombangnya sangat pendek yaitu 10 cm sampai 10 cm. meskipun seperti itu tapi sinar X mempunyai daya tembus kuat, dapat menembus buku tebal, kayu tebal beberapa sentimeter dan pelat aluminium setebal 1 cm.

7. Sinar Gamma

Sinar gamma mempunyai frekuensi antara 10 Hz sampai 10 Hz atau panjang gelombang antara 10 cm sampai 10 cm. Daya tembus paling besar, yang menyebabkan efek yang serius jika diserap oleh jaringan tubuh.


(28)

2.3.3 Spektrum Elektromagnetik

Spektrum optik (cahaya atau spektrum terlihat atau spektrum tampak) adalah bagian dari spektrum elektromagnetik yang tampak oleh mata manusia. Radiasi elektromagnetik dalam rentang panjang gelombang ini disebut sebagai cahaya tampak atau cahaya saja. Tidak ada batasan yang tepat dari spektrum optik; mata normal manusia akan dapat menerima panjang gelombang dari 400 sampai 700 nm, meskipun beberapa orang dapat menerima panjang gelombang dari 380 sampai 780 nm (atau dalam frekuensi 790-400 terahertz). Mata yang telah beradaptasi dengan cahaya biasanya memiliki sensitivitas maksimum di sekitar 555 nm, di wilayah hijau dari spektrum optik. Gambar Spektrum elektromagnetik ditunjukan pada Gambar 2.4.

Ganbar 2.4 Spektrum Elektromagnetik

Meskipun spektrum optik adalah spektrum yang kontinu sehingga tidak ada batas yang jelas antara satu warna dengan warna lainnya, Tabel 2.1 memberikan batas kira-kira untuk warna-warna spectrum[6]


(29)

Tabel 2.1 Spektrum dan Panjang Gelombang No. Warna Panjang Gelombang

1. ungu 380-450 nm

2. biru 450-495 nm

3. hijau 495-570 nm

4. kuning 570-590 nm 5. jingga 590-620 nm

6. merah 620-750 nm

2.3.4 Panjang Gelombang

Panjang gelombang adalah sebuah jarak antara satuan berulang dari sebuah pola gelombang. Biasanya memiliki denotasi huruf Yunani lambda (λ). Dalam sebuah gelombang sinus, panjang gelombang adalah jarak antara puncak ke puncak seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5[7].

Gambar 2.5 Panjang Gelombang

Panjang gelombang sama dengan kecepatan jenis gelombang dibagi oleh frekuensi gelombang. Ketika berhadapan dengan radiasi elektromagnetik dalam ruang hampa, kecepatan ini adalah kecepatan cahaya c, untuk sinyal (gelombang) di udara, ini merupakan kecepatan suara di udara.


(30)

Hubungan antara panjang gelombang, kecepatan jenis gelombang dan frekuensi gelombang ditunjukan pada persamaan 2.2[7].

...(2.2)

dimana:

λ = panjang gelombang dari sebuah gelombang suara atau gelombang elektromagnetik

c = kecepatan cahaya dalam vakum = 299,792.458 km/s ~ 300,000 km/s = 300,000,000 m/s

f = frekuensi gelombang

2.4 Cahaya Optik

Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang elektromagnetik.

Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan 3 x 108 m/s. Sifat-sifat cahaya adalah sebagai berikut [3]:

1. Dapat mengalami pemantulan (refleksi) 2. Dapat mengalami pembiasan (refraksi) 3. Dapat mengalami pelenturan (difraksi) 4. Dapat dijumlahkan (interferensi) 5. Dapat diuraikan (dispersi)

6. Dapat diserap arah getarnya (polarisasi) 7. Bersifat sebagai gelombang dan partikel


(31)

2.4.1 Refraksi (pembiasan) Cahaya

Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu[8] :

a. Mendekati garis normal

Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat, contohnya cahaya merambat dari udara ke dalam air.

b. Menjauhi garis normal

Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat, contohnya cahaya merambat dari dalam air ke udara. Syarat-syarat terjadinya pembiasan adalah sebagai berikut :

1) cahaya harus melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya;

2) cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas (sudut datang lebih kecil dari 90o)

Pembiasan cahaya dapat terjadi dikarenakan perbedaan laju cahaya pada kedua medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya pada medium yang kurang rapat. Menurut Christian Huygens (1629-1695) : “Perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa dengan laju cahaya dalam suatu zat dinamakan indeks bias.”

Secara matematis dapat dirumuskan[1] :

n = c / v ……….……… (2.3)


(32)

n = indeks bias

c = laju cahaya dalam ruang hampa (3 x 108 m/s) v = laju cahaya dalam zat

Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 dan nilainya untuk beberapa zat ditampilkan pada Tabel 2.2[9].

Tabel 2.2 Indeks Bias Beberapa Medium yang berbeda

Medium n = c / v

Udara Hampa 1,0000

Udara (pada STP) 1,0003

Air 1,333

Es 1,31

Alkohol Etil 1,36

Gliserol 1,48

Benzena 1,50

Kaca Kuarsa Lebur 1.46

Kaca Korona 1,52

Api cahaya/kaca flinta 1,58

Lucite atau plexiglass 1,51

Garam dapur (Natrium Klorida) 1,53

Berlian 2,42

Sebuah benda yang berada dalam air terlihat dari udara sepertinya berada pada kedalaman yang lebih dangkal dari kedalaman benda yang sebenarnya. Radiasi sinar tampak, atau cahaya, dari matahari sangat penting terhadap sistem kehidupan di lautan. Cahaya ini menyediakan energi yang dibutuhkan oleh arus laut dan angin untuk bersirkulasi. Konversi energi cahaya tersebut menjadi energi panas membantu pembentukan lapisan tipis air hangat di dekat permukaan laut


(33)

global, yang mendukung sebagian besar kehidupan laut. Lebih signifikan lagi, transmisi cahaya di air laut sangatlah penting untuk produktivitas di lautan[8].

Sejumlah cahaya yang masuk ke atmosfer, akan direfleksikan ketika menyentuh permukaan laut. Hal ini tergantung dari kondisi air itu sendiri. Jika air laut tenang dan tidak banyak gelombang atau riak, maka akan lebih sedikit cahaya yang direfleksikan. Jika kondisi air bergolak dengan banyak gelombang, maka akan lebih banyak cahaya yang direfleksikan[8].

Cahaya yang berpenetrasi di permukaan akan direfraksikan karena perbedaan kecepatan akibat perbedaan kerapatan media antara udara dengan air. Cahaya merambat lebih cepat di media air dibandingkan dengan media udara. Refraksi ini dijelaskan oleh Hukum Snellius yang menyebutkan bahwa hubungan antara sudut datang θ1 dan θ2 dijelaskan oleh persamaan 2.4[8].

………(2.4)

Dimana v1 dan v2 adalah kecepatan gelombang pada media tertentu, sedangkan n1 dan n2 merupakan indeks refraksi.

Refraksi muncul ketika gelombang cahaya melewati media yang memberikan indeks refraksi yang berbeda-beda. Pada batas di antara media, fase kecepatan gelombang cahaya berubah, sehingga menyebabkan perubahan arah. Panjang gelombangnya dapat meningkat maupun berkurang, tetapi frekuensinya cenderung tetap. Sebagai contoh, sebuah berkas cahaya akan direfraksi ketika memasuki dan meninggalkan gelas, dan ini merupakan indikator adanya perubahan dalam indeks refraksi. Indeks refraksi udara adalah 1,003, sedangkan indeks refraksi air adalah 1,33[8].


(34)

Ketika sebuah objek diletakkan dalam gelas dengan posisi setengah terendam, maka objek tersebut akan terlihat membengkok di permukaan air. Ini disebabkan oleh pembengkokan cahaya ketika berkas cahaya tersebut meninggalkan air ke udara dan ditangkap oleh mata kita sebagai garis pandang yang lurus. Garis pandang mata yang posisinya lebih tinggi memperlihatkan posisi objek yang lebih tinggi daripada posisi yang sebenarnya. Ini memperlihatkan objek berada pada kedalaman yang lebih dangkal dibandingkan yang sebenarnya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6[8].

Gambar 2.6 Refraksi Cahaya

Secara skematik, refraksi cahaya biasanya diwakili oleh gambar arah cahaya yang mendekati ataupun menjauhi normal. Cahaya akan dibelokkan mendekati normal ketika cahaya memasuki medium yang lebih rapat dibandingkan medium datangnya (Gambar 2.7.a). Sementara cahaya akan dibelokkan menjauhi garis normal, ketika cahaya tersebut memasuki medium yang lebih renggang dibandingkan medium datangnya (Gambar 2.7.b)[8] .

(a) (b)

Gambar 2.7.(a) Refraksi Mendekati Garis Normal, (b) Refraksi Menjauhi Garis Normal


(35)

2.4.2 Difraksi Cahaya

Jika muka gelombang bidang tiba pada suatu celah sempit (lebarnya lebih kecil dari panjang gelombang), maka gelombang ini akan mengalami lenturan sehingga terjadi gelombang-gelombang setengah lingkaran yang melebar di belakang celah tersebut. Peristiwa ini dikenal dengan difraksi. Pada Gambar 2.8 terlihat bahwa difraksi merupakan pembelokan cahaya di sekitar suatu penghalang /suatu celah[10].

Gambar 2.8 Difraksi Cahaya

2.4.3 Dispersi Cahaya

Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromarik (putih) menjadi cahaya-cahaya monokromatik (me, ji, ku, hi, bi, ni, u) pada prisma lewat pembiasan atau pembelokan seperti yang terlihat pada Gambar 2.9. Hal ini membuktikan bahwa cahaya putih terdiri dari harmonisasi berbagai cahaya warna dengan berbeda-beda panjang gelombang[11].


(36)

Deretan warna yang tampak pada layar disebut spektrum warna. Dispersi cahaya terjadi karena setiap warna cahaya mempunyai indeks bias yang berbeda-beda. Cahaya merah mempunyai indeks bias terkecil sedangkan cahaya ungu mempunyai indeks bias terbesar sehingga cahaya merah mengalami deviasi (penyimpangan) terkecil sedangkan warna ungu mengalami deviasi terbesar.

2.5 Multiplexing

Multiplexing adalah teknik menggabungkan beberapa sinyal secara bersamaan pada suatu saluran transmisi. Di sisi penerima, pemisahan gabungan sinyal tersebut sesuai dengan tujuan masing-masing disebut Demultiplexing. Dalam multiplexing, perangkat yang digunakan disebut Multiplexer atau disebut juga dengan istilah Transceiver/Mux. Receiver atau perangkat yang melakukan Demultiplexing disebut dengan Demultiplexer atau disebut juga dengan istilah Demux seperti terlihat pada Gambar 2.10[12].

Gambar 2.10 Multiplexing

Gambar 2.10 menyatakan fungsi multiplexing secara umum.Multiplexer mengkombinasikan (me-multiplex) data dari n input dan mentransmisi melalui kapasitas data link yang tinggi. Demultiplexer menerima aliran data yang di-multiplex (pemisahan / dedi-multiplex dari data tersebut tergantung pada saluran)


(37)

dan mengirimnya ke line output yang diminta. Multiplexing terdiri dari bebrapa jenis, antara lain sebagai berikut[12] :

1. Time Division Multiplexing (TDM) 2. Frequency Division Multiplexing (FDM) 3. Wavelength Division Multiplexing (WDM)

2.5.1 Time Division Multiplexing (TDM)

Time Division Multiplexing seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11 merupakan sebuah proses pentransmisian beberapa sinyal informasi yang hanya melalui satu kanal transmisi dengan masing-masing sinyal di transmisikan pada periode waktu tertentu[13].

Gambar 2.11 Time Division Multiplexing (TDM)

Akan ada beberapa sinyal informasi yang akan masuk ke dalam Multiplexer dari TDM, sinyal-sinyal tersebut memiliki bit rate yang rendah dengan sumber sinyal yang berbeda-beda. Ketika sinyal tersebut memasuki Multiplexer, maka sinyal akan melalui sebuah switch rotary yang menyebabkan sinyal informasi yang sebelumnya telah disampling itu akan dibuat berubah-ubah tiap detiknya.


(38)

Modulation) yang mengandung sample-sample dari sinyal informasi yang periodik terhadap waktu[13].

Setelah melalui multiplex, sinyal kemudian ditransmisi dengan membagi-bagi sample infomasi berdasar (Hold Time/Jumlah Kanal). Kanal transmisi ini merupakan sebuah kanal dengan rangkaian yang disinkronisasikan. Kanal sinkron ini dibutuhkan untuk membangun tiap kelompok dari sample dan membagi sample-samle tepat ke dalam frame nya. Ketika sinyal transmisi memasuki demultiplexer, gabungan sinyal yang ber-bit-rate tinggi (sinyal transmisi) dibagi-bagi kembali menjadi sinyal informasi seperti sinyal informasi awal yang ber-bit-rate rendah. Kemudian akan ada rotary switch pula disana yang akan mengarahkan sinyal-sinyal ke tujuan masing-masing dari sinyal itu. Pada multiplexer terdapat filter yang berfungsi melewatkan sinyal dengan frekuensi rendah, dan pada demultiplexer akan terdapat filter yang bertujuan untuk mendapatkan sinyal keluaran yang akan sama dengan sinyal informasi inputnya[13].

2.5.2 Frequency Division Multiplexing (FDM)

Frequency Division Multiplexing (FDM) adalah teknik menggabungkan banyak saluran input menjadi sebuah saluran output berdasarkan frekuensi. Jadi total bandwith dari keseluruhan saluran dibagi menjadi sub-sub saluran oleh frekuensi. Tiap sinyal modulasi memerlukan bandwidth center tertentu disekitar frekuensi carriernya, dinyatakan sebagai suatu saluran (channel). Sinyal input baik analog maupun digital akan ditransmisikan melalui medium dengan sinyal analog[12].


(39)

Gambar 2.12 memperlihatkan sistim FDM secara umum.Pada Gambar 2.12a sejumlah sinyal digital atau analog [ mi(t), i = 1 , N ] di-multiplex ke dalam medium transmisi yang sama. Tiap sinyal mi(t) dimodulasi dalam carrier fsci ; karena digunakan multiple carrier maka masing-masing dinyatakan sebagai sub carrier Modulasi apapun dapat dipakai. Kemudian sinyal termodulasi dijumlah untuk menghasilkan sinyal gabungan mc(t). Gambar 2.12b menunjukkan hasilnya. Sinyal gabungan tersebut mempunyai total bandwidth B[14].

Sinyal analog ini ditransmisikan melalui medium yang sesuai. Pada akhir penerimaan, sinyal gabungan tersebut lewat melalui N bandpass filter, dimana tiap filter berpusat pada fsci dan mempunyai bandwidth Bsci , untuk 1 < i < N. Dari sini, sinyal diuraikan menjadi bagian-bagian komponennya. Tiap komponen kemudian dimodulasi untuk membentuk sinyal asalnya. Contoh sederhananya : transmisi tiga sinyal voice (suara) secara simultan melalui suatu medium[14].

Gambar 2.12 Sistem FDM (Frequency Division Multiplexing)

Pada sistem FDM, umumnya terdiri dari 2 peralatan terminal dan penguat ulang saluran transmisi (repeater transmission line)[12] :


(40)

1. Peralatan Terminal (Terminal Equipment). Peralatan terminal terdiri dari bagian yang mengirimkan sinyal frekuensi ke repeater dan bagian penerima yang menerima sinyal tersebut dan mengubahnya kembali menjadi frekuensi semula.

2. Peralatan Penguat Ulang (Repeater Equipment). Repeater equipment terdiri dari penguat (amplifier) dan equalizer yang fungsinya masing-masing untuk mengkompensir redaman dan kecacatan redaman (attenuation distortion), sewaktu transmisi melewati saluran melewati saluran antara kedua repeater masing-masing.

2.5.3 Wavelength Division Multiplexing (WDM)

Teknologi WDM ( Wavelength Division Multiplexing ) yang merupakan cikal bakal lahirnya CWDM ( Coarse Wavelength Division Multiplexing ) berkembang dari keterbatasan yang ada pada sistem serat optik, dimana pertumbuhan trafik pada sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang tinggi, sehingga kapasitas jaringan tersebut terpenuhi dengan cepat. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan membangun jaringan baru[15].

Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transportasi untuk menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan menggunakan panjang gelombang (λ) yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk aplikasi short haul (jarak dekat). Gambar 2.13 menunjukan karakteristik sistem kerja dari WDM. Karakteristik sistem kerja WDM yaitu memonitoring multiple protocol, dengan spasi kanal


(41)

50GHz, 100GHz, 200GHz,sesuai dengan seberapa banyak dan jenis apa yang digunakan. Kapasitasnya yaitu : 1.25Gb/s, 2.5Gb/s, 10Gb/s, kapasitas tersebut adalah beberapa contoh[15].

Gambar 2.13 Karakteristik Sitem Kerja dari WDM

2.5.4 Sistem Simplex dan Duplex

Simplex adalah salah satu bentuk komunikasi antara dua belah pihak, di mana sinyal-sinyal dikirim secara satu arah. Metode transmisi ini berbeda dengan metode full-duplex yang mampu mengirim sinyal dan menerima secara sekaligus dalam satu waktu, atau half-duplex yang mampu mengirim sinyal dan menerima sinyal meski tidak dalam satu waktu. Transmisi secara simplex terjadi di dalam beberapa teknologi komunikasi, seperti siaran televisi atau siaran radio[18].

Transmisi simplex tidak digunakan dalam komunikasi jaringan karena node to node dalam jaringan umumnya membutuhkan komunikasi secara dua arah. Memang, beberapa komunikasi dalam jaringan, seperti video streaming, terlihat seperti simplex, tapi sebenarnya lalu lintas komunikasi terjadi secara dua arah, apalagi jika protokol TCP yang digunakan sebagai protokol lapisan transportnya[18].

Sinyal masukan Data,voice,video

Sinyal keluaran Single mode


(42)

Duplex adalah sebuah istilah dalam bidang telekomunikasi yang merujuk kepada komunikasi dua arah. Komunikasi simplex, half duplex dan full duplex dapat dilihat pada Gambar 2.14[18].

Gambar 2.14 Cara kerja transmisi Simplex, half duplex, dan full duplex Duplex yang ditunjukan pada Gambar 2.14 dibagi menjadi half duplex dan full duplex[18].

1. Half-duplex merupakan sebuah mode komunikasi di mana data dapat ditransmisikan atau diterima secara dua arah tapi tidak dapat secara bersama-sama. Contoh paling sederhana adalah walkie-talkie, di mana dua penggunanya harus menekan sebuah tombol untuk berbicara dan melepaskan tombol tersebut untuk mendengar. Ketika dua orang menggunakan walkie-talkie untuk berkomunikasi pada satu waktu tertentu, hanya salah satu di antara mereka yang dapat berbicara sementara pihak lainnya mendengar. Jika kedua-duanya mencoba untuk berbicara secara serentak, kondisi "collision" (tabrakan) pun terjadi dan kedua pengguna walkie-talkie tersebut tidak dapat saling mendengarkan apa yang keduanya kirimkan.

2. Full-duplex. Dalam komunikasi full-duplex, dua pihak yang saling berkomunikasi akan mengirimkan informasi dan menerima informasi dalam waktu yang sama, dan umumnya membutuhkan dua jalur komunikasi.


(43)

Komunikasi full-duplex juga dapat diraih dengan menggunakan teknik multiplexing, di mana sinyal yang berjalan dengan arah yang berbeda akan diletakkan pada slot waktu (time slot) yang berbeda. Kelemahan teknik ini adalah bahwa teknik ini memotong kecepatan transmisi yang mungkin menjadi setengahnya[18].

2.6 Arrayed Waveguide Gartings (AWG)

Pengenalan tentang sistem AWG sudah menjadi revolusi dari sistem telekomunikasi. AWG membuat blok - blok untuk penanganan sistem yang rumit seperti ; optical attenuator ( VOA ), thermo-optic switch, DWDM channel monitor, dynamic gain equalizer, dan lain - lain. Biasanya modul AWG ditunjukkan seperti pada Gambar 2.15[19].

Fibre Chip-Coupling

Module pre-test

Gambar 2.15 Modul AWG ( Arrayed Waveguide Gratings )

Sistem CWDM mampu untuk melakukan multiplexing dan demultiplexing yang terangkum dalam sistem AWG. Multiplexer AWG dikenal dengan nama wavelength division multiplexer ( WDM ) dan demultiplekser AWG dikenal

Housing Connectors Fan-out boxes

Strains relieves Electric Wiring


(44)

dengan sebutan wavelength division demultiplexer ( WDDM ). Sinyal optik dibangkitkan oleh dioda laser ( LDS ) menjadi panjang gelombang monokromatik yang serial λ2, λ2, …λN, ( tanpa sebuah standar rentang panjang gelombang ) dan keluar sebanyak N serat ke dalam sebuah WDM. Sinyal input dalam WDM dikombinasikan menjadi sebuah sinyal output polikromatik, proses ini dikenal dengan nama multiplexing[19].

Fiber optik dapat melakukan multiplexing dengan bandwidth yang sangat besar. Pada saat multiplexing sinyal polikromatik dijadikan sebuah sinyal tunggal pada transmisi melalui fiber optik. Pada WDM sinyal polikromatik tersebut dipisahkan menjadi panjang gelombang tunggal yang bersesuaian, dan diidentifikasi sebagai serial pada kanal, proses ini dikenal dengan nama demultiplexing. Panjang gelombang tersebut distandarisasikan oleh International Telecommunications Union ( ITU ) untuk jaringan CWDM. Komponen WDM yang penting lainnya seperti ; optical add/drop multiplexers (OADM), optical cross connect switches ( OXC ) , dan optical amplifier seperti erbium doped fiber amplifier ( EDFAs )[19] .

Operasi WDM dirancang pada ITU grid frequencies sama baiknya dengan melakukan multipleksing pada frekuensi ( 200 GHz, 500 GHz,....). Pada jaringan jarak jauh ( yaitu lebih dari ratusan kilometer ), penguatan optik menjadi sebuah keperluan. Ini dikarenakan penambahan rugi - rugi karena penambahan jarak transmisi. Bagaimanapun juga, penambahan penguatan optik dapat meningkatkan biaya jaringan secara signifikan, rancangan yang rumit , dan pada waktu yang sama dapat mengurangi kanal. Pada transmisi jarak jauh selain rumit, faktor biaya juga harus diperhitungkan. Dalam jaringan optik metro ( tipe di atas 100 km ), ini


(45)

seperti sebuah kanal trafik yang akan mentransmisikan banyak add/drop lokasi sebelum sampai ke tujuan[19].

2.7 Splicing (Penyambungan)

Dua metode splicing serat optik yang tersedia untuk bergabung permanen dua serat optik. Kedua metode memberikan insertion loss yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan konektor serat[20].

1. Kabel fiber optik fusion splicing - Insersi rugi <0.1dB 2. Fiber splicing mekanik - Insersi rugi <0.5dB

2.7.1 Fusion Splices (Penyambungan Lebur)

Splicing kabel fiber optik fusion menyediakan sambungan terendah rugi. Peralatan khusus yang disebut fusion splicer digunakan untuk melakukan fusion splicing pada serat optik. The splicer melakukan fusion splicing serat optik dalam dua langkah, yaitu[20] :

1. Harus menyelaraskan dua serat

2. Membuat sudut kecil untuk melelehkan serat dan menyatukan kedua serat tersebut.

Gambar 2.16 Penyambungan Lebur

Penyambungan sambungan teknik lebur (fusion) seperti pada Gambar 2.16 bersifat permanen, artinya tidak dapat dibongkar pasang. Redaman yang dihasilkan menghasilkan redaman paling kecil di antara teknik sambung lain.


(46)

2.7.2 Mechanical Splices (Penyambungan Mekanis)

Penyambungan mekanis ini dilakukan dengan cara menggunakan alat bantu yang bersifat mekanis untuk menyambung kabel serat optik. Seperti pada Gambar 2.17, penyambungan dilakukan dengan cara meletakkan 2 ujung kabel serat optik yang akan disambung ke dalam suatu material yang elastis, kemudian kedua ujung serat optik didekatkan sampai benar-benar kelihatan bersatu. Biasanya penyambungan mekanis ini selalu menggunakan pipa sebagai alat penyambungnya.

Gambar 2.17 Penyambungan Mekanis

2.8 Connector

Sebuah konektor fiber optik, dapat memungkinkan koneksi cepat dari pada splicing. Konektor mekanis pasangan dengan menyelaraskan core serat sehingga cahaya bisa lewat. Sebagian konektor serat optik adalah semi-load: endfaces yaitu serat yang dari dua konektor ditekan bersama-sama, sehingga dalam kaca langsung ke kaca dan plastik dihubungkan dengan plastik. Kaca untuk menghindari udara dan plastik untuk interface udara yang akan mengakibatkan tingginya rugi-rugi pada koneksinya[21].

Berbagai konektor serat optik yang tersedia dengan perbedaan utama antara jenis konektor dimensi dan metode kopling mekanis. Secara umum, standarisasi


(47)

pada satu jenis konektor adalah tergantung pada apa yang biasanya digunakan atau jenis serat (ada untuk multimode dan ada untuk singlemode )[21].

Penyambunagn serat optik menggunakan konektor bersifat tidak permanen, artinya dapat dibongkar pasang. Konektor biasanya digunakan untuk kontak dengan terminal perangkat aktif. Syarat-syarat konektor yang baik adalah[21] :

1. Kehilangan daya cukup rendah. Konektor yang dibentuk harus menjamin dari kesalahan penyambungan dan dapat meminimumkan kesalahan secara langsung.

2. Kemampuan pengulangan. Efisiensi kopling tidak berubah jika tidak ada penyesuaian ulang.

3. Dapat diprediksi, artinya konektor memiliki efisiensi yang sama jika beberapa konektor sejenis dikombinasi.

4. Umurnya panjang. Tidak ada penurunan efisiensi dalam waktu yang lama. 5. Kuat. Bahan konektor kuat terhadap tekanan.

6. Kompatibel dengan lingkungan. Penyambungan dapat dilakukan pada variasi temperatur, tekanan tinggi, getaran, kelembaban dan kotoran.

7. Mudah mendapatkannya. Umum digunakan.

8. Mudah menggunakannya. Pemasangan dan penyesuaiannya mudah.

9. Ekonomis. Konektor yang presisi adalah mahal. Konektor murah, biasanya plastik tetapi kualitasnya rendah.

Dalam aplikasi telekomunikasi saat ini seperti ditunjukkan pada Gambar 2.18 konektor bentuk kecil (misalnya LC) dan multi-serat konektor (seperti MTP) yang menggantikan konektor tradisional (yaitu SC), terutama untuk konektor


(48)

lebih pada cover yang rapat, dan dengan demikian mengurangi penggunaan tempat dari system[21].


(49)

BAB III

SISTEM WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM)

3.1 Pendahuluan

Teknologi WDM ( Wavelength Division Multiplexing ) yang merupakan cikal bakal lahirnya DWDM ( Dense Wavelength Division Multiplexing ) berkembang dari keterbatasan yang ada pada sistem serat optik, dimana pertumbuhan trafik pada sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang tinggi, sehingga kapasitas jaringan tersebut terpenuhi dengan cepat. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan membangun jaringan baru.

Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transportasi untuk menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan menggunakan panjang gelombang (λ) yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk aplikasi short haul (jarak dekat)[22].

Pada Gambar 3.1 ditunjukkan sebuah contoh sistem WDM. Delapan sinyal optik dengan panjang gelombang yang berbeda – beda yang berasal dari kanal-kanal transmisi langsung dimultipleksing. Sinyal – sinyal tersebut dibawa keluar dari multiplekser pada sebuah fiber tunggal. Di tengah pentransmisian terjadi sebuah add-drop multiplekser yang meruting 1 panjang gelombang

λ

4ke titik tujuan dan ditranmisikan kembali oleh transmitter lain pada panjang gelombang yang sama[23].


(50)

Gambar 3.1 Sistem Wavelength Division Multiplexing

Pada sisi kanan terdapat 8 sinyal yang dipisahkan dalam sebuah demultiplekser dan dirutekan ke setiap penerima masing – masing. Receiver bersifat color-blind dalam merespon secara sama untuk semua panjang gelombang. Receiver dapat mendeteksi semua panjang gelombang yang masuk. Ini artinya, bahwa sinyal – sinyal tersebut harus benar – benar terpisah pada bagian multiplekser, karena jika terjadi perbedaan panjang gelombang antar 2 atau lebih yang masuk, maka pada keluaran receiver akan dianggap sebagai sebuah noise. Sebagai contoh, jika λ5 masuk pada receiver 6, maka receiver secara bersamaan akan memasukkan λ5 pada kanal 6 sebagai λ6. Ini menyebabkan terjadinya interferensi dengan sinyal λ6 yang asli[23].

Add - drop multiplekser ialah sebuah multiplekser yang berfungsi untuk mengeluarkan 1 atau lebih panjang gelombang dari gabungan transmisi sinyal optik. Add – drop multiplekser dapat melakukan drop ke suatu lokasi tujuan. Ia juga dapat melakukan add sinyal tersebut, sehingga dapat ditransmisikan kembali


(51)

pada mid point station. Pada Gambar 3.1 dapat dilihat penambahan sinyal

λ

4 setelah sinyal tersebut di-drop terlebih dahulu[23].

Pada sistem WDM, dikenal Fiber Bragg Gratings yang dapat dikelompokkan pada jenis filter. Secara umum, FBG memantulkan sebuah gelombang yang dipilih dan melewatkan gelombang yang lainnya. Pada CWDM, digunakan teknologi Thin-Film Filter (TFF). Filter ini bisa digunakan seperti filter satu kanal diskrit dan dapat digabungkan ke dalam alat multiplekser/demultiplekser yang menggunakan empat sampai delapan panjang gelombang[24].

3.2 Transmisi Sinyal WDM

WDM merupakan suatu teknik yang memungkinkan ribuan sinyal berbeda dibawa disepanjang fiber single dalam waktu yang bersamaan atau memungkinkan fiber tersebut dapat digunakan untuk transmisi dua arah. Hal tersebut dapat dilakukan karena teknik ini menggunakan panjang-panjang gelombang berbeda untuk setiap transmisinya dan panjang gelombang ini dapat diterapkan pada fiber single mode atau multimode menggunakan laser atau LED. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.2[25].


(52)

Kita dapat memperoleh frekuensi-frekuensi berbeda dari sumber-sumber cahaya independen atau kita dapat mengambil cahaya tersebut dari perangkat pita lebar (broadband device), seperti LED, dan memecah cahaya tersebut menjadi saluran-saluran (chanels) yang terpisah. Kombinasi dan separasi tersebut dapat dicapai melalui kopel-kopel yang peka terhadap panjang gelombang.

Sistem ini mencadangkan peningkatan kapasitas antara ratusan hingga ribuan kali lipat. Metode ini juga merupakan cara sederhana untuk memperluas link fiber yang sudah ada, hanya dengan mengirimkan sinyal lain pada panjang gelombang berbeda disepanjang rute yang sama.

Untuk mengatasi efek-efek redaman didalam fiber, kita harus memasang repeater dibeberapa interval untuk menguatkan sinyal. Ini akan melibatkan detektor cahaya menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik tersebut kemudian diamplifikasi dan digunakan untuk menguatkan sumber cahaya lain dibagian fiber berikutnya[25].

3.3 Perutean Panjang Gelombang

Fungsi lain dari sebuah demultiplekser ialah sebagai pengorganisir gelombang cahaya. Demultiplekser optik melakukan perutean gelombang cahaya dari panjang gelombang yang berbeda – beda ke dalam setiap receiver tujuan masing – masing[23].

Perutean gelombang cahaya ini dapat dilihat pada Gambar 3.1, yaitu terdapat 1 – 8 gelombang cahaya menuju 1 – 8 kanal receiver masing – masing. Receiver tersebut dapat berupa titik optic connection maupun cable connection[23].


(53)

3.4 Teknologi WDM

Interference filter dan teknologi lainnya dapat digunakan untuk memisahkan dan menggabungkan panjang gelombang dalam sistem WDM. Beberapa pendekatan sedang dilakukan untuk aplikasi WDM saat ini. Beberapa teknologi WDM muncul dengan keuntungan tersendiri, namun masih belum dipublikasikan. Walaupun teknologi tersebut bekerja dengan cara yang berbeda, namun pada proses multipleksing dan demultipleksing hasilnya cukup baik[23].

3.4.1 Add – Drop Multiplekser

Sebuah demultiplekser secara penuh melakukan pemisahan terhadap panjang gelombang ke dalam kanal fiber keluaran, tetapi perkembangan selanjutnya tentu ingin dibagi hanya 1 atau 2 gelombang cahaya dari gabungan transmisi gelombang[23].

Cahaya yang ditransmisikan akan diteruskan menuju lokasi tujuan yang diinginkan. Tugas inilah yang dilakukan oleh sebuah add – drop multiplekser, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. Gambar 3.3 menunjukkan bagaimana add-drop multiplekser merespon seleksi chanel/cahaya yang akan ditransmisikan kechanel lain, jadi akan mengedrop satu chanel optik sebelum ditransmisikan kechanel lain[23].


(54)

3.4.2 Interference Filter pada WDM

Penggunaan interference filter pada WDM membutuhkan cahaya input yang kemudian akan diteruskan ke dalam filter. Sebuah lensa memfokuskan cahaya yang berasal dari input dan kemudian meneruskan ke satu atau banyak filter. Beberapa interference filter dapat membagi sebanyak 6 gelombang seri seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4[23].

Gambar 3.4 Interference Filter pada WDM

Filter Pertama mentransmisikan gelombang

λ

1 dan memantulkan gelombang lainnya. Sisa gelombang tersebut dilewatkan pada filter kedua, dimana gelombang

λ

2 ditransmisikan dan memantulkan 4 gelombang lainnya. Pada paparan ini dapat dilihat bahwa, dibutuhkan sebanyak n – 1 filter untuk menangani n kanal optic[23].

Konsep interference filter ialah simple and straight forward, namun filter ini tidak sempurna. Meskipun memantulkan gelombang, secara virtual terjadi tabrakan cahaya antar gelombang. Beberapa gelombang dapat hilang. Jika bekerja pada jumlah kanal 16, maka akan menghasilkan rugi–rugi yang lebih besar dibandingkan untuk 8 kanal transmisi[23].


(55)

Untuk mengurangi rugi – rugi tersebut, maka sinyal optik ini dibagi ke dalam beberapa grup, yang kemudian akan dibagi lagi secara individu. Gambar 3.5 menunjukkan sebuah pembangunan sistem dengan menggunakan high pass filter dan low pass filter. Pada Gambar 3.5 tersebut pertama–tama cahaya masukan dilewatkan ke sebuah high pass filter dan memantulkan gelombang cahaya lain yang lebih rendah dari λ7. Gelombang yang terpendek tadi akan diteruskan ke sebuah low pass filter dan memantulkan cahaya yang lebih panjang dari λ9. λ1- λ8 akan diteruskan ke sebuah demultiplekser 8 kanal[23].

Gambar 3.5 Demultiplekser 40 Kanal dengan Pemisahan ke Dalam Blok – Blok Kanal Panjang gelombang λ17- λ40 diteruskan ke low pass filter dan memantulkan gelombang cahaya yang lebih besar dari

λ

24. Kanal λ17-

24

λ

langsung diteruskan ke demultiplekser 8 kanal[23].

3.5 Channel Spacing

Channel spacing (spasi kanal) menentukan sistem performansi dari WDM. Standar spasi kanal dari ITU adalah 50 GHz sampai 500 GHz (100 GHz


(56)

akhir-akhir ini sering digunakan). Spacing (jarak) ini membuat kanal dapat dipakai dengan memperhatikan batasan-batasan fiber amplifier. Spasi kanal bergantung pada komponen yang dipakai.

Spasi kanal merupakan sistem frekuensi minimum yang memisahkan 2 sinyal yang dimultipleksikan. Atau biasa disebut sebagai perbedaan panjang gelombang diantara 2 sinyal yang ditransmisikan. Optical Amplifier dan kemampuan penerima untuk membedakan sinyal menjadi penentu dari spacing pada 2 gelombang yang berdekatan.

Cara terbaik untuk melihat bagaimana ini bekerja adalah untuk mempertimbangkan transmisi dari demultiplexer sebagai fungsi dari panjang gelombang untuk satu port output-yaitu, untuk saluran optik anindividual. port harus transmisikan semua cahaya di tengah, dan tidak ada cahaya luar. Biasanya transmisi puncak di pusat waveleght tidak 100%, dengan kerugian tipical 3 sampai 5dB, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6[23].


(57)

3.6 Sistem CWDM (Coarse Wavelength Division Multiplexing)

Konsep Coarse Wavelength Division Multiplexing (CDWM) ialah memanfaatkan spasi kanal yang tetap untuk dapat meningkatkan band frekuensinya. Tujuan utama teknologi ini adalah menekan biaya investasi dan biaya operasi teknologi DWDM terutama untuk area metro[22].

DWDM memang berimbas pada biaya. Dengan pertimbangan utama tingginya biaya dan diikuti oleh alasan kebutuhan variasi layanan dan kebutuhan jarak tempuh yang pendek (terkait pada kebutuhan sumber laser) membuat pengimplementasikan DWDM kurang reliable[22].

Solusi untuk permasalahan ini adalah konsep coarse wavelength division multiplexing (CDWM). Tujuan utama teknologi ini adalah menekan biaya investasi dan biaya operasi teknologi DWDM terutama untuk area metro. Untuk aplikasinya CWDM memiliki kemampuan yang sama dengan teknologi DWDM, dimana aplikasi yang dapat diterapkan adalah point-to-point, chain, ring dan mesh. Namun seperti halnya DWDM isu transparansi, interoperability dan manajemen jaringan optik tetap perlu menjadi perhatian.

ITU-T G.694.2 menetapkan 18 wavelengths untuk CWDM dengan jalur dari 1271 sampai 1611nm, dengan kecepatan 20nm. Diperlihatkan pada Tabel 3.1. Dengan attenuasi yang tinggi antara 1271-1451nm dengan menggunakan optical fiber (G.652.A and G.652.B) maka CWDM menggunakan 8 wavelengths dengan kapasitas diantara 1471-1611nm[26].


(58)

Tabel 3.1 CWDM Nominal Central Wavelengths Jalur

CWDM (nm)

Keterangan Jalur

CWDM (nm)

Keterangan

1271 Atenuasi tinggi (optical fiber) 1451 Atenuasi tinggi (optical fiber) 1291 Atenuasi tinggi (optical fiber) 1471 Kapasitas yang digunakan 1311 Atenuasi tinggi (optical fiber) 1491 Kapasitas yang digunakan 1331 Atenuasi tinggi (optical fiber) 1511 Kapasitas yang digunakan 1351 Atenuasi tinggi (optical fiber) 1531 Kapasitas yang digunakan 1371 Atenuasi tinggi (optical fiber) 1551 Kapasitas yang digunakan 1391 Atenuasi tinggi (optical fiber) 1571 Kapasitas yang digunakan 1411 Atenuasi tinggi (optical fiber) 1591 Kapasitas yang digunakan 1431 Atenuasi tinggi (optical fiber) 1611 Kapasitas yang digunakan

3.6.1 Prinsip Kerja CWDM

Prinsip kerja dasar dari CDWM adalah sama dengan prinsip kerja umum teknologi DWDM yaitu mentransmisikan kombinasi sejumlah panjang gelombang yang berbeda dengan menggunakan perangkat multiplex panjang gelombang optik dalam satu fiber. Pada sisi penerima terjadi proses kebalikannya dimana panjang gelombang tersebut dikembalikan ke signal asalnya[22].

CWDM memanfaatkan channel spacing 20 nm yang lebih memberi ruang kepada sistem untuk toleran terhadap dispersi. Hal ini berkaitan langsung dengan teknologi perangkat multiplex (terutama laser dan filter) yang akan diimplementasikan dalam sistem, dimana untuk channel spacing yang semakin presisi (DWDM = 0,2 nm s/d 1,2 nm) Laser dan filter yang digunakan akan semakin mahal. Gambar 3.7 menunjukkan jarak antar kanal pada CWDM. Jarak antar kanal merupakan jarak antara dua panjang gelombang yang dialokasikan


(59)

sebagai referensi. Semakin sempit jarak antar kanal, maka akan semakin besar jumlah panjang gelombang yang dapat ditampung[22].

Gambar 3.7 Jarak Antar Kanal pada CWDM

Dengan spasi kanal yang tetap 0,2 nm, teknologi CWDM akan memiliki keterbatasan dalam hal jumlah panjang gelombang yang dapat dikonsumsi jika mengoptimalkan band frekuensi yang sama seperti DWDM (1470nm s/d 1610nm). Oleh karena itu dalam perkembangannya guna mendapatkan jumlah panjang gelombang yang lebih banyak, CWDM akan mengoptimalkan band frekuensi 1290nm s/d 1610nm (Kemampuan saat ini 1470nm-1610nm). Jika diperhatikan Gambar 3.8, terlihat bahwa CWDM akan mengoptimalkan referensi gelombang 1310nm dan band 1510nm (DWDM mengoptimalkan 1510 nm)[22].


(60)

Dilihat pada Gambar 3.8 bahwa sistem CWDM melakukan proses pentransmisian data dengan memiliki spasi kanal yang lebih lebar dan mengirimkan masing-masing data ke tiap-tiap kanal informasi[27].

Dengan band frekuensi yang lebih lebar, walaupun spasi kanal juga lebih lebar, diharapkan CWDM memiliki jumlah panjang gelombang yang kurang lebih bersaing dengan DWDM. Impact lain dari kemampuan CWDM ini adalah, karena mengoptimalkan dua band frekuensi CWDM dapat diimplementasikan untuk jenis fiber eksisting, seperti G.652 dan G.653 disamping fiber G.655 (DWDM optimal)[22].

Untuk aplikasinya CWDM memiliki kemampuan yang sama dengan teknologi DWDM, dimana aplikasi yang dapat diterapkan adalah point-to-point, chain, ring dan mesh. Satu hal yang perlu digarisbawahi dari teknologi CWDM, seperti tujuan utamanya untuk menekan biaya implementasi DWDM di area metro, adalah lebih murahnya biaya hardware terutama komponen laser dan filter[22].

Pada DWDM dibutuhkan laser transmiter yang lebih stabil dan presisi daripada yang dibutuhkan pada CWDM. Artinya, DWDM menempati level teknologi yang lebih tinggi dari CWDM. Pada sistem DWDM laser yang digunakan adalah sistem DFB (Distribution Feed Back) yang menggunakan teknologi tinggi dengan toleransi panjang gelombang sekitar 0,1 nm (presisi dan sangat sempit) dan mengakibatkan temperatur tinggi, sehingga membutuhan sistem pendingin. Sedangkan pada sistem CWDM sekitar ( 2-3 ) nm tanpa sistem pendingin dan membutuhkan konsumsi daya yang lebih kecil (hanya sekitar 15%


(61)

dibanding DWDM). Demikian pula terjadi pada sistem filter diantara keduanya. Tentunya hal ini menimbulkan perbedaan biaya yang sangat signifikan[22].

Pada sistem WDM, dikenal Fiber Bragg Gratings yang dapat dikelompokkan pada jenis filter. Secara umum, FBG memantulkan sebuah gelombang yang dipilih dan melewatkan gelombang yang lainnya. Pada DWDM, filter yang biasanya digunakan adalah FBG yang dikenal sebagai interference filter. Sedangkan pada CWDM, digunakan teknologi Thin-Film Filter (TFF). Filter ini bisa digunakan seperti filter satu kanal diskrit dan dapat digabungkan ke dalam alat multiplekser/demultiplekser yang menggunaan empat sampai delapan panjang gelombang[24].

Dengan pertimbangan seperti pada Tabel 3.2 dan uraiannya maka dengan konsep CWDM: tingginya biaya menjadi bisa ditekan, kebutuhan variasi layanan di metro dengan kebutuhan bandwitdh besar tetap bisa dipenuhi, dan kebutuhan area implementasi untuk metro bisa didapatkan[22].

Tabel 3.2 Parameter pada CWDM

No Parameter CWDM

1 Channel Spacing 0,2 nm

2 Band Frekuensi 1290 s.d 1610 nm

3 Type Fibre Optimal ITU – T G.652, G.653, G.655

4 Aplikasi Point to point, chain, ring, mesh

5 Area implementasi optimal Metro

6 Ukuran perangkat Lebih kecil

7 OLA ( Regenerator ) Tidak ada

8 Power Consumption Lebih rendah ( 15 % )

9 Laser Device Lebih murah


(62)

Teknologi CWDM menjadi solusi yang baik mengatasi kebutuhan bandwidth besar dengan biaya murah pada area metro. Hal ini dilandasi dengan penggunaan channel spacing 0,2nm yang menyebabkan sistem tidak perlu membutuhkan laser dan filter dengan teknologi tinggi yang mahal. Namun seperti halnya DWDM isu transparansi, interoperabiliti dan manajemen jaringan optik tetap perlu menjadi perhatian[24].

Spasi kanal merupakan jarak minimum antar panjang gelombang agar tidak terjadi interferensi. Standarisasi spasi kanal perlu dilakukan agar sistem DWDM dan CWDM dari berbagai vendor yang berbeda dapat saling berkomunikasi. Jika panjang gelombang operasi berbanding terbalik dengan frekuensi, hubungan bedanya dikenal dalam panjang gelombang masing-masing sinyal. Faktor yang mengendalikan besar spasi kanal adalah bandwidth dan kemampuan penerima mengidentifikasi dua set panjang gelombang yang lebih rendah dalam spasi kanal. Kedua faktor itulah yang membatasi jumlah panjang gelombang yang melewati penguat.Saat ini terdapat dua pilihan untuk melakukan standarisasi kanal, yaitu menggunakan spasi lamda atau spasi frekuensi. Hubungan antara spasi lamda dan spasi frekuensi adalah[28]:

λ λ ∆ − =

∆ 2

c

f . ……… (3.1)

Dimana : f

∆ = spasi frekuensi (GHz) λ

∆ = spasi lamda (nm)

λ = panjang gelombang daerah operasi c = 3x108m/s


(63)

Gambar 3.9 memperlihatkan ada 4 sinyal informasi dengan panjang gelombang yang berbeda ditransmisikan dengan menggunakan sistem CWDM. Sistem CWDM menggunakan 4 jalur sekaligus untuk mentransmisikan keempat sinyal informasi tersebut[30].


(1)

ITU G.652 Covers single-mode NDSF (non-dispersion-shifted fiber). This fiber is in most of the cable that was installed in the 1980s. Optimized in the 1,310-nm range. Low water peak fiber has been specifically processed to reduce the water peak at 1400 nm to allow use in that range. There are 4 subcategories:

G.652A :

Atten </= 0.5 / 0.4 at 1310 / 1550nm Macrobend </= 0.5 dB at 1550nm PMD </= 0.5 ps/sqrt(km)

G.652B :

Atten </= 0.4 / 0.35 / 0.4 at 1310 / 1550 / 1625nm Macrobend </= 0.5 dB at 1625nm

PMD </= 0.2 ps/sqrt(km) G.652C :

Atten </= 0.4 from 1310 to 1625nm, </= 0.3 at 1550nm, and

at 1383nm, it must be </= that specified at 1310nm, after hydrogen aging. Macrobend </= 0.5 dB at 1625nm

PMD </= 0.5 ps/sqrt(km) G.652D (covers all above):

Atten </= 0.4 from 1310 to 1625nm, </= 0.3 at 1550nm, and

at 1383nm, it must be </= that specified at 1310nm, after hydrogen aging. Macrobend </= 0.5 dB at 1625nm

PMD </= 0.2 ps/sqrt(km)

ITU G.653 Covers single-mode dispersion-shifted optical fiber. Dispersion is minimized in the 1,550-nm wavelength range. At this range attenuation is also minimized, so longer distance cables are possible.

ITU G.654: Covers single-mode fibre which has the zero-dispersion wavelength around 1300 m wavelength which is cut-off shifted and loss minimized at a wavelength around 1550 nm and which is optimized for use in the 1500-1600 nm region.

ITU G.655 Covers single-mode NZ-DSF (nonzero dispersion-shifted) fiber) , which takes advantage of dispersion characteristics that suppress the growth of four-wave mixing, a problem with WDM (wavelength division multiplexing) systems. NZ-DSF supports high-power signals and longer distances, as well as closely sp G.655 is optimized for WDM and long-distance cable runs such as transoceanic cables. It uses dispersion to reduce the effect of four-wave mixing (FWM), which occurs in DWDM systems when three wavelengths mix in such a way to produce a fourth wavelength that overlays and interferes with the original signals.

TIA TR-42 specifies singlemode fiber for premises applications. OS1 or OS2 fiber for outdoor or indoor/outdoor applications is specified for a maximum


(2)

attenuation of 0.5 dB/km at either 1310 05 1550 nm. For indoor applications, OS1 or OS2 fiber is specified for a maximum attenuation of 1.0 dB/km at either 1310 05 1550 nm.

Fiber Types

This section discusses various MMF and SMF types currently used for premise, metro, aerial, submarine, and long-haul applications. The International Telecommunication Union (ITU-T), which is a global standardization body for telecommunication systems and vendors, has standardized various fiber types. These include the 50/125-u graded index fiber (G.651), Nondispersion-shifted fiber (G.652), dispersion-shifted fiber (G.653), 1550-nm loss-minimized fiber (G.654), and NZDSF (G.655).

Multimode Fiber with a 50-Micron Core (ITU-T G.651)

The ITU-T G.651 is an MMF with a 50 micron nominal core diameter and a 125-u nominal cladding diameter with a graded refractive index. The atten125-uation parameter for G.651 fiber is typically 0.8 dB/km at 1310 nm. The main application for ITU-T G.651 fiber is for short-reach optical transmission systems. This fiber is optimized for use in the 1300-nm band. It can also operate in the 850-nm band.

Nondispersion-Shifted Fiber (ITU-T G.652)

Production volumes starting in 1984Improved 1550 nM attenuation (0.25 db/km) in 1989 Even better (0.20 db/km) in 1992 Controlled low PMD since 1996. The ITU-T G.652 fiber is also known as standard SMF and is the most commonly deployed fiber. This fiber has a simple step-index structure and is optimized for operation in the 1310-nm band. It has a zero-dispersion wavelength at 1310 nm and can also operate in the 1550-nm band, but it is not optimized for this region. The typical chromatic dispersion at 1550 nm is high at 17 ps/nm-km. Dispersion compensation must be employed for high-bit-rate applications. The attenuation parameter for G.652 fiber is typically 0.2 dB/km at 1550 nm, and the PMD parameter is less than 0.1 ps/km. An example of this type of fiber is Corning SMF-28.

Low Water Peak Nondispersion-Shifted Fiber (ITU-T G.652.C)

The legacy ITU-T G.652 standard SMFs are not optimized for WDM applications due to the high attenuation around the water peak region. ITU G.652.C-compliant fibers offer extremely low attenuation around the OH peaks. The G.652.C fiber is optimized for networks where transmission occurs across a broad range of wavelengths from 1285 nm to 1625 nm. Although G.652.C-compliant fibers offer excellent capabilities for shorter, unamplified metro and access networks, they do not fully address the needs for 1550-nm transmission. The attenuation parameter for G.652 fiber is typically 0.2 dB/km at 1550 nm, and the PMD parameter is less than 0.1 ps/ km. An example of this type of fiber is Corning SMF-28e.


(3)

Low Water Peak Nondispersion-Shifted Fiber (ITU-T G.652.D)

There are four tables in the standard. A and B have a water peak. C and D eliminate the water peak for full spectrum operation. D has controlled PMD. Dispersion-Shifter Fiber (ITU-T G.653)

Conventional SMF has a zero-dispersion wavelength that falls near the 1310-nm window band. SMF shows high dispersion values over the range between 1500 nm and 1600 nm (third window band). The trend of shifting the operating transmission wavelength from 1310 nm to 1550 nm initiated the development of a fiber type called dispersion-shifted fiber (DSF). DSF exhibits a zero-dispersion value around the 1550-nm wavelength where the attenuation is minimum. The DSFs are optimized for operating in the region between 1500 to 1600 nm. With the introduction of WDM systems, however, channels allocated near 1550 nm in DSF are seriously affected by noise induced as a result of nonlinear effects caused by FWM. This initiated the development of NZDSF. Figure 3-14 illustrates the dispersion slope of DSF with respect to SMF and NZDSF. G.653 fiber is rarely deployed any more and has been superseded by G.655.

Figure 1. Fiber Dispersion Slopes 1550-nm Loss-Minimized Fiber (ITU-T G.654)

The ITU-T G.654 fiber is optimized for operation in the 1500-nm to 1600-nm region. This fiber has a low loss in the 1550-nm band. Low loss is achieved by using a pure silica core. ITU-T G.654 fibers can handle higher power levels and have a larger core area. These fibers have a high chromatic dispersion at 1550 nm. The ITU G.654 fiber has been designed for extended long-haul undersea applications.

Nonzero Dispersion Shifted Fiber (ITU-T G.655)

Using nonzero dispersion-shifted fiber (NZDSF) can mitigate nonlinear characteristics. NZDSF fiber overcomes these effects by moving the zero-dispersion wavelength outside the 1550-nm operating window. The practical effect of this is to have a small but finite amount of chromatic dispersion at 1550


(4)

nm, which minimizes nonlinear effects, such as FWM, SPM, and XPM, which are seen in the dense wavelength-division multiplexed (DWDM) systems without the need for costly dispersion compensation. There are two fiber families called nonzero dispersion (NZD+ and NZD), in which the zero-dispersion value falls before and after the 1550-nm wavelength, respectively. The typical chromatic dispersion for G.655 fiber at 1550 nm is 4.5 ps/nm-km. The attenuation parameter for G.655 fiber is typically 0.2 dB/km at 1550 nm, and the PMD parameter is less than 0.1 ps/ km. The Corning LEAF fiber is an example of an enhanced G.655 fiber with a 32 percent largereffective area. Figure 3-14 illustrates the dispersion slope of NZDSF with respect to SMF and DSF.

From the ITU - One more type

ITU has set a global standard for a new optical fibre that will make it easier for network operators to deploy bandwidth to maximise technology in core networks. The development of standards in this area is important if network operators are to reduce costs and provide more innovative services to customers.

"G.656 is another significant step in the evolution of optical networks, because it allows a more economical deployment of optical transport networks", says Peter Wery, Chairman of ITU-T Study Group 15 responsible for the Recommendation. The new standard Recommendation G.656 will allow the easier deployment of Coarse Wave Division Multiplexing (CWDM) in metropolitan areas, and increase the capacity of fibre in Dense Wave Division Multiplexing (DWDM) systems. Wave Division Multiplexing (WDM)increases the data carrying capacity of an optical fibre by allowing simultaneous operation at more than one wavelength. G.656 allows operators using CWDM to deploy systems without the need to compensate for chromatic dispersion, a phenomenon that at low levels counteracts distortion, but at high-levels can make a signal unusable. Although complicated, the management of chromatic dispersion is crucial as the number of wavelengths used in WDM systems increase. ITU has a history of providing the specifications that allow operators to most efficiently handle this.

G.656 also means that at least 40 more channels can be added to DWDM systems. In this case chromatic dispersion is used to control harmful interference over this unprecedented range of the optical spectrum.

Note to technical editors:

The most important new feature in Recommendation G.656 fibre is the chromatic dispersion coefficient. In G.656 this coefficient has an allowed range of 2 to 14 ps/nm*km in the 1460-1625 nm band, compared to 1 to 10 ps/nm*km for G.655.B and G.655.C which is only related to the 1530-1565 nm band. This low value of the chromatic dispersion coefficient in the S-C-L bands is the real novelty of G.656 because it allows the utilization of a larger wavelength band.

The other characteristics are very similar to previous Recommen- dations. The range of mode field diameter permitted in G.656 of 7 to 11 5m compares to 8 to


(5)

11 5m in the G.655 non-zero dispersion-shifted fibre. G.656 fibre has a maximum PMD link design value of 0.20 ps/sqrtkm, which is the lowest value recom-mended by ITU-T (the same value that ITU-T recently adopted for G.655.C). G.656 has the same cable cut-off wavelength and cable

attenuation coefficients in the C and L bands as G.655.

ITU-T G.656 (Characteristics of a fibre and cable with Non-Zero Dispersion for Wideband Optical Transport) is the most recent in the G-series which specifies the geometrical, physical, mechanical and transmission characteristics of the optical fibres. Other Recommendations in this series include:

Yet another ITU addition G.657

Cooked up for the cable TV and FTTH industries. It is hard to control bend radius in the field. This fiber is designed for installation abuse.

G.657 Cat A -- Max 0.75 dB for a full turn around a 2 cm mandrel G.657 Cat B -- Max 0.5 dB for a full turn around a 1.5 cm mandrel Both at 1550 nm

ITU-T G.652 - Characteristics of a single-mode optical fibre and cable

ITU-T G.653 - Characteristics of a dispersion-shifted single-mode optical fibre and cable

ITU-T G.654 - Characteristics of a cut-off shifted single-mode optical fibre cable ITU-T G.655 - Characteristics of a non-zero dispersion-shifted single-mode optical fibre and cable

The following ITU-T Recommendations and other references contain provisions which, through reference in this text, constitute provisions of this

Recommendation. At the time of publication, the editions indicated were valid. All Recommendations and other references are subject to revision; users of this Recommendation are therefore encouraged to investigate the possibility of applying the most recent edition of the Recommendations and other references listed below. A list of the currently valid ITU-T Recommendations is regularly published. The reference to a document within this Recommendation does not give it, as a stand-alone document, the status of a Recommendation.

− ITU-T Recommendation G.652 (20053), Characteristics of a single-mode optical fibre cable.

ITU-T Recommendation G.653 (2003), Characteristics of a dispersion-shifted single-mode optical fibre cable.

ITU-T Recommendation G.655 (2003), Characteristics of a non-zero dispersion-shifted single-mode optical fibre and cable.

ITU-T Recommendation G.664 (2003), Optical safety procedures and requirements for optical transport systems.

ITU-T Recommendation G.691 (2003), Optical interfaces for single-channel STM-64 and other SDH systems with optical amplifiers.


(6)

ITU-T Recommendation G.692 (1998), Optical interfaces for multichannel systems with optical amplifiers.

− ITU-T Recommendation G.693 (20053), Optical interfaces for intra-office systems.

ITU-T Recommendation G.694.1 (2002), Spectral grids for WDM applications: DWDM frequency grid.

ITU-T Recommendation G.707/Y.1322 (2003), Network node interface for the synchronous digital hierarchy (SDH).

ITU-T Recommendation G.709/Y.1331 (2003), Interfaces for the Optical Transport Network (OTN).

ITU-T Recommendation G.872 (2001), Architecture of optical transport networks.

ITU-T Recommendation G.957 (1999), Optical interfaces for equipments and systems relating to the synchronous digital hierarchy.

− IEC 60825-1:19932001, Safety of laser products – Part 1: Equipment classification, requirements and user's guide.

− IEC 60825-2:20050, Safety of laser products – Part 2: Safety of optical fibre communication systems (OFCS).