BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal 2.1.1.1 Pengertian Pasar Modal - Analisis Pengaruh Inflasi, Sukubunga, Profitabilitas, dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di BEI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pasar Modal

  Undang-undang pasar modal (UUPM) No 8 tahun 1995 pasal 1 mendefinisikan bahwa “Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Menurut Sitompul (2004:12) pengertian pasar modal atau bursa efek adalah “suatu tempat di mana bertemunya pembeli dan penjual efek yang terdaftar di bursa itu, pembeli dan penjual datang untuk mengadakan transaksi jual beli efek”

  Menurut Sjahrial (2007:147) pengertian pasar modal dibedakan atas pasar modal dalam arti sempit dan pasar modal luas

  1. Dalam arti sempit Pasar modal merupakan kegiatan yang mempertemukan penjual dan pembeli dana jangka panjang

  2. Dalam arti luas a.

  Pasar modal adalah keseluruhan system keuangan yang terorganisasi termasuk bank-bank komersial dan semua perantara dibidang keuangan serta surat-surat berharga jangka panjang dan pendek b.

  Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisasi dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit. Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pasar modal adalah tempat bertemunya pelaku-pelaku pasar modal untuk melakukan transaksi yang berhubungan dengan efek

2.1.1.2 Instrumen Pasar Modal

  investor dalam berinvestasi. Instrumen pasar modal ini terdiri dari : a.

  Saham Saham terdiri dari: 1.

  Saham Biasa Diantara surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, saham biasa adalah yang paling dikenal masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari investasi ini berupa deviden.

2. Saham Preferen.

  Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa karena bisa menghasilkan pendapatan tetap. Namun bisa juga tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.

  b.

  Obligasi Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisis kontrak antara pemberi dana (dalam hal ini pemodal) dengan yang diberi dana (emiten). Jadi surat obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas terebut telah membeli hutang perusahaan yang menerbitkan obligasi. c.

  Right Right merupakan surat berharga yang memberikan hak bagi pemodal untuk mmbeli saham baru yang dikeluarkan emiten. Right merupakan produk derivatif atau turunan dari saham. Kebijakan untuk melakukan right issue merupakan upaya emiten untuk menambah saham yang beredar, guna d.

  Waran Waran adalah hak untuk membeli saham biasa pada waktu dan harga yang sudah ditentukan. Biasanya waran dijual bersamaan dengan surat berharga lainnya, misalnya obligaasi atau saham. Penerbit waran harus memiliki saham yang nantinya dikonversi oleh pemegang waran. Namun, setelah obligasi atau saham memasuki pasar, waran dapat diperdagangkan secara terpisah dengan saham atau obligasi.

  e.

  Reksa dana Reksa dana merupakan alternatif investasi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian dalam menganalisis resiko. Reksa dana diartikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakatpemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.

2.1.1.3 Keuntungan dan Kerugian Investasi di Pasar Modal

  Menurut Sundjaja (2003:425) keuntungan dan kerugian apabila berinvestasi di pasar modal terdiri dari: a.

  Keuntungan 1.

  Laba Kapital Laba kapital adalah keuntungan dari hasil jual beli saham, berupa selisih antara nilai jual yang lebih tinggi dari nilai beli sahamnya.

  Deviden Deviden adalah bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham

  3. Nilai Saham Perusahaan Nilai saham meningkat sejalan dengan waktu dan sejalan dengan perkembangan atau kinerja perusahaan. Investor jangka panjang mengandalkan kenaikan nilai saham untuk meraih keuntungan dari investasi saham.

  4. Sebagai Agunan kredit Saham dapat dijadikan jaminan ke bank untuk memperoleh kredit, baik agunan pokok maupu agunan tambahan b.

  Kerugiannya 1.

  Rugi Kapital Memperoleh capital loss yaitu kerugian yang diderita dari hasil jual beli saham, berupa selisih antara nilai jual yang lebih rendah daripada nilai beli saham.

  2. Rugi kesempatan kerugian berupa selisih suku bunga deposito dikurangi total hasil yang diperoleh dari total investasi 3. Likuidasi

  Kerugian yang timbul apabila perusahaan dilikuidasi, namun nilai likuidasinya lebih rendah dari harga beli saham.

2.1.2 Saham

  Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut juga pemilik sebagian dari perusahaan tersebut.

2.1.2.1 Saham Biasa

  Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini biasanya dalam bentuk saham biasa (common stock). Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. Menurut Jogiyanto (2000) hak-hak yang dimiliki oleh a.

  Hak Kontrol Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memilih dewan direksi. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang saham mempunyai hak untuk mengontrol siapa saja yang akan memimpin perusahaan.

  b.

  Hak Menerima Pembagian Keuntungan Dalam perusahaan tidak semua laba dibagikan, sebagian laba akan ditanam kembali ke dalam perusahaan. Laba yang tidak ditahan dibagikan dalam bentuk deviden. Keputusan perusahaan membayar deviden atau tidak dicerminkan dalam kebijakan devidennya. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam bentuk deviden, semua pemegan saham biasa mendapatkan haknya yang sama.

  c.

  Hak Preemptive Hak preemptive (preemptive right) merupakan hak untuk mendapatkan persentasi kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham. Perusahaan yang mengeluarkan tambahan lembar saham akan menyebabkan persentase kepemilikan pemegang saham lama menurun. Hak preemptive memberi prioritas kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham yang baru, sehingga persentase kepemilikan sahamnya tidak berubah.

2.1.2.2 Saham Preferen

  (hybrid) antara obligasi dan saham biasa (Jogiyanto, 2000:67). Apabila dibandingkan dengan saham biasa, saham preferen mempunyai hak yaitu hak atas deviden tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu jika terjadi likuidasi. Oleh karena itu, saham preferen dianggap mempunyai karakteristik ditengah- tengah antara bond dan saham biasa.

2.1.2.3 Saham Treasuri

  Saham treasuri (treasury stock) adalah saham milik perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk tidak dipensiunkan tetapi disimpan sebagai treasuri. Perusahaan emiten membeli kembali saham beredar sebagai saham treasuri dengan alasan: a.

  Diberikan kepada manajer atau karyawan di perusahaan sebagi bonus dan kompensasi dalam bentuk saham.

  b.

  Meningkatkan volume perdagangan di pasar modal sehingga nilai pasar meningkat.

  c.

  Menambah jumlah lembar saham yang tersedia untuk menguasai perusahaan lain. d.

  Mengurangi jumlah lembar saham yang beredar untuk menaikkan laba per lembarnya.

2.1.2.4 Keuntungan dan kerugian saham

  Keuntungan yang diperoleh oleh investor terhadap investasi yang 1.

  Dividen Dividen adalah suatu keuntungan yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham yang biasanya dibagikan setiap setahun sekali..

  2. Capital Gains

Capital gains adalah suatu keuntungan yang diperoleh dari selisih jual harga

  beli saham. Apabila harga jualnya tinggi maka investor mendapat keuntungan dan jika harga jual rendah maka investor mengalami kerugian (Capital Loss)

2.1.3 Penilaian Saham

  Penilaian saham dapat dilakukan dengan cara mengetahui nilai buku (book

  

value ), nilai pasar (market value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Ketiga

  konsep nilai saham ini merupakan hal yang perlu dan berguna dipahami. Nilai saham dapat digunakan untuk mengetahui saham yang murah, saham yang tepat nilainya dan saham yang mahal dengan membandingkan nilai pasar dengan nilai intrinsik (Jogiyanto, 2000).

a. Nilai Buku

  Nilai buku (book value) per lembar saham menunjukkan aktiva bersih yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham.

  (Jogiyanto, 2000:82). Aktiva bersih sama dengan total ekuitas pemegang saham, maka nilai buku perlembar saham sama dengan total ekuitas dibagi dengan jumlah

b. Nilai Pasar

  Nilai pasar (market value) berbeda dengan nilai buku. Menurut Jogiyanto (2000:88) nilai pasar adalah “harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar”. Nilai pasar saham ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut pada pasar bursa efek.

c. Nilai Intrinsik

  Nilai Intrinsik merupakan nilai yang sebenarnya yang terkandung di dalam saham. Ada dua macam analisis yang banyak digunakan dalam menentukan nilai intrinsik saham yaitu analisis fundamental dan analisis teknis. Analisis teknis banyak digunakan oleh praktisi dalam menentukan harga saham, sedangkan analisis fundamental banyak digunakan oleh akademisi.

1. Analisis Fundamental.

  Analisis Fundamental digunakan untuk mengevaluasi prospek masa mendatang, pertumbuhan dan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dalam kaitannya dengan perekonomian secara makro, perekonomian nasional, perkembangan bidang industry perusahaan (Sitompul, 2004). Secara teoritis analisis fundamental terdiri dari tiga langkah proses yaitu: a.

  Langkah pertama, para analis terlebih dahulu mengevaluasi bagaimana lingkungan bisnis di masa yang akan datang.

  b.

  Langkah kedua, para analis membuat estimasi tentang seberapa baik atau bisnis di masa mendatang yang dihasilkan dari langkah pertama (biasanya disebut analisis pendapatan perusahaan dimasa mendatang) c. Setelah mendapat penilaian tentang perekonomian dan pendapatan perusahaan di masa yang akan datang, maka para analisis membuat estimasi tentang berapa harga yang harus dibayar investor terhadap saham perusahaan itu di masa mendatang.

2. Analisis Teknis

  Analisis teknis adalah analisis yang merupakan studi mengenai perilaku pasar modal yang sedang berlangsung dan menggabungkannya dengan pola-pola perdagangan saham. Teori yang digunakan dalam analisis teknis diantaranya: 1.

  Teori Odd lot Yaitu teori yang mendasarkan analisisnya pada pemodal-pemodal kecil, yang selalu membeli saham perusahaan kurang dari 1 slot setiap pembelian. Menurut teori ini semakin tinggi persentase pembelian “Odd Lot” maka semakin “Bearish” kondisi pasar.

  2. Teori Dow Menurut teori ini perkembangan umum pasar modal tidak akan cenderung bergerak sampai indeks indutri rata-rata Dow Jones, indeks transportasi Dow Jones, dan indeks utilitas Dow Jones bergerak kea rah yang sama.

  3. Teori Advance Decline. melampaui jumlah saham yang mengalami penurunan harga, maka pasar kemungkinan akan mengalami “bullish”.

  4. Teori Short Menurut teori short, semakin banyak perdagangan short atas suatu saham dari jenis industri tertentu di pasar modal maka semakin “bullish” pasar untuk industri tersebut karena setiap penjualan saham dengan posisi short pasti akan dibeli kembali.

  5. Teori Cash Future Spread Teori ini didasarkan kepada selisih antara nilai dari indeks saham umum dengan nilai yang akan datang dari indeks tersebut, bila selisih ini membesar maka akan terjadi kenaikan dalam waktu yang pendek.

  6. Teori Advance Decline/ volume Teori ini menyatakan apabila rata-rata perdagangan saham setiap hari dari suatu saham tertentu, atau dari industri tertentu atau secara keseluruhan terjadi kenaikan di pasar modal, trend kenaikan saham tersebut akan berlanjut.

2.1.4 Profitabilitas Perusahaan

  Profitabilitas merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi. Anthony dan Govindarajan (2004) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis ukuran menyangkut profitabilitas perusahaan yaitu ukuran yang ditujukan kepada kinerja manajemen dan ukuran menyangkut dengan kinerja menjalankan fungsinya dalam perencanaan, koordinasi dan pengendalian perusahaan, sedangkan kinerja ekonomi dititikberatkan pada bagaimana perusahan sebagai entitas ekonomi dalam meraih laba perusahaan.

  Return on asset (ROA) dapat digunakan sebagai alat ukur tingkat

  profitabilitas suatu perusahaan. return on Asset adalah kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan (Syamsuddin, 2007: 63). Tinggi rendahnya return on asset tergantung pada pengelolaan asset perusahaan oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan.

  Secara matematis, return on asset dapat diformulasikan sebagai berikut:

  ROA =

  Keterangan: ROA = Return On Asset NIAT = Laba bersih setelah pajak

  Semakin tinggi return on asset semakin efisien operasional perusahaan dan sebaliknya rendahnya Return On Asset dapat disebabkan oleh banyaknya aset perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, aktiva tetap beroperasi dibawah normal dan lain-lain. Efisiensi operasional dapat meningkatkan laba perusahaan sehingga investor tertarik membeli saham perusahaan tersebut. Permintaan saham yang meningkat mengakibatkan harga saham naik. Oleh karena itu, investor akan memperoleh return saham dalam

  Yuan Tsay dan Jia Goo (2006) menyatakan “the relationships between the

  

indices of profitability and stock return were significant. financial information

about profitability gives usefull information about the earnings power of firms ”.

  Profitabilitas dan return saham mempunyai hubungan yang signifikan. Informasi keuangan mengenai profitabilitas memberikan informasi berguna tentang kekuatan laba perusahaan. Hubungan profitabilitas dengan return saham didukung oleh penelitian yang dilakukan terhadap 140 perusahaan elektronik yang berada di Taiwan dengan periode pengamatan selama 6 tahun. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.

2.1.5 Pertumbuhan Perusahaan

  Pada umumnya pemegang saham atau calon pemegang saham tertarik dengan earning per share (EPS), karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Para calon pemegang saham tertarik dengan earning per share yang besar, karena hal ini merupakan salah satu

  Seetharaman dan Raj (2011) Menyatakan EPS is one of the investment

  

tools to evaluate a company’s performance either in the short or long term. The

estimated earnings can be used to measure the financial health and prospect of a

company . Bagi para investor, EPS merupakan informasi yang dapat mengevaluasi

  kinerja perusahaan baik dalam jangka pendek atau jangka panjang, karena dapat mengukur kesehatan keuangan dan prospek perusahaan. Oleh karena itu, EPS dapat mencerminkan pertumbuhan perusahaan dalam mencapai earning untuk setiap pemegang saham

  Earnings Per Share atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio

  untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi kesejahteraan pemegang saham meningkat (kasmir, 2008).

  Secara matematis earnings Per Share dapat diformulasikan sebagai berikut:

  ℎ EPS

  = ℎ Keuntungan pemegang saham adalah jumlah keuntungan setelah dipotong pajak. Keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham biasa adalah jumlah keuntungan dikurangi pajak, deviden dan dikurangi hak-hak lain untuk pemegang saham prioritas.

  Salah satu peristiwa moneter yang penting dan yang dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat dari Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain.

  Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja (tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi.

  (Boediono, 1985).

2.1.6.1 Jenis – jenis Inflasi

  Ada berbagai cara untuk menggolongkan jenis inflasi. Menurut Boediono (1985) inflasi dapat digolongkan atas dasar : 1.

  Penggolangan yang didasarkan atas “ parah” tidaknya inflasi Inflasi ini dapat digolongkan menjadi: a.

  Inflasi ringan ( di bawah 10 % setahun ) b.

  Inflasi sedang ( antara 10 – 30 % setahun ) c.

  Inflasi berat ( antara 30 – 100 % setahun ) d.

  Hiperinflasi ( di atas 100 % setahun ) 2. Penggolongan yang didasarkan atas sebab awal dari inflasi

  Inflasi ini dapat digolongkan menjadi: a.

   Demand inflation

  masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat sehingga harga-haraga barang akan melonjak naik.

  b.

   Cost Inflation Cost inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan biaya

  produksi yang secara langsung akan menaikkan harga barang.

3. Penggolongan yang didasarkan atas asal inflasi.

  Inflasi ini dapat digolongkan menjadi: a.

  Domestic inflation ( Inflasi yang berasal dari dalam negeri ) Inflasi yang berasal dari dalam negeri bisa terjadi karena defisit anggaran belanja yang di biayai dengan percetakan uang baru, hasil panen yang gagal dan sebagainya.

  b.

  Imported Inflation ( Inflasi yang berasal dari luar negeri ) Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga diluar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita. Kenaikan harga barang yang kita impor mengakibatkan:

  1. Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor.

  2. Secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi dari berbagai barang yang menggunakan bahan

  3. Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah ataupun swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor.

2.1.6.2 Hubungan Inflasi dengan Return Saham.

  Inflasi yang tinggi tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang secara terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif tidak menguntungkan sehingga pemilik modal lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi (Sukirno, 2004: 339 ). Pada saat inflasi, kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba menurun karena daya beli masyarakat turun sedangkan biaya operasi meningkat. Kondisi seperti ini membuat investor lebih tertarik melakukan investasi spekulatif seperti pembelian harta- harta tetap.

  Fama dan Schwert (1977) dalam Arifin (2005), mengemukakan hasil penelitian bahwa return saham berkorelasi negatif dengan ekspektasi tingkat inflasi dan juga mungkin dengan kejutan tingkat inflasi. Fama menjelaskan bahwa hubungan negatif antara return saham dan tingkat inflasi sesungguhnya berasal dari adanya hubungan negatif antara inflasi dengan aktivitas perusahaan terutama aktivitas pengeluaran modal.

  Ahmad, et all (2011) menyatakan bahwa “negative effect of inflation

  

includes a decrease in the real value of money and uncertainty about future

inflation may discourage investment and savings. This may force investor to sell

and increases the savings in non-productive asset” . Inflasi menyebabkan nilai riil

  uang menurun sehingga investor akan menjual sahamnya untuk menghindari risiko kerugian investasi. Pengalihan investasi dalam bentuk saham menjadi deposito merupakan alternatif yang dilakukan investor untuk meminimalisasi resiko. Hal ini menyebabkan harga saham menurun yang secara langsung menyebabkan return saham menurun.

2.1.7 Suku Bunga

  Tingkat bunga adalah kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam dana kepada yang memberi pinjaman. Dari sudut peminjam kompensasi tersebut merupakan biaya dari dana yang dipinjam (Ridwan, 2002:49). Salah satu pengaruh yang memiliki korelasi yang sangat kuat mempengaruhi pergerakan harga-harga saham di bursa efek. Perlu dipahami bahwa secara teoritis hubungan pergerakan tingkat suku bunga dengan pergerakan harga saham tersebut berbanding terbalik. Artinya apabila tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka harga-harga saham yang diperdagangkan di bursa efek akan mengalami penurunan, karena para investor saham akan beralih berinvestasi kepada instrument perbankan seperti deposito dan sebaliknya kalau pergerakan tingkat suku bunga mengalami penurunan, maka harga-harga saham akan naik karena investor akan beralih berinvestasi kepada instrument saham

  Faktor yang mempengaruhi naik-turunnya tingkat suku bunga perbankan terhadap harga saham di bursa efek dikarenakan bahwa secara umum setiap sumber-sumber pembiayaan melaului utang. Dimana utang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan operasional suatu perusahaan, sehingga naiknya tingkat suku bunga dipastikan akan menambah beban biaya terhadap perusahaan dan akibatnya dapat mengurangi keuntungan perusahaan dan akibatnya dapat mengurangi keuntungan perusahaan serta mendorong meningkatkan resiko terhadap perusahaan (Simatupang, 2010 )

  Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bagi perusahaan. perusahaan yang memiliki rasio utang yang cukup besar serta saham perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri perbankan dan properti memiliki tingkat sensitifitas yang sangat tinggi terhadap harga saham perusahaan yang bersangkutan.

  Hubungan negatif antara suku bunga dengan return saham didukung oleh penelitian yang dilakukan Poon dan Tong (2009) yang menyatakan “higher

  interest rate will lead to higher cost to finance stock investment, hence reduce the willingness of investor in stock investment and fall in stock price ”. Kenaikan

  tingkat suku bunga akan meyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk membiayai investasi saham, sehingga investor tidak tertarik untuk berinvestasi dan harga saham akan jatuh. Disisi lain, penurunan suku bunga akan menaikkan pertumbuhan Output perusahaan. Pertumbuhan output yang positif akan menyebabkan pertumbuhan laba yang positif sehingga akan meningkatkan deviden. Peningkatan deviden secara langsung akan meningkatkan return saham maka dapat disimpulkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap return saham.

2.1.8 Return Saham

  Return merupakan hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Menurut

  Jogiyanto (2000: 107), return dapat berupa return realisasi (realized return) yang sudah terjadi atau return ekspektasi (expected return) yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan risiko dimasa mendatang.

  Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang

  dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko.

  Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode yang tertentu. Return total terdiri dari capital gain ( loss ) dan yield.

  Return = capital gain ( loss ) + yield

  

Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang

  relatif dengan harga periode yang lalu ( Jogiyanto, 2000:108 ). Jika harga saham sekarang ( p t ) lebih tinggi dari harga investasi periode lalu ( P t-1 ) ini berarti terjadi keuntungan modal ( capital gain ), sebaliknya terjadi kerugian modal.

  Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah persentase deviden terhadap harga saham periode sebelumnya.

  Pengertian return saham dalam penelitian ini sama dengan return realisasi atau capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh dari kenaikan harga saham.

  

Return saham inilah yang digunakan sebagai variabel dependen dalam penelitian

  ini, yang diperoleh dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan deviden. Return saham yang diterima investor dinyatakan sebagai berikut (Jogiyanto, 2000):

  

−1

  = −1

  Ri = Return saham Pt = Harga saham pada periode t Pt-1 = Harga saham pada periode t-1

2.2 Penelitian Terdahulu

  Wai ching poon dan Gee kok ton ( 2009 ) melakukan penelitian dengan judul “Output growth, inflation and interest rate on stock return and volatility: the predictive power”. Variabel yang digunakan adalah inflasi, pertumbuhan produksi dan suku bunga sebagai variable independen dan return saham sebagai variabel

  

Regressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) dan Exponential

Generalized Auto-Regressive Conditional Heteroscedasticity (EGARCH).

  Hasilnya menunjukkan bahwa inflasi mempunyai hubungan yang negatif terhadap return saham.

  Dyah Ayu Savitri (2012), melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh ROA, NPM, EPS dan PER Terhadap Return Saham (Studi kasus pada perusahan manufaktur sektor food dan beverages periode 2007-2010)”. Variabel independen dalam penelitianadalah Return On Asset (ROA), Net Profit margin (NPM), Earnings Per Share (EPS) dan Price Earnings Ratio (PER). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ROA tidak mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham, sedangkan pada NPM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham, EPS dan PER mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham

  Nini Safitri aziz (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

  

Return On Asset (ROA), Debt To Equity Ratio (DER), Tingkat Suku bunga dan

  Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Perbankan Di Bursa Efek Indonesia (Periode 2003-2010)”. Variabel independen dalam penelitian ini adalah

  

Return On Asset (ROA), Debt To Equity Ratio (DER), tingkat suku bunga dan

  tingkat inflasi sedangkan Return saham sebagai variabel dependen. Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Secara parsial hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Return On Asset (ROA) berpengaruh positif, Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif tetapi tidak memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return saham sektor perbankan di Bursa Efek

  Rizki Tampubolon (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Return Saham Perusahaan Perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), Debt to Equity Ratio (DER),

  Return on Investment (ROI), dan Return on Equity (ROE) sedangkan Return

  saham sebagai variabel dependen. Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan statistik (pengolahan data SPSS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan, semua variabel berpengaruh signifikan terhadap return saham dan secara parsial EPS, PER, dan ROI memiliki pengaruh yang signifikan sedangkan DER dan ROE memiliki pengaruh positif tapi tidak signifikan.

  Erlinda Lusiana Fatta (2007) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Tingkat inflasi dan Kurs Rupiah terhadap Return saham Perbankan Yang Go Public Pada bursa Efek Jakarta”. Dalam penelitian ini, variabel independen menggunakan tingkat suku bunga, inflasi, kurs rupiah dan

  return saham sebagai varibel dependen. Model analisis yang digunakan pada

  penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat suku bunga mempunyai pengaruh negatif terhadap

  return saham. Namun, tingkat inflasi dan kurs rupiah berpengaruh positif terhadap return saham.

  

Tabel 2. 1

Penelitian Terdahulu

  N o Peneliti Penelitian Variabel Model Hasil

  1 Wai ching

  poon dan Gee kok ton ( 2009 ) Output growth, inflation and interest rate on stock return and volatility: the predictive power inflasi,

pertumbuhan

produksi, suku

bunga dan

return saham

  Generalized Auto- Regressive Conditional Heteroscedas ticity (GARCH) dan Exponential Generalized Auto- Regressive Conditional Heteroscedas ticity (EGARCH) inflasi mempunyai hubungan yang negatif terhadap return saham.

  2 Dyah Ayu

  Savitri (2012) Analisis Pengaruh ROA, NPM, EPS dan PER Terhadap Return Saham (Studi kasus pada perusahan manufaktur sektor food dan beverages periode 2007- 2010)

ROA, NPM,

  

EPS, PER dan

return saham

  Anaisis regresi linier berganda Variable ROA tidak mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham, sedangkan pada NPM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham, EPS dan PER mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham

  3 Nini Safitri

  aziz (2012) Pengaruh Return On Asset (ROA), Debt To Equity Ratio (DER), Tingkat Suku bunga dan Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Perbankan Di Bursa Efek Indonesia (Periode 2003- 2010)

  

ROA, DER,

Inflasi dan

Suku bunga

Analisis regresi linier berganda

  Secara parsial Return On Asset (ROA) berpengaruh positif, Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negative tetapi tidak signifikan sementara variabel tingkat suku bunga dan tingkat inflasi memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return saham

  4 Rizki

  Tampubolon (2009) Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Return Saham Perusahaan Perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

  

Earning Per

Share (EPS),

Price Earning

Ratio (PER),

Debt to Equity

Ratio (DER),

Return on

Investment

(ROI), Return

on Equity

(ROE) dan

Return saham

analisis deskriptif dan statistik secara simultan, semua variabel berpengaruh signifikan terhadap return saham dan secara parsial EPS,

  PER, dan ROI memiliki pengaruh yang signifikan sedangkan DER dan ROE memiliki pengaruh positif tapi tidak signifikan

  5 Erlinda

  Lusiana Fatta (2006) Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Tingkat inflasi dan Kurs Rupiah terhadap Return saham Perbankan Yang Go Public Pada bursa Efek Jakarta

tingkat suku

bunga, inflasi,

kurs rupiah dan

return saham

analisis regresi linier berganda tingkat suku bunga mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham sedangkan tingkat inflasi dan kurs rupiah berpengaruh positif terhadap return saham

2.3 Kerangka Konseptual

  Menurut Indriantoro dan Supomo (2000), kerangka konseptual merupakan dasar pemikiran peneliti untuk dikomunikasikan dengan orang lain sehingga hasilnya dapat dimengerti oleh orang lain dan memungkinkan untuk direplikasi atau diekstensi oleh peneliti yang lain. Berdasarkan latar belakang masalah, penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1

  Gambar 2.1

  Kerangka Konseptual

  H1

  INFLASI SUKU BUNGA

  H2 RETURN SAHAM

  PROFITABILITAS

  H3

  (ROA) PERTUMBUHAN

  H4

  PERUSAHAAN ( EPS)

  Penelitian ini menggunakan empat variabel independen yaitu tingkat inflasi, suku bunga, profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan. Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Inflasi menyebabkan biaya yang secara terus menerus naik sehingga kegiatan produktif tidak menguntungkan. Oleh karena itu, pemilik modal lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi daripada berinvestasi dalam bentuk saham. Hal ini akan berdampak terhadap penurunan harga saham karena investor akan menjual saham yang dimilikinya. Penurunan harga saham yang diakibatkan Inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham.

  Suku bunga adalah kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam dana kepada yang memberi pinjaman. Jika tingkat suku bunga mengalami kenaikan, maka harga saham yang diperdagangkan di bursa efek akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena investor akan mengalihkan investasinya dari saham menjadi deposito. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap return saham

  Dalam penelitian ini, ROA digunakan sebagai alat ukur Profitabilitas perusahaan. ROA yang tinggi mengindikasikan perusahaan efektif dalam mencapai laba karena mampu memaksimalkan aktiva dalam memperoleh laba. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin banyak investor yang tertarik untuk menginvestasikan modalnya pada perusahaan tersebut. Permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan harga saham naik dan kenaikan ini menyebabkan return saham naik. Kesimpulan yang dapat diambil adalah Profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap return saham

  Pertumbuhan perusahaan terutama pertumbuhan laba dijadikan investor sebagai pertimbangan dalam berinvestasi. Penulis menggunakan EPS sebagai alat ukur pertumbuhan perusahaan. Investor melihat perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang baik pasti memiliki harga saham yang relatif meningkat sehingga ini sangat menguntungkan bagi investor. Earning per share (EPS) adalah rasio laba bersih terhadap jumlah saham yang beredar. Peningkatan pada

  

earning per share menunjukkan perusahaan mengalami peningkatan laba yang

  perusahaan. Harga saham perusahaan yang terus meningkat dapat meningkatkan return para pemegang saham.

2.4 Hipotesis

  Berdasarkan tinjauan teoritis dan rumusan masalah maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah inflasi, suku bunga, profitabilitas perusahaan yang diukur dengan ROA dan pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan EPS memiliki pengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap harga saham.

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Inflasi, Sukubunga, Profitabilitas, dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di BEI

0 38 99

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal - Pengaruh Umur Perusahaan, Persentase Penawaran Saham dan Ukuran Perusahaan Terhadap Tingkat Underpricing saat Penawaran Umum Perdana (Studi Kasus Perusahaan Yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-20

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal - Studi Empiris Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return Saham Perusahaan yang Indeks LQ45 di Indonesia

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal - Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Ukuran Perusahaan Dan Status Kepemilikan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal 2.1.1 Pengertian Pasar Modal - Pengaruh Profitabilitas, Leverage Dan Makro Ekonomi Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Properti Dan Real Estate Di Bursa Efek Indonesia

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Profitabilitas 2.1.1.1 Pengertian Profitabilitas - Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Konsumsi Yang Terdaftar Di BEI Pada Periode 2010-2012

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal - Analisis Relevansi Dividend Yield dan Earning Per Share Terhadap Penilaian Harga Saham Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal - Pengaruh Profitabilitas, Struktur Modal, Rasio Saham, dan Size Terhadap Return Saham Dengan Komisaris Independen Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Wholesale dan Retail Trade di Bursa

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Modal Kerja - Pengaruh Modal KerjaTerhadapProfitabilitas Perusahaan Jasa Yang Terdaftar di BEI

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pasar Modal 2.1.1.1 Pengertian Pasar Modal - Analisis Pengaruh Return on Asset, Net Profit Margin, Earning Per Share terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI

0 0 25