Sikap dan Perilaku dalam Berkomunikasi s

Sikap dan Perilaku dalam Berkomunikasi serta Hambatan dalam
Komunikasi
Nurma Rizqiana, 1506690164, Komkes-2, Mahasiswa FIK UI 2015
Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa akan menjalin hubungan
dengan manusia lainnya. Ketika menjalin hubungan tersebut, diperlukan suatu
komunikasi satu sama lain. Tidak terkecuali dalam dunia kesehatan diperlukan
komunikasi dengan klien. Terkadang, dalam berkomunikasi terjadi salah persepsi
sehingga mengganggu proses komunikasi tersebut. Hal ini yang menjadi penting
untuk mengetahui lebih dalam mengenai komunikasi. LTM ini akan menyajikan
mengenai sikap dan perilaku dalam berkomunikasi, serta hambatan yang dapat
terjadi dalam proses komunikasi.
Komunikasi juga memerlukan sikap dan perilaku dalam proses
kegiatannya. Ketika berada di dunia medis, maka kita akan berkomunikasi dengan
klien. Menurut Renata Schiavo (2014), sikap dan perilaku yang perlu ditunjukkan
kepada klien yang pertama adalah dengan memanggil klien dengan nama yang
sesuai dengan budaya dan etnis. Beberapa budaya atau etnis lebih senang apabila
dipanggil menggunakan nama depan, ada juga yang lebih senang dipanggil
dengan nama lengkap (Matsunaga, Yamada, dan Macabeo, 1998 dalan Schiavo,
2014). Selanjutnya adalah bersikap ramah dengan menunjukkan senyuman agar
klien merasa nyaman dan beberapa budaya juga memerlukan kontak mata ketika
berkomunikasi.

Sikap dan perilaku selanjutnya adalah menunjukkan empati kebutuhan dan
keinginan klien (Schiavo, 2014). Sikap empati perlu ditunjukkan agar tim
kesehatan dapat merasakan apa yang dirasakan klien. Sikap dan perilaku
selanjutnya adalah membangun kepercayaan dengan menunjukkan kredibilitas
sebagai tim kesehatan sehingga klien tidak ragu dalam menjalani semua terapi
medis (Sheldon, 2010). Selanjutnya adalah menjaga kerahasiaan atau privacy
klien (Sheldon, 2010). Hal ini perlu dilakukan agar klien merasa nyaman dan
aman. Sikap yang dapat ditunjukkan yang terakhir adalah keterbukaan (Sheldon,
2010). Sikap keterbukaan ini penting untuk dilakukan agar tidak terjadi salah
persepsi mengenai informasi terkait klien.

Salah persepsi merupakan salah satu dampak akibat sikap dan perilaku
yang salah dalam komunikasi. Tidak hanya itu, berbagai masalah yang terjadi
ketika berkomunikasi juga dipengaruhi oleh faktor yang menjadi penghambat
berupa hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi dipengaruhi oleh faktor
lingkungan

yang

berupa


gangguan

dan

rintangan.

Cangara

(2009)

mendeskripsikan gangguan komunikasi berupa gangguan teknis, gangguan
semantik dan gangguan psikologis. Sementara, rintangan dalam komunikasi
berupa rintangan status, rintangan kerangka berfikir dan rintangan budaya.
Gangguan teknis berkaitan dengan rusaknya alat bantu yang digunakan
dalam proses komunikasi misalnya jaringan telepon, rusaknya pesawat radio
sehingga terjadi suara bising (Cangara, 2009). Jika dikaitkan dengan medis seperti
contohnya gangguan alat bantu dengar pada klien yang mengalami penurunan
fungsi pendengaran. Selanjutnya adalah gangguan semantik yaitu gangguan yang
diakibatkan oleh kesalahan penalaran bahasa atau dialek bahasa yang digunakan

(Cangara, 2009). Gangguan ini sering terjadi apabila klien berasal dari daerah
yang berbeda.
Gangguan selanjutnya adalah gangguan psikologis yang berkaitan dengan
masalah dalam diri individu (Cangara, 2009). Selain gangguan yang disebutkan,
terdapat juga rintangan dalam proses komunikasi. Rintangan yang pertama adalah
rintangan fisik berupa jarak maupun keterbatasan fisik yang dimiliki oleh manusia
(Cangara, 2009). Contoh rintangan fisik ini adalah pada klien yang mengalami
gangguan pada salah satu pancaindera.
Rintangan selanjutnya adalah rintangan kerangka berpikir yang disebabkan
karena perbedaan persepsi antara komunikator dan komunikan (Cangara, 2009).
Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang pendidikan dan pengalaman
berbeda yang dimiliki klien. Rintangan yang terakhir yang diulas oleh Cangara
(2009) adalah rintangan budaya meliputi perbedaan norma, kebiasaan dan nilainilai yang dianut oleh pihak yang terlibat komunikasi.
Hambatan juga dapat berasal dari komunikator maupun komunikan.
Liliweri (2007) mengungkapkan bahwa komunikasi yang berhasil tergantung
bagaimana komunikator dapat menyampaikan dan menyusun pesan agar dapat
diterima dengan baik oleh komunikan. Namun apabila komunikan bersikap apatis

terhadap informasi yang diberikan maka hal ini akan menjadi hambatan pula
dalam proses komunikasi.

Proses komunikasi yang baik akan terjadi apabila komunikator dan
komunikan saling memberikan feedback positif. Agar dapat mendapatkan
feedback positif, akan lebih baik apabila komunikator memahami mengenai sikap
atau berperilaku ketika melakukan komunikasi. Selain itu, komunikator perlu
mengenal macam-macam hambatan dalam komunikasi. Hal tersebut sangat
penting karena agar dapat meminimalisikan kegagalan dalam proses komunikasi
dan tercapainya tujuan dari komunikasi.

Daftar Pustaka
Cangara, H. (2009). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta : Rajawali Pers.
Liliweri, A. (2007). Dasar-dasar komunikasi kesehatan. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Schiavo, R. (2014). Health communication from theory to practice ed 2. San
Fransisco : Jossey-Bass.
Sheldon, K. (2009). Komunikasi untuk keperawatan : Berbicara dengan pasien
edisi 2. Jakarta: Erlangga.