MAKNA HIDUP (Studi pada Lansia Tunanetra)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia pasti akan mengalami perkembangan dan perubahan.
Perkembangan sendiri pada dasarnya melibatkan pertumbuhan yang berarti
bertambahnya usia menjadi tua dan akhirnya meninggal. Tahapan terakhir dalam
rentang kehidupan adalah lanjut usia. Lansia merupakan periode penutup dalam
rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak
jauh dari periode terdahulu yang menyenangkan atau beranjak dari waktu yang
penuh manfaat (Hurlock, 1980).
Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan jumlah lansia di dunia khususnya di
Indonesia. Dalam survey BPS (2004) dinyatakan bahwa jika dilihat dari proporsinya
terhadap total penduduk, penduduk usia 60 tahun ke atas mengalami peningkatan
dari sekitar 4,5% (5,3 juta jiwa) pada tahun 1971 menjadi 7,4% (14,4 juta) tahun
2000. Kondisi seperti ini menunjukan bahwa Indonesia sudah mengarah pada era
“penduduk berstruktur tua” (aging population). Bahkan, pada tahun 2020,
diproyeksikan proporsinya akan mencapai 11,3% (28,8 juta jiwa). Peningkatan
jumlah lansia ini tidak hanya berdampak pada aspek demografis tetapi juga terhadap
kehidupan sosial, ekonomi, dan psikologi secara keseluruhan (Suardiman,2011).
Menurut Hurlock (1996) batasan lansia dimulai dari umur 60 tahun hingga

akhirnya meninggal dunia. Dalam pasal 1 ayat 2Undang-undang Republik Indonesia
No. 13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adaah
seseorang yang berusia 60 tahun ke atas (Suardiman, 2011).
Lansia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai
dengan perubahan fisik dan mental yang terjadi secara perlahan dan bertahap.
Perubahan fisik yang tampak pada lanjut usia adalah perubahan pada system syaraf,
perubahan penampilan, kemampuan seksual dan perubahan pada system organ
(Hurlock, 1980). Perubahan mental yang terjadi pada lanjut usia adalah kaku, emosi
datar, rendahnya semangat, kesepian, kontak sosial menurun, depresi (Suardiman,
2011).

1

2

Orang yang lansia akan mengalami penuaan atau yang disebut dengan proses
menua. Proses menua atau aging adalah suatu proses alami pada semua makhluk
hidup. Menjadi tua merupakan proses perubahan biologis secara terus menerus yang
dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu, sedangkan usia lanjut (old
age) adalah istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan tersebut (Hurlock, 1980).

Dalam proses penuaan terdapat berbagai permasalahan pada lansia yaitu
permasalahan ekonomi, sosial budaya, masalah psikologis dan kesehatan. Masalah
ekonomi lansia ditandai dengan menurunnya produktivitas kerja memasuki masa
pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Masalah sosial budaya ditandai dengan
berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat
maupun teman kerja sebagai akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun.
Masalah psikologis yang dihadapi lansia pada umumnya meliputi kesepian, terasing
dari lingkungan, ketidakberdayaan, perasaan tidak berguna, kurang percaya diri,
ketergantungan, keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin, post power
syndrome, serta kehilangan perhatian dan dukungan dari lingkungan sosial biasanya
berkaitan dengan hilangnya jabatan atau kedudukan dapat menimbulkan konflik atau
keguncangan. Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan usia
lanjut, bahkan sering lebih menonjol daripada aspek lainnya dalam kehidupan
seorang lansia. Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan akan rasa aman, rasa
memiliki dan dimiliki, serta akan kasih sayang, kebutuhan aktualisasi diri. Masa tua
ditandai oleh penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap berbagai penyakit, masalah
kesehatan pada umumnya merupakan masalah yang paling dirasakan oleh lansia
yang diharapkan bagi paralanjut usia adalah bagaimana agar masa tua dijalani
dengan kondisi sehat, bukan dijalani dengan sakit-sakitan. Untuk itu rencana hidup
seharusnya sudah dirancang jauh sebelum memasuki masa usia lanjut, sudah punya

rencana apa yang akan dilakukan kelak sesuai dengan kemampuannya (Suardiman,
2011).
Menurut Santrock (2002), kaum lansia sering sakit-sakitan ,tidak produktif,
menggunakan lebih banyak hari-harinya di tempat tidur, lebih sering mengunjungi
dokter ,meminum banyak obat dan tidak jarang mereka diperlakukan sebagai beban
keluarga, masyarakat, hingga negara. Lansia memiliki ketidakmampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari sekitar 13% lansia tidak bisa mandi dan berpakaian,

3

50% lansia memiliki penyakit kronis sehingga membutuhkan pelayanan (Bjorklund
& Bee, 2008). Beberapa faktor yang menyebabkan adanya perbedaan penyakit yang
dihadapi lansia sepanjang hidupnya karena perbedaan pekerjaan yang dilakukan,
perbedaan sosial ekonomiyang rendah (Rybash, Roodin, Santrock, 1991).
Lansia sering sekali tidak disukai serta sering dikucilkan dipanti jompo. Di
Indonesia hanya sekitar 5% dari orang-orang dewasa lanjut yang menghabiskan
waktu untuk tinggal dipanti jompo. Keputusan untuk menempatkan orang tua atau
sanak keluarga yang lanjut usia dipanti jompo atau fasilitas perawatan lainnya
seringkali didahului oleh upaya untuk mengatasi meningkatnya kebutuhan fisik dan
emosional akan perawatan selama bertahun-tahun. Keputusan untuk menempatkan

orang lanjut usia dalam panti jompo seringkali menimbulkan stress bagi lansia.
Permasalahan awal yang dialami lansia ketika berada dipanti jompo adalah
penyesuaian diri yang dilakukan dengan tempat dan kondisi yang berbeda, kebebasan
dan ketergantungan terhadap petugas di panti jompo, selain itu kekhawatiran lanjut
usia akan kualitas perawatan yang diberikan petugas di panti jompo. Pelayanan
kesehatan bagi lansia kurang memadai, sementara itu segala macam penyakit timbul
akibat pertambahan usia yang harus memerlukan pengetahuan an teknologi khusus
bagi pelayanan lansia (Rodin& Hoyer, 2003).
Tinggal di panti jompo tidak selamanya memberikan dampak negatif pada
lansia, terkadang lansia akan lebih menikmati waktunya dengan teman sebaya
daripada keluarga, karena dengan sesema lanjut usia mereka lebih dapat berdiskusi
dengan masalah yang mereka hadapi bersama, sehingga saling membantu
memecahkan masalah masing-masing misalnya mengenai kesehatan, harapan tentang
kehidupan, peran sosial, mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa,
kematian dalam ketenangan dan diterima di sisi-Nya, dan masuk surga.
Bersosialisasi dengan sesama lansia memiliki peranan penting bagi lansia tetapi
peran keluarga lebih berarti bagi lansia karena dukungan emosiaonal yang lebih
besar terdapat dalam keluarga (Papalia, Sterns, Feldman, Camp, 2002). Masa lanjut
usia merupakan masa mempertahankan kehidupan (defensive strategy) dalam arti
secara fisik menjaga kesehatan agar tidak sakit-sakitan dan menyulitkan atau

membebani orang lain sekalipun tinggal di panti jompo ataupun dengan keluarga
(Suardiman, 2011). Faktor kesehatan yang baik merupakan kunci kebahagiaan hidup
lansia ( Lemme, 2006).
Mengenai permasalahan pada lanjut usia telah dilakukan penelitian

4

sebelumnya salah satunya dilakukan oleh Ayuningtias dian pratiwi pada tahun 2007
tentang kebermaknaan hidup lansia korbang gempa Yogyakarta 1. Dalam hasil
penelitian tersebut, lansia korban gempa memiliki penilaian yang positif terhadap
takdir yang sudah ditetapkan tanpa melupakan usaha dalam menjalani kehidupan,
kebermaknaan hidup dari subjek penelitian setelah bencana terjadi dapat mereka
peroleh melalui proses dimana setelah sempat mengalami kecacatan, kehilangan,
kesepian ,kebingungan, kesedihan dan juga ketidakpercayaan diri. Dari penyikapan
tersebut mereka dapat terus bersemangat dalam menjalani kehidupan dan
menemukan makna hidup yang sangat berarti dan menjadi kebahagiaan bagi mereka,
selain itu penelitian yang dilakukuan oleh Bayu pratama pada tahun 2010, yaitu
kebermaknaan hidup lansia yang mengalami ketunanetraan sejak dini mengungkapkan

menerima kecacatan sebagai takdir dari Allah dan keikhlasan dalam derita membuat

subjek merasa tenang dalam hidup, subjek juga menerima kecacatan tanpa adanya
penyesalan dan menjadikan agama sebagai nilai penting dalam memaknai kehidupan.
Dari beberapa penelitian sebelumnya dan kenyataan yang terjadi pada lanjut
usia dapat diperoleh kesimpulan bahwa lansia mengharapkan tetap dapat bertahan
hidup

dalam

kondisi

apapun,

semangat

untuk

hidup,

berperan


sosial,mempertahankan hak dan hartanya serta mendekatkan diri pada yang Maha
Kuasa.
Namun kenyataan menjadi berbeda ketika terdapat keterbatasan fisik dan
kesehatan pada lansia yang tidak dapat dihindari dalam hal ini ialah seorang lanjut
usia yang mengalami keterbatasan dalam hal melihat atau yang sering disebut
tunanetra. Seseorang penyandang tunanetra mengalami kesulitan tersendiri dimana ia
tidak mampu mempersepsi lingkungan di sekitarnya secara visual akibat kehilangan
indera penglihatannya. Keadaan ini membuat mereka mengalami keterbatasan
orientasi dan mobilitas sehingga menghambat kegiatannya. Mereka tidak dapat
melakukan pekerjaan yang mengandalkan penglihatan, mengalami kesulitan dalam
mengakses fasilitas umum, baik pada saat berjalan kaki ataupun mengendarai
kendaraan umum, kesulitan menggunakan toilet umum, tempat layanan publik,
tempat ibadah, kesulitan mendapatkan pendidikan yang layak, kurikulum yang
diskriminatif, akses dalam memperoleh alat bantu serta akses dalam teknologi dan
pengetahuan serta mengalami kesulitan dalam berinteraksi dalam kegiatan sosial
dengan orang lain di sekitarnya

5

Tunanetra merupakan bentuk cacat yang khas, sensorinya berupa daya

penglihatan. Organ mata pada penderita tunanetra dalam proses fisiologis melihat
mengalami gangguan yaitu bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat
diteruskan oleh kornea, lensa mata, retina, dan ke saraf karena suatu sebab
(Efendi,2008).
Setiap orang (normal) selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya,
dapat terpenuhinya kebutuhan dan juga keinginan. Serta senantiasa menginginkan
dirinya menjadi orang berguna bagi keluarga, lingkungan masyarakat dan bagi
dirinya sendiri (Bastaman, 1995).
Dalam situasi seperti itu, seorang lansia yang mengalami ketunanetraan tetap
seorang manusia yang mempunyai suatu pandangan terhadap diri pribadi dan
keinginan-keinginan untuk memperoleh kebahagiaan dalam menjalani kehidupannya.
Sebagai seorang lansia yang mengalami ketunanetraan menginginkan hari-harinya
selama masa lansia, apa yang dialami dapat memberikan kebahagiaan didalam
hidupnya. Karena suami, keluarga, bahkan orang-orang yang ada disekitarnya
memberikan perhatian. Seperti memperhatikan tumbuh kembang cucu- cucunya ,
saat-saat bisa berbagi pengalaman dengan keluarga maupun orang-orang yang ada
disekitar, serta saat menjalani masa lanjut usiadengan mempersiapkan segala
sesuatunya bersama dengan orang-orang yang dicintai dan disayangi. Keinginan
akan kebahagiaan itulah yang akan menuntun seseorang pada makna hidup yang
ingin diraihnya. Definisi Makna hidup menurut Frankl (dalam Bastaman 1995)

adalah kesadaran akan adanya suatu kesempatan atau kemungkinan yang
dilatarbelakangi oleh realitas. Makna hidup adalah hal-hal yang oleh seseorang
dipandang penting, dirasakan berharga, dan diyakini sebagai sesuatu yang besar serta
dapat dijadikan tujuan hidup. Makna hidup juga memberikan nilai khusus bagi
seseorang dan dapat memberikan motivasi pada diri manusia, selain itu juga dapat
memberikan sebuah harapan atau keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau
perubahan

yang menguntungkan dikemudian hari. Karena harapan dapat

memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru yang menjanjikan yang
dapat menimbulkan semangat dan optimisme (Bastaman, 2007). Hasrat inilah yang
memotivasi setiap orang bekerja, berkarya, dan melakukan kegiatan-kegiatan penting
lainnya. Dengan tujuan agar hidupnya menjadi berharga dan dihayati secara
bermakna.

6

Manusia hidup di dunia dengan penuh makna, kita mengalami keadaan yang
tidak sempurna, sehingga dapat memberikan makna bagi kehidupan manusia (Adler,

2004).
Dalam pandangan logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi
merupakan akibat dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya, seperti
keinginan untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil
memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran
(reward) dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak
mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan
kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless), Frankl
(dalam Bastaman 1995). Makna hidup dapat diartikan sebagai kemampuan individu
dalam menemukan pola tujuan-tujuan & nilai-nilai yang terintegrasi dalam hidup
atau dengan kata lain kebermaknaan hidup seseorang berkaitan dengan ada tidaknya
kemampuan individu untuk menyesuaikan diri secara efisien terhadap berbagai
masalah hidupnya. Karena makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun,
melainkan harus dicari, dijajagi dan ditemukan sendiri (Bastaman, 2007).
Seorang lansia yang mengalami tunanetra, sebagai manusia biasa juga
memiliki keinginan selayaknya lansia yang memiliki fisik sempurna. Seorang lansia
yang mengalami ketunanetraan memiliki penilaian mengenai kehidupannya,
misalnya saja memiliki harapan dan tujuanya mengenai kehidupan yang sedang
dijalaninya,dalam kondisi lanjut usia mengalami ketunanetraan berada pada situasi
yang cukup sulit. Pada sisi lain, seseorang penyandang tunanetra mengalami

kesulitan tersendiri dimana ia tidak mampu mempersepsi lingkungan di sekitarnya
secara visual akibat kehilangan indera penglihatannya, keadaan ini membuat mereka
mengalami keterbatasan orientasi dan mobilitas sehingga menghambat kegiatannya
(Semiawan & Mangunsong, 2010).
Mereka tidak dapat melakukan pekerjaan yang mengandalkan penglihatan,
mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas umum, baik pada saat berjalan kaki
ataupun mengendarai kendaraan umum, kesulitan menggunakan toilet umum, tempat
layanan publik, tempat ibadah, kesulitan mendapatkan pendidikan yang layak,
kurikulum yang diskriminatif, akses dalam memperoleh alat bantu serta akses dalam
teknologi dan pengetahuan serta mengalami kesulitan dalam berinteraksi dalam
kegiatan sosial dengan orang lain di sekitarnya.

7

Tunanetra yang berkembang secara normal itu mempunyai keinginan dan
cita-cita hidup yang wajar sebagaimana manusia pada umumnya. Mereka ingin
berfungsi dan berperan di dalam keluarga dan masyarakat. Berpangku tangan dan
dilayani bukanlah harapannya. Mereka tak mau hanya menjadi obyek, melainkan
juga ingin menjadi subyek yang aktif di dalam pembangunan. Mereka ingin menjadi
manusia yang berguna, berbakti kepada bangsa dan negara adalah tujuan hidupnya.
Sebagaimana manusia lainnya tunanetra ingin dapat melaksanakan fungsi
sosialnya.Di dalam ketunanetraan itu mereka juga mewarisi naluri cinta. Mereka
ingin merealisasikan cinta tersebut di dalam kehidupannya. Mereka ingin saling
mencintai, mereka ingin menikmati indahnya cinta di dalam kesucian, melalui rumah
tangga. Mereka mendambakan tangis bayi hasil buah percintaannya. Mereka ingin
menimang, membelai dan bercanda dengan si bayinya itu. Betapa bahagia apabila di
hari tuanya dapat hidup di dalam pemeliharaan kasih sayang anaknya (Soeharjadi,
1988).
Dengan segala keterbatasan yang menyebabkan tidak dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Maka dalam memberikan proses penilaiannya tersebut,
apabila seseorang lansia tunanetra dapat menilai dan menemukan arti kehidupannya
secara positif, dalam berbagai peristiwa penting yang dialaminya. Maka lansia
tunanetra akan memiliki sebuah harapan yang dapat dijadikan sebagai tujuan hidup,
yang akhirnya dapat memberikan makna hidup dan dapat menuntunnya pada
perasaan bahagia.
Berdasarkan penjelasan dan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk
mengetahui sejauh mana gambaran makna hidup lansia tunanetra.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah bagaimana gambaran mengenai makna hidup lansia tunanetra.

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai
makna hidup lansia tunanetra.

8

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian mengenai makna hidup
lanjut usia tunanetra adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Untuk memperkaya informasi ilmiah dalam bidang psikologi terutama psikologi
sosial dan perkembangan mengenai makna hidup lanjut usia tunanetra.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi
lansia tunanetra, sehingga informasi tersebut dapat bermanfaat sebagai masukan
bagi lansia tunanetra agar dapat mengembangkan diri sebaik mungkin sehingga
dapat menemukan pula makna hidupnya dan nantinya dapat merasakan
kebahagiaan menjalani kehidupan dengan lebih baik lagi bagi dirinya saat ini dan
juga untuk masa depan.

MAKNA HIDUP
(Studi pada Lansia Tunanetra)

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Psikologi

Oleh:
Danti Pratiwi
08810006

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

MAKNA HIDUP
(Studi pada Lansia Tunanetra)

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Psikologi

Oleh:
Danti Pratiwi
08810006

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan

rahmat,

hidayah

dan

karunia-Nya

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan skripsi ini “Makna Hidup Lansia Tunanetra” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Berbulan-bulan menyusun skripsi ini banyak membawa kenangan baik bagi
penulis. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada:
1.

Dra.Cahyaning Suryaningrum, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang

2.

Dr. Latipun, M. Kes, dan Zainul Anwar, M. Psi, selaku Pembimbing I dan
Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan dan arahan yang sangat berguna sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.

3.

Dra. Djudiyah, M.Si yang telah memberikan dukungan dan arahan pada penulis.

4.

Seluruh dosen di Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmunya
kepada penulis.

5.

Untuk yang teristimewa kedua orangtua penulis ayah Budiyono dan ibunda
Faizatunnisa terimakasih atas kasih sayang tanpa batas, yang tak pernah lelah
mendoakan anaknya ini dan tak henti-hentinya memberikan motivasi sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6.

Adik penulis yang paling kaka sayang, Hesti Yulianti dan Hafizatunnika yang
selalu memberikan dukungan agar skripsi ini dapat segera selesai.

7.

Gusti Surya Achmady, kebersamaan yang begitu berharga sampai nanti terima
kasih atas kesabaran dan kesetiaannya mendampingi penulis.

8.

Bubuhan Buncis (Mute & Saptyna) terima kasih telah menjadi sahabatku dan
terima kasih atas semangat dan perhatian yang telah kalian berikan.

9.

Kak Tri, terima kasih atas bantuan, saran dan dukungannya selama ini

10. Gulita Pamukir Arumi terima kasih telah menjadi pendengar yang baik dikala
galau.
11. Achmad Faisal, terima kasih atas bimbingan skema sungai kehidupan.
12. Rekan-rekan Psikologi 2008 khususnya kelas A, kebersamaan yang begitu
menyenangkan selama berkumpul bersama kalian.
13. Bibi kos yang baik hati, terima kasih atas bantuan dan perhatiannya selama ini.
14. Subjek penelitianku yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk penulis
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
15. Teman-temanku, Hendra, Reza Magnum, Echi, Putri Rakmadhani, Mira, Winda,
Lina, Kak Sri terima kasih atas bantuan & semangat yang diberikan kepada
penulis.
16. Semua pihak yang telah mau penulis repotkan yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya.
Sebagai penutup, penulis menyadari bahwa tugas akhir yang sederhana ini
masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu kritikan dan saran sangat penulis harapkan
guna kesempurnaan karya sederhana ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Malang, 22 April 2012
Penulis,

Danti Pratiwi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................

i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................

iii

SURAT PENYATAAN .......................................................................................

iv

KATA PENGANTAR .........................................................................................

v

INTISARI ............................................................................................................

vii

ABSTRACT .........................................................................................................

viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................

ix

DAFTAR SKEMA ..............................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................

xii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................

1

B. Rumusan Masalah ..........................................................................

7

C. Tujuan Penelitian ............................................................................

7

D. Manfaat Penelitian ..........................................................................

8

TINJAUAN PUSTAKA
A. Makna Hidup ..................................................................................

9

1. Pengertian Makna Hidup ...........................................................

9

2. Karakteristik Makna Hidup .......................................................

10

3. Sumber-Sumber Makna Hidup ..................................................

10

4. Dimensi-Dimensi Makna Hidup ................................................

12

5. Karakteristik Individu yang Mempunyai Makna Hidup ............

13

6. Jenis Makna dalam Hidup ..........................................................

14

7. Proses-proses Perubahan dari Penghayatan Hidup tak Bermakna
Menjadi Lebih Bermakna ..........................................................

16

8. Cara untuk Menemukan Makna Hidup ......................................

18

9. Akibat Gagalnya Pencapaian Makna Hidup ..............................

18

B. Lansia (Lanjut Usia) .......................................................................

20

1. Pengertian Lansia (Lanjut Usia) ................................................

20

2. Batasan Lansia (Lanjut Usia) .....................................................

22

3. Tugas Perkembangan Lansia (Lanjut Usia) ...............................

23

4. Masalah-masalah yang Dihadapi Lanjut Usia ...........................

23

C. Tunanetra ........................................................................................

27

1. Pengertian Tunanetra .................................................................

27

2. Kondisi Psikologis Penyandang Tunanetra ...............................

28

3. Makna Hidup Lanjut Usia Tunanetra ........................................

32

BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian .....................................................................

35

B. Batasan Istilah ................................................................................

35

C. Subjek Penelitian ............................................................................

36

D. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................

36

E. Metode Pengumpulan Data ............................................................

36

F. Prosedur Penelitian .........................................................................

37

G. Teknik Analisa Data .......................................................................

38

H. Instrument Penelitian ......................................................................

39

I. Metode Keabsahan .........................................................................

39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V

A. Hasil Penelitian ...............................................................................

40

B. Analisa Data ...................................................................................

46

C. Pembahasan ....................................................................................

50

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .....................................................................................

53

B. Saran ...............................................................................................

53

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

54

LAMPIRAN .........................................................................................................

56

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Tahapan Lansia Tunanetra Menemukan Makna Hidup ......................

49

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Informed Consent .........................................................................

56

Lampiran 2.

Pedoman Wawancara ...................................................................

57

Lampiran 3.

Hasil Wawancara ..........................................................................

60

Lampiran 4.

Surat Izin Penelitian ......................................................................

90

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. (2002). Analisis eksistensial untuk psikologi dan psikiatri. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Adler, A. (2004). What life should mean to you: Jadikan hidup lebih bermakna.
Yogyakarta: Alenia
Bandiyah, S. (2009). Lanjut usia dan keperawatan gerontik. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Bastaman, H. D. (1995). Integrasi psikologi dengan islam: Menuju psikologi islami.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bastaman, H. D. (1996). Meraih hidup bermakna : Kisah pribadi dengan
pengalaman tragis. Jakarta: Paramadina.
Bastaman, H. D. (2007). Logoterapi: Psikologi untuk menemukan makna hidup dan
meraih hidup bermakna. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Bjourklund, B. R & Bee, H. L. (2008). The journey of adulthood (Sixth edition). New
Jersey: Pearson Education Inc.
Efendi, M. (2008). Pengantar psikopedagogik anak berkelainan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Frankl, V. E. (2006). Logoterapi: Terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi.
Yogyakarta: Kreasi Wacana
Hadjam, R. N. M. & Zainnurofikoh. (2001). Hubungan antara kebermaknaan hidup
dengan harga diri pada mahasiswa. The Indonesian Journal of Psychology, 3,
60-73.
Hardywinoto, & Setiabudhi, T. (1999). Panduan gerontologi tinjauan dari berbagai
aspek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hurlock, B. E. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
tentang kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.
Lemme, H. B (2006). Development in adulthood. Boston: Ablongman Publisher
Moleong, L. J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Papalia, E. D., Sterns, L. H., Feldman, D. R,. & Camp, J.C. (2002). Adult
development and aging, New York: McGraw Hill.
Papalia, E. D., Olds, W. S. dan Fieldman, D. R. (2009). Human development:
Perkembangan manusia (Edisi dua). Jakarta: Salemba Humanika.
Pratama, B. (2010). Kebermaknaan hidup lansia yang mengalami tunanetra sejak
dini. (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Jakarta).
Pratiwi, D. A. (2007). Kebermaknaan hidup lansia korban gempa I daerah istimewa
Yogyakarta (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang,
Jawa Timur).
Roodin, P. A & Hoyer, J. W (2003). Adult development and aging (Edisi kelima).
New York: McGraw Hill
Rybash, J. W., Roodin, P. A., & Santrock, J. W. (1991). Adult development and
aging (Edisi kedua). New York: Wm. C. Brown Publishers.
Santrock, W.J. (2002). Life-span depelovment: Perkembangan masa hidup (Jilid
Dua). Jakarta: Erlangga
Suardiman, P. S. (2011). Psikologi lanjut usia. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Semiawan, R. C., & Mangunsong, F. (2010). Keluarbiasaan ganda twice
exceptionality:
Mengeksplorasi,
mengenal,
mengidentifikasi
dan
menanganinya (Cetakan satu). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Smart, A. (2010). Anak cacat bukan kiamat: Metode pembelajaran dan terapi untuk
anak berkebutuhan khusus. Yogyakarta: Katahati.

Soeharjadi. (1988). Penanganan cedera mata dan aspek sosial kebutaan : Aspek
sosial kebutaan. Jakarta : Gaya Baru
Sugiyono. (2009). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.