Tugas Resensi Bahasa Indonesia. docx

Tugas Resensi Bahasa Indonesia

Disusun oleh: 1. Muhammad Rifqi Naufal
2. Muhammad Zidane Ramadhan

Max Havelaar

Daftar isi

1. Identitas Buku
2. Biografi Penulis
3. Sinopsis
4. Isi Cerita
5. Tokoh dan Perwatakan
6. Kelebihan dan Kekurangan
7. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
8. Kesimpulan

1. Identitas Buku

2.




Judul Buku/Novel: Max Havelaar



Penulis: Multatuli



Penerbit: Narasi, 2014



Tebal: 396 hlm



Harga: Rp.50.000




Lokasi penjualan: Yogyakarta



Kategori: Novel



Cetakan ke:

Biografi Penulis
Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker umumnya dikenal dengan nama Douwes
Dekker atau Danudirja Setiabudi). Lahir di Pasuruan, Hindia Belanda, 8 Oktober 1879 –
meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus 1950. Pada umur 70 tahun, Ia adalah
seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.
Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20,
penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia Belanda, wartawan,

aktivis politik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia Belanda
yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan
kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.

3.

Sinopsis
Batavus Droogstoppel, seorang makelar kopi yang tinggal di Amsterdam bertemu
dengan Sjaalman, seorang pesakitan masyarakat sekaligus penulis yang dimana dia
berhutang budi di masa lalu. Menemukan banyak tulisan Sjaalman yang membahas soal
kopi, Droogstoppel setuju mempublikasikan tulisan-tulisannya dengan niat awal untuk
keuntungannya sendiri. Namun diantara kertas-kertas tulisan Sjaalman yang berisikan
artikel, ide-ide radikal, dan perihal kopi, terdapat sebuah kisah yang menarik dan kejam.
Multatuli, atau Eduard D. Dekker, mendasarkan kisah ini pada pengalaman hidupnya
selama 18 tahun sebagai makelar kopi di Hindia Belanda, menuliskan sebuah cerita yang
jujur, ironis, kejam dan penuh amarah.

4.

Isi Cerita

Isi buku ini menceritakan kisah Max Havelaar sebelum, saat, dan ketika ia
diberhentikan menjadi Asisten Residen Lebak dan dipindah tugaskan ke tempat lain.
Namun karena harga dirinya, ia memilih untuk mengundurkan diri saat itu juga, namun
masih tetap memperjuangkan nasib rakyat Lebak dengan membawa masalahnya ke
hadapan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, namun apa daya Sang Gubernur Jenderal
tidak mau ditemui, mencari-cari alasan tidak dapat ditemui. Kita akan menyukai cara
Multatuli menyampaikan ide-idenya, komentar-komentarnya, sindiran-sindiranya.

Akhirnya Max dipindah tugaskan ke Lebak dan memutuskan untuk menggulingkan
rezim Bupati Lebak yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya seperti
merampas kerbau-kerbau mereka dan menyuruh mereka menggarap ladangnya tanpa
dibayar, sehingga terjadilah bencana kelaparan dan ketidakmampuan rakyat membayar
pajak terhadap negara; kemiskinan tiada akhir dan kerja paksa. Seperti pendahulunya Tuan
Slothering (yang kabarnya meninggal karena diracun; sebab ia memperjuangkan hal yang
sama seperti Havelaar) pada akhirnya Max juga dijegal oleh orang-orang yang tidak
menyukai tindakannya yang ingin memenjarakan Bupati Lebak karena kesewenang-

wenangannya, padahal ia sudah memberi teguran-teguran halus, berharap Sang Bupati
akan berubah dan menjadi lebih lembut kepada rakyatnya, namun itu tidak pernah terjadi.


Sebelum dipindah tugaskan ke Lebak, semasa di Natal, ia juga menghadapi konflik
yang sama peliknya, ia diskorsing oleh atasannya selama 9 bulan karena menyindir
kekejian atasannya menggunakan epigram; Jenderal van Damme (yang membabat habis
orang Sumatera karena terobsesi Napolleon), namun dipengadilan Max dikenal sebagai
pencuri kalkun yang kelaparan karena selama masa tahanan itu ia tidak diberi biaya hidup
sampai menderita kelaparan, jadi ia membuat lelucon dengan mencuri satu kalkun van
Damme, padahal kenyataannya adalah karena ia memberikan sindiran menyentil kepada
perbuatan-perbuatan tidak manusiawi van Damme, namun fakta itu tidak pernah dibahas
di pengadilan. Masih dalam konflik di Natal, ada sebuah kejadian dimana seorang saksi
dipaksa berbohong bahkan ada yang dilenyapkan. Konfliknya pun pelik, melibatkan kisah
pribumi-pribumi di sana sampai pada akhirnya untuk kebaikan yang lebih besar seorang
bernama Pamaga dijadikan kambing hitam, ia dijatuhi hukuman kerja paksa di Jawa atas
tuduhan percobaan pembunuhan kepada pemimpin pribumi setempat.

Beberapa bab seperti 1-5, kita akan diajak mengarungi pikirannya Droogstoppel yang
agak membosankan. Tapi kita akan menemukan fakta-fakta tentang sifat dasar orang Jawa
yang nrimo padum, mereka sangat tunduk pada penguasa dibandingkan orang-orang
Sumatera yang Islamnya sudah kental, mereka fanatik, dan lebih tidak bisa ditakhlukan
(terutama Aceh), banyak pemberontakan pecah dengan alasan jihad di Sumatera. Begitu
pula banyak pejabat-pejabat yang menguras tenaga rakyat untuk menghasilkan uang

karena mereka terobsesi naik haji ke Mekkah—setidaknya inilah yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat di Banten. Kita juga akan melihat pola masyarakat kita yang masih
marhaenis di sini, sejak jaman dulu sampai jaman sekarang, belum berubah. Buku ini
menyimpan protes bisu bagaimana rakyat-rakyat yang marhaenis itu (mereka punya sawah
sendiri dikelola sendiri) dipaksa mengolah tanah Rajanya (Bupati Lebak) sehingga terjadi
kelaparan, banyak yang mati, terutama tenaga-tenaga produktif, bahkan sampai ibu-ibu
menjual anak-anak mereka untuk makan. Dan tidak pernah masalah ini dikatakan bahwa
ini salah pemerintah, selalu yang disalahkan hama atau musim tapi tidak pernah kerakusan

pemerintah. Di sini juga kita akan menyadari bahwa Eropa (terutama Belanda) datang ke
Indonesia membawa misi mulia selain gold dan glory-nya, mereka membawa GOSPEL.
Yaitu menyebarkan agama. Seorang Gubernur Jenderal yang dikirim ke Hindia oleh Raja,
sering kali diekspektasikan sebagai orang yang mumpuni untuk mengemban tugas mulia
ini, meskipun sebenar-benarnya kebanyakan dari Gubernur Jenderal ini sama sekali tidak
memiliki pengetahuan soal masalah-masalah pelik di Hindia. Mereka adalah orang-orang
yang ingin mengeruk keuntungan, lalu saat masa jabatannya segera habis adalah orangorang yang merindukan rumahnya sehingga melalaikan pekerjaannya.

Di Bab 8, terdapat keunikan, karena memberitahu kita tidak semua Belanda itu tiran
dan pribumi adalah si tertindas. Banyak orang Belanda yang humanis dan manusiawi
seperti Max. Banyak orang pribumi yang seperti Bupati Lebak. Belanda yang awalnya

membawa misi mulia membiarkan pribumi dengan gaya hidupnya yang jauh lebih besar
dari gaya hidup orang Belanda berlaku semena-mena, tidak jarang banyak yang juga
mengambil keuntungan untuk dirinya, menimbun uang dan hidup enak setelah ia pensiun.
Karena semua orang yang pernah bekerja di Hindia dan kembali ke Belanda, mereka hidup
enak dan mewah, memiliki uang yang banyak, rumah yang bagus, fasilitas nomor satu.
Tapi banyak juga pejabat Belanda yang bekerja di Indonesia hidup tertekan dan miskin
karena tidak mau korup, hidup mereka pas-pasan dan saat kembali ke Belanda mereka
hidup tidak lebih baik dari gelandangan. Contohnya Sjaalman.

Bab 12, 13, 14 adalah kisah-kisah Max selama di Sumatera.
Bab 17 adalah Bab yang ditunggu-tunggu, kisah Saidjah dan Adinda yang
mengharukan, bagian yang paling seru dan paling sedih dalam buku ini. Keluarga Saidjah
memiliki seekor kerbau yang dirampas Bupati Lebak untuk menjamu tamu-tamunya.
Padahal kerbau itu satu-satunya alat untuk membajak sawah, jika mereka tidak membajak
sawah mereka tidak akan mampu membayar pajak yang dibebankan pemerintah. Jadi,
keluarga Saidjah membeli lagi sebuah kerbau dengan uang penjualan keris bapaknya ke
orang China. Dikisahkan kerbaunya sangat kuat dan dekat dengan Saidjah, kerbau itu
penurut, namun kerbau ini lagi-lagi di rampas. Saidjah sangat sedih, dan saat ayahnya
hendak membeli lagi kerbau ketiga dari uang penjualan pengait kelambu, ia menanyakan


keadaan kerbaunya apakah mereka memotongnya atau tidak. Kerbau ketiga ini tidak
sekuat kerbau kedua, namun tetap memiliki hubungan emosional dengan Saidjah. Di
Parang Kujang, anak-anak naik ke atas kerbaunya sambil membajak sawah, saat itu
muncul lah macan dari dalam hutan, semua anak-anak termasuk Adinda lari. Saidjah yang
berusaha menyelamatkan kerbaunya terlambat lari, dia diterjang macan namun
diselamatkan si kerbau hingga kerbau itu terluka. Segeralah si kerbau menjadi kerbau
kesayangan saat ia berhasil membawa Saidjah hidup-hidup, kerbau itu diobati. Namun tak
berapa lama kerbau itu dirampas lagi oleh Bupati. Keluarga Saidjah tidak lagi punya uang
untuk membeli kerbau, ayah Saidjah kabur, melarikan diri ke Bogor, namun karena tidak
ada surat jalan ia dihukum. Beliau mati dipenjara, tak berapa lama ibunya pun menyusul.
Akhirnya dia memutuskan pergi ke Batavia untuk mencari uang supaya dapat membeli
kerbau lagi, ia berjanji kepada Adinda yang menjadi tunangannya sejak dulu. Dalam
perjalanannya ia belajar membuat topi jerami, topi ini biasanya diekspor ke Manila. Lalu
Saidjah melanjutkan lagi perjalanannya, ia bekerja sebagai kusir awalnya, namun karena
gigih ia diangkat sebagai pelayan. Majikannya sayang kepadanya, ia hidup kecukupan
sampai 3 tahun kemudian memutuskan kembali ke Parang Kudjang untuk menemui
Adinda. Namun Adinda sudah tidak ada di sana, keluarga Adinda pergi ke Lampung,
menjadi buronan karena tidak sanggup membayar pajak. Lampung adalah tempat orangorang di Banten melarikan diri untuk menjadi pemberontak karena tekanan kolonial dan
pejabat pribumi. Namun saat sampai di sana ia mendapati Andinda yang menunggunya
juga sudah mati.


Bab-bab selanjutnya berisi surat menyurat Max kepada atasannya di Lebak dan
bagaimana akhirnya ia memutuskan berhenti dari pekerjaannya, mengundurkan diri
sampai akhirnya Multatuli mengambil alih cerita.

5.

Tokoh dan Perwatakan
1. Batavus Droogstoppel, adalah makelar kopi yang hidup dalam pakem, cenderung
menjadi orang dengan pikiran menyebalkan dalam buku ini.

2. Sjaalman, adalah teman masa sekolah Droogstoppel yang menyerahkan catatancatatannya semasa di Hindia-Belanda kepada pria itu sehingga Droogstoppel atas
dorongan orang-orang mau mengumpulkan kisah-kisah Sjaalman dan
membukukannya karena pria itu memiliki pengetahuan tentang kopi.

3. Max Havelaar,adalah tokoh utama dalam cerita ini dengan perasaan yang sangat
halus dan peka terhadap sekelilingnya. Ia senang membantu orang-orang
disekelilingnya sampai melupakan kehidupan dan kebutuhannya sendiri, karena
sifatnya ini ia sering merugi. Namun tampaknya puas dengan dirinya yang
manusiawi dan idealis.


4. Tine, adalah istri Max, yang sangat memuja suaminya dan sangat mengenal
suaminya, ia rela hidup susah dengan pria itu, harus mengencangkan ikat pinggang
dan memiliki banyak hutang. Istri yang menyupport keputusan yang diambil
suaminya.

5. Saidjah, adalah tokoh yang diciptakan Max, salah satu penduduk Parang Kudjang
yang kehidupannya dirampas oleh pejabat pribumi dan kompeni.

6.

Kelebihan dan Kekurangan
 Kelebihan buku ini adalah kita akan mendapatkan banyak sekali pengetahuan
tentang pejabat pribumi kita, pejabat Belanda, dan juga kehidupan rakyat kita saat
itu. Multatuli berhasil mengambarkannya dengan baik dan membuat kita semua
merenungi setiap kata-katanya dan kisah-kisahnya. Benar-benar kisah yang tragis
dan membuat kita tersentuh serta berfikir. Apakah kita masih sama dengan 150
tahun lalu? Atau kita sudah berubah. Karena tampaknya sekalipun pergeseran
zaman itu setiap detik kita langkahi tetapi problema-problema yang mencekik leher


kita sejak zaman dulu sama sekarang masih itu-itu saja; seolah sejarah punya cara
sendiri untuk mengulangi kisahnya.

 Kekurangan buku ini adalah kita akan dibuat pusing dengan kisahnya yang tidak
beraturan, meloncat-loncat, dari cerita A ke B ke C kembali ke A ke C lagi, seperti
itu, jadi harus benar-benar jeli ketika membacanya. Tidak cukup hanya sekali kita
membaca buku ini untuk bisa menyerap seluruh isinya, butuh berkali-kali. Jangan
lupa siapkan catatan, sticky note, etc sebagai bantuan.