TAX EVASION DALAM PERSEPSI ETIS DAN DEMOGRAFI WAJIB PAJAK

  

TAX EVASION

DALAM PERSEPSI ETIS DAN DEMOGRAFI WAJIB PAJAK

  1

  2 I Nyoman Kusuma Adnyana Maha Putra , Ni Putu Nita Anggraini , Ni Wayan 3,

  I Made Sudiartana 1,2,3,4,5

  4 Rustiarini

  Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati

Denpasar, Bali, Indonesia

  

ABSTRAK

  

Tax evasion merupakan fenomena sosial yang menjadi masalah penting bagi negara

berkembang.Tax evasion adalah manipulasi ilegal atas penghasilan yang dilakukan wajib

pajak untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Penelitian ini dilakukan untuk

mengidentifikasi faktor demografis wajib pajak yang terdiri atas variabel pekerjaan, jenis

kelamin, usia, pendidikan, pengalaman dan penghasilan wajib pajak yang dapat

mempengaruhi persepsi etis wajib pajak atas tindakan penggelapan pajak. Penelitian ini

dilakukan pada lima kantor pelayanan pajak yang tersebar di Provinsi Bali dengan jumlah

responden sebanyak 377 orang yang merupakan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak

badan yang terdaftar di DJP Bali. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis

regresi linear berganda. Hasil penelitian ini berhasil membuktikan bahwa dari keenam

karakteristik demografi yang dimiliki oleh wajib pajak, variabel usia dan pendidikan

berpengaruh negatif terhadap persepsi etis wajib pajak atas tindakan penggelapan pajak,

sedangkan pengaruh positif ditunjukkan oleh variabel penghasilan.

  Kata kunci: karakteristik demografi wajib pajak, tax evasion

PENDAHULUAN memenuhi dan smelaksanakan

  Langkah reformasi perpajakan sendiri kewajiban dan hak dari official assessment menjadi perpajakannya (Rahayu, 2010:101).

  selfnassessment system merupakan

  Berlakunya self upaya yang dilakukan oleh

  assessmentsistem ini, di sisi lain juga

  Pemerintah Indonesia untuk menciptakan peluang bagi wajib pajak meningkatkan penerimaan pajak untuk melakukan penggelapan pajak sebagai sumber penerimaan negara

  (tax evasion). Tax evasion adalah yang akan digunakan untuk manipulasi ilegal atas membangun infrastruktur dan penghasilanyang dilakukan wajib memberikan layanan sosial seperti pajak untuk memperkecil jumlah pendidikan dan kesehatan kepada pajak yang terutang (Zain, 2008:44). masyarakat. Namun konsekuensi dari

  Penggelapan pajak adalah perilaku langkah ini adalah menuntut adanya ilegal disengaja yang mengarah ke peningkatan kepatuhan dari wajib pelanggaran hukum pajak untuk pajak karena dari tanggung jawab melarikan diri dari pembayaran pajak pemungutan dilakukan sepenuhnya (Gabor, 2012). Banyak kasus oleh penguasa (official) maka dalam penggelapan pajakterjadi di Indonesia,

  self assessment sistem, wajib pajak

  salah satunya penggelapanpajak dan diberikan kepercayaan penuh untuk kasus suap pajak yang dilakukan

  Maha Putra, Anggraini, Rustiarini

,

Sudiartana, Tax Evasion Dalam Persepsi Etis...

  GayusTambunan dan Dhana Widyatmika. Kasus penggelapan pajak juga dilakukan Asian Agri yang diduga sejak tahun 2004 sampai 2005 sebesar Rp 1,4miliar.

  Fenomena penggelapan pajak merupakan fenomena sosial yang menjadi masalah penting bagi negara berkembang (Tsakumis et al., 2007), salah satunya Indonesia. Global

  Financial Integrity memprediksi

  potensi pajak yang menguap dari Indonesia akibat rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak, tingginya prevalensi korupsi pajak, praktik penggelapan, dan penghindaran pajak dengan metode perekayasaan keuangan, dan rendahnya kinerja otoritas pajak Indonesia hampir mencapai Rp 200 triliun pada setiap tahunnya (CNN Indonesia, 2016).

  Hal tersebut mengakibatkan tidak tercapainya realisasi target penerimaan pajak selama tiga tahun terakhir dari 2013-2015 yang berkisar 81,50 persen hingga 92,07 persen. Bahkan di Kanwil DJP Bali mencatat data realisasi target penerimaan pajak di tahun 2015 hanya mencapai 83,69 persen. Berdasarkan data Kanwil DJP Bali yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik tahun 2014, terdapat 2.9 juta jiwa yang tercatat sebagai usia produktif, dan yang terdaftar sebagai wajib pajak hanya sebesar 369.000. Adapun wajib pajak yang memasukkan SPT sebanyak 260.000, namun hanya 20.000 wajib pajak perorangan yang membayar. Wajib pajak badan yang terdaftar di Bali sekitar 228.000, yang melakukan pelaporan SPT sekitar 14.866, dan yang melunasipajak hanya 7,783. Fenomena ini menunjukkan masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak di Bali.

  Penggelapan pajak merupakan isu penting yang menarik. Selain karena bukti empiris mengenai determinannya masih terbatas (The

  German Federal Ministry for Economic Cooperation and Development, 2011,

  p. 12; Khlif and Achek, 2015),terdapat fakta bahwa tingkat penghindaran pajak dan penggelapan sulit diperkirakan,serta merupakan fenomena yang sulit untuk diamati. Tindakan penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak dipicu oleh faktor persepsi etis wajib pajak atas tarif pajak, sistem pajak yang berkeadilan dan bagaimana kebijakan pemerintah dalam menggunakan pajak yang sudah dibayar (James et.al, 1996:350).

  Terdapat beberapa faktor penyebab perilaku penghindaran dan penggelapan pajak. Jackson dan Milliron (1986) menentukan 14 kunci yang dikategorikan menjadi demografi, ekonomi, dan perilaku. Riahi-Belkaoui (2004) menyatakan faktor yang berpengaruh pada penggelapan pajak adalah kompleksitas, pendidikan, pendapatan, kewajaran, dan moral pajak. Cummings et al. (2009) menambahkan variabel ukuran ekonomi sebagai faktor penyebab penggelapan pajak. Penelitian lain menggunakan variabel ekonomi (Richardson, 2006), motivasi intrinsik (Torgler, 2006), perilaku wajib pajak (Buehn dan Schneider, 2012). Khlif dan Anchek (2015) mengkategorikan empat penyebab penggelapan pajak yaitu demografi, budaya dan perilaku, legal dan institusi, dan ekonomi.

  Studi literatur yang melihat etika dalam penghindaran pajak juga masih belum banyak dilakukan. Sebagai warga negara dalam masyarakat beradab modern, orang tumbuh dengan keyakinan bahwa mereka harus memberi kontribusi sumber daya mereka untuk kemajuan masyarakat. Berdasarkan ajaran orang tua, guru sekolah, dan penegak hukum, rasa benar atau salah secara bertahap ditetapkan. Bergantung pada orientasi itu, tindakan penghindaran maupun penggelapan pajak dapat dianggap tidak etis, agak etis, atau etis(McGee et.al, 2007).

  Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor demografis wajib pajak yang terdiri atas variabel pekerjaan, jenis kelamin, usia, pendidikan, pengalaman dan penghasilan wajib pajak yang dapat mempengaruhi persepsi etis wajib pajak atas tindakan penggelapan pajak. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi keilmuanmengenai perilaku penggelapan pajak dari sudut etika terutama jika dikaitkan dengan karakteristik demografi wajib pajak itu sendiri.Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi regulator pajak untuk mempertimbangkan peran demografi wajib pajak dalam mengidentifikasi penyebab penggelapan pajak.

  METODE

  Penelitian ini merupakan penelitian survei yang dilakukan pada Wajib Pajak yang memiliki pekerjaan bebas diProvinsi Bali. Jumlah wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan yang terdaftar di DJP Bali pada tahun 2015 adalah sebanyak 710.283 yang terdiri dari 461.684 Wajib Pajak Orang Pribadidan 248.599 Wajib Pajak Badan.Penentuan jumlah sampel dilakukan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut: = 1 + Ne2 =

  710.283 1 + 710.283(0,05)² = 399,8 ~ 400 0rang Keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah total populasi e = toleransi eror

  Adapun Wajib Pajak tersebut yaitu dokter, arsitek, akuntan publik (auditor), konsultan pajak, apoteker, pengacara, notaris, dan wiraswasta, Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner secara online untukmengetahui persepsi Wajib Pajak atas perilaku penghindaran pajak. Peneliti mendatangani setiap asosiasi yang menaungi Wajib Pajak tersebut untuk memperoleh informasi mengenai keanggotaan asosiasi yaitu berupa alamat email atau nomor

  handphone (what app)anggota yang

  bisa dihubungi. Tenggang waktu yang diberikan untuk pengisian kuisioner adalah maksimal 60 hari yang dimulai sejak

  1 Juni 2017-31 Juli 2017.Sebanyak 377 orang Wajib Pajak berpartisipasi dalam pengisian kuisioner tersebut.Kuisioner penelitian ini terdiri atas pertanyaan mengenai informasidemografis responden dan pernyataan persepsi etis Wajib Pajak terkait tindakan penggelapan pajak menggunakan lima skala poin yaitu 1 = Sangat Setuju, 2 = Setuju, 3 = Netral, 4 = Tidak Setuju, dan 5 =Sangat Tidak Setuju

  Variabel independen dalam penelitian ini adalah pekerjaan (X1), jenis kelamin (X2), usia (X3), pendidikan (X4), pengalaman (X5) dan penghasilan (X6). Variabel pekerjaan

  β

  • β

  Hasil uji validitas dan reliabilitasvariabel persepsi etis (Y) pada Tabel 2 menunjukkan bahwa masing-masing instrumen memiliki nilai pearson correlation> 0,30 dan nilai cronbach alpha> 0,70. Hal ini berarti indikator/ pertanyaan dalam

  Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan caramenyebarkan kuisioner kepada Wajib Pajak. Adapun yang menjadi responden adalah Wajib Pajak yang melakukan pekerjaan bebas seperti dokter, arsitek, akuntan publik (auditor), konsultan pajak, apoteker, pengacara, notaris, dan wiraswasta. Dari 400 kuesioner yang disebar, jumlah responden yang mengisi kuisioner sebanyak 377 orang dengan tingkat response rate sebesar 94,25%. Berikut ini pada Tabel 1 menyajikan karakteristik demografi responden.

  X1 = Pekerjaan X2 = Jenis kelamin X3 = Usia X4 = Pendidikan X5 = Pengalaman X6 = Penghasilan e = error

  1 - β 6 = Koefisien regresi X

  = Konstanta β

  Keterangan: Y = Persepsi etis penggelapan pajak β

  6 X6 + e........(1)

  β

  5 X5+

  β

  4 X4 +

  3 X3 +

  Maha Putra, Anggraini, Rustiarini

,

Sudiartana, Tax Evasion Dalam Persepsi Etis...

  β

  2 X2 +

  β

  1 X1+

  Y = β

  Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Sebelum dilakukan uji analisis regresi, juga dilakukan pengujian instrumen yang terdiri atas uji validitas dan reliabilitas. Berikut ini adalah persamaan regresi yang terbentuk:

  et.al, 2007 memuat 15 pernyataan etis.

  Variabel penghasilan diukur dengan penghasilan rata-rata wajib pajak perbulan, diberikan kode 1 jika kurang dari Rp 5.000.000, kode 2 jika > Rp 5.000.000-10.000.000, kode 3 jika > Rp 10.000.000-15.000.000, kode 4 jika > Rp 15.000.000- 20.000.000, kode 5 jika > 20.000.000- 25.000.000 dan kode 6 jika > Rp 25.000.000. Variabel dependen adalah persepsi atas tindakan penggelapan pajak diukur dengan skala likert 5 poin menggunakan kuesioner yang dikembangkan dari penelitian McGee

  Variabel pendidikan diukur dengan pendidikan tertinggiwajib pajak yang dikategorisasi dari pendidikan terendah SMA, Diploma, S1,S2 dan S3, diberikan kode 1-5. Variabel pengalaman diukur dengan masa kerja wajib pajak, diberikan kode 1 jika masa kerja < 1 tahun, kode 2 jika masa kerja 1-5 tahun, kode 3 jika masa kerja 6-10 tahun, kode 4 jika masa kerja 11-15 tahun dan kode 5 jika usia > 15 tahun.

  ≤ 30 tahun, kode 2 jika usia 31-40 tahun, kode 3 jika usia 41-50 tahun dan kode 4 jika usia > 50 tahun.

  wajib pajak merupakan jenis pekerjaan bebas seperti wiraswasta, pengacara, arsitek, dokter, notaris, aktuaris, akuntan publik (auditor), konsultan pajak dan lainnya, diukur dengan memberikan kode angka 1-10. Variabel jenis kelamin diukur dengan variabel dummy. Variabel usia diukur dengan usia responden saat ini, diberikan kode 1 jika usia

HASIL DAN PEMBAHASAN

  kuesioner dapat dinyatakan valid dan Variabel Demografi Persentase (%) reliabel.

  Pekerjaan:

  Pengusaha 14.32% Pengacara 14.32% Arsitek 4.77% Dokter 6.37% Notaris 13.79%

  • Aktuaris Akuntan/Auditor 16.45% Konsultan Pajak 16.18% Apoteker 6.10% Lainnya (seniman) 7.69%

  Jenis Kelamin:

  Laki 58.62% Perempuan 41.38%

  

Usia:

  41.64% ≤ 30 year

  31-40 year 43.50% 41-50 year 10.61%

  >50 year 4.24%

  Tingkat Pendidikan:

  SMU 11.67% Diploma (D1/D2/D3) 6.10% Sarjana 57.03% Magister 24.4% Doktor 0.80%

  Tabel 1. Karakteristik Demografi Responden

  Pengalaman Kerja:

  < 1 years 20.69% 1-5 year 44.83% 6-10 years 21.22% 11-15 year 3.98% > 15 years

  Penghasilan:

  Kurang dari Rp. 5.000.000 47.21% Lebih dari Rp. 5.000.000 30.50% sampai Rp. 10.000.000 18.04% Lebih dari Rp. 10.000.000 2.92% sampai Rp. 15.000.000 0.27% Lebih dari Rp. 15.000.000 1.06% sampai Rp. 20.000.000 Lebih dari Rp. 20.000.000 sampai Rp. 25.000.000 Lebih dari Rp. 25.000.000

  Sumber: Data primer diolah (2017)

  , Maha Putra, Anggraini, Rustiarini Sudiartana, Tax Evasion Dalam Persepsi Etis...

  Tabel. 2. Hasil Uji Validitas dan Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Reliabilitas

  Unstandardized Residual Variabel Pearson Keterangan

  N 377

  Correlation

  Y1.1 0,756 Valid Model Sig

  Y1.2 0,876 Valid (Constant) 0.234

  Y1.3 0,576 Valid Pekerjaan 0.059

  Y1.4 0,818 Valid Jenis Kelamin 0.976

  Y1.5 0,821 Valid Usia 0.371

  Y1.6 0,786 Valid Pendidikan 0.073

  Y1.7 0,722 Valid Pengalaman 0.804

  Y1.8 0,868 Valid Penghasilan 0.110

  • – Y1.9 0,667 Valid Kolmogorov 1.340

  Y1.10 0,896 Valid Smirnov Z

  Y1.11 0,563 Valid Asymp. Sig 0.055 Y1.12 0,822 Valid (2tailed) Y1.13 0,889 Valid Sumber : Data primer diolah (2017) Y1.14 0,565 Valid

  Tabel 4. Hasil Uji Multikolinearitas Y1.15 0,873 Valid

  Model Collinearity

  Cronbach

  statistics

  Alpha

  Tolerance

  VIF 0,948 Reliabel

  Pekerjaan 0.659 1.516 Sumber : Data primer diolah (2017

  Jenis 0.936 1.068 Kelamin

  Hasil pengujian asumsi klasik yaitu uji normalitas pada Tabel 3 Usia 0.377 2.653 memperlihatkan angkasignifikansi Pendidikan 0.521 1.921 sebesar 0,055 atau diatas 0,050 yang Pengalaman 0.464 2.155 berarti bahwa variabel-variabel dalam Penghasilan 0.459 2.180 penelitian ini telah berdistribusi secara

  Sumber : Data primer diolah (2017) normal. Hasil uji multikolinearitas pada Tabel 4 menunjukkan

  Setelah pengujian asumsi klasik nilaitoleransi lebih dari 10% atau 0,1 terpenuhi selanjutnya dilakukan dan nilai VIF kurang dari 10 sehingga penilaian atas kelayakan model. Hasil dapat dinyatakan tidak terjadi analisis regresi pada Tabel6 multikolinearitas. Sementara hasil uji menunjukkannilai koefisien korelasi heteroskedastisitas pada Tabel sebesar 37,9%.Hal ini berarti variabel

  5menunjukkan nilai signifikansi diatas demografi wajib pajak 5%, maka dapat disimpulkan bahwa mempunyaitingkat korelasi lemah tidak terdapat heteroskedastisitas dengan persepsi etis karena memiliki dalam model regresi ini. nilai kurang dari 0,5. Nilai Adjusted R2 sebesar 0,130 menunjukkan bahwa hanya13% dari variabel persepsi etis tindakan penggelapan pajak dapat

  • 2.683 0.008 Pendidikan Pengalaman - 0.144

  0.031

  Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa dari keenam karakteristik demografi yang dimiliki oleh wajib pajak, variabel usia dan pendidikan berpengaruh negatif terhadap persepsi etis wajib pajak atas tindakan penggelapan pajak, sedangkan pengaruh positifditunjukkan oleh variabel penghasilan. Dapat disimpulkan bahwa penggelapan pajak (tax evasion) yang dilakukan oleh wajib pajak terkait persepsi etis mengenai tarif pajak, sistem pajak yang berkeadilan dan bagaimana kebijakan pemerintah dalam menggunakan pajak yang sudah dibayar dipengaruhi juga oleh karakteristik demografi yang dimiliki oleh wajib pajak.

  KESIMPULAN,

  Sumber : Data primer diolah (2017) Berdasarkan hasil uji statistik t yang ditunjukkan pada Tabel 6 maka dapat dilihat bahwa variabel pekerjaan, jenis kelamin dan pengalaman mempunyai tingkat signifikansi yang > 0,05. Hal ini berarti variabel pekerjaan, jenis kelamin dan pengalaman tidak memiliki pengaruh terhadap persepsi etis wajib pajak atas tindakan penggelapan pajak.Sedangkan variabel usia dan pendidikan menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,008 dan 0,031<0,05 dengan koefisien regresi bertanda negatif. Hal ini menunjukkan bahwa variabel usia dan pendidikan berpengaruh negative terhadap persepsi etis wajib pajak atas tindakan penggelapan pajak.Hasil ini menunjukkan bahwa semakin berumur dan semakin tinggi tingkat pendidikan seorang wajib pajak akan cenderung mengganggap tindakan penggelapan pajak sebagai suatu tindakan tidak etis. Sementara itu pengaruh positif ditunjukkan oleh variabel penghasilan dengan tingkat signifikansi 0,000<0,005 dengan koefisien regresi bertanda positif. Hal ini berarti semakin tinggi penghasilan yang dimiliki wajib pajak maka akan meningkatkan persepsi etis atas tindakan penggelapan pajak.

  R Square 0.144 Adjusted R2 0.130

  Uji F 10.339 0.000 R 0.379

  0.512 Penghasilan 0.170 4.079 0.000

  0.138

  0.057 1.359 1.175 Usia -

  (Constant) 3.737 35.911 0.000 Pekerjaan 0.023 1.051 0.294 Jenis Kelamin

  Variabel B Nilai uji Sig.

  Tabel 5. Hasil Pengujian Regresi

  Tabel 5 juga menunjukkan nilai F sebesar 10,339dengan tingkat signifikansi 0,000< 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa keenamvariabel demografi wajib pajak secara simultan berpengaruhpada variabel persepsi etis penggelapan pajak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model layak/fit untuk diinterpretasikan lebih lanjut.

  dijelaskan oleh variabeldemografi wajib pajak, sedangkan87% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam model.

IMPLIKASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN

  • 0.029
  • 2.161
  • 0.657

  Maha Putra, Anggraini, Rustiarini

,

Sudiartana, Tax Evasion Dalam Persepsi Etis...

  InternationalJournal of Law and Management, Vol. 57, No. 5, pp.

   Artikel

  pendapatan pajak di Indonesia dan DJP Provinsi Bali, diakses tanggal 20 April 2016.

  Empat Artikel

  Religiosity. Journal of Economic Behavior & Organization, Vol. 61 No.1, pp.81-109 Tsakumis, G.T., Curatola, A.P. and Porcano, T.M. 2007. The Relation Between National CulturalDimensions and Tax Evasion. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation,Vol. 16 No. 2, pp. 131- 147. Zain, M .2008. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba

  Internationally and SelectedDeterminants of Tax Morale. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation,Vol. 13 No. 3, pp. 135- 143.l. Torgler, Benno. 2006. The Importance of Faith: Tax Morale and

  2, pp. 67-78. Riahi-Belkaoui, A. 2004, Relationship between Tax Compliance

  Richardson, G. 2008. The Relationship Between Culture and Tax Evasion Across Countries:Additional Evidence and Extensions. Journal of International Accounting, Auditing andTaxation, Vol. 17 No.

  Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

  2008. A Comparative Study on Perceived Ethics of Tax Evasion: Hong Kong vs The United States.Journal Of Business Ethics 77, pp 147-158

  486-497. McGee, Robert dan Simon.S.M.Ho,Annie Y.S.Li.

  The Determinants of Tax Evasion: A Literature Review.

  Namun rendahnya nilai Adjusted R2 sebesar 0,130 menunjukkan bahwa hanya13% dari variabel persepsi etis tindakan penggelapan pajak dapat dijelaskan oleh variabeldemografi wajib pajak. Oleh karena itu penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain ke dalam model untuk bisa mengidentifikasi lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku wajib pajak melakukan tax

  Khlif, Hichem dan Imen Anchek. 2015.

  James, Simon dan Ian Wullschutzky, Paul Collier. 1996. The Electronic Submission of Returns and The Detection of Tax Evation. Journal of Financial Crime, Vol. 3,No.4 pp. 349-352.

  Jackson, B. dan Milliron, V. 1986, Tax Compliance Research: Findings, Problems, and Prospects. Journal of Accounting Literature, Vol. 5 No. 1, pp. 125-165.

  European Journal ofManagement, Vol. 12 No. 1.

  Gabor, R. 2012. Relation Between Tax Evasion a nd Hofstede’s Model,

  2004. Effects of Culture on Tax Compliance: ACross Check of Experimental and Survey Evidence. CREMA WorkingPaper Series, Vol. 13.

  171. Cummings, R. G., Martinez-Vanquez, J., McKee, M., dan Johnson, E. J.

  International Tax and Public Finance, Vol. 19, No. 1, pp. 139-

  Buehn, Andreas dan Schneider, Friedrich. 2012. Shadow Economies around The World: Novel Insights, Accepted Knowledge, and New Estimates.

  REFERENSI

  evasion.

  penurunan jumlah pelaporan SPT tahunan di DJP Provinsi Bali, diakses tanggal 21 April 2016.