PPOINT Materialitas Risiko dan Strategi

MATERIALITAS, RISIKO,
DAN STRATEGI AUDIT
AWAL
Oleh :
Aditiya TriSetyo W
Silvia Sari
Komputerisasi Akuntansi 13.2

DEFINISI MATERIALITAS
Adalah besarnya suatu penghapusan atau salah saji
informasi akuntansi yang dipandang dari keadan-keadaan
yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan yang
dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi
menjadi berubah atau dipengaruhi oleh penghilangan
atau salah saji tersebut .

PERTIMBANGAN
Auditor
melakukan pertimbangan
MATERIALITAS


awal
tentang
tingkat
materialitas
dalam
perencanaan
auditnya.
Pertimbangan
materialitas
mencakup
pertimbangan
kuantitatif yang berkaitan dengan hubungan

Dalam perencanaan suatu audit, auditor
harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat berikut ini :
a.Tingkat Laporan Keuangan, karena
pendapat auditor atas kewajaran mencakup
laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b.Tingkat Saldo Akun, karena auditor

memverifikasi saldo akun dalam mencapai
kesimpulan menyeluruh atas kewajaran
laporan keuangan. 

MATERIALITAS TINGKAT
LAPORAN KEUANGAN
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas
yaitu:
Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan
audit, dengan membuat estimasi materialitas karena terdapat
hubungan terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang
dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit
yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan.
• Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan
audit.
Contoh panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :
• Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material
jika terdapat salah saji 5 % sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
• Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material
jika terdapat salah saji ½ % sampai 1 % dari total aktiva.

• Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material
jika terdapat salah saji 1 % dari total pasiva.

MATERIALITAS TINGKAT SALDO
AKUN
Adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam
saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material.
Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh
dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.
Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan
batas atas lebih saji ( overstatement ) dalam akun tersebut.
Oleh karena itu, akun dengan saldo yang jauh lebih kecil
dibandingkan materialitas seringkali disebut sebagai tidak
material mengenai risiko lebih saji. Namun, tidak ada batas
jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan saldo tercatat
yang sangat kecil. Oleh karena itu, harus disadari oleh
auditor, bahwa akun yang kelihatannya bersaldo tidak
material, dapat berisi kurang saji ( understatement ) yang
melampaui materialitasnya.


Hubungan Antara Materialitas
dengan Bukti Audit
• Materialitas merupakan satu diantara
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi
pertimbangan auditor tentang kecukupan
( kuantitas ) bukti audit. Dalam membuat
generalisasi hubungan antara materialitas
dengan bukti audit, perbedaan istilah
materialitas dan saldo akun material harus
tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat
materialitas, semakin besar jumlah bukti
yang diperlukan ( hubungan terbalik ).

RISIKO AUDIT
Adalah risiko yang terjadi dalam hal
auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya, atas

suatu laporan keuangan yang mengandung
salah saji material. Semakin pasti auditor
dalam menyatakan pendapatnya, semakin
rendah risiko audit yang auditor bersedia
menanggungnya. Jika diinginkan tingkat
kepastian 99 %, risiko audit yang auditor
bersedia menanggungnya adalah 1 %,

Tipe tipe Risiko Audit
1. Planned
Detection
Risk
(Risiko
Penemuan
yang
Direncanakan)
Adalah risiko bahwa bukti yang dikumpulkan dalam segmen
gagal menemukan kekeliruan yang melampaui jumlah yang
dapat ditolerir. Jika kekeliruan semacam itu timbul. Ada dua
hal

penting
yang
harus
diperhatikan:

- PDR tergantung pada tiga unsur risiko
lainnya dalam model. Jadi risiko penemuan
yang direncanakan hanya akan berubah jika
auditor mengubah salah satu unsur lainnya.
- PDR menentukan besarnya bukti yang
akan dikumpulkan. Hubungan antara PDR
dengan bukti berbanding terbalik. Jika nilai
risiko penemuan yang direncanakan

2. Acceptable Audit Risk (Risiko Audit yang dapat
diterima)
Adalah ukuran ketersediaan auditor untuk menerima
bahwa laporankeuangn mengandung salah saji
material tanpa pengecualian telah diberikan.
Risiko ini ditetapkan secara subyektif bahwa auditor

bersedia menerima laporan keuangan tidak disajikan
secara wajar setelah audit selesai dan pendapat
wajar
tanpa
pengecualian
telah
diberikan..
Tingkat risiko nol berarti kepastian penuh bahwa
laporan keuangan tidak mengandung kekeliruan
yang material dan tingkat risiko ini 100% berarti
auditor sangat tidak yakin kalau laporan keuangan
tidak mengandung salah saji atau kekeliruan yang
material.

3. Inherent Risk (Risiko Bawaan atau
Risiko Melekat)
Adalah
penetapan
auditor
akan

kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji)
dalam segmen audit yang melampaui batas
toleransi, sebelum memperhitungkan faktor
efektivitas
pengendalian
intern.
Risiko
bawaan
menunjukkan
faktor
kerentanan laporan keuangan terhadap
kekeliruan yang material dengan asumsi
tidak
ada
pengendalian
intern.
Bila auditor berkesimpulan bahwa akan
banyak kemungkinan terjadi kekeliruan
tanpa pengendalian intern, berarti risiko


4. Control Risk (Risiko
Pengendalian)
Adalah ukuran penetapan auditor akan
kemungkinan adanya kekeliruan (salah
saji) dalam segmen audit yang melampaui
batas toleransi yang tidak terdeteksi atau
tercegah oleh struktur pengendalian intern
klien. Risiko pengendalian (control risk)
mengandung unsur:
a. Apakah struktur pengendalian intern
klien cukup efektif untuk mendeteksi atau
mencegah kekeliruan.
b. Keinginan auditor untuk membuat
penetapan tersebut di bawah nilai

UNSUR AUDIT
Terdapat tiga unsur risiko audit yaitu :
1. Risiko Bawaan.
2. Risiko Pengendalian. 
3. Risiko Deteksi.


Hubungan antara Materialitas,
Risiko Audit, dan Bukti Audit
• Jika auditor mempertahankan risiko audit
konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit
yang di kumpulkan.
• Jika auditor mempertahankan tingkat
materialitas konstan dan mengurangi jumlah
bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit
menjadi meningkat.
• Jika auditor menginginkan untuk mengurangi
risiko audit, auditor dapat menempuh salah
satu dari tiga cara berikut ini :
• Menambah tingkat materialitas, sementara itu
mempertahankan jumlah bukti audit yang

STRATEGI AUDIT AWAL







Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk
suatu asersi, auditor menetapkan empat unsur
berikut ini :
Tingkat risiko pengendalian taksiran yang
direncanakan.
Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang
harus diperoleh.
Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan
untuk menaksir risiko pengendalian.
Tingkat pengujian substantif yang direncanakan
untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup
rendah

Fraud Audit

Fraud auditing atau audit kecurangan adalah upaya
untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan dalam
transaksi-transaksi
komersial.
Untuk
dapat
melakukan audit kecurangan terhadap pembukuan
dan transaksi komersial memerlukan gabungan dua
keterampilan, yaitu sebagai auditor yang terlatih dan
kriminal investigator

Macam – Macam Fraud
• Oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE),
internal fraud (tindakan penyelwengan di dalam perusahaan
ata institusi) dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Fraud Terhadap Aset (Asset Misappropriation) – Singkatnya,
penyalahgunaan aset perusahaan (institusi), entah itu dicuri
atau digunakan untuk keperluan pribadi—tanpa ijin dari
perusahaan. Seperti kita ketahui, aset perusahaan bisa
berbentuk kas (uang tunai) dan non-kas. Sehingga, asset
misappropriation dikelompokan menjadi 2 macam:
• Cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang
berupa kas (Misalnya: penggelapan kas, nilep cek dari
pelanggan, menahan cek pembayaran untuk vendor)
• Non-cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset
yang berupa non-kas (Misalnya: menggunakan fasilitas
perusahaan untuk kepentingan pribadi).

2. Fraud Terhadap Laporan Keuangan 
segala tindakan yang membuat Laporan Keuangan menjadi
tidak seperti yang seharusnya (tidak mewakili kenyataan),
tergolong kelompok fraud terhadap laporan keuangan. 
Misalnya:
• Memalsukan bukti transaksi
• Mengakui suatu transaksi lebih besar atau lebih kecil dari
yang seharusnya,
• Menerapkan metode akuntansi tertentu secara tidak
konsisten untuk menaikan atau menurunkan laba
• Menerapkan metode pangakuan aset sedemikian rupa
sehingga aset menjadi nampak lebih besar dibandingkan
yang seharusnya.
• Menerapkan metode pangakuan liabilitas sedemikian rupa
sehingga liabiliats menjadi nampak lebih kecil dibandingkan
yang seharusnya.

3. Korupsi (Corruption) – ACFE membagi jenis tindakan korupsi menjadi 2
kelompok, yaitu:
• Konflik kepentingan (conflict of interest) – Saya mengalami kesulitan
mencari kalimat yang paling tepat untuk mendeskripsikan. Contoh
sederhananya begini: Seseorang atau kelompok orang di dalam
perusahaan (biasanya manajemen level) memiliki ‘hubungan istimewa’
dengan pihak luar (entah itu orang atau badan usaha). Dikatakan memiliki
‘hubungan istimewa’ karena memiliki kepentingan tertentu (misal: punya
saham, anggota keluarga, sahabat dekat, dll). Ketika perusahaan
bertransaksi dengan pihak luar ini, apabila seorang manajer/eksekutif
mengambil keputusan tertentu untuk melindungi kepentingannya itu,
sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan, maka ini termasuk
tindakan fraud. Kita di Indonesia menyebut ini dengan istilah: kolusi dan
nepotisme.
• Menyuap atau Menerima Suap, Imbal-Balik (briberies
and excoriation) – Suap, apapun jenisnya dan kepada siapapun, adalah
tindakan fraud. Menyupa dan menerima suap, merupakan tindakan fraud.
Tindakan lain yang masuk dalam kelompok fraud ini adalah: menerima
komisi, membocorkan rahasia perusahaan (baik berupa data atau
dokumen) apapun bentuknya, kolusi dalam tender tertentu.