PRO PILKADA LANGSUNG dan pancasila

PRO PILKADA LANGSUNG
Pilkada langsung merupakan satu langkah maju dalam demokratisasi yang telah dibangun
sejak era reformasi 1998. Sebelumnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar hukum penyelenggaraan pilkada adalah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang
ini, pilkada (pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah) belum dimasukkan dalam rezim
pemilihan umum (pemilu). Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005. Sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum,
pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama "pemilihan umum
kepala daerah dan wakil kepala daerah". Secara nasional, sepanjang tahun 2005 setidaknya telah
dilangsungkan 279 Pilkada langsung dan melibatkan sekitar 77 juta suara, semua itu harus
dilaksanakan dalam enam periode. Pelaksanaan Pilkada langsung merupakan moment penting
untuk menjaring pemimpin yang lebih baik. Pilkada langsung menjadi pilar yang memperkukuh
bangunan demokrasi secara nasional (Dahl, 1971).
Pelaksanaan Pilkada secara langsung memperoleh tanggapan yang cukup beragam di
dalam masyarakat. Sebagian melihat Pilkada sebagai langkah lanjut untuk meningkatkan kualitas
demokrasi di daerah. Rakyat di daerah, di dalam hal ini, lebih otonom karena sebagai penentu
pemimpin daerah. Sebagai konsekuensinya, mereka juga bisa lebih leluasa meminta
pertanggungjawaban dari para pemimpin yang telah dipilihnya itu.
Perjalanan menegakan demokratisasi di Indonesia memberikan pelajaran yang sangat
berharga bagi kita semua. Bahwa membangun demokrasi tidaklah semudah membalikan telapak

tangan. Membangun demokrasi membutuhkan banyak perangkat yang semuanya tidak datang
”simsalabim”. Demokrasi harus dijalani dengan proses yang berbelit dan tidak ada jaminan
keberhasilan dan kesuksesannya.

Kembali ke persoalan Pilkada langsung. Kini negara kita dihadapkan pada pelaksanaan
Pilkada langsung. Pilkada langsung merupakan tuntutan yang harus dilaksanakan demi
pembelajaran demokrasi. Jika saat ini Pilkada langsung terlihat semrawut itu dikarenakan
permainan elit yang ingin untung sendiri. Pelaksanaan Pilkada langsung jelas bukan persoalan

sepele, karena berbagai kepentingan yang terlibat di dalamnya jauh lebih sulit dibandingkan
dengan pemilu presiden dan wakil presiden.
Pilkada langsung merupakan moment penting bagi siapapun. Kepentingan para elit partai,
pemilik modal, birokrasi dan pemerintah campur aduk menjadi satu untuk menjadi pemenang.
Sementara pemerintah telah membentuk desk Pilkada langsung. Walaupun kelahirannya sempat
menjadi pro kontra, namun sampai sampai saat ini keberadaan desk Pilkada langsung sudah ada
payung hukum dan sudah menjalankan fungsinya. Keberadaan desk Pilkada langsung akan
mengakibatkan peran dan fungsi KPU sebagai lembaga independen tidak bisa berjalan maksimal.
Sebagai contoh kasus kita melihat adanya pro dan kontra mengenai pilkada langsung di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Seperti adanya penetapan Gubernur DIY yang menimbulkan
polemik dimasyarakat. Masyarakat asli Yogyakarta khususnya lebih setuju penetapan daripada

pemilihan, masyarakat menganggap penetapan Gubernur lebih baik daripada pemilihan. Karena
masyarakat merasa Sri Sultan yang paling sesuai, sudah turun temurun dan mendarah daging di
hati masyarakat.
Melihat contoh kasus diatas, kami sebagai kelompok yang setuju dengan adanya pilkada
langsung berpendapat, sebaiknya pengangkatan Gubernur dilakakukan dengan pilkada langsung.
Karena yang kita ketahui bahwa pilkada langsung memberi kesempatan bagi generasi
selanjutnya untuk menjadi pemimpin daerah terkait Indonesia menganut demokrasi.
Terlaksananya Pilkada langsung menunjukkan adanya peningkatan demokrasi karena rakyat
secara individu dan kelompok terlibat dalam proses melahirkan pemerintah atau pejabat negara.
Rakyat sebagai pemilik otoritas tertinggi akan memilih secara langsung pemimpinnya, tidak
seperti selama ini hanya menggunakan sistem perwakilan yang kadang-kadang rakyat sering
dimanfaatkan oleh elit politik. Oleh karena itu kami sependapat bahwa Pilkada memang harus
dipertahankan.
Negara kita adalah Negara yang menjunjung tinggi demokrasi sebagai inti kehidupan
dalam bermasyarakat. Tidak ada salahnya jika memang harus pilkada langsung, karena dengan
adanya pemilihan langsung memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bebas memilih
sesuai hati nurani mereka. Jika pemilihan kembali kepada pola lama bahwa kepala daerah dipilih
oleh DPRD atau ditunjuk oleh pemerintah pusat sama artinya demokrasi di Negara kita tidak
diterapkan sepenuhnya, juga keinginan masyarakat dikendalikan oleh DPRD, masyarakat tidak


bebas memilih. Kalau pun pilkada oleh DPRD terjadi maka sama saja artinya bahwa Negara kita
mengalami kemunduran demokrasi. Sebab, kini rakyat sedang menikmati pembelajaran dalam
berdemokrasi.
Ada istilah juga, jika kepala daerah dipilih oleh DPRD maka akan terjadi justru disinyalir
hanya akan memakmurkan “politik dagang sapi antar elit politik”. Artinya Politik Dagang Sapi
lebih popular ketika terjadi kompromi antara elit politik untuk menentukan keputusan yang lebih
menguntungkan partai, kelompok dan golongan tertentu ketimbang memikirkan nasib rakyat.
Kepentingan kelompok, golongan sangat kentara nuansanya.