Gender dan Pendidikan id .docx

Gender Dan Pendidikan
Ayusti Widya Laksita
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro
E-mail : [email protected]

Abstrak
Penelitian ini membahas tentang ketidaksetaraan dalam pendidikan di Kecamatan Majalaya
Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis penelitian eksplanatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaksetaraan gender
dalam pendidikan bagi perempuan di Majalaya - Karawang yang disebabkan oleh pengaruh akses,
partisipasi, kontrol, manfaat serta nilai terhadap pendidikan. Faktor penting yang mendorong
terciptanya ketidaksetaraan gender dalam pendidikan adalah nilai. Nilai yang ada membentuk
stereotip negatif yang menyebabkan terjadinya marjinalisasi, subordinasi dan beban kerja pada
perempuan di Kecamatan Majalaya.
Kata kunci: Ketidaksetaraan gender, pendidikan, perempuan
Abstract
This research discusses gender inequality in education in Majalaya district, Karawang,
West Java, by using an explanative qualitative approach. The result of the study shows that there is
a gender inequality value in Majalaya district forms a negative stereotype that causes women
marginalization, subordination and over-load work.
Keyword: Gender inequality, education, woman

A. Pendahuluan
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ketimpangan gender dalam relasi laki-laki dan
perempuan masih sering terjadi. Ketimpangan gender merupakan masalah sosial yang harus
diselesaikan secara integratif-holistik dengan menganalisis berbagai faktor dan indikator penyebab
yang ikut aktif melestarikannya, termasuk faktor hukum dan pendidikan yang kerapkali mendapat
justifikasi agama. Kesenjangan pada bidang pendidikan telah menjadi faktor utama yang sangat
berpengaruh terhadap bidang lain di Indonesia. Hampir semua sektor, seperti lapangan pekerjaan,
jabatan, peran di masyarakat, sampai pada masalah menyuarakan pendapat antara laki-laki dan
perempuan yang menjadi faktor penyebab bias gender adalah karena faktor kesenjangan pendidikan
yang belum setara, selain masalah-masalah klasik yang cenderung menjustifikasi ketidakadilan
gender seperti interpretasi teks-teks keagamaan yang tekstual dan kendala sosial budaya lainnya.
Bagi suatu negara, pendidikan merupakan realisasi kebijakan untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan yang dicita-citakan. Pendidikan merupakan komponen pokok dalam pembinaan
landasan pengembangan sosial budaya. Pendidikan juga sekaligus penegak kemanusiaan yang

berperadaban tinggi. Pendidikan tidak bisa lepas dari kehidupan sosial. Artinya, pendidikan untuk
kesejahteraan manusia dunia-akhirat sehingga perlu diaplikasikan, sebab pendidikan memiliki nilai
teologis dan sosiologis sekaligus. Oleh karena itu, proses belajar mengajar merupakan kebutuhan
penting hidup manusia. Hal ini harus dirasakan bersama oleh setiap individu, baik laki-laki dan
perempuan, tanpa pandang bulu, karena samasama memiliki kemampuan untuk belajar. Semakin

lama, setiap aspek kehidupan manusia berkembang, kebutuhannya pun kian beragam. Oleh karena
itu, laki-laki dan perempuan harus saling membantu, bekerja sama meniti jalan dan mengatasi
masalah kehidupan yang mereka hadapi. Dalam dekade terakhir ini, upaya penyadaran gender
menjadi perbincangan serius di kalangan aktivis perempuan, keluarga-keluarga, wartawan, dunia
pendidikan maupun kalangan politisi. Begitupun strategistrategi telah ditawarkan dengan tujuan
agar kesetaraan gender tercapai terutama dalam pendidikan yang dianggap dimensi kunci. Maka,
dalam tulisan ini akan mencoba memberikan sedikit penjelasan mengenai gender dalam kaitannya
dengan pendidikan.
B. Pengertian Gender
Gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Secara umum, pengertian adalah
perbedaan yang tampak antara laki laki dan perempuan apabila apabila diliahat dari nilai dan
tingkah laku. Dalam women studies dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural,
berupaya memebuat perbedaan dalam hal peran,perilaku,mentalitas,dan karakteristik emosional
antara lki laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Adapun pengertian gender
secara etimologis berasal dari kata gender yang berarti jenis kelamin. Gender merupakan perbedaan
jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, 1 melainkan
diciptakan baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang.
Perbedaan perilaku antara pria dan wanita, selain disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar
justru terbentuk melalui proses sosial dan kultural. Oleh karena itu, gender dapat berubah dari
tempat ke tempat, waktu ke waktu, bahkan antar kelas sosial ekonomi masyarakat. Dalam batas

perbedaan yang paling sederhana, seks dipandang sebagai status yang melekat atau bawaan
sedangkan gender sebagai status yang diterima atau diperoleh. Dengan kata lain, gender merupakan
“jenis kelamin sosial” karena lahir dan dibangun dalam kehidupan sosial. Mufidah dalam
Paradigma Gender mengungkapkan bahwa pembentukangender ditentukan oleh sejumlah faktor
yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi melalui sosial
atau kultural, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah menjadi
kodrat laki-laki dan perempuan.

1 Mad Sa’i, “Pendidikan Islam Dan Gender”, Islamuna, vol. 2, no. 1.

C. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Suatu pembelajaran yang dilakukan oleh seseorang atau instansi pendidikan yang memberikan
materi mengenai agama islam kepada orang yang ingin mengetahui tentang agama islam baik dari
segi materi akademik maupun dari segi praktik yang dapat dilakukan setiap hari. Setiap orang di
dunia ini, seperti islam, kristen,khatolik,hindu,budha,dan lain sebagainya. Untuk agama islam
sendiri di indonesia merupakan agama yang di anut oleh mayoritas penduduknya, untuk itu pastilah
di instansi pendidikan maupun pasti memberikan pelajaran agama islam didalamnya contohnya
akhlak . Proses pendidikan akhlak dilakukan sebagian besar dengan metode hafalan,ceramah,dan
mencatat sehingga peserta didik mengalami kejenuhan dalam proses pembelajaran2.
D. Permasalahan Gender Dalam Pendidikan Agama Islam

Dalam tradisi jahiliyah Arab,

sudah banyak diketahui bahwa perempuan atau wanita

diperlakukan dengan zalim, sebagaimana kita ketahui pada masa Pra-Islam dikawasan Arab wanita
dianggap sebagai beban dan aib bagi keluarga Arab jahiliyah karena mereka takut dan malu tidak
akan mampu memberikan nafkah bagi keluarganya karena mempunyai akan perempuan.
Tampaknya tradisi Jahilyah Arab dalam memperlakukan perempuan juga terjadi di kalangan umat
Hindu, dalam dunia Hindu kedudukan wanita juga mengalami masa kelam yang menyedihkan.
Dalam sejarah India perbudakan dipandang sebagai prinsip utama, dan wanita siang dan malam
menjadi makhluk yang sangat tergantung dalam konteks perbudakan tersebut. Hukum pewarisan
adalah agnotis artinya perempuan tidak mempunyai hak waris karena garis keturunan ahli waris
hanya berasal dari garis keturunan laki-laki. Tampaknya indikasi ini sama persis dengan kondisi dan
kedududkan perempuan pada masa Jahiliyah, yang tidak dapat mewaris sama sekali, bahkan mereka
dianggap sebagai bagian dari “barang” yang harus diwariskan. Begitu juga dalam realitas hidtoris
bangsa Romawi di Eropa bahwa seorang perempuan tidak mendapat hak menduduki jabatan sipil,
menjadi saksi, penangungjawab, menjadi guru, tidak bisa memungut anak atau dipungut menjadi
anak, tidak bisa membuat surat wasiat, dan sebagainya. Dalam dunia Kristen juga tidak jauh beda,
sebagaimana dikemukakan oleh John Stuart Mill, menurutnya, bahwa menurut agama Kristen
wanita telah dikembalikan hak-haknya, namun sesungguhnya sang isteri masih merupakan budakbudak suaminya, dan sepanjang menyangkut hukum, kedududkan wanita tidak lebih baik dari

mereka yang umumnya disebut budak.
E. Solusi Permasalahan Gender Dalam Pendidikan Agama Islam

2 Dedi Wahyudi, Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan Program
Prezi.

Terlepas benar tidaknya , yang jelas bahwa perempuan dalam sejarahnya pernah mempunyai
kedudukan penting dan dominan3. Perwujudan adanya Dewa Ibu ini menunjukkan bahwa
perempuan juga pernah menjadi simbil puncak spritualitas. Sebagai puncak spritualitas berarti ia
merupakan sumber dari kebaikan. Tapi karena terjadinya pergeseran-pergeseran sosial, politik serta
budaya menyebabkan kaum perempuan tenggelam. Secara umum, subordinasi perempuan pada
masyarakat Timur Tengah kuno baru terjadi dan benar-benar terlembaga bersamaan dengan
munculnya negara-negara kuno (archaic state). Sebelum ini, perempuan dalam keadaan mandiri.
Pendapat demikian sekaligus menolak teori sejarah androsentris yang menyatakan bahwa status
perempuan yang inferior didasarkan pada faktor biologis dan watak amaliah dasar alamiah.
Menurut penemuan arkeologis, perempuan menduduki posisi utama sebelum munculnya pusatpusat masyarakat urban dan model

negara kota yang merupakan implikasi dari pusat urban

tersebut. Dari diorama sejarah masa lalu hingga masa modern, mengindikasikan bahwa pandangan

terhadap posisi perempuan atau wanita sangat dinamik sesuai dengan trend-trend yang
menginspirasi kedudukan wanita itu sendiri, bahkan dalam konteks kekinian disaat wanita telah
mencapai taraf kemajuan yangluar biasa dalam berbagai sektor kehidupan umat manusia. Sehingga
tidak ada lagi anggapan dikhotomik yang membelah kedudukan pria dan wanita dalam kehidupan
yang lebih realistik. Dan tampaknya itu yang menjadi landasan komunikasi dan saling pengertian
antara pria dan wanita dalam mewujudkan tatanan dunia yang lebih egaliter dan emansipatif.
F. Simpulan
Dalam konteks sejarah tampaknya kesadaran gender dipicu oleh perlakuan pejoratif yang
ditemukan di berbagai kawasan terutama di Eropa dan Asia pada masa pra-Islam. Praktik-praktik
diskriminasi terhadap perempuan mulai mengalami titik terang setelah adanya pengakuan dan
persamaan antara pria dan wanita yang mulai diperkenalkan oleh Islam dalam teks-teks wahyu
dalam al-Qur’an maupun Hadits. Sehingga tidak heran jika kebangkitan perempuan yang menentut
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan sebenarnya juga diperjuangkan oleh umat Islam
dalam kurun waktu yang panjang, dan hal ini bisa dilihat dari lahirnya sejumlah ulama-ulama
perempuan yang tercatat dalam sejarah peradaban Islam. Dalam konteks kekinian, akibat pengaruh
globalisasi informasi tampaknya gerakan feminis dikalangan aktifis gender Islam mengalami
perubahan fundamental. Nuansa liberalisme Barat justeru lebih mendominasi trend dan pola
gerakan emansipasi perempuan kontemporer. Seharusnya para aktifis gerakan feminisme di
kalangan Muslim tetapi


tetap mempertahankan dogmatika agam Islam dan bersikap selektif

terhadap gagasan-gagasan feminisme dari Barat. Sebagaimana yang dilakukan oleh para filosof
Muslim terhadap ideologi dan pemikiran Yunani, sehingga umat islam dapat menikmati kemajuan
3 Zainal Abidin, “Kesetaraan Gender Dan Emansipasi Perempuan Dalam Pendidikan Islam”, Tarbawiyah, vol.
12, no. 1.

peradaban yang menjulang pada era klasik Islam. Begitu juga peranan perempuan dalam Islam tidak
hanya berkaitan dengan masalah-masalah domestik, tetapi juga merambah pada wilayah publik
sebagaimana konsep anti-diskriminasi perempuan sejak awal Islam itu muncul, yang
mengedepankan persamaan hak dan kewajiban dengan kaum lelaki, dalam beribadah dan menuntut
ilmu[.]
REFERENSI
Abidin, Zainal, “Kesetaraan Gender Dan Emansipasi Perempuan Dalam Pendidikan Islam”,
Tarbawiyah, vol. 12, no. 1.
Sa’i, Mad, “Pendidikan Islam Dan Gender”, Islamuna, vol. 2, no. 1.
Wahyudi, Dedi, Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan
Program Prezi.