Pengaruh Senam ergonomis Terhadap Kadar Asam Urat Pada Lansia dengan Gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur

(1)

PENGARUH SENAM ERGONOMIS TERHADAP

KADAR ASAM URAT PADA LANSIA DENGAN

GOUT

DI POS BINAAN TERPADU KELURAHAN

PISANGAN CIPUTAT TIMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh:

Anis Komariah

109104000026

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436H/2015 M


(2)

(3)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF

JAKARTA

Undergraduate Thesis, January 2015 Anis Komariah, NIM: 109104000026

The Effect of Ergonomic Excercise on Uric Acid of Elderly with Gout in Ederly Health Centre, Pisangan Village, East Ciputat.

xv + 100 pages + 9 tables + 2 figures + 9 appendixes

ABSTRACK

Gout is a metabolic disease which occurs when body can not control the uric acid. The accumulation of uric acid which causes pain in the bones and joints, often experienced of this uric acid causes pain in the bones and joints. The elderly have some increased risks of developing gout which make them difficult to do some activities and reduce the intense pain. The gout commonly causes some diseases, such as kidney stone, kidney nephropathy and tophy. There are several ways to cope of uric acid , either using pharmacological or non pharmacological method. One of the examples of non pharmacological method is called ergonomic exercise. It is a muscle movement combined with breathing technique.

This research aimed to know the effect of activity therapy: ergonomic excercise on uric acid of elderly with gout in Elderly Health Centre, Pisangan Village, East Ciputat.

This research used quasi experiment with quasi-experimental pre test and post test nonequivalent control group design. The sampling method is the total sampling with 20 treatment groups and 35 control group samples. Data analysis used paired T-test and Regresi Linier.

The result of paired T-test on treatment group were p=0,0001 and control group p=0,138, that pvalue<0,05 on treatment group, Ho is rejected and then with regresi linier analisis were first week with second week on treatment groups is -1,766 dan 0.249 with Rsquare 0,05, thirth week and the last week 0,494 -1,86 with Rsquare 2,44.

It can be conclude that ergonomic exercise have influence to blood uric acid level of the elderly with gout in Elderly Health Center, PisanganVillage, East Ciputat.

Ergonomic excercise can descrease uric acid of the elderly with gout in Elderly Health Center, PisanganVillage, East Ciputat.


(4)

(5)

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2015

Anis Komariah, NIM: 109104000026

PengaruhSenam ergonomis Terhadap Kadar Asam Urat Pada Lansia dengan Gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur

xx + 100 halaman + 9 tabel + 2 gambar + 9 lampiran

ABSTRAK

Gout adalah suatu penyakit metabolik dimana tubuh tidak dapat mengontrol asam urat sehingga terjadi penumpukan asam urat yang menyebabkan rasa nyeri pada tulang dan sendi, sering dialami oleh sebagian besar lansia. Akibat yang ditimbulkan dari gout adalah batu ginjal, nefropati ginjal, tophi yang dapat mengakibatkan lansia kesulitan untuk melakukan aktivitas dan mengurangi rasa nyaman akibat nyeri yang ditimbulkan. Berbagai macam pengobatan baik farmakologi maupun non farmakologi dilakukan untuk menurunkan kadar asam urat tersebut. Gout dapat di intervensi dengan terapi non farmakologis, salah satunya adalah dengan senam ergonomis. Senam ergonomis merupakan suatu gerakan otot yang dikombinasikan dengan teknik pernapasan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam ergonomis terhadap kadar asam urat pada lansia dengan gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Penelitian ini bersifat quasi experiment dengan rancangan non nonequivalent pretest-posttest dengan kelompok kontrol. Metode pengambilan sampel adalah total sampling dengan jumlah sampel 20 kelompok perlakuan dan 35 kelompok kontrol. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji statistik paired t-test dan regresi linier.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji parametrik paired t-test menunjukkan p=0,0001 pada kelompok perlakuan dan p=0,138 pada kelompok kontrol, karena p-value 0,0001 < α (0,05), maka Ho ditolak, sedangkan uji regresi linier menunjukkan selisih minggu ke-1 dengan minggu ke-2 pada kelompok perlakuan -1,766 dan 0.249 dengan nilai Rsquare 0,05, pada minggu ke-3 dan minggu ke-4 0,494 -1,86 dan dengan nilai Rsquare 2,44.

Sehingga kesimpulannya adalah senam ergonomis berpengaruh terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah pada lansia lansia dengan gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur setelah rutin dilakukan selama 4 minggu.

.


(6)

(7)

(8)

(9)

viii

RIWAYAT

HIDUP

Nama : Anis Komariah

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Maret 1991 Status Pernikahan : Belum Menikah

NIM : 109104000001

Alamat : Jl. Dermaga Baru Rt 001/017 No.3 Kelurahan Klender Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13470

Jenis Kelamin : Perempuan

Telepon : 085718593917

Email : qomariah_anis@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

1. TPA Wahdatul Ummah Komplek Sandang [1996-1997] 2. MI Azzainiah Kp. Sumur [1998-2003] 3. SMP Negeri 06 Bulak Timur [2003-2006]

4. SMAN 59 Bulak Timur [2006-2009]

5. S-1 Keperawatan UIN Sarif Hidayatullah Jakarta [2009-2014]

Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop:

1. Seminar “Mencegah Osteopenia di Masa Muda sebagai Investasi

Kesehatan Tulang Jangka Panjang” tahun 2009.

2. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era” tahun 2009.

3. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok” tahun 2009.


(10)

ix tahun 2009.

5. Seminar Kesehatan “menuju Indonesia bebas kaki gajah dan sosialisasi flu burung” tahun 2009

6. Seminar Profesi “Keperawatan Islami, Penerapan dalam Praktek dan Kurikulum Pendidikan Perawat di Indonesia” tahun 2010

7. Seminar Dokter Muslim “Smoking Cessation for Better Generation without Tobacco” tahun 2010

8. Seminar Nasional IMMPPG ke IV “Produk yang aman, bergizi, dan halal untuk kemandirian bangsa” tahun 2009.

9. Seminar Nasional “Kehalalan obat dan makanan serta permasalahanna” tahun 2009.

10. Seminar Nasional “First aid and Rehabilitation of mental health Nursing problems after disaster” tahun 2010

11. Seminar Kesehatan “Peran Kebijakan Standardisasi Internasional Rumah Sakit dalam Meningkatkan Profesionalisme Pelayanan Kesehatan” tahun 2011

12. Seminar Nasional “Pembangunan Nasional merupakan Integritas

Pembangunan Daerah” tahun 2011.

13. Workshop Emergency Nursing “Peran Perawat dalam Tatalaksana

Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety” tahun 2012

14. Seminar Emergency Nursing “Peran Perawat dalam Tatalaksana Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety” tahun 2012


(11)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

Halaman judul ... i

Pernyataan keaslian karya ... ii

Abstract ... iii

Abstrak ... iv

Pernyataan persetujuan... v

Lembar pengesahan ... vi

Daftar riwayat hidup ... viii

Kata pengantar ... x

Daftar isi ... xiv

Daftar Gambar dan Bagan ... xviii

Daftar Tabel... xix

Daftar lampiran ... xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang ... 1

1.2.Rumusan masalah... 5

1.3.Pertanyaan penelitian ... 6 1.4.Tujuan penelitian ... 1.5.Manfaat penelitian ...


(12)

xv

2.1 Konsep Umum lansia ... 9

2.1.1 Definisi lansia... 9

2.1.2 Batasan-batasan lansia ... 9

2.1.3 Perubahan pada lansia ... 10

2.2. Konsep Gout... 10

2.2.1 Definisi ... 11

2.2.2 Etiologi ... 11

2.2.3 Patofisiologi ... 11

2.2.4. Stadium gout ... 15

2.2.5 Kadar gout ... 18

2.2.6 Manifestasi klinis ... 18

2.2.7 Faktor yang mempengaruhi gout ... 19

2.2.8 Pemeriksaan diagnostik gout... 23

2.2.9 Komplikasi asam urat ... 24

2.2.10 Penatalaksanaan dan pencegahan gout... 26

2.2.11 Pengukuran kadar asam urat darah ... 36

2.3 Perawatan standar Pos Binaan Terpadu... 37

2.4 Senam ... 37

2.4.1 Definisi senam ergonomis ... 37

2.4.2 Teknik dan manfaat senam ergonomis ... 39


(13)

xvi

2.6 Kerangka teori ... 54

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka konsep ... 55

3.2 Hipotesis penelitian. ... 57

3.3 Definisi operasional ... 58

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian ... 60

4.2. Populasi dan sampel ... 61

4.3. Lokasi dan waktu penelitian... 62

4.4. Instrumen penelitian ... 62

4.5. Prosedur pengumpulan data ... 63

4.6. Prosedur tekhnis ... 65

4.7. Pengolahan data ... 68

4.8. Teknik analisa data ... 70

4.9. Etika penelitian... 71

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik Responden... . 76

5.2. Hasil analisis univariat ... 77

5.3. Hasil analisis bivariat ... 78

BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pembahasan ... 85

6.2. Keterbatasan Penelitian ... 96


(14)

xvii

7.2 Saran...99

Daftar Pustaka Lampiran


(15)

xviii

DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN

Halaman

Gambar Gambar Bagan Bagan Bagan Bagan

2.1Metabolisme Purin 2.2 Patofisiologi Gout 2.6 Kerangka Teori 3.1 Kerangka Konsep 3.2 Definisi Operasional 4.1 Desain Penelitian

12 15 57 58 61 63


(16)

xix

Halaman

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia dan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Tabel 5.3 Distribusi Rata-Rata Kadar Asam Urat Responden menurut Pengukuran Minggu Ke-1 Sampai ke-4 pada Kelompok Perlakuan(Uji T-Test Berpasangan) Tabel 5.4 Distribusi Rata-Rata Kadar Asam Urat Responden menurut Pengukuran Minggu Ke-1 Sampai Ke-4 pada Kelompok Perlakuan(Uji T-Test Berpasangan) Tabel 5.5 Distribusi Rata-Rata Selisih Kadar Asam Urat Responden menurut Intervensi (Uji ANOVA)

76

78

79

81


(17)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Perizinan Lampiran 2. Lembar Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Lembar Observasi kadar asam urat Lampiran 5. Lembar Observasi Senam Ergonomis Lampiran 6. Lembar Teknik Senam Ergonomis Lampiran 7. Kegiatan Penelitian

Lampiran 8. Hasil Olahan SPSS Univariat Lampiran 9. Hasil Olahan SPSS Bivariat


(18)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gout merupakan suatu masalah kesehatan yang cukup dominan di berbagai negara, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, meskipun angka prevalensi gout di dunia secara global belum tercatat. Prevalensi gout kira-kira 2,6-47,2% yang bervariasi pada berbagai populasi, sedangkan prevalensi gout juga bervariasi 1-15,3% (Hidayat, 2009). Penelitian di Taiwan, pada tahun 2005-2008 menunjukkan peningkatan kejadian gout pada lansia wanita sebesar 19,7% dan prevalensi gout pada lansia wanita sebesar 23,3% (Chuang, 2011). Gout merupakan gangguan inflamasi akut yang ditandai dengan adanya nyeri akibat penimbunan kristal monosodium urat pada persendian maupun jaringan lunak di dalam tubuh (Shetty et al., 2011). Gout ditandai dengan peningkatan kadar asam urat > 7 mg/dl pada laki-laki dan > 6 mg/dl pada perempuan (Sudoyo et al.,2010).

Gout banyak dialami oleh golongan usia produktif (Krisnatuti, 2006). Tingginya kadar asam urat dalam darah juga dapat menyebabkan gout artritis. Di Indonesia, penyakit gout artritis menduduki urutan kedua dari penyakit osteoartritis (Juandy, 2009). Kondis ini dipicu oleh meningkatnya asupan makanan kaya purin, dan kurangnya intake cairan (air putih), sehingga proses pembuangannya melalui ginjal menurun (Krisnatuti, 2006). Jika asupan dan pola makan tidak diubah maka kadar asam urat dalam


(19)

2

darah yang berlebihan akan menimbulkan penumpukan kristal asam urat, apabila kristal berada dalam cairan sendi maka akan menyebabkan penyakit gout (Misnadiarly, 2007). Gout dapat mengganggu kenyamanan lansia dalam beraktivitas akibat nyeri sendi, selain itu juga dapat menyebabkan resiko komplikasi yang tinggi seperti urolithiasis, nefropati asam urat akut. Komplikasi tersebut perlu dievaluasi untuk menjelaskan penyebabnya serta mendapatkan pengobatan yang sesuai (Dincer et al, 2002). Berdasarkan berbagai dampak yang ditimbulkan, penyakit gout perlu penanganan yang tepat dan aman, penanganan gout dapat dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis.

Arifin (2008), mengemukakan bahwa terapi farmakologi harus diminimalkan penggunaannya, karena obat-obatan tersebut dapat menyebabkan ketergantungan dan juga memiliki kontraindikasi, oleh sebab itu terapi secara non farmakologis lebih utama untuk mencegah atau mungkin bisa mengurangi angka kejadian gout. Terapi secara nonfarmakologis dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu, relaksasi, meningkatkan intake cairan, kompres air hangat, diet rendah purin dengan cara mengatur pola hidup dan asupan makanan dengan mengurangi makanan yang mengandung purin tinggi seperti kacang-kacangan dan jeroan, menjaga ideal tubuh, dan olahraga (Krisnatuti, 2006). Olahraga merupakan cara efektif untuk menurunkan kadar asam urat. Dua puluh menit berolahraga perhari sangat dianjurkan untuk menjaga tubuh tetap bugar dan menurunkan kadar asam urat (Mujianto,2013). Olahraga juga sangat diperlukan untuk mencegah atau menunda penyakit-penyakit degeneratif dan penyakit kelainan metabolisme.


(20)

Perlu adanya upaya-upaya baik besifat perawatan, pengobatan, pola hidup sehat dan juga upaya lain, seperti senam lansia untuk mempertahan-kan kesehatan lansia tersebut (Pranatahadi, 2012). Aktivitas fisik atau olah raga bagi setiap lanjut usia berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi fisik mereka masing-masing. Olahraga yang teratur memperbaiki kondisi kekuatan dan kelenturan sendi serta memperkecil risiko terjadinya kerusakan sendi akibat radang sendi. Olahraga juga dapat memberikan efek menghangatkan tubuh sehingga mengurangi rasa sakit dan mencegah pengendapan asam urat pada ujung-ujung tubuh yang dingin karena kurang pasokan darah(Wratsongko, 2006). Melakukan olahraga pada lanjut usia harus memperhatikan ketentuan-ketentuan untuk keselamatan lanjut usia, olahraga sebaiknya dilakukan 3-4 kali dalam satu minggu dengan lama latihan minimal 15-45 menit secara teratur. Beberapa contoh olahraga yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu, jalan kaki, olahraga yang bersifat reaktif dan senam. senam bermanfaat menghindari penumpukan lemak di tubuh (Sustrani dkk, 2004).

Beberapa senam yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu senam 10 menit, senam kegel, yoga, taichi dan senam ergonomis. Senam ergonomis juga memaksimalkan suplay oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan, sistem keringat, sistem pemanas tubuh, sistem pembakaran (asam urat, kolesterol, gula darah, asam laktat, kristal oxalate), sistem konversi karbohidrat, sistem pembuatan elektrolit dalam darah, sistem kesegaran tubuh dan sistem kekebalan tubuh dari energi negatif/virus, sistem pembuangan energi negatif dari dalam tubuh. Senam ergonomis terdiri dari gerakan yang menyerupai gerakan sholat, sehingga lansia mudah mengaplikasikan gerakan senam ini


(21)

4

dalam kehidupan sehari-hari (Sagiran, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Gayatri (2012), mengenai pengaruh senam ergonomis terhadap perubahan tekanan darah pada klien hipertensi di Kelurahan Bendan Kota Pekalongan, didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan ada pengaruh yang signifikan senam ergonomis terhadap perubahan tekanan darah pada klien hipertensi di Kelurahan Bendan Kota Pekalongan. Penelitian lain yang juga dilakukan oleh Rahmawati (2013) pengaruh terapi aktivitas senam ergonomis terhadap kualitas tidur lansia di Posyandu Lansia Harapan I dan II Kelurahan Pabuaran. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan senam ergonomis terhadap kualitas tidur lansia di Posyandu Lansia Harapan I dan II Kelurahan Pabuaran.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan kepada 42 lanjut usia di Pos Binan Terpadu Peruri Kelurahan Pisangan, dari hasil pemeriksaan kadar asam urat didapatkan bahwa sebanyak 30 lansia mempunyai kadar asam urat di atas normal, sedangkan sebanyak 12 lansia mempunyai kadar asam urat normal. Dari 17 lansia mengeluh nyeri pada malam hari, pegal linu, kemerahan di bagian kaki, sedangkan 13 lansia lainnya tidak memiliki keluhan, untuk mengurangi keluhan tersebut, sebagian besar lansia melakukan terapi farmakologis (mengkonsumsi obat warung) daripada melakukan tindakan nonfarmakologis seperti kompres hangat dan senam. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti ingin melakukan peneltian tentang Pengaruh Senam Ergonomis terhadap Kadar Asam urat pada Lansia dengan Gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.


(22)

1.2. Rumusan Masalah

Penyakit gout dengan menggunakan obat-obatan menyebabkan efek samping ketergantungan dan juga memiliki kontraindikasi, efek samping ini jika tidak ditangani dengan baik akan mengganggu kenyamanan lansia dalam beraktivitas selain itu juga menimbulkan berbagai macam komplikasi. Hasil wawancara dan observasi di Binaan Terpadu didapatkan bahwa sebanyak 30 lansia mempunyai kadar asam urat di atas normal, sedangkan sebanyak 12 lansia mempunyai kadar asam urat normal. Dari 17 lansia mengeluh nyeri pada malam hari, pegal linu, kemerahan di bagian kaki, sedangkan 13 lansia lainnya tidak memiliki keluhan. Untuk mengurangi keluhan tersebut, sebagian besar lansia melakukan terapi farmakologis (mengkonsumsi obat warung) daripada melakukan tindakan non farmakologis seperti kompres hangat dan senam. Beberapa contoh olahraga yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu, jalan kaki, olahraga yang bersifat reaktif dan senam. Beberapa senam yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu senam 10 menit, senam kegel,yoga, taichi dan senam ergonomis. Senam ergonomis merupakan bentuk terapi non farmakologi dan belum dilakukan pada lansia yang memiliki kadar asam urat diatas nilai normal, maka peneliti merumuskan adakah Pengaruh Senam Ergonomis terhadap Kadar Asam urat pada Lansia dengan Gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur?


(23)

6

1.3. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur?

b. Bagaimana perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum dan sesudah diberikan perawatan standar pada kelompok kontrol di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur?

c. Bagaimana Perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum dan sesudah melakukan senam ergonomis pada kelompok perlakuan di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur?

d. Apakah ada perbedaan kadar asam urat lansia antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada lansia di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur?

e. Apakah ada pengaruh senam ergonomis terhadap kadar asam urat lansia di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap kadar asam urat pada lansia dengan gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.


(24)

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur

b. Mengetahui perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum dan sesudah diberikan perawatan standar pada kelompok kontrol di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur

c. Mengetahui Perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum dan sesudah melakukan senam ergonomis pada kelompok perlakuan di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur

d. Mengetahui perbedaan kadar asam urat lansia antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada lansia di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur

e. Mengetahui adakah Pengaruh senam ergonomis terhadap kadar asam urat lansia di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai manfaat senam ergonomis terhadap kadar asam urat dalam darah dan penyakit gout.


(25)

8

1.5.2. Bagi Ilmu Keperawatan

Penelitian ini memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya terapi non farmakologi terhadap kadar asam urat dan gout.

1.5.3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan memberi masukan pada pelayanan kesehatan seperti di Puskesmas, Posbindu, Panti Werdha untuk menginformasikan membuat program rutin senam ergonomis dan mengajarkan senam ergonomis pada lansia.


(26)

9

TINJAUANPUSTAKA

2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Definisi Lansia

Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmodjo, 2007). Lansia istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Periode lansia merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang, terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap (Erliana, 2008).

2.1.2 Batasan-batasan Lansia

Batasan umur lansia menurut (Notoadmodjo, 2007), lanjut usia dibagi menjadi empat kelompok, meliputi usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun, Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun, Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 71-90 tahun, Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.

Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998 menjelaskan tentang kesejahteraan lanjut usia yang termaktub dalam BAB I pasal 1 ayat 2 yaitu bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai umur diatas 60 tahun, sedangkan menurut (Nugroho, 2008), Pengelompokan usia lanjut sebagai berikut : Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun, young age yaitu umur 70-75 tahun, old yaitu umur 75-80 tahun, very old yaitu umur lebih dari 80 tahun.


(27)

(28)

70 tahun, young age yaitu umur 70-75 tahun, old yaitu umur 75-80 tahun, very old yaitu umur lebih dari 80 tahun.

2.1.3.Perubahan yang terjadi padi Lansia

Menurut Wahjudi (2008) beberapa perubahan yang terjadi pada lansia, seperti berkurangnya kemampuan sensitifitas indera penciuman dan perasa, kulit mengerut atau keriput, penurunan semua produksi hormon, dan mengalami kerapuhan tulang, kehilangan density tulang, kifosis, pergerakan pinggang, lutut, persendian membesar dan menjadi kaku menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, serta atrofi serabut otot.

2.2 Konsep Gout

2.2.1 Definisi Gout

Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah (Price, 2005). Menurut Doherty (2009) Gout merupakan penyakit metabolik yang ditandai oleh penumpukan asam urat yang menyebabkan nyeri pada sendi, sedangkan Brunner & Suddarth (2001) mengemukakan Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme purin. Jadi, Gout adalah suatu penyakit metabolik dimana tubuh tidak dapat mengontrol


(29)

11

asam urat sehingga terjadi penumpukan asam urat yang menyebabkan rasa nyeri pada tulang dan sendi.

2.2.2. Etiologi

Menurut Setiyohadi (2006), berdasarkan penyebabnya, penyakit gout di bagi menjadi dua, yaitu:

a. Penyakit gout primer

Penyebabnya belum diketahui secara pasti, hal ini dicurigai berkaitan dengan faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme di dalam tubuh yang mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi asam urat, atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya produksi asam urat tersebut di dalam tubuh.

b. Penyakit gout sekunder

Meningkatnya produksi asam urat dipengaruhi oleh pola makan atau diet yang tidak terkontrol, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar purin yang tinggi seperti (jeroan, melinjo). Purin merupakan senyawa organik yang menyusun asam nukleat dan termasuk kelompok asam amino yang merupakan unsur pembentukan protein.

2.2.3. Patofisiologi

Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Secara


(30)

normal, metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut (Price, 2006): Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan ( salvage pathway).

1.J alur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.


(31)

13

2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT) (Sudoyo,2006).

Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin. Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme (pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi (Talbot,1958):

1. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik

2. Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal

3. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)

4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin. Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat


(32)

dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui dengan jelas (Price,2006).

Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara:

1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a. Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran sinovium). Fositosis terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B. Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.

2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di samping itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan cedera jaringan (Sudoyo,2006).


(33)

15

Gambar 2.2 Patofisiologi Gout

Proses terbentuknya kristal asam urat. Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.

2.2.4. Stadium Gout

Menurut buku ilmu penyakit dalam Setiyohadi (2006), penyakit gout terdiri atas tiga stadium :


(34)

a. Gout akut

Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Onset sebelum 25 tahun merupakan bentuk tidak lazim arthritis gout, yang mungkin merupakan manifestasi adanya gangguan enzimatik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin. Pada 85-90% kasus, serangan berupa arthritis monoartikuler dengan predileksi MTP-1 yang biasa disebut podagra (Edward, 2008).

Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan peningkatan laju endap darah, sedangkan gambaran radiologis hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan cepat membaik setelah beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun (Setiyohadi, 2006).

b. Gout interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada aspirasi cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa tahun sampai 10


(35)

17

tahun tanpa serangan akut, dan tanpa tata laksana yang adekuat akan berlanjut ke stadium gout kronik (Setiyohadi, 2006).

c. Gout Kronik

Stadium ini ditandai dengan adanya tofus dan terdapat dipoliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, MTP-1, olekranon, tendon Achilles dan jari tangan. Tofus sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di sekitarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif padasen di serta menimbulkan deformitas. Selain itu tofus juga sering pecah dan sulit sembuh, serta terjadi infeksi sekunder. Kecepatan pembentukan deposit tofus tergantung beratnya dan lamanya hiperurisemia, dan akan diperberat dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan diuretik. Pada beberapa studi didapatkan data bahwa durasi dari serangan akut pertama kali sampai masuk stadium gout kronik berkisar 3-42 tahun, dengan rata-rata 11,6 tahun.

Pada stadium ini sering disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun atau gagal ginjal kronik. Timbunan tofus bisaditemukan juga pada miokardium, katub jantung, sistem konduksi, beberapa struktur di organ mata terutama sklera, dan laring. Pada analisa cairan sendi atau isi tofus akan didapatkan kristalmonosodium urat, sebagai kriteria diagnostik pasti. Gambaran radiologis didapatkan erosi pada tulang dan sendi dengan batas sklerotik serta overhanging edge (Wortmann, 2009).


(36)

2.2.5. Kadar asam urat (gout)

Kadar asam urat normal menurut tes enzimatik maksimum 6,0 mg/dl, sedangkan pada teknik biasa, nilai normalnya maksimum 7,0 mg/dl. Bila hasil pemeriksaan menunjukkan kadar asam urat melampaui standar normal itu, penderita dimungkinkan mengalami gout. Kadar asam urat normal pada pria dan perempuan berbeda, kadar asam urat normal pada pria antara 3,0mg/dl – 7,0 mg/dl dan pada perempuan 2,50 mg/dl - 6,0 mg/dl(Tehupeiroy 2006 dalam Sudoyo, 2006).

2.2.6. Manifestasi Klinis

Gejala klinis dari gout bermacam-macam yaitu, serangan akut gout, serangan gout berulang, gout menahun disertai tofus, hiperurisemia tak bergejala. Keluhan utama saat serangan akut adalah nyeri sendi yang teramat sangat disertai bengkak, hangat, memerah dan nyeri tekan, biasanya disertai dengan demam. Persendian yang pertama kali terkena yaitu ibu jari kaki dan bagian lain dari ekstremitas bawah, sedangkan pada gout menahun akan terjadi pembentukan tofus. Tofus merupakan benjolan dari kristal monosodium urat yang menumpuk di jaringan lunak tubuh, (Setiyohadi,2006)

Sari (2010) menyebutkan tanda-tanda seseorang menderita gout adalah sebagai berikut :

a. Adanya kristal-kristal asam urat berbentuk jarum yang cenderung mengumpul pada sendi.

b. Timbul tofus (endapan seperti kapur di kulit yang membentuk suatu tonjolan atau benjolan) yang menandai pengendapan kristal asam


(37)

19

urat. Tofus timbul pada daun telinga, siku, tumit belakang dan punggung tangan.

c. Biasanya gout mengenai sendi ibu jari, tetapi bisa juga pada tumit, pergelangan kaki atau tangan, dan muncul sebagi serangan kambuhan.

d. Kesemutan dan pegal linu

e. Sendi-sendi yang terserang tampak merah, bengkak, mengkilat, kulit diatasnya terasa panas disertai nyeri yang sangat hebat dan persendian sulit digerakkan.

2.2.7 Faktor yang mempengaruhi gout

Gout dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yang meliputi seperti genetik, usia, jenis kelamin, asupan makanan dan kalori, latihan fisik dna kelelahan, obat-obatan tertentu (diuretik, aspirin dosis rendah), gangguan kesehatan seperti sindrom metabolik, hipertensi, obesitas sentral, hipertrigliserida maupun gagal ginjal kronik (Weaver,2010). Faktor-faktor tersebut dapat mengganggu proses produksi, ekskresi maupun kedua proses sehingga kadar asam urat dalam tubuh tidak bisa dikendalikan dengan baik. Hal itu dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gout arthtritis dan tindakan preventif terhadap faktor-faktor tersebut.

a. Umur

Penyakit asam urat timbul karena proses penuaan, khususnya pada wanita yang sudah memasuki masa menopause yaitu usia 45 – 60 tahun. Pada usia seperti ini, penyakit gout lebih


(38)

banyak terjadi. Penyakit gout biasa menyerang pada laki-laki usia 30 – 40 tahun. Semakin tua umur laki-laki, maka kekerapan penyakit asam urat semakin tinggi (Kertia, 2009).

Penelitian yang dilakukan Shetty et al., (2011) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif antara kadar asam urat dengan usia yaitu pada kelompok usia 30 – 40 tahun baik pada laki-laki maupun perempuan. Menurut Carlioglu et al., (2011) bahwa rata – rata penderita gout pada perempuan yaitu usia 51 tahun. Penderita gout pada laki – laki banyak terjadi pada usia 30-59 tahun (Ryu et al., 2011), sedangkan menurut Doherty (2009) gout lebih banyak diderita oleh laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1 dibawah usia 65 tahun sedangkan usia lebih dari 65 tahun perbandingan prevalensi gout 3:1 pada laki-laki dan perempuan. Penelitian meta-analisis yang dilakukan pada tahun 2011 di Cina didapatkan hasil bahwa prevalensi penderita gout pada laki-laki 21,6% dan pada perempuan 8,6%. Setelah wanita mengalami menopause baru terjadi peningkatan asam urat karena jumlah hormon estrogen mulai mengalami penurunan (Festy et al., 2010). Menopause rata – rata terjadi pada usia 51,4 tahun, akan tetapi pada 10% wanita mengalami menopause pada usia 40 tahun dan 5% wanita mengalami menopause pada usia 60 tahun (Bobak et al., 2005).


(39)

21

b. Faktor Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita gout (faktor keturunan) yang mempertinggi risiko (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seseorang menderita gout. Adanya riwayat asam urat dalam keluarga membuat risiko terjadinya asam urat menjadi semakin tinggi (Sari, 2010).

c. Jenis kelamin

Laki-laki lebih berisiko terhadap penyakit gout, sedangkan pada perempuan persentasenya lebih kecil dan baru muncul setelah menopause. Kadar asam urat laki-laki cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usia (pubertas). Pada perempuan, peningkatan itu dimulai sejak saat menopause. Gout cenderung dialami laki-laki, sebab pada perempuan memiliki hormon estrogen yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urin (Price, 2006). Menurut Dohertty (2009), gout lebih banyak diderita oleh laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1 dibawah usia 65 tahun sedangkan usia lebih dari 65 tahun perbandingan prevalensi hiperusisemia 3:1 pada laki:laki dan perempuan. Menurut Sustrani dalam Andry et al (2009) lansia yang mengalami gout disebabkan karena terjadi penurunan produksi beberapa enzim dan hormon di dalam tubuh yang berperan dalam proses ekskresi asam urat. Enzim urikinase merupakan enzim yang berfungsi untuk merubah asam urat menjadi bentuk alatonin yang akan diekskresikan melalui urin,


(40)

sehingga terganggunya produksi enzim urikinase mempengaruhi proses pengeluaran asam urat yang menimbulkan hiperurisemia.

Pada perempuan memiliki hormon estrogen. Produksi hormon ini akan meningkat ketika berada pada usia pubertas, sehingga perempuan usia pubertas sangat jarang mengalami hiperurisemia. Hormon estrogen ini berfungsi untuk membantu ekskresi asam urat. Pada wanita menopause cenderung lebih sering mengalami hiperurisemia salah satunya disebabkan karena adanya penurunan hormon estrogen tersebut (Price & Wilson, 2006). Hal ini didukung oleh Wilson dkk (2006), yang mengatakan bahwa hormon estrogen berperan dalam merangsang perkembangan folikel yang mampu meningkatkan kecepatan poliferasi sel dan menghambat keaktifan enzim protein kinase yang mempunyai fungsi mempercepat aktivitas metabolik, diantaranya metabolisme purin. Jika penyakit gout menyerang wanita, maka pada umumnya wanita yang menderita adalah wanita yang sudah menopause. Pada wanita yang belum menopause, memiliki kadar hormon estrogen yang cukup tinggi.pada wanita kadar asam urat dalam darah tidak meningkat sampai setelah menopuase karena estrogen membantu meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Seetelah menopause kadar asam urat meningkat seperti pada pria (Wilson, 2006).


(41)

23

d. Obesitas

Obesitas tubuh bagian atas (obesitas abdominal) berhubungan lebih besar dengan intoleransi glukosa atau penyakit diabetes mellitus, hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia, hipertensi, dan gout dibanding obesitas bawah. Tingginya kadar leptin pada orang yang mengalami obesitas dapat menyebabkan resistensi leptin. Leptin adalah asam amino yang disekresi oleh jaringan adiposa, yang berfungsi mengatur nafsu makan dan berperan pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis, diuresis dan angiogenesis, jika resistensi leptin terjadi di ginjal, maka akan terjadi gangguan 26 diuresis berupa retensi urin. Retensi urin inilah yang dapat menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat melalui urin, sehingga kadar asam urat dalam darah orang yang obesitas tinggi (Fauzia, 2013). Hal ini di dukung juga oleh penelitian Budianti (2008), bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi positif signifikan (p=0.016, r=0.289) dengan kadar asam urat contoh. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT seseorang maka semakin tinggi risiko hiperurisemia. Terdapat pengaruh yang nyata status gizi terhadap gout. Contoh yang berstatus gizi overweight dan obese berisiko 4.913 kali lebih besar untuk menderita gout (p=0.037, OR=4.913) dibandingkan dengan contoh yang berstatus gizi normal. Leptin merupakan faktor yang diduga menjadi penghubung antara hiperurisemia dan obesitas. IMT berhubungan dengan peningkatan


(42)

kadar asam urat dalam darah Leptin adalah senyawa yang berfungsi untuk meregulasi konsentrasi asam urat dalam darah (Hayden & Tyagi 2007).

Obesitas merupakan timbunan lemak berlebih di dalam tubuh sehingga menimbulkan berat badan melebihi ukuran normal (Sandjaja & Sudikno, 2005). Hasil survei nasional mengenai IMT pada tahun 1996/1997 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas (IMT > 25) pada laki-laki sebesar 14,9% sedangkan pada perempuan adalah 24% (Sargowo & Andarini, 2011). Hasil survei IMT pada tahun 2007 diperoleh bahwa prevalensi obesitas di Indonesia mencapai 19,1% (Retnaningsih, 2010). Menurut Shetty et al., (2011) bahwa terdapat hubungan positif antara kadar asam urat dengan body massa index (BMI) pada kelompok usia 20-30 tahun dan 30-40 tahun. Lemak yang disimpan pada jaringan bawah kulit yaitu trigliserida yang diindikasikan dengan obesitas. Hipertrigliserida sering dikaitkan dengan kejadian hiperurisemia.

Menurut Berkowitz dan Frank sebanyak 52 – 82 % pria dengan hiperurisemia mempunyai kadar trigliserida tinggi (Budianti, 2008). Seseorang yang obesitas, lipatan lemak bawah kulit (skinfold) cenderung lebih tebal dan persentase lemak di dalam tubuh semakin meningkat. Bahkan besarnya tebal lipatan lemak tersebut tidak hanya dialami oleh orang obesitas tetapi pada orang yang IMT normal juga bisa memiliki tebal lipatan lemak yang besar. Distribusi pola penyebaran lemak berbeda antara pria


(43)

25

dan wanita. Hal tersebut dipengaruhi oleh fungsi hormonal. Pada wanita dimulai sejak masa pubertas, penyebaran lemak berada di sekitar payudara, abdomen bawah, panggul, paha, pantat dan sekitar genital. Penyebaran lemak pada laki-laki cenderung berada di bagian abdomen, tengkuk leher, punggung (Hazleman, Riley & Speed, 2004). Pada obesitas terjadi penumpukan lemak berlebih dalam tubuh, selain itu orang yang obesitas lebih banyak memiliki sel lemak dibandingkan yang normal (Murray et al., 2009). Pada orang obesitas, lemak banyak disimpan di jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida. Selain itu timbunan kolesterol pada orang obesitas juga banyak.

e. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan tertentu juga bisa memicu peningkatan kadar asam urat atau membantu dalam mengeksresikan asam urat. Salah satu jenis obat yang membantu proses ekskresi asam urat yaitu jenis urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon (Price & Wilson, 2006), untuk memperoleh hasil yang diinginkan maka ketika mengkonsumsi obat tersebut memerlukan konsumsi air putih yang banyak. Salah satu fungsinya adalah untuk menurunkan tingkat saturasi asam urat sehingga asam urat dapat diekskresikan dengan mudah. Sebaliknya obat jenis aspirin dapat menghambat proses ekskresi asam urat sehingga memperparah keadaan pada hiperurisemia (Weaver et al, 2010).


(44)

Begitu juga dengan obat antihipertensi yang memiliki dampak hampir sama dengan jenis aspirin. Obat hipertensi memliki efek samping yaitu menghambat metabolisme lipid dalam tubuh. Timbunan lipid di dalam tubuh itulah yang mengganggu proses ekskresi asam urat melalui urin. Menurut Krisnamurti (2010), salah satu jenis obat antihipertensi yang memiliki efek peningkatan kadar asam urat tersebut adalah tiazid.

f. latihan fisik dan kelelahan

Pelatihan fisik yang berlebihan terjadi akibat pelatihan yang terlalu berat, intensitas pelatihan yang terlalu banyak, durasi pelatihan yang terlalu panjang, dan frekuensi latihan yang terlalu panjang (Marwoto,2008). Dampak dari pelatihan fisik yang berlebihan adalah adanya ketidakseimbangan antara pelatihan fisik dengan waktu pemulihan. Pelatihan fisik yang berlebihan dapat berefek buruk pada kondisi homoestasis dalam tubuh, yang akhirnya berpengaruh juga terhadap sistem kerja organ tubuh (Adiputra, 2008)

2.2.8 Pemeriksaaan diagnostik gout

Diagnosis gout ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi keluhan yang sering dialami, lama menderita asam urat, hasil pemeriksaan asam urat selama ini, riwayat pengobatan dan kepatuhan berobat, gaya hidup, riwayat penyakit penyerta dan riwayat keluarga. Pemeriksan fisik terdiri


(45)

27

atas pengukuran kadar asam urat dalam darah dan pemeriksaan umum sedangkan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, cairan sendi dan radiologis. Ketika didapatkan hasil pemeriksaan asam urat secara berkala menunjukkan kadar asam urat dalam darah tinggi maka orang tersebut harus segera mendapatkan penanganan secara medis agar tidak terjadi komplikasi atau bahkan sesuatu yang nantinya bisa mengancam jiwa seseorang. Petugas medis berkewajiban untuk selalu memantau keadaan penderita asam urat tesebut dan memberikan pendidikan kesehatan mengenai penyakitnya.

a. Pemeriksaan laboratorium

Seseorang dikatakan menderita asam urat apabila pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah diatas 7mg/dL untuk pria dan lebih dari 6mg/dL untuk wanita, selain itu, kadar asam urat dalam purin lebih dari 760-1000mg/24jam dengan diet biasa. Sering juga dilakukan pemeriksaan darah lengkap seperti ureum, kreatinin disertai pemeriksaan lemak darah untuk menguatkan diagnosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui normal tidaknya fungsi ginjal, sedangkan pemeriksaan profil lemak darah dijadikan penanda ada tidaknya gejala aterosklerosis (Sudoyo, 2006).

b. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat proses yang terjadi dalam sendi dan tulang serta untuk melihat proses pengapuran di dalam tofus itu sendiri (Junaidi, 2012). Proses ini dilakukan pada sendi


(46)

yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang berada di bawah sinavial sendi.

c. Pemeriksaan cairan sendi

Pemeriksaan cairan sendi dilakukan dibawah mikroskop, dengan tujuan untuk melihat kristal urat atau monosodium urate dalam cairan sendi (Junaidi, 2012).

d. Pemeriksaan rontgen

Menurut Kertia (2009), pemeriksaan dengan rontgen baiknya dilakukan pada awal setiap kali pemeriksaan cairan sendi dan lebih efektif jika pemeriksaan ini dilakukan pada penyakit sendi yang kronis. Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk melihat kelainan baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan disekitar sendi. 2.2.9 Komplikasi Asam urat

Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi (gout), telah dijelaskan sebelumnya bahwa, sifat kimia asam urat cenderung berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar, meskipun hiperurisemia merupakan faktor resiko timbulnya gout, namun, hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan serangan gout akut masih belum jelas. Arthritis gout akut dapat terjadi pada keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal, akan tetapi, banyak pasien dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan atritis gout (Enneking, 2009).


(47)

29

Timbulnya tofus, yaitu nodul berbentuk padat yang terdiri dari deposit kristal asam urat yang keras, tidak nyeri dan terdapat pada sendi atau jaringan. Tofus merupakan komplikasi kronis dari hiperurisemia akibat kemampuan eliminasi urat tidak secepat produksinya. Tofus dapat muncul di banyak tempat, diantaranya kartilago, membrana sinovial, tendon, jaringan lunak dan lain-lain

Adanya Thopy yaitu benjolan dari kristal monosodium urat yang menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi merupakan komplikasi lambat dari hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa nyeri, kerusakan dan kelainan bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom penekanan saraf (Sudoyo,2006)..

Komplikasi pada ginjal yaitu pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan gout primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa. Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan terbentuk batu. Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik. Komplikasi lainnya yang juga ditimbulkan seperti deformitas pada persendian yang terserang, urolitiasis


(48)

akibat deposit kristal urat pada saluran kemih dan nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal (Johnstone 2005).

2.2.10Penatalaksanaan dan PencegahanGout

Menurut (Junaidi, 2012), secara umum penatalaksanaan gout adalah dengan memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahatkan sendi dan pengobatan. Penatalaksanaan gout ada dua macam, yaitu penatalaksanaan farmakologi dan penatalaksanaan non farmakologi. 1. Terapi Farmakologi

a. Medis

1) Allopurinol

Obat yang menghambat pembentukkan asam urat di dalam tubuh, yang memiliki kadar asam urat yang tinggi dan batu ginjal atau mengalami kerusakan ginjal. Pemberian allopurinol bisa mencegah pembentukan batu ginjal. Allopurinol dapat menyebabkan gangguan pencernaan, memicu munculnya ruam kulit, berkurangnya jumlah sel darah putih dan kerusakan hati. Allopurinol digunakan jika produksi asam urat berlebihan, dan terutama efektif pada gout metabolik sekunder.

2) Urikosurik

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat rebsorpsi asam urat di tubuli ginjal. Obat ini meliputi probenesid yang mempunyai toksisitas kecil, diberikan dalam dosis 1-3 gram sehari, disesuaikan dengan kadar asam urat serum. Sementara


(49)

31

itu, sulfinpirazon diberikan dalam dosis 200-400 mg sehari. Efek samping kedua obat ini adalah gangguan pada saluran pencernaan dan juga terdapat insufisiensi ginjal.

3) Kolkisin

Kolkisin yang diberikan 0,55 mg-0,6 mg dua kali sehari bisa efektif untuk mencegah artritis berulang pada pasien yang tidak terlihat memiliki tophi dan konsentrasi serum uratnya sedikit naik. Pasien yang merasakan onset serangan akut harus meningkatkan dosis menjadi 1mg tiap 2 jam, umumnya serangan akan hilang setelah 1 atau 2 mg. Pasien dengan riwayat gout berulang dan konsentrasi serum asam urat yang naik signifikan mungkin paling baik dirawat dengan terapi penurun asam urat.

Kolkisin, 0,5 mg dua kali sehari harus diberikan selama 6-12 bulan pertama. Terapi antihiperurisemia untuk mengurangi resiko serangan akut yang bisa terjadi selama awal terapi penurunan asam urat. Tujuan terapetik dari terapi antihiperurisemi adalah mengurangi konsentrasi serum urat di bawah 6 mg/dl.

b. Terapi Farmakologi Herbal

Dalam Ash-Shohihain diriwayatkan hadist dari Ummu Salamah dari Abu Hurairah R.A, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah kalian mengkonsumsi Habbatus


(50)

Sauda’, karena didalamnya terdapat kesembuhan dari setiap penyakit, kecuali saam. Sedangkan saam artinya kematian.” Imam Bukhori juga meriwayatkan hadist dari Aisyah R.A bahwasanya ia mendengar Rasullah SAW, bersabda : Sesungguhnya Habbatus Sauda’ ini merupakan obat bagi setiap penyakit, kecuali saam. Aku bertanya, “Apakah saam itu?”. Beliau menjawab, “Kematian.”

Dalam riwayat Muslim:“Tidak ada suatu penyakit, kecuali penyembuhannya ada didalam Habbatus Sauda.”

Habatussauda merupakan tanaman semak belukar yang tumbuh liar pada setiap musim di beberapa kawasan seperti di utara Afrika, Asia dan Jazirah Arab.Nama ilmiahnya adalah Nigella sativa. Berbatang pendek, tingginya 50 cm. Tanaman ini masih satu famili dengan Adas (Foeniculum capillaceum) dan Anise (Pimpinella anisum), sehingga terkadang dikira salah satu jenis tumbuhan adas. Buahnya berbentuk mirip kapsul, yang di dalamnya terdapat benih berwarna putih dengan bentuk segi empat. Warnanya cepat sekali berubah menjadi hitam jika terkena udara (Sulaiman, 2008).

Habatussauda mengandung aneka vitamin, mineral, protein nabati, juga asam lemak tak jenuh. Habbatussauda juga mengandung asam lemak esensial yang penting bagi kesehatan kulit, rambut, selaput lendir, pengendalian tekanan


(51)

33

darah, produksi hormon dalam tubuh, selain kandungan bahan-bahan alami tersebut, habatussausa juga mengandung nigellon, yang termasuk dalam kategori zat anti-oksidan alami, seperti vitamin C dan A. Habatussauda juga mengandung glutathion yang memiliki peran fundamental dalam melindungi tubuh dari ancaman radikal bebas. Sejumlah hasil penelitian yang dipublikasikan baru-baru ini menyatakan bahwa fungsi protektif Nigellon mampu melindungi tubuh dari berbagai bahaya zat-zat asing (Sulaiman, 2008).

Habbatus Sauda’ (Jinten Hitam) menurunkan kolesterol dan gula darah. Di Maroko, para peneliti melakukan penelitian tentang efek minyak habbatus sauda’ terhadap kadar kolesterol dan gula dalam darah tikus percobaan. Tikus-tikus itu diberi 1 mg/kg minyak statis habbatus sauda’ selama 12 minggu. Pada akhir penelitian, kadar kolesterol turun 15%, lemak trigliserida turun 22 %, gula darah turun 16,5% serta kadar hemoglobin naik 17,5%. Ini mengindikasikan bahwa minyak habbtus sauda’ efektif menurunkan kadar kolesterol dan gula darah pada manusia.

Para peneliti dari Universitas Al-Azhar melakukan penelitian tentang pengaruh thymoquinone (zat aktif pada habbatus sauda’) terhadap gagal ginjal yang sengaja ditimbulkan pada tikus-tikus percobaan melalui zat


(52)

doxorubicin. Maka terlihat bahwa thymoquinone menyebabkan berkurangnya pembuangan protein dan albumin dari urin, dan ia benar-benar berkhasiat mencegah oksidasi serta memperlambat faktor-faktor negatif yang berpengaruh terhadap ginjal. Ini mengindikasikan bahwa thymoquinone bisa memiliki peran untuk mencegah terjadinya gagal ginjal.

Universitas Faishol Damam, Dr.Ghamidi mengemukan kajian yang dipublikasikan di jurnal J.Ethno Pharmacol (2001) bahwa habbatus sauda’ berkhasiat sebagai obat analgesik dan anti-artritis. Para peneliti menemukan bahwa ekstrak habbatus sauda’ menekan produksi nitric oxide, dimana hal itu bisa menafsirkan pengaruh habbatus sauda’ dalam meringankan infeksi sendi.

2. Terapi Non Farmakologi

Menurut Herliana (2013), mencegah lebih baik daripada mengobati agar terhindar dari penyakit asam urat sebaiknya lakukanlah upaya pencegahan sebagai berikut:

a. Mengatur pola makan (diet makanan tinggi purin)

Mencegah penyakit asam urat dapat dilakukan dengan mengatur pola makan yang seimbang. Pengaturan pola makan dapat dilakukan untuk mengobati penyakit asam urat. Penyakit asam urat dapat diakibatkan oleh pola makan. Terapi diet dapat dilakukan apabila kadar asam urat sudah mulai tinggi, bahkan


(53)

35

melebihi kadar asam urat normal. Terapi diet dilakukan untuk mengatur asupan makanan yang dikonsumsi sesuai dengan anjuran (makanan yang mengandung purin rendah) dan menghindari atau membatasi makanan-makanan yang mengandung purin tinggi (jeroan, kacang-kacangan , melinjo, sarden, sayur-sayuran hijau seperti kangkung, bayam dan makanan yang mengandung lemak seperti santan (Krisnatuti, 2010).

Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah asam urat:

1) Membatasi makan yang mengandung purin tinggi.

2) Mengkonsumsi makanan yang cukup kalori dan karbohidrat. Makanan yang mengandung karbohidrat kompleks seperti beras merah, sereal atau oat, roti dan gandum. Sayur-sayuran segar seperti jagung manis, labu siam, wortel, seledri, paprika merah, mentimun dan sawi putih. Buah-buahan seperti sirsak, mangga, pepaya, semangka, melon, pisang, jeruk, tomat, nanas, apel dan jambu biji.

3) Mengkonsumsi makan yang rendah protein dan lemak. Makanan yang mengandung purin yang tinggi harus dibatasi asupannya oleh penderita gout. Berikut adalah golongan makanan yang mengandung purin menurut Herliana (2013).


(54)

a) Golongan makanan I

Golongan makanan satu merupakan makanan yang harus dihindari karena mengandung purin tinggi, yaitu sekitar 150mg-1000mg purin per100gr bahan makanan. Contohnya: udang, cumi, kepitig, remis, ikan sarden, makarel, hati, usus, ampela, limpa, babat, jantung dan paru, abon, dendeng, makanan kalengan, tape dan brem.

b) Golongan makanan II

Golongan makanan dua merupakan makanan yang harus dibatasi asupannya, karena mengandung purin sedang sekitar 50mg-150mg per 100gr bahan makanan. Contohnya : ikan tongkol, ikan tenggiri, gurame, bandeng, bawal, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, kacang merah, tempe, tahu, oncom, brokoli, asparagus, kacang polong, buncis, kol, daun singkong dan daun pepaya.

b. Meminum air putih secara rutin

Tubuh membutuhkan asupan air untuk menjalani berbagai macam sistem di dalam tubuh. Air terbaik yang dibutuhkan tubuh berupa air putih tanpa dicampur dengan zat apapun. Air putih memiliki daya larut paling tinggi. Air putih dapat melarutkan semua zat yang larut di dalam cairan termasuk purin. Asam urat yang terlarut dalam air akan


(55)

37

dibuang dan diekskresikan melalui ginjal bersama purin Herliana (2013).

Intake cairan di dalam tubuh sebaiknya dijaga agar tubuh tidak mengalami kekurangan cairan. Jika tubuh kekurangan air, ekskresi asam urat dapat terhambat sehingga akan memicu peningkatan asam urat. Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa tubuh kekurangan air dapat diamati dari warna urin, urin yang berwarna kuning pekat menunjukkan tubuh kekurangan air. Tubuh membutuhkan air dalam jumlah tertentu, beberapa ahli menganjurkan agar mengkonsumsi air putih sebanyak 8-10 gelas perhari, akan tetapi setiap orang memiliki kebutuhan air yang berbeda. Hal ini ditentukan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya yaitu kondisi iklim, cuaca dan aktivitas fisik. Meningkatkan intake cairan (air putih yang cukup) (Herliana, 2013).

c. Istirahat teratur

Pada saat tidur akan terjadi penguraian asam laktat di dalam tubuh. Bila seseorang melakukan tidur dengan cukup maka penguraian asam laktat akan sempurna, tapi bila tidur nya kurang maka asam laktat belum sempurna penguraiannya sehingga terjadi penumpukan asam laktat di dalam tubuh (Sagiran, 2012).


(56)

Olahraga memiliki banyak manfaat untuk tubuh dan pikiran, salah satunya untuk mencegah dan mengatasi penyakit asam urat. Bagi penderita asam urat relaksasi saraf yang terjadi saat olahraga dapat bermanfaat untuk mengatasi nyeri akibat asam urat, memperbaiki kondisi kekuatan dan kelenturan sendi serta memperkecil risiko terjadinya kerusakan sendi akibat radang sendi (Sustrani dkk, 2004). Olahraga yang dilakukan secara rutin akan memperlancar sirkulasi darah dan mengatasi penyumbatan pada pembuluh darah. Kondisi ini akan berpengaruh positif bagi tubuh, karena dengan berolahraga pikiranpun akan menjadi rileks sehingga stres dapat dikurangi dan dikendalikan serta sistem metabolisme akan berjalan lancar sehingga proses distribusi dan penyerapan nutrisi dalam tubuh menjadi lebih efektif dan efisien. Sistem metabolisme yang berjalan lancar akan mengurangi resiko menumpuknya asam urat di dalam tubuh (Sustrani dkk, 2004)

Berolahraga secara teratur akan dapat memberi rangsangan kepada semua sistem tubuh sehingga dapat mempertahankan tubuh tetap dalam keadaan sehat. Olahraga yang baik adalah olahraga yang dilakukan secara teratur dengan memperhatikan kemampuan tubuh dan sesuai dengan takaran berolahraga (Adiputra, 2008).


(57)

39

Makanan atau minuman yang mengandung alkohol perlu dihindari untuk mencegah terjadinya asam urat. Dampak dari konsumsi alkohol terhadap kesehatan, terutama asam urat tidak dapat dianggap remeh. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan kenaikan kadar asam urat. Kadar alkohol yang tinggi di dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan beberap fungsi organ didalam tubuh, seperti mengurangi fungsi jantung untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh dan menggangu fungsi ginjal dalam mengekskresikan asam urat (Herliana, 2013).

2.2.11 Pengukuran Kadar asam urat darah

Berikut ini adalah penjelasan mengenai pengukuran kadar asam urat darah responden menggunakan alat Easy Touch:

1. Peralatan yang digunakan dalam pengukuran kadar asam urat darah: a. Kapas Alkohol

b. Lanset dan jarum lanset steril

c. 1 set alat pengukur kadar asam urat darah merk Easy Touch yang sudah dikalibrasi.

2. Cara mengukur kadar asam urat darah:

a. Alat pengukur kadar asam urat disiapkan, dengan memasang stik pengukur kadar asam urat pada alat.


(58)

b. Ujung jari responden yang akan diperiksa disterilkan dengan menggunakan kapas alkohol.

c. Ujung jari yang sudah disterilkan ditusuk menggunakan lanset hingga mengeluarkan cukup darah.

d. Darah yang keluar ditempelkan pada ujung stik yang sudah dipasang pada alat hingga meresap ke dalam stik.

e. Alat akan mendeteksi kadar asam urat dalam 20 detik f. Catat angka yang ditampilkan di layar alat pengukur. 2.2.Perawatan standar Pos Binaan Terpadu

Pos Binaan Terpaduadalah suatu wadah upaya kesehatan kepada lansia di masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat lintas sektor pemerintah dan non pemerintah yang memiliki tujuan pelayanan kesehatan dalam upaya promotif preventif, disamping pelayanan kesehatan Pos Binaan Terpadu juga dapat pelayanan sosial, pendidikan, agama, keterampilan, seni dan olahraga (Komnaslansia, 2010). Bentuk pelayanan lansia di Pos Binaan Terpadu yaitu, pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari, pemeriksaan status gizi (penimbangan berat badan dan diet) serta pemeriksaan status mental, pengukuran tekanan darah dan denyut nadi, pemeriksaan hemoglobin, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, dan kunjungan kader kerumah (Depkes, 2006).

2.3.Senam Ergonomis


(59)

41

Menurut Wratsongko (2006), istilah ergonomis adalah istilah yang sering digunakan dalam teknik pengamatan waktu dan gerakan serta produktivitas kerja. Teknik ini meminimalkan kelelahan sehingga diperoleh tingkat produktivitas yang tinggi dan manusiawi. Gerakan ergonomis merupakan gerakan yang mengoptimalkan posisi tubuh pada meja kerja dengan tujuan meniadakan atau meminimalkan kelelahan posisi tulang belakang, posisi penglihatan (jarak dan pencahayaan), posisi jangkauan (berdiri dan duduk), kebersamaan tangan kanan dan kiri, posisi benda kerja, sehingga diperoleh kenyamanan dan produktivitas yang tinggi.

Senam ergonomis itu sendiri merupakan suatu teknik senam untuk mengembalikan atau membetulkan posisi dan kelenturan sistem saraf dan aliran darah. Senam ergonomis juga memaksimalkan suplai oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan, sistem keringat, sistem pemanas tubuh, sistem pembakaran (asam urat, kolesterol, gula darah, asam laktat, kristal oxalate), sistem konversi karbohidrat, sistem pembuatan elektrolit dalam darah, sistem kesegaran tubuh dan sistem kekebalan tubuh dari energi negatif/virus, sistem pembuangan energi negatif dari dalam tubuh. Gerakan yang terkandung dalam senam ergonomis merupakan gerakan yang sangat efektif, efisien, dan logis karena rangkaian gerakannya merupakan rangkaian gerakan sholat yang dilakukan manusia sejak dulu sampai saat ini (Sagiran. 2012).

Senam ergonomis merupakan senam yang dapat langsung membuka, membersihkan, dan mengaktifkan seluruh sistem-sistem


(60)

(61)

(62)

(63)

45

ketika kepala mendongak, kita masih menyimpan kira-kira separuh napas.

2) Pada posisi terakhir ini napas ditahan di dada, sampai sekuatnya. Napas dibuang saat kembali ke posisi berdiri, segera ambil napas baru 3-4 kali sebelum melanjutkan gerakan.

c. Frekuensi: gerakan kedua ini dilakukan sebanyak 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan selesai dalam 35 detik ditambah 10 detik untuk jeda napas. Keseluruhan 5 gerakan akan selesai dalam 4 menit.

d. Manfaat: gerakan tunduk syukur merupakan gerakan memasok oksigen ke kepala dan mengembalikan posisi tulang punggung supaya tegak. Gerakan ini melonggarkan otot-otot punggung bagian bawah, paha dan betis.

Gerakan ini juga akan mempermudah untuk persalinan bagi ibu-ibu hamil yang melakukan nya secara rutin, juga dapat membantu menyembuhkan berbagai macam penyakit yang menyerang tulang belakang yang meliputi rua tulang punggung, ruas tulang leher, ruas tulang pinggang dan tulang tungging. Bagi yang terkena sinusitis dan asma sesudah melakukan gerakan ini bisa langsung dirasakan manfaatnya.


(64)

(65)

47

2) Napas dibuang saat kembali ke posisi duduk. Segera ambil napas baru 3-4 kali sebelum melanjutkan gerakan.

c. Frekuensi : gerakan ini dilakukan 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan selesai dalam 35 detik ditambah 10 detik untuk napas jeda. Keseluruhan 5 kali gerakan akan selesai dalam 4 menit. d. Manfaat : gerakan ini untuk meningkatkan daya tahan tubuh

dan meningkatkan keperkasaan. Sujud dengan posisi jari-jari ditekuk.

1) Gerakan sujud ini akan membuat otot dada dan sela iga menjadi kuat, sehingga rongga dada menjadi lebih besar dan paru-paru akan berkembang dengan baik dan dapat menghirup oksigen lebih banyak.

2) Lutut yang membentuk sudut yang tepat memungkinkan otot perut berkembang dan mencegah kegomyoran di bagian tengah. Menambah aliran darah kebagian atas tubuh, terutama kepala, mata, telinga,hidung serta paru-paru. Memungkinkan toksin-toksin dibersihkan oleh darah, bermanfaat mempertahankan posisi benar pada janin (bagi ibu hamil), mengontrol tekanan darah tinggi serta menambah elastisitas tulang itu sendiri.

3) Sujud dengan posisi duduk perkasa jari-jari kaki ditekuk akan membantu yang menderita migran, vertigo, pusing, mual dan lain-lain. Saat jari-jari ditekuk seluruh tombol kesehatan aktif membuang sampah biolistrik, bagi yang


(66)

(67)

49

2) Setelah beberapa saat (satu tahanan napas) kemudian kembali ke posisi duduk pembakaran.

b. Pernapasan: sesaat sebelum memulia gerakan akan sujud, ambil napas dalam-dalam. Saat mulai membungkukkan badan, buang napas sedikit-sedikit, hingga saat dagu hampir menyentuh lantai kita masih menyimpan kira-kira separuh napas. Pada posisi terakhir ini napas di tahan di dada sekuatnya. Napas dibuang saat kembali ke posisi duduk. Segera ambil napas baru 3-4 kali sebelum menlajutkan gerakan.

c. Frekuensi : Gerakan kelima ini dilakukan 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan selesai dalam 35 detik ditambah 10 detik untuk nafas jeda. Keseluruhan 5 kali gerakan akan selesai dalam 4 menit.

d. Manfaaat : gerakan ini untuk memperkuat otot pinggang dan memperkuat ginjal, sujud dengan posisi duduk pembakaran atau dengan alas punggung kaki akan membakar lemak dan racun dalam tubuh. Saat duduk pembakaran tombol pembakran di punggung kaki diaktifkan. Bagi yang menderita asam urat,


(68)

(69)

51

2) Bantuan alas punggung. Bila sudah rebah, tangan diluruskan ke atas kepala, ke samping kanan-kiri maupun kebawah menempel badan.

3) Pada saat itu tangan memegang betis, tarik seperti mau bangun dengan rileks, kepala bisa didongakkan dan digerak-gerakan kekanan-kiri.

b. Pernapasan : napas dibiarkan mengalir dengan sendirinya, karena gerakan ini relaksasi terakhir, sekaligus memaksimalkan kelenturan tubuh.

c. Frekuensi : Gerakan kelima ini sebaiknya dilakukan minimal 5 menit. Sudah termasuk variasi gerakan kepala dan leher serta ayunan tangan keatas, samping maupun bawah. Sekali lagi, jangan terlalu memaksakan diri, baik rebahnya maupun bangunnya.

d. Manfaat : gerakan ini bermanfaat untuk memperkuat otot-otot bagian bawah dan bermanfaat untuk diet. Tidur terlentang dengan posisi kaki dilipat, lengan di atas kepala dan bertumpu pada punggung atas.

1) Gerakan ini adalah gerakan yang sukar dilakukan tetapi apabila dapat dilakukan dengan sempurna maka manfaat yang diperoleh sangat banyak, antara lain melapangkan dada, sehingga bagi yang menderita asma akan merasa lega, melenturkan tulang punggung sehingga seluruh saraf akan


(70)

bekerja secara optimal terutama aliran biolistrik sangat cepat.

2) Gerakan ini juga bermanfaat untuk memperkuat otot betis, paha, perut, dada dan bagi wanita juga akan mengurangi rasa sakit saat menstruasi dan saat melahirkan, karena di dalam gerakan ini juga memperkuat otot pinggang bagian bawah. Bahkan dalam senam rutin, gerakan ini harus menjadi puncak relaksasi tubuh kita dari keseluruhan ketegangan fisik dan mental.

Rangkaian gerakan-gerakan senam ergonomis tersebut dilakukan secara berangkai sebagai latihan senam rutin setiap hari, atau sekurang-kurangnya 2-3 kali seminggu. Masing-masing gerakan juga dapat dilakukan secara terpisah, disela-sela kegiatan atau bekerja sehari-hari.

2.5.PenelitianTerkait Senam Ergonomis dan Gout

1. Senam ergonomik dilakukan pada beberapa penelitian yaitu, pengaruh terapi aktivitas senam ergonomik terhadap kualitas tidur pada lansia di Posyandu Lansia Harapan I dan II Kelurahan Pabuaran telah dilaksanakan selama 31 hari. Responden kelompok perlakuan dalam penelitian ini awalnya berjumlah 47 responden, namun ada 5 responden dalam penelitian ini tidak kooperatif sehingga 5 responden tersebut di dropped out. sehingga jumlah responden kelompok perlakuan dalam penelitian ini sebanyak 42 responden dan responden kelompok kontrol berjumlah 42 responden. Senam ergonomis diberikan selama 20 menit sebanyak 4 kali


(71)

53

dalam 2 minggu. Hasilnya terdapat pengaruh senam ergonomik dalam kualitas tidur lansia (Rahmawati, 2013).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nafifah, H. Kurniawati, I. Rusmariana, A. Wirotomo, T. S. (2013). Salah satu perawatan nyeri pada penderita gout adalah senam. Senam 10 menit adalah senam yang dilakukan dalam durasi waktu 10 menit, dengan beban senam ringan sampai sedang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam 10 menit terhadap skala nyeri pada penderita gout di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan. Jenis yang digunakan pada penelitian ini adalahQuasi Eksperimen Design dengan pendekatanOne Group Pretest-Postest. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 15 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh senam 10menit terhadap penurunan skala nyeri pada penderita gout di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan. Dibuktikan dengan penurunan nilai rata –rata sebesar 2,27. Berdasarkan uji statistik Wilcoxon Signed-rank test didapatkan p value0,00 < α (0,05) dan hasil nilai Z didapatkan -3,578 < α/2 (0,025), maka H ditolak. Senam 10 menit digunakan bagi perawat sebagai tindakan non farmakologis, serta dijadikan perawatan mandiri bagi responden untuk mengurangi nyeri. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Sani, A. Winarsih (2013), kompres hangat

dan kompres dingin dapat dijadikan tindakan nonfarmakologis untuk menangani nyeri. Teknik ini mendistraksi klien dan memfokuskan perhatian pada stimulustaktil, jauh dari sensasi yang menyakitkan sehingga mengurangi persepsi nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


(72)

perbedaan efektifitas kompres hangatdan kompres dingin terhadap skala nyeri pada klien gout di Wilayah KerjaPuskesmas Batang III Kabupaten Batang. Penelitian ini menggunakan quasy eksperiment design dengan pendekatan two group pre test-post test design. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 responden yang dibagi kedalam dua kelompok intervensi. Kelompok pertama dilakukan pemberian intervensi kompres hangat sedangkan kelompok kedua dilakukan pemberian intervensi kompres dingin. Penelitian ini menggunakan analisis statistik ujiT-Test Independent dengan α 0,05. Hasil penelitian didapatkan nilai ρ value 0,000 sehingga Hditolak. Hal ini ini menunjukkan ada perbedaan efektifitas kompres hangat dan kompres dingin terhadap skala nyeri pada klien gout di Wilayah Kerja Puskesmas Batang III Kabupaten Batang. Saran peneliti, kompres hangat dan kompres dingin dapat dijadikan sebagai tindakan mandiri keperawatan nonfarmakologis untuk menurunkan nyeri pada klien gout, tetapi berdasarkan hasil penelitian kompres hangat lebih efektif untuk menurunkan nyeri pada klien gout.

4. Pengaruh senam bugar lanjut usia (lansia) terhadap kadar asam urat penderita hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam bugar lansia terhadap kadar asam urat penderita hipertensi. Penelitian bersifat eksperimental lapangan dengan rancangan one group pre-post test yang dilakukan pada 30 penderita hipertensi di BPLU Senja Cerah. Dilakukan senam bugar lansia 3 kali seminggu dengan lama latihan selama 3 minggu. Kadar asam urat sebelum dan sesudah senam diukur, dan dianalisa. Hasil yang didapat, terjadi penurunan bermakna kadar asam


(73)

55

urat antara sebelum dan sesudah senam bugar lansia dengan selisih rata-rata sebesar 1,56 mg/dl. Nilai confidence interval, yaitu 0,84 untuk lower dan 2,28 untuk upper. Nilai signifikasi (p) dari hasil uji statistik yaitu 0,00 lebih kecil dari nilai alpha (α = 0,05). Penelitian ini membuktikan adanya pengaruh yang signifikan senam bugar lansia terhadap kadar asam urat penderita hipertensi.

5. Pengaruh Senam Ergonomis terhadap Perubahan Tekanan Darah pada Klien Hipertensi di Kelurahan Bendan Kota Pekalongan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam ergonomis terhadap perubahan tekanan darah pada klien hipertensi di Kelurahan Bendan Kota Pekalongan. Penelitian ini menggunakan desain pra eksperimental dengan metode one-group pretest-posttest design. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh. Uji statistik yang digunakan yaitu uji Wilcoxon dengan α value 5%. Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan senam ergonomis terhadap perubahan tekanan darah pada klien hipertensi di Kelurahan Bendan Kota Pekalongan berdasarkan uji statistik dengan ρ value tekanan darah sistolik yaitu 0,002 dan ρ value tekanan darah diastolik 0,009. Rekomendasi kepada petugas kesehatan, senam ergonomis perlu dijadikan sebagai terapi alternatif nonfarmakologis untuk menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi (Anugrah,2010).

6. Penelitian yang dilakukan oleh Fajarina pada tahun 2011, mengenai analisis pola konsumsi dan pola aktivitas fisik dengan kadar asam urat pada lansia wanita peserta pemberdayaan lansia di Bogor, didapati


(74)

rata-rata konsumsi purin perhari pada kelompok dengan kandungan asam urat yang tinggi lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata konsumsi kelompok dengan kandungan asam urat normal, namun tidak diperoleh hubungan yang nyata (p > 0,05) antara konsumsi purin dengan kadar asam urat dalam darah.

7. Penelitian dari Bosco dkk pada tahun 1970, yang meneliti kadar asam urat pada mahasiswa laki-laki yang sehat sebelum dan sesudah diberikan latihan fisik selama 8 minggu, membaginya ke dalam kelompok atletik, kelompok pelatihan dan kelompok kontrol. Ditemukan bahwa latihan fisik kronis menurunkan kadar asam urat 0,3-3,2 mg / 100 ml dalam 80% dari sampel kelompok atletik dan pelatihan

8. Penelitian yang dilakukan oleh Anugrah (2010) dengan judul “ pengaruh senam ergonomis terhadap tekanan darah (Hipertensi) pada penderita DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan metode cohort eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah randomized control group pre-test and post-test design, menggunakan uji statistik independent T-test. Hasil penelitian didapatkan pemberian senam ergonomis dapat berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah sistolik, sedangkan pada tekanan darah diastolik hanya berpengaruh secara klinis.


(75)

57

2.6.Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka teori Modifikasi teori (Weaver,2010), (Price, 2006), Herliana (2013),Krisnaturi (2010), Sari (2010), Setiyohadi (2006), dan

Sagiran (2012). Kadar asam urat

dalam darah meningkat Penumpukan pada sendi Penatalaksanaan non farmakologiHerliana (2013),Krisnaturi (2010),

 Diet Purin

 Intake cairan (air putih)

 Istirahat (tidur)

 Mempertahankan BB ideal Penatalaksanaan farmakologi :

obat-obatan seperti; NSAIDs (Junaidi,2012) allopurinol, urikosurik, kolkisin) dan herbal (Sulaiman,2008)

Nyeri, bengkak, Kesemutan dan pegal linu, kemerahan pada sendi yang terkena.Setiyohadi (2006), (Sari,2010).

Faktor yang mempengaruhi

peningkatan kadar asam urat dalam darah (Weaver,2010), (Price, 2006)

 Genetik

 Usia

 jenis kelamin

 Obesitas

 Asupan makanan dan kalori

 Obat-obatan dan zat tertentu

 Latian fisik dan kelelahan

Memperlancar aliran darah kolateral di tungkai bawah dan membakar lemak dan racun dalam tubuh(asam urat, kolesterol, gula darah, asam laktat, kristal oxalate)

Sagiran (2012). Gout


(1)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Kadar Asam Urat Minggu ke-1 8.4050 20 1.82396 .40785

Kadar Asam Urat Minggu ke-2 6.3900 20 1.32582 .29646

Pair 2 Kadar Asam Urat Minggu ke-2 6.3900 20 1.32582 .29646

Kadar Asam Urat Minggu ke-3 4.7900 20 1.05576 .23608

Pair 3 Kadar Asam Urat Minggu ke-3 4.7900 20 1.05576 .23608


(2)

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) 95% Confidence Interval of the

Difference

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper

Pair 1 Kadar Asam Urat Minggu ke-1 - Kadar Asam Urat Minggu ke-2

2.01500 1.82649 .40842 1.16017 2.86983 4.934 19 .000

Pair 2 Kadar Asam Urat Minggu ke-2 - Kadar Asam Urat Minggu ke-3

1.60000 .96245 .21521 1.14956 2.05044 7.435 19 .000

Pair 3 Kadar Asam Urat Minggu ke-3 - Kadar Asam Urat Minggu ke-4

1.37000 .76715 .17154 1.01096 1.72904 7.986 19 .000

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -1.766 .302 -5.852 .000

Status Pemberian Intervensi -.249 .500 -.068 -.498 .620 1.000 1.000


(3)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -.551 .262 -2.104 .040

Status Pemberian Intervensi -1.049 .435 -.315 -2.413 .019 1.000 1.000

a. Dependent Variable: Selisih minggu ke-2 dan ke-3

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) .494 .272 1.818 .075

Status Pemberian Intervensi -1.864 .451 -.494 -4.136 .000 1.000 1.000


(4)

OUTPUT REGRESI LINIER

MINGGU KE-1 DAN KE-2

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Status Pemberian Intervensia

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Selisih minggu ke-1 dan ke-2

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .068a .005 -.014 1.78518 1.553

a. Predictors: (Constant), Status Pemberian Intervensi

b. Dependent Variable: Selisih minggu ke-1 dan ke-2

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -1.766 .302 -5.852 .000

Status Pemberian Intervensi -.249 .500 -.068 -.498 .620 1.000 1.000


(5)

MINGGU KE-2 DAN KE-3

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Status Pemberian Intervensia

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Selisih minggu ke-2 dan ke-3

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .315a .099 .082 1.55021 2.627

a. Predictors: (Constant), Status Pemberian Intervensi

b. Dependent Variable: Selisih minggu ke-2 dan ke-3

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -.551 .262 -2.104 .040

Status Pemberian Intervensi -1.049 .435 -.315 -2.413 .019 1.000 1.000


(6)

MINGGU KE-3 DAN KE-4

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Status Pemberian Intervensia

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Selisih minggu ke-4 dan ke-3

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .494a .244 .230 1.60824 2.551

a. Predictors: (Constant), Status Pemberian Intervensi

b. Dependent Variable: Selisih minggu ke-4 dan ke-3

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) .494 .272 1.818 .075

Status Pemberian Intervensi -1.864 .451 -.494 -4.136 .000 1.000 1.000


Dokumen yang terkait

EFEKTIFITAS SENAM TERA TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT PADA LANSIA DI DUSUN GONDANG DESA TULUNGREJO KOTA BATU

43 199 26

Hubungan antara kinerja kader Posyandu lansia terhadap kepuasan lansia di kelurahan Rempoa wilayah binaan kerja Puskesmas Ciputat Timur

2 14 127

Hubungan antara Kinerja Kader Pos Pelayanan Terpadu Lanjut Usia terhadap Kepuasan Lansia Di Kelurahan Rempoa Wilayah Binaan Puskesmas Ciputat Timur.

0 3 127

Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

0 25 177

Pengembangan Model Kursi Bagi Ibu Menyusui Yang Ergonomis Berdasarkan Ukuran Antropometri (Uji Coba Di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur) 2013

2 12 124

PENGARUH SENAM ERGONOMIS TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PADA LANSIA DENGAN OSTEOARTRITIS DI PSTW “PUSPAKARMA” MATARAM

0 0 8

Pengaruh Pemberian Air Rebus Kunis Kucing terhadap Kadar Asam Urat pada Penderita Arthritis Gout di Kelurahan Ngampilan Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 14

Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Salam terhadap Kadar Asam Urat pada Lansia Penderita Arthritis Gout di Dusun Modinan Gamping Sleman Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 15

PERBEDAAN PENGARUH SENAM ERGONOMIS DAN SENAM TAI CHI TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT PADA LANJUT USIA NASKAH PUBLIKASI - PERBEDAAN PENGARUH SENAM ERGONOMIS DAN SENAM TAI CHI TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT PADA LANJUT USIA - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 12

Efektifitas Senam Ergonomik Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat pada Lanjut Usia dengan Arthritis Gout - Repositori UIN Alauddin Makassar

1 2 128