Perbandingan Peran Etnis Tionghoa dan Et

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Masyarakat terbentuk dari individu-individu yang terdiri dari
berbagai latar belakang dan tentunya akan membentuk suatu masyarakat
yang heterogen dan terdapat pula kelompok-kelompok sosial di dalamnya.
Dengan adanya kelompok sosial ini, maka akan terbentuklah suatu
pelapisan masyarakat atau masyarakat yang berstrata. Dalam Modul Belajar
Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat, dinyatakan bahwa masyarakat
merupakan suatu kesatuan yang didasarkan ikatan-ikatan yang sudah teratur
dan boleh dikatakan stabil. Sehubungan dengan ini, maka dengan sendirinya
masyarakat merupakan kesatuan yang dalam pembentukannya mempunyai
gejala yang sama. Lebih lengkap lagi batasan yang dikemukakan oleh
Theodorson dkk. dalam Dictionary of Sociology mengenai pelapisan
masyarakat yang berarti jenjang status dan peranan yang relatif permanen
yang terdapat di dalam sistem sosial (dari kelompok kecil sampai ke
masyarakat) di dalam hal pembedaan hak, pengaruh dan kekuasaan.
Max Weber dalam buku Teori Perbandingan Politik (2003: 472)
mengemukakan pendapat bahwa kelompok-kelompok status serta kelaskelas mempengaruhi kontrol di komunitas. Kelompok-kelompok tersebut
diketemukan dalam kelas-kelas ekonomi, terstrata dan terperingkat secara

hierarkis menurut tuntutan-tuntutan pasar dan mencerminkan keragaman
kepentingan dan preferensi. Weber mengantisipasi situasi-situasi kelas dan
kelompok yang tak terbatas jumlahnya karena ia beranggapan bahwa
terjadinya perpecahan kelas diakibatkan rasa nasionalisme dan loyalitas
etnik. Masih dari buku yang sama pula, James Madison turut mengutarakan
pendapat mengenai adanya kepentingan-kepentingan yang bersaing dalam
perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan.

1

Di dunia ini, terdapat berbagai negara yang menempatkan variabel
ekonomi

sebagai

pendorong

utama

laju


pertumbuhan

dan

perkembangannya. Akhmad Ramdon (2010: 64) dalam tulisannya mengenai
Sketsa dan Fragmen Ekonomi Politik Kota, menjabarkan catatan sejarah
yang memperkirakan bahwa laju pertumbuhan serta perkembangan suatu
negara melalui variabel ekonomi sebagai sektor utama tersebut dimulai dari
peristiwa Revolusi Industri di benua Eropa, lalu kemudian disusul dengan
berbagai penciptaan teknologi baru yang pada akhirnya menyeret arah pola
perekonomian klasik ke arah perkembangan ekonomi kapitalistik dengan
menjadikan

modal

sebagai

sandaran


utamanya.

Arah

perubahan

menempatkan ekonomi sebagai motor utama dan secara otomatis merubah
pola kekuasaan yang ada sebelumnya, dimana kekuasaan sebelumnya
diletakkan di atas pondasi-pondasi nonekonomi, yakni politik. Guna
menjalankan serta menggerakan roda perekonomian tersebut, tentunya
terdapat beberapa kelompok dan individu yang memiliki lebih banyak
kekuasaan dalam bidang ekonomi dibandingkan dengan yang lain, mereka
inilah yang disebut para elite ekonomi, dan kemudian pada umumnya, eliteelite ekonomi tersebut adalah mereka yang memegang peran sebagai
pemilik modal.
Laju perkembangan yang dialami di wilayah Eropa juga meluas dan
menyebar hingga ke wilayah Asia. Pembahasan makalah ini akan terfokus
pada perbandingan peran dari etnis Tionghoa (dari Republik Rakyat
Tiongkok) dan etnis India (Tamil) dalam perekonomian di Malaysia. Negara
tersebut sudah termasuk dalam kategori East Asian Miracle dalam laporan
Bank Dunia 1993, dengan catatan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa

dalam tiga dekade terakhir sejak 1970-2000. Seperti halnya di negaranegara kawasan lain, pertumbuhan ekonomi yang cepat di negara-negara di
Malaysia menitikberatkan pada pembangunan industri. Malaysia memulai
proses industrialisasi ini sekitar tahun 1970-an awal. Pada dekade pertama
setelah memperoleh kemerdekaannya tahun 1957, ekonomi Malaysia

2

menghadapi banyak masalah dengan kenyataan negara agraris dan secara
etnis dan status sosial terfragmentasi (Yuniarti, 2008: 1).
Masih dari sumber yang sama, dijelaskan bahwa sejalan dengan
pendekatan neo-klasik dan pendekatan negara yang ramah pasar (market
friendly approach)1, dalam proses industrialisasi di Malaysia diperlihatkan
bahwa negara tidak sekedar menjadi penyedia fasilitas pasar (market
facilitator) tetapi juga pelaku pasar yang menciptakan sistem pasar bebas.
Peran negara sangat penting dalam menyatukan masyarakatnya yang
terfragmentasi secara etnis dan kelas. Pembagian kerja yang diwariskan oleh
pemerinah kolonial Inggris membagi masyarakat Malaysia kedalam tiga
kelompok, yaitu China, India, dan Melayu dalam konteks sosial ekonomi.
Sari (2012) menjelaskan bahwa pada mulanya penduduk asli
Malaysia hanyalah etnis Melayu. Namun, pada masa penjajahan Inggris di

Malaysia antara tahun 1910-1918, Inggris membawa pekerja dari etnis
Tamil di India Selatan untuk menjadi pekerja pada perkebunan karet dan
pertambangan timah di Malaysia. Kemudian, di tahun 1919 sampai 1929
terjadi imigrasi etnis Tionghoa ke Malaysia. Etnis Tionghoa ini kemudian
menetap di daerah perkotaan Kuala Lumpur dan banyak yang menjadi
pedagang. Sejak saat itu, etnis Tionghoa di Malaysia menguasai
perdagangan di Malaysia sekaligus menguasai sebagian besar kekayaan
negara.2 Sedangkan untuk etnis India sendiri, secara keseluruhan, jaringan
etnis India memang masih kalah besar jika dibandingkan dengan jaringan
etnis Tionghoa. Meski demikian, jangkauan mereka jelas lebih ekstensif.
Mereka

tidak

sampai

mendominasi

suatu


kawasan

seperti

Tionghoa perantauan di Asia Timur. Namun, di tempat mana mereka ada,
mereka selalu bisa menunjukkan keunggulannya, termasuk di negara maju.3
1.2. Rumusan Masalah
1 Pendekatan ini menekankan aspek keberhasilan ekonomi Asia yang stabil secara makro, bagian
dalam pedagangan internasional yang diukur dalam GDP, investasi besar dalam sumber daya
manusia, dan memiliki daya saing yang kuat diantara perusahaan.
2 http://politik.kompasiana.com
3 http://www.library.ohiou.edu

3

Dengan batasan masalah dari penjelasan yang telah dijabarkan
sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan yang ada, yakni:
“Bagaimanakah perbandingan peran elite ekonomi dari kalangan etnis
Tionghoa dengan elite ekonomi dari kalangan etnis India dalam
perekonomian di Malaysia?”

1.3. Tujuan Penelitian
Melalui masalah pokok yang telah disebutkan, secara garis besar
penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengkaji, menelaah serta
memahami bagaimana elite-elite ekonomi dapat menjalankan, menggerakan
serta berpartisipasi dalam memajukan perekonomian suatu negara.
1.4. Manfaat Penelitian
Diharapkan bahwa penelitian ini dapat dikembangkan secara lebih
mendalam guna kepentingan ilmu pengetahuan serta dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat yang belum mengetahui secara
lebih jauh mengenai peran penting dari kelompok atau individu-individu
yang terkategori sebagai elite ekonomi, khususnya terkait dengan peran
etnis Tionghoa dan etnis India dalam perekonomian Malaysia.
1.5. Teori Elite Ekonomi Karl Marx
Secara internal, elite itu bersifat homogen, bersatu, dan memiliki
kesadaran kelompok. Elite itu merupakan suatu kumpulan yang terdiri dari
individu-individu terpisah atau anggota-anggota klub khusus dan terbatas,
melainkan para individu yang tergabung dalam kelompok elite tersebut
saling mengenal dengan baik, mempunyai latar belakang yang serupa, dan
terkadang diantaranya memiliki nilai-nilai, loyalitas dan kepentingan yang
sama. Adapula yang menyebutkan bahwa kelompok elite memiliki prinsip

‘3K’, yakni kesadaran, keutuhan dan kebulatan tujuan kelompok (Mas’oed
dan MacAndrews, 2008: 97). Dalam arti yang paling umum, elite ekonomi
merujuk pada sekelompok orang yang menempati kedudukan tinggi di

4

dalam masyarakat, atau dalam arti khusus, orang-orang yang terkemuka
dalam bidang-bidang tertentu dan khususnya memegang kekuasaan tertinggi
dalam perekonomian serta lingkungan di mana pemegang kekuasaan itu
berada. Konsekuensinya adalah mengangkat preposisi bahwa kekuasaan
ditegakkan oleh ekonomi dan aset-aset ekonomi yang terbatas jumlahnya.
Oleh karena itu, sudah menjadi konsekuensi yang logis apabila kemudian
setiap orang cenderung memperebutkan sejumlah peran utama (elite) dalam
kerangka itu, untuk kemudian menciptakan atau mendapatkan fasilitas
dalam kerangka mengakumulasi berbagai kapital (modal). Maka yang akan
dilakukan oleh setiap subyek yang berusaha dan telah mendapatkannya
adalah kecenderungan untuk mempertahankannya dalam waktu yang relatif
lama (Ramdhon, 2010).
Teori-teori kelas yang pada umumnya berasal dari pola pemikiran Karl
Marx dan struktur kekuasaan secara substansial memiliki pemahaman

berbeda. Bukannya menjadi subyek manipulasi borjuis penguasa di bawah
kapitalisme, negara mungkin beroperasi dalam cara yang ditentukan oleh
perkembangan kapitalisme sendiri (Chilcote, 2003: 494). Namun, salah satu
pemikiran sentral Marx adalah bahwa kapitalisme bukan hanya sekedar
sistem ekonomi, melainkan juga sebuah sistem kekuasaan (Ritzer &
Goodman, 2008: 25). Ramdhon (2010) menjelaskan mengenai kondisi yang
ada dan berlangsung sesudah perkembangan dari suatu negara adalah
meningkatnya kekuatan ekonomi sebagai kekuatan yang merenggut semua
variabel yang ada, menjaring semua pelakunya dalam sebuah jaringan global
yang tidak menyisakan sedikit ruang pun bagi individu-individu untuk
melakukan penolakkan. Keadaan seperti ini bertahan dalam satu arah
perubahan yang memang secara sengaja diciptakan oleh para pemilik modal,
dengan proses yang berjalan secara cepat, dengan berbagai instrumen yang
diciptakan sebagai pelengkap dari eksistensi-nya dan berbagai produk yang
tetap menyertakan kita semua dalam bingkai keterikatan dan ketergantungan
yang menyesakkan.

5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Etnis Tionghoa sebagai Elite Ekonomi dalam Perekonomian Malaysia
Data dari Population and Housing Census of Malaysia 2000
mengemukakan bahwa pada abad ke 19 dan ke 20, masyarakat China
(sekarang dikenal dengan nama Tiongkok) hijrah secara beramai-ramai ke
Malaysia. Pada umumnya mereka berasal dari Tiongkok Selatan
terutamanya dari daerah Fujian, Guangdong, Guangxi ,dan Hainan. Mereka
menempati

wilayah

di

negara

bagian Perak,

Selangor dan Negeri


Sembilan terutama di pabrik-pabrik bijih timah untuk bekerja sebagai buruh
pabrik dengan dukungan pihak British. Selain itu, mereka juga menetap
di Negeri-Negeri Selat seperti Singapura dan Pulau Pinang.
Masyarakat Tionghoa-Malaysia sejak sekian lama mendominasi
perekonomian Malaysia, tetapi semenjak adanya NEP (New Economic
Policy) yang diperkenalkan dan diberlakukan oleh kerajaan Malaysia untuk
memberi kesempatan dan pemerataan bagi etnis Melayu (Bumiputra) agar
bisa turut andil dalam ekonomi negara, dominasi etnis Tionghoa pun
menyusut. Walaupun demikian, mereka masih tergolongan etnis mayoritas
yang berpendapatan menengah ke atas di Malaysia. Hingga 2004, mereka
menjadi etnis terkaya dan tersukses di Malaysia dengan penguasaan 40.9 %
dari ekonomi negara (Frankham dalam Malaysia-Singapore 6th Footprint’s
Travel).
Masyarakat Tionghoa-Malaysia telah mendominasi ekonomi Malaysia
dengan lebih 90% toko komersial dimiliki oleh etnis Tionghoa. Mereka
lebih cenderung menjadi wiraswasta perniagaan yang mandiri daripada
bekerja di bawah perusahaan milik orang lain. etnis Tionghoa melibatkan
diri dalam semua jenis perniagaan di sektor swasta. Orang-orang Tionghoa
yang bekerja sebagai pekerja di sektor swasta paling aktif di bidang industri
perumahan dan perdagangan. Hanya sedikit yang bekerja sebagai pegawai

6

di sektor umum. Mereka yang memiliki pekerjaan di bawah naungan
pemerintah (kerajaan) biasanya merupakan ahli politik atau bergerak di
bidang pendidikan. Dikarenakan partisipasi yang aktif dalam roda ekonomi
Malaysia, etnis Tionghoa-Malaysia menempati salah satu posisi mayoritas
dengan pendapatan menengah ke atas di Malaysia. Pendapatan rumah
tangga etnis Tionghoa merupakan yang tertinggi di antara 3 kumpulan etnis
di atas Bumiputra dan India. Menurut Sulaiman Mahbob, pada Desember
2007, pendapatan rumah tangga bulanan mereka rata-rata berada di 4437
RM4 yang pada akhirnya menunjukkan bahwa etnis Tionghoa menjadi
penyumbang dana terbesar di pemerintahan Malaysia.
2.2. Etnis India sebagai Elite Ekonomi dalam Perekonomian Malaysia
Seperti halnya bangsa Tionghoa, India adalah bangsa dengan
kepemilikan tradisi yang sangat tua. Bangsa ini sudah memiliki peradaban
besar sejak 5000 tahun silam. Pengaruh budayanya malah lebih besar
ketimbang Tionghoa. Seluruh bangsa Asia Tenggara memperoleh akar
kebudayaannya dari negara itu. Bahkan bangsa Tionghoa dan Jepang pun
terkena pengaruh tersebut dalam bentuk agama Budha, misalnya. Tradisi
belajar dan berdagang mereka sudah tercipta sejak entah berapa ribu tahun
lalu. Dengan latar belakang seperti itu, tidak aneh jika etnis India sangat
kuat memegang tradisi. Mereka amat menghargai ikatan keluarga dan
agama. Dari ikatan semacam itulah mereka membangun jaringan bisnis.
Demikian pula para pedagangnya. Melalui jaringan keluarga itu, orang India
menguasai bisnis perdagangan peralatan olahraga dunia, termasuk di
Malaysia bahkan Indonesia.5
Malaysia adalah sebuah negara federasi yang terdiri dari tiga belas
negara bagian dan tiga wilayah persekutuan di Asia Tenggara. Pada
mulanya, penduduk asli Malaysia adalah etnis Melayu. Namun, pada masa
penjajahan Inggris di Malaysia antara tahun 1910-1918, Inggris membawa
4 Data dari Malaysian Indians richer than ethnic Malays
5 http://www.library.ohiou.edu/

7

pekerja dari etnis Tamil dari India Selatan untuk menjadi pekerja pada
perkebunan karet dan pertambangan timah di Malaysia.6 Etnis India
(khususnya kalangan Tamil) juga memang memilih pindah dan hijrah ke
negara lain dikarenakan sistem kasta di negara asal dirasa mempersulit
kehidupan

mereka

dan

orang-orang

India

yang

miskin

tersebut

menginginkan adanya perubahan guna mencapai kehidupan yang lebih baik
(Catatan Perkuliahan Jepang dan Negara-negara Industri Baru). Pada
awalnya, kesejerahteraan etnis India di Malaysia sangat rendah bila
dibandingkan dengan etnis Melayu dan etnis Tionghoa. Sebab sejak dulu
etnis India hanya diperbolehkan menempati posisi pada kelas bawah. Sejak
diberlakukannya NEP, etnis India di Malaysia semakin miskin dan
menderita karena standar kehidupan mereka sangat rendah.7
Walaupun demikian, kelebihan lain etnis India sebagai salah satu
bangsa bekas jajahan Inggris, mereka lebih dulu mengenal peradaban
modern (Barat) termasuk sistem pendidikan dan bahasanya. Karena itu tak
aneh jika bangsa ini, meski yang masih tinggal di negaranya sangat miskin,
memiliki tingkat pendidikan yang sangat bagus. Hasilnya, banyak orang
pintar berasal dari negara ini seperti ilmuwan pemenang nobel, sastrawan,
maupun negarawan. Di hampir semua negara di mana mereka ada, etnis
India selalu unggul dalam pendidikan dibanding kelompok lain di negara
tersebut. Maka jangan heran kalau mereka sangat menonjol di bidang
profesi dan banyak dipakai sebagai manajer oleh perusahaan-perusahaan
multinasional.8
Yuniarti (2008: 1) menerangkan bahwa sampai akhir tahun 1967,
perekonomian Malaysia yang sebelumnya didasarkan hampir seluruhnya
pada produksi komoditi primer, terutama karet dan timah, dan tergantung
sepenuhnya pada pasar Inggris, namun hanya dalam tiga dekade berikutnya,
Malaysia berhasil bertransformasi menjadi ekonomi industri berorientasi
ekspor yang berkembang cepat, dengan kebijakan ekonomi dan manajemen
6 http://politik.kompasiana.com
7 www.kompas.com
8 http://www.library.ohiou.edu/

8

industri yang tepat sebagai jalan setapak menuju pembangunan yang cepat.
Malaysia mampu mendudukkan dirinya sebagai salah satu negara industri
baru (NICs / New Industrializing Countries). Seiring dengan berjalannya
waktu, etnis India yang berada di Malaysia pun secara perlahan mulai unjuk
kemampuan, khususnya di sektor perdagangan, baja, teknologi modern
seperti teknologi komunikasi dan informasi, pengolahan baja, dan kini
mereka malah sudah mengembangkan industri permesinan dan komponen
otomotif.9 Dengan kemampuan tersebut mereka juga berpartisipasi dalam
membangun Malaysia sebagai negara industri yang sekarang mulai disegani
oleh dunia.
2.3. Perbandingan antara Elite Ekonomi dari Etnis Tionghoa dengan Etnis
India
Etnis Tionghoa dan etnis India adalah dua bangsa besar yang masingmasingnya memiliki peran penting dalam roda perekonomian dunia. Jika
dilihat dari keadaan di negara asli, yakni Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
dan India sendiri, kedua negara besar ini memiliki banyak persamaan dan
kemiripan. RRT dan India yang berada di benua Asia sama-sama memiliki
wilayah negara yang besar dan luas dan termasuk dalam kategori 5 negara
dengan jumlah populasi terpadat di dunia. Kedua bangsa ini juga memiliki
latar belakang sejarah yang sangat tua dan panjang dalam peradaban
manusia di berbagai sektor kehidupan, seperti ilmu pengetahuan, politik,
ekonomi dan sosial-budaya (IPOLEKSOSBUD).
Akan tetapi, dibalik kehebatan-kehebatan bangsa Tionghoa dan India
di masa lalu, untuk menjadi bangsa yang besar dan sukses seperti saat ini,
kedua bangsa tersebut juga memiliki sejarah dan konflik-konflik kelam
dimasa lalu yang bahkan menyebabkan sebagian masyarakatnya pergi
keluar dari negara asalnya dan merantau ke negara lain guna menemukan
kesempatan untuk dapat hidup di taraf yang lebih baik dari yang
sebelumnya. Di Malaysia sendiri, kedua etnis tersebut dengan jumlah
9 http://www.library.ohiou.edu/

9

populasi yang tergolong minoritas, berhasil membangun kekuatan dan
bahkan mendorong perekonomian Malaysia sehingga bisa sesukses seperti
saat ini.
Namun tetap saja kedua etnis ini memiliki perbedaan-perbedaan
mendasar dalam menjalankan peran masing-masing sebagai elite ekonomi
di negara Malaysia. Seperti yang sudah dibahas pada sub-bagian
sebelumnya, etnis Tionghoa lebih terfokus pada sektor industri perdagangan
dan pendidikan daripada sektor industri teknologi dan pabrik-pabrik baja
serta otomotif yang lebih dilirik oleh etnis India. Kedua etnis ini bisa
dikatakan memiliki spesialisasi masing-masing, jadi sangat minim sekali
untuk berpotensi bersaing yang tidak sehat.

BAB III

10

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Terdapat relasi yang signifikan antara kekuatan ekonomi dengan
tegaknya eksistensi kekuasaan. Konsekuensi dari paparan tersebut
menghasilkan sebuah kategori yang sederhana yaitu menempatkan mereka
dalam kerangka relasi antara elite, kelas menengah dan kelas bawah.
Kesadaran dari elite, bahwa mereka tidak bisa berdiri sendiri tanpa ditopang
oleh pelaku yang lain, menjadikan mereka membangun kekuatan bersama
dalam rangka mengokohkan kekuasaan itu. Sejak awal pembangunan
ekonomi Malaysia, negara telah menjadi aktor utama dalam menggerakkan
perekonomian nasional melalui industrialisasi untuk mencapai status
sebagai negara maju.
Dalam

rangka

ini

pencapaian

tujuan

ini,

pemerintah

terus

memperbaiki dan memperkuat landasan ekonomi untuk industrialisasi yang
sedang berjalan dan daya saing negara sebagai pemain global dalam industri
dan perdagangan global dengan penekanan pada pembangunan sumber daya
manusia, teknologi dan penguatan infrastuktur. Pada tahap awal
industrialisasi, tujuan utama yang ditetapkan oleh pemerintah Malaysia
adalah menciptakan keadilan sosial ekonomi antar etnis. Ketidakpercayaan
pada kapitalisme menyebabkan pemerintah melihat bahwa ketimpangan
sosial ekonomi yang timbul dalam masyarakat setelah kerusuhan etnis ini
dianggap pemerintah sebagai bentuk besarnya peran swata (etnis Tionghoa
dan India) dalam perekonomian, sehingga melalui NEP, pemerintah selain
berusaha meningkatkan peran serta dan kesempatan yang luas bagi etnis
Melayu di setiap sektor ekonomi juga untuk membatasi aktivitas ekonomi
etnis Tionghoa, dan kebijakan ini merupakan bentuk intervensi negara
dalam ekonomi yang besar.

DAFTAR PUSTAKA

11

Buku:
Chilcote, Ronald H. 2003.
RAJAGRAFINDO PERSADA

Teori

Perbandingan

Politik.

Jakarta:

PT.

Mas’oed, Mochtar & MacAndrews, Colin. 2008. Perbandingan Sistem Politik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Ritzer, George & Goodman, Douglas J. 2008. Teori Sosiologi. Bantul: KREASI
WACANA

Jurnal dan Dokumen:
Suryati, Rengsina. 2014. Catatan Perkuliahan Jepang dan Negara-negara
Industri Baru; Pembangunan Ekonomi dan Industrialisasi Mode Malaysia
Dept. of Statistics: "Population and Housing Census of Malaysia 2000", Table
4.1; p. 70, Kuala Lumpur: Department of Statistics Malaysia, 2001
Frankham, Steve. Malaysia-Singapore-6th-Footprint-Travel,
- ISBN 978-1-906098-11-7 diakses pada 25 November 2014, pukul 13.00 WIB
Modul Pelapisan Sosial dan Persamaan Derajat
- http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/mkdu_isd/bab6pelapisan_sosial_dan_persamaan_derajat.pdf diakses pada 26 November
2014, pukul 14.00 WIB
Ramdhon, Akhmad. 2010. Jurnal Sosiologi ‘DILEMA’ Vol 25 No. 2; Sketsa dan
Fragmen Ekonomi Politik Kota
- http://eprints.uns.ac.id/807/1/SKETSA_ELIT_DAN_FRAGMEN.PDF
diakses pada 18 November 2014, pukul 11.40 WIB
Yuniarti. 2008. Jurnal Sosial Politika Vol.15 No.2; Peran Negara Dalam
Pembangunan Industri di Malaysia. Samarinda: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik – Universitas Mulawarman.
- http://portal.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/07/PERAN
%20NEGARA%20DALAM%20PEMBANGUNAN%20INDUSTRI%20DI
%20MALAYSIA%20(07-31-13-01-13-24).pdf diakses pada 18 November
2014, pukul 13.02 WIB
Website:

12

Malaysian Indians richer than ethnic Malays diakses pada 25 November 2014,
pukul 15.45 WIB
Rahman, Abdul. 1995. Etnis Perantauan Tersukses dari Asia
- http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1995/11/25/0011.html diakses pada 1
Desember 2014, pukul 11.00 WIB
Sari, Diah Ayu Intan. 2012. Diskriminasi Etnis India di Malaysia
http://politik.kompasiana.com/2012/03/31/diskriminasi-etnis-india-di-malaysia446451.html#_ftn1 diakses pada 1 Desember 2014, pukul 10.15 WIB
www.kompas.com

13