Askep Lansia Gg Mobilisasi

ASKEP KEPERAWATAN GERONTIK
Imobilitas dan Intoleransi Aktivitas

OLEH:
SYAHRIAN ANSARI

SEKOLAH TINGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2011

BAB I PENDAHULUAN
Imobilitas dan Intoleransi Aktivitas pada Lansia
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi
seseorang. Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari
mobilitas optimal. Imobilitas, intoleransi aktivitas, dan sindromdissue sering terjadi pada
lansia. Diagnosis keperawatan hambatan mobilitas fisik, potensial sindrom disuse, dan
intoleransi aktivitas memberikan definisi imobilitas yang lebih luas.
Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia
yang berada di Institusi perawatan mengungkapkan bahwa hambatan mobilitas fisik
adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul. Prevalensi dari masalah
ini meluas di luar institusi sampai melibatkan seluruh lansia
Awitan imobilitas atau intoleransi aktivitas untuk sebagian besar orang tidak

terjadi secara tiba-tiba, bergerak dari mobilitas penuh sampai ketergantungan fisik total
atau ketidak aktifan, tetapi lebih berkembang secara perlahan dan tanpa disadari.
Intervensi diarahkan pada pencegahan kea rah konsekuensi-konsekuensi imobilitas dan
ketidak aktifan dapat menurunkan kecepatan penurunannya.

BAB II PEMBAHASAN
Imobilitas dan Intoleransi Aktivitas pada Lansia
GANGGUAN MOBILITAS FISIK
A. Definisi
Sutau keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri
yang dialami seseorang
B. Batasan karakteristik


Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk
mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi



Keengganan untuk melakukan pergerakan




Keterbatasan rentang gerak



Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot



Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan
medis



Gangguan koordinasi

C. Faktor-faktor yang berhubungan



Intoleransi aktivitas



Penurunan kekuatan dan ketahanan



Nyeri dan rasa tidak nyaman



Gangguan persepsi atau kognitif



Gangguan neuromuskuler




Depresi



Ansietas berat

INTOLERANSI AKTIVITAS
A. Definisi
Suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada
seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan aktivitas sehri-hari yang dibutuhkan
atau diinginkan.
B. Batasan karakteristik


Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan



denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas




Rasa tidak nyaman dispneu setelah beraktivitas



Perubahan elektrokardiogravis yang menunjukkan adanya disritmia atau iskemia

C. Faktor-faktor yang berhubungan


Tirah baring dan imobilitas



Kelemahan secara umum




Gaya hidup yang kurang gerak



Ketidakseimbanag antara suplai oksigen dan kebutuhan

1. Faktor-faktor Internal
Berbagai faktor internal dalam imobilisasi tubuh atau bagian tubuh antara lain;


Penurunan fungsimuskuloskeletal



Perubahan fungsi neurologist



Nyeri




Defisit perceptual



Berkurangnya kemampuan kognitif



Jatuh



Perubahan hubungan social



Aspek psikologis


2. Faktor-faktor eksternal
Faktor tersebut termasuk;


Program terapeutik



Karakteristik penghuni institusi



Karakteristik staf



Sistem pemberian asuhan keperawatan




Hambatan-hambatan



Kebijakan-kebijakan institusi

D. Dampak masalah pada lansia
Lansia sangt renan erhadap konsekuensi fisiologis dn psikologis dari
imobilitas. Perub ahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit
kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini.
Secara fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan
yang hamper sama dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
Suatu pemahman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi
kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian.
E. MANIFESTSI KLINIS
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan

Efek




Penurunan
maksimum

konsumsi

Hasil

oksigen



Intoleransi ortostatik



Penurunan fungsi ventrikel kiri




Peningkatan denyut jantung, sinkop



Penurunan volume sekuncup



Penurunan kapasitas kebugaran



Perlambatan fungsi usus



Konstipasi



Pengurangan miksi



Penurunan evakuasi kandung kemih



Gangguan tidur



Bermimpi pada siang hari, halusinasi

F. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang
kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan,

moblilitas

dan

aktivitas

tergantung

pada

fungsi

system

musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic
pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat
tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.


Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan

secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi
ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya hidup tertentu
(misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi gangguan tidur,
kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan
termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang
tidak mendukung.


Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan

mengalami peningkatan.

Program

tersebut

disusun

untuk memberikn

kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur
dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek
latihan.
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian
tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan
keterikatan dan meningkatkan pengalaman:
 Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan
setelah aktivitas diberikan)
 Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus)
 Kesulitan yang dirasakan
 Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan
 Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan
berhasil)


Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh

klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien
untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama
pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat
dkurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi
berasal dri suatu pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau
turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis
keperawaqtan dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan
mobilitas fisik.

3. Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia
melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi,
dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta temanteman

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN MOBILISASI DAN
INTOLERANSI AKTIVITAS
I.

PENGKAJIAN

1. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal
adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak
sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan
untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
2. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau
meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk
diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda
tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif.
Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti
gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan,
berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
3. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis
dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut
jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan
gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
4. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema

yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak
hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
5. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik
berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas
kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan
ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian
bawah
6. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna,
anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
7. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di
dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang
tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah
dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap
mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi,
dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang
potensial dapat meningkatakan mobilitas
II. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau kesakitan
yang dihasilkan atau yang turut berperan terhadap masalah imobilitis dan
penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari imobilitas. Contoh-contoh
pendekatan

terhadap

penanganan

imobilitas

meliputi

terapi

fisik

untuk

mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten dan
kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten atau stoking kompresi gradien untuk

meningkatkan aliran darah vena dan mencegah tromboembolisme, spirometri insesif
untuk hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali untuk eliminasi

III. INTERVENSI
Lima tujuan mengarahkan intervensi keperawatan untuk mencegah atau
meniadakan sekuelafisiologis dari imobilitas.
Pertama meliputi pemeliharaan kekuatan dan ketahanan sistem
muskuloskeletal, yang termasuk pengondisian program latihan harian baik kontraksi
otot isometrik dan isotonik, aktivitas penguatan aerobik, nutrisi untuk meningkatkan
anabolisme protein dan pembentukan tulang, dan sikap komitmen terhadap latihan.
Kedua, pemeliharaan fleksibilitas sendi yan terlibat dalam latihan rentang
gerak, posisi yang tepat, dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Ketiga, pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi hiperinflasi dan
mobilisasi serta menghilangkan sekresi.
Keempat, pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi tindakan-tindakan
pendukung untuk mempertahankan tonus vaskuler (termasuk mengubah posisi
dalam hubungannya dengan gravitasi), stoking kompresi untuk memberikan tekanan
eksternal pada tungkai, dan asupan cairan yang adekuat untuk mencegah efek
dehidrasi pada volume darah. Pergerakan aktif memengaruhi toleransi ortostatik.
Kelima, pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantung
pada dukungan nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk
memfasilitasi eliminasi. Pembahasan tentang intervensi disajikan di sini.
KONTRAKSI OTOT ISOMETRIK
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah
panjang otot yang menggerakkan sendi. Kontraksi-kontraksi ini digunakan untuk
mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam keadaan berdiri (misalnya otototot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan untuk memberikan tekanan pada tulang
bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit kardiovaskuler. Kontraksi isometrik
dilakukan dengan cara bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok
otot.

KONTRAKSI OTOT ISOTONIK
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk mempertahankan
kekuatan otot-otot dan tulang. Kontraksi ini mengubah panjang otot tanpa
mengubah tegangan. Karena otot-otot memendek dan memanjang, kerja dapat
dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada saat berada di tempat tidur, dengan
tungkai menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara
mendorong atau menarik suatu objek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau
kaki dilatih baik otot-otot fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.
LATIHAN KEKUATAN
Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang progresif. Kekuatan otot
harus menghasilkan peningkatan setelah beberapa waktu. Latihan angkat berat
dengan meningkatkan pengulangan dan berat adalah aktivitas pengondisian
kekuatan. Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah
kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh.
LATIHAN AEROBIK
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut
jantung 60 sampai 90% dari denyut jantung maksimal dihitung dengan (220-usia
seseorang) x 0,7
Aktivitas aerobik yang dipilih harus menggunakan kelompok otot besar dan
harus kontinu, berirama, dan dapat dinikmati. Contohnya termasuk berjalan,
berenang, bersepeda, dan berdansa.
SIKAP
Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi pada
individu yang mengalami imobilisasi adalah sikap perawat dan klien tentang
pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari. Sikap perawat tidak
hanya memengaruhi komitmen untuk memasukkan latihan sebagai komponen rutin
sehari-hariyang berkelanjutan, tetapi juga integrasi aktif dari latihan sebagai
intervensi bagi lansia di berbagai lingkungan; komunitas, rumah sakit, dan fasilitas

jangka panjang. Demikian pula halnya sikap klien dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas latihan.
LATIHAN RENTANG GERAK
Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-keuntungan
yang berbeda. Latihan aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan
kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif. Sebaliknya, gerakan pasif,
yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya oleh orang lain,
hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.
MENGATUR POSISI
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balk
vena. Jika seseorang diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan dan
penurunan tekanan darah balik vena akan terjadi. Posisi duduk di kursi secara
normal dengan tungkai tergantung secara potensial berbahaya untuk seseorang yang
beresiko mengalami pengembangan trombosis vena. Mengatur posisi tungkai
dengan ketergantungan minimal (misalnya meninggikan tungkai diatas dudukan kaki)
mencegah pengumpulan darah pada ekstremitas bawah.
IV. RENCANA PERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan untuk imobilitas betujuan mempertahankan
kemampuan dan fungsi, serta mencegah gangguan.
Diagnosa keperawatan; Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom dissue

Hasil yang diharapkan
Klien

mampertahankan

ketahanan

sistem

Intervensi keperawatan

kekuatan

dan

muskuloskeletal

dan



Observasi tanda dan gejala penurunan
mobilitas sendi, dan kehilangan ketahanan

fleksibilitas sendi-sendi.


Observasi status respirasi dan fungsi

jantung pasien


Observasi lingkungan terhadap bahayabahaya keamanan yang potensial



Ubah lingkungan untuk menurunkan
bahaya-bahaya keamanan



Ajarkan tentang tujuan dan pentingnya
latihan



Ajarkan penggunaan alat-alat bantu yang
tepat

V. DOKUMENTASI YANG ESENSIAL
Dokumentasi untuk setiap sistem meliputi hal-hal berikut;


Untuk muskuloskeletal ; kekuatan otot, ukuran, tonus, dan ketahanan; mobilitas
sendi, termasuk rentang gerak sendi dan pengkajian fungsional mengenai
kemampuan; penggunaan dan penyalahgunaan alat bantu; masalah-masalah
mobilitas; dan adanya nyeri



Untuk Kardiovaskular; perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan denyut
nadi



Untuk respirasi; pengkajian paru



Untuk Integumen; karakteristik kulit diatas tonjolan tulang



Untuk urinaria; frekuensi dan jumlah berkemih



Untuk gastrointestinal; karakter dan pola feses dan alat bantu yang biasa
digunakan untuk memfasilitasi eliminasi.

BAB III PENUTUP
Gangguan mobilitas fisik merupakan suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang
Intoleransi aktifitas merupakan suatu keadaan ketidakcukupan energi secara
fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan aktivitas
sehri-hari yang dibutuhkan atau diinginkan.
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan
upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi,
seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman

DAFTAR PUSTAKA
Stanley, Mickey. Beare, Patricia. 2006. Buku Ajar Keperawaan Gerontik ed. 2. Jakarta. EGC
http://pusva.wordpress.com/imobilitas-dan-intoleransi-aktivitas-pada-lansia.html.

Di

akses pada tanggal 28 Oktober 2010
http://ifisumsel.blogspot.com/lansia-dengan-gangguan-mobilisasi-dan.html.
pada tanggal 28 Oktober 2010

Di

akses

Dokumen yang terkait

BENTUK DUKUNGAN SOSIAL PADA LANSIA (Studi Kasus Di Pondok Lansia Al-Ishlah Malang, Jawa Timur)

2 48 10

PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI JOMPO (Studi Kasus di Pondok Lansia Yayasan Al-Ishlah Malang)

13 61 29

MAKNA HIDUP (Studi pada Lansia Tunanetra)

0 19 19

GAMBARAN KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI JOMPO (Studi Kasus di Pondok Lansia Yayasan Al-Islah Malang)

7 81 29

BENTUK DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP SIKAP LANSIA DALAM MENJAGA KESEHATAN MENTALNYA (Studi Kualitatif terhadap Lansia Wanita di Posyandu Lansia Harapan dan Jember Permai I di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember)

4 11 21

BENTUK DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP SIKAP LANSIA DALAM MENJAGA KESEHATAN MENTALNYA (Studi Kualitatif terhadap Lansia Wanita di Posyandu Lansia Harapan dan Jember Permai I di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember)

3 56 58

Hubungan Antara Konsumsi Makanan dan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia (Studi di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Wuluhan Kabupaten Jember) The Correlation Between Food Consumption and Nutritional Status with the Incident of Hypert

0 17 8

Hubungan Posisi Bekerja Petani Lansia dengan Resiko Terjadinya Nyeri Punggung Bawah di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberjambe Kabupaten Jember (The Correlation Between The Position Of Elderly Farmers Working With The Risk Of Low Back Pain In The Working Area

1 33 8

Pengaruh Senam ergonomis Terhadap Kadar Asam Urat Pada Lansia dengan Gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur

26 197 164

Pengaruh Mobilisasi Ibu Post Partum terhadap Pengeluaran Kolostrum

0 0 7