Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3

Kata Pengantar

Buku ini merupakan kenang-kenangan yang diberikan penulis kepada mahasiswa Teknik Industri Universitas Gunadarma Kalimalang yang berisi gambaran umum dari teknik keselamatan dan kesehatan kerja. Bahan-bahan materi yang dipaparkan diambil dari hasil kumpulan tugas-tugas mahasiswa mata kuliah Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Isi dari buku ini meliputi sejarah K3, organisasi dan perundang-undangan K3, faktor manusiawi dan keselamatan kerja bidang kebakaran, keselamatan ketel uap dan bejana tekan dengan bahaya peledakan.

Kiranya buku ini dapat memberi manfaat yang besar bagi kita semua dan dapat membuka pemikiran lebih lanjut tentang betapa pentingnya penerapan ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada kehidupan sehari-hari.

Jakarta, Juli 2013 Penulis

SEJARAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

A. Era sebelum revolusi Industri Zaman Pra-Sejarah

Pada zaman ini (Paleolithic dan Neolithic), manusia telah memikirkan untuk membuat peralatan yaitu kapak dan tombak yang mudah untuk digunakan dan tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Desain tombak dan kapak yang dibuat umumnya mempunyai bentuk yang lebih besar proporsinya pada mata kapak atau ujung ombak. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tenaga yang harus dikeluarkan ketika menggunakan kapak atau tombak tersebut. Desain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak tersebut.

Zaman Bangsa Babylonia (Dinasti Summeria) Di Irak

Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar aman dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya selain itu masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang digunakan untuk membantu pekerjaan mereka. Masyarakat juga sudah mengenal konstruksi bangunan dengan menggunakan batubata yang dibuat dengan proses pengeringan menggunakan sinar matahari bukti nyatanya sudah ada saluran air dari batu sebagai fasilitas sanitasi.

Zaman Mesir Kuno

Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Fir’aun banyak sekali dilakukan pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang sebagai tenaga kerja. Pada masa Raja Ramses II dilakukan pekerjaan pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut Merah. Disamping itu Raja

Ramses II juga meminta para pekerja untuk membangun “temple” Rameuseum. Untuk menjaga agar pekerjaannya lancar Raja Ramses II

menyediakan tabib serta pelayan untuk menjaga kesehatan para pekerjanya.

Zaman Yunani Kuno

Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates. Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak kapal yang ditumpanginya.

Zaman Romawi

Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai memperkenalkan adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena adanya paparan bahan-bahan toksik dari lingkungan kerja seperti timbal dan sulfur. Pada masa pemerintahan Jendral Aleksander Yang Agung sudah dilakukan pelayanan kesehatan bagi angkatan perang.

Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat atau meninggal. Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja sehingga disyaratkan bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan yang mengandung vapour harus menggunakan masker.

Abad Ke-16

Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-penyakit akibat kerja terutama yang dialama oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-penyakit akibat kerja terutama yang dialama oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli

Abad Ke-18

Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 – 1714) dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal : Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering dijadikan referensi oleh para ahli K3 sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa dokter-dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan dan penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat

dia mendiagnosa seseorang yaitu “ What is Your occupation ?”. Ramazzini melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat

kerja, yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan yang digunakan ketika bekerja dan adanya gerakan-gerakan janggal yang dilakukan oleh para pekerja ketika bekerja (ergonomic factors).

B. Era sesudah revolusi Industri

Era Revolusi Industri (Traditional Industrialization) Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah :

1. Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber energi.

2. Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia

3. Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya bidang industri kimia dan logam).

4. Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya industri yang ditopang oleh penggunaan mesin- mesin baru.

5. Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit- penyakit yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan- bahan sisa pembakaran.

Era Industrialisasi (Modern Idustrialization)

Sejak era revolusi industri di ata samapai dengan pertengahan abad 20 maka penggnaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat pelindung diri, safety devices. dan interlock dan alat-alat pengaman lainnya juga turut berkembang.

Era Manajemen dan Manajemen K3

Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an hingga sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang meneliti penyebabpenyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition). Pada era ini berkembang system automasi pada pekerjaan untuk mengatasi masalah sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor manusia. Namun system otomasi menimbulkan masalah-masalah manusiawi yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan karena adanya blok- blok pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing unit pekerjaan. Sejalan dengan itu Frank Bird dari International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang menyatakan bahwa factor manajemen merupakan latar belakang penyebab yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan perkembangan tersebut serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhirnya pada akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan system manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya.

Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah lingkungan dalam suatu system manajemen juga menuntut adanya kualitas yang terjamin baik dari aspek input proses dan output. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standar-standar internasional seperti ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 18000.

Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya difokuskan pada permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri dan pekerja. Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-aspek yang sifatnya publik atau untuk masyarakat luas. Penerapan aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala sektor aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia serta penerapan hak asazi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang tinggi. Upaya ini tentu saja lebih bayak berorientasi kepada aspek perilaku manusia yang merupakan perwujudan aspek-aspek K3. Pada erarevolusi industri, untuk mengetahui/mengusulkan dan menganalisis sistem K3 sudah menerapkan pendekatan ilmu statistik.

Sebelum Sesudah

Revolusi Industri

- Zaman Pra-Sejarah

Era Industrialisasi - Zaman Bangsa Babylonia - Era Manajemen dan

- Zaman Mesir Kuno Manajemen K3

- Zaman Yunani Kuno -

Era Mendatang

- Zamana Romawi - Abad Pertengahan

- Abad 16 Menggunakan pendekatan

- Abad 18 statistik dalam menganalisis sistem K3

KESELAMATAN KERJA BIDANG KEBAKARAN

A. Definisi Kebakaran

Adalah suatu fenomena yang dapat diamati dengan adanya cahaya dan panas serta adanya proses perubahan zat menjadi zat baru melalui reaksi kimia oksidasi eksotermal. Api terbentuk karena adanya interaksi beberapa unsur atau elemen yang pada kesetimbangan tertentu dapat menimbulkan api. Sedangkan kebakaran yaitu peristiwa bencana yang ditimbulkan oleh api, yang tidak dikehendaki oleh manusia dan bisa mengakibatkan kerugian nyawa dan harta.

Ditinjau dari jenis, api dapat dikategorikan menjadi jenis api jinak dan liar. Jenis api jinak artinya api yang masih dapat dikuasai/dikendalikan oleh manusia, sedang jenis api liar tidak dapat dikuasai/dikendalikan oleh manusia oleh karena itu sering dikenal dengan istilah kebakaran.

B. Unsur-unsur Penyebab Kebakaran

Proses kebakaran atau terjadinya api sebenarnya bisa kita baca dari teori segitiga api yang meliputi elemen bahan, panas dan oksigen. Tanpa salah satu dari ketiga unsur tersebut, api tidak akan muncul. Oksigen sendiri harus membutuhkan diatas 10% kandungan oksigen di udara yang diperlukan untuk memungkinkan terjadinya proses pembakaran. Sedang mengenai sumber panas bisa bisa muncul dari beberapa sebab antara lain:

1. Sumber api terbuka yaitu penggunaan api yang langsung dalam beraktivitas seperti: masak, las, dan lain-lain.

2. Listrik Dinamis yaitu panas yang berlebihan dari sistem peralatan atau rangkaian listrik seperti: setrika, atau karena adanya korsleting.

3. Listrik Statis yaitu panas yang ditimbulkan akibat loncatan ion negatif dengan ion positif seperti: peti.

4. Mekanis yaitu panas yang ditimbulkan akibat gesekan/benturan benda seperti: gerinda, memaku, dan lain-lain.

Prinsip dasar pencegahan kebakaran adalah mengontrol atau mengisolasi sumber bahan bakar dan panas sehingga tidak terjadi pembakaran

C. Klasifikasi Kebakaran

Merupakan penggolongan atau pembagian kebakaran berdasarkan jenis bahayanya, dengan adanya klasifikasi tersebut akan lebih mudah, cepat dan lebih tepat dalam pemilihan media pemadam yang digunakan untuk memadamkan kebakaran. Dengan mengacu pada standar (Depnaker, Traning Material K3 bidang penanggulangan kebakaran :1997:14).

Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2004:24) terdapt dua versi standar klasifikasi jenis kebakaran yang sedikit agak berbeda. Klasifikasi jenis kebakaran menurut standar inggris yaitu LPC (Loss Prevention Committee) menetapkan klasifikasi kebakaran dibagi dalam dua klas A, B, C, D, E sedangkan Standar Amerika yaitu NFPA (National Fire Prevention Assosiation), menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi klas A,

B, C, D.

 Kelas A: Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas, tekstil, plastik dan sejenisnya

 Kelas B: Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas, tekstil, plastik dan sejenisnya. Bahan cair dan gas, seperti

bensin, solar, minyak tanah, aspal, gemuk alkohol gas alam, gas LPG dan sejenisnya

 Kelas C: Bahan cair, seperti bensin, solar, minyak tanah dan sejenisnya. Peralatan listrik yang bertegangan. Bahan gas, seperti gas alam, gas LPG

 Kelas D: Bahan logam, seperti Magnesium, aluminium, kalsiun dan lain - lain D Bahan logam, seperti magnesium, aluminium, kalsium dan lain-lain

Sedangkan Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan menteri tenaga kerja dan Transmigrasi No.Per.04/MEN/1980 yang pembagiannya adalah sebagai berikut :

 Kelas A : Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan sendirinya, kebakaran kelas A ini akibat

panas yang datang dari luar, molekul -molekul benda padat terurai dan membentuk gas dan gas lainlah yang terbakar, hal kebakaran ini menimbulkan panas dan selanjutnya mengurai lebih banyak molekul-molekul dan menimbulkan gas akan terbakar. Sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan bakarnya tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas yang banyak sekali dalam bentuk bara.

 Kelas B : Seperti bahan cairan dan gas tak dapat terbakar dengan sendirinya diatas cairan pada umunya terdapat gas, dan gas

ini yang dapat terbakar. Pada bahan bakar cair ini suatu bunga api kecil sanggup mencetuskan api yang akan menimbulkan kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah mengalir dan menyalakan api ketempat lain.

 Kelas C: Kebanyakkan pada peralatan listrik yang bertegangan, yang mana sebenarnya kelas C ini tidak lain kebakaran kelas A

dan kelas B atau kombinasi dimana ada aliran listrik. Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadam yaitu tidak menghantar listrik untuk melindungi orang yang memadamkan kebakaran dari aliran listrik.

 Kelas D: Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium, sodium. Lithium, dan potassium. Pada kebakaran jenis ini

perlu dengan alat atau media khusus untuk memadamkannya.

D. Penyebab Kebakaran

Kebakaran merupakan penderitaan dan malapetaka khususnya mereka yang menjadi korban kebakaran. Pada umumnya penyebab terjadinya kebakaran bersumber pada 3 faktor yaitu:

a. Faktor Manusia

b. Faktor Alam

c. Faktor Teknis

E. Peyebab Kebakaran Karena Faktor Manusia

a. Tenaga kerja

- Tidak tau atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan atau penanggulangan bahaya kebakaran.

- Menetapkan barang-barang yang mudah terbakar tampa menghiraukan norma-norma pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.

- Pemakaian listrik yang belebihan, melebihi kapasitas. - Merokok ditempat terlarang / membuang punting rokok

sembarangan.

b. Manajemen

- Tidak ada / kurang komitmennya terhadap K3 - Kurang pengawasan terhadap kegiatan - Tidak ada standar kode yang dapat diandalkan atau penerapannya

tidak tegas. - System penanggulangan kebakaran tidak memadai

- Tidak dilakukan pelatihan penanggulangan bahaya kebakaran bagi tenaga kerja.

- Sarana proteksi kebakaran tidak ada atau kurang.

F. Teknik Pemadaman Kebakaran

dengan prinsip menghilangkan salah satu atau beberapa unsur dalam proses nyala api. Menurut panduan Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran : 1997 : 17 untuk memadamkan api dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

Memadamkan kebakaran

dapat dilakukan

A. Pendinginan (cooling)

B. Penyalimutan (smothering)

C. Memutuskan reaksi api

D. Melemahkan (dilution)

G. Jenis Media Pemadaman Kebakaran

Menurut DepartemenTenaga Kerja dalam bukunya Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran, pemadaman kebakaran dapat dilakukan dengan efektif, efisien dan aman dengan bantuan beberapa media yang sesuai dengan jenis kebakaran yang terjadi. Dari bentuk fisiknya media pemadam kebakaran memiliki 5 jenis, yaitu :

1. Air

2. Busa

3. Serbuk kimia kering

4. Kabon dioksida (CO ₂)

5. Halon

1. Air Air digunakan sebagai media pemadam kebakaran yang cocok atau tepat untuk memadamkan kebakaran bahan padat (klas A) karena dapat menembus sampai bagian dalam. Bahan pada yang cocok dipadamkan dengan menggunakan air adalah seperti kayu, arang, kertas, tekstil, plastik dan sejenisnya.

2. Busa. Jenis media pamadam kebakaran, busa adalah salah satu media yang dapat digunakan untuk memadamkan api. Ada 2 (dua) macam busa yang berfungsi untuk memadamkan kebakaran yaitu busa kimia dan busa mekanik. Busa kimia dibuat dari gelembung yang mengandung zat arang dan carbon dioksida, sedangkan busa mekanik dibuat dari campuaran zat 2. Busa. Jenis media pamadam kebakaran, busa adalah salah satu media yang dapat digunakan untuk memadamkan api. Ada 2 (dua) macam busa yang berfungsi untuk memadamkan kebakaran yaitu busa kimia dan busa mekanik. Busa kimia dibuat dari gelembung yang mengandung zat arang dan carbon dioksida, sedangkan busa mekanik dibuat dari campuaran zat

sehingga kontak dengan oksigen (udara) terputus. - Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang mudah terbakar. - Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar

sehingga suhunya menurun.

3. Serbuk kimia kering Daya pemadam dari serbuk kimia kering ini bergantung pada jumlah serbuk yang dapat menutupi permukaan yang terbakar. Makin halus butir- butir serbuk kimia kering makin luas permukaan yang dapat ditutupi. Adapun butiran bahan kimia kering yang sering digunakan adalah Ammonium hydro phospat yang cocok digunakan untuk memadamkan kebakaran klas A, B dan C. Cara kerja serbuk kimia kering ini adalah secara fisik dan kimia.

4. Carbon dioksida (CO ₂) Media pemadam api CO ₂ didalam tabung harus dalam keadaan fase cair bertekanan tinggi. Prinsip kerja gas CO ₂ dalam memadamkan api ialah reaksi dengan oxygen (O ₂) sehingga konsentarsi didalam udara berkurang, sehingga api akan padam hal ini disebut pemadaman dengan cara menutup. Namun CO ₂ juga mempunyai kelemahan ialah bahwa media pemadam tersebut tidak dapat dicegah terjadinya kebakaran kembali setelah api padam (reignitasi). Hal ini disebabkan CO ₂ tersebut tidak dapat mengikat oxygen (O ₂) secara terus menerus tetapi hanya mengikat O₂ sebanding dengan jumlah CO ₂ yang tersedia sedang supply oxygen disekitar tempat kebakaran terus berlangsung.

5. Halon Pada saat terjadi kebakaran apabila digunakan halon untuk memadamkan api maka seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang sudah mengetahui betul cara penggunaannya. Jika gas halon terkena panas api kebakaran pada suhu sekitar 485 ⁰C maka akan mengalami penguraian, dan zat – zat yang dihasilkan akan mengikat unsur hydrogen dan oxygen. Jika penguraian tersebut terjadi dapat menghasilkan beberapa unsur baru dan zat baru tersebut beracun dan cukup membahayakan terhadap manusia.

H. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) merupakan bagian dari manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, prosedur, proses dan sumber daya manusia yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Tujuan penerapan manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu sistem K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang berintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta menciptakan tempat kerja terhadap kebakaran, peledakan dan kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada.

 Manajemen Penanggulangan Kebakaran Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah suatu sistem penataan dini dalam rangka mencegah dan mengendalikan

bahaya kebakaran sehingga kerugian berupa meterial dan jiwa bahaya kebakaran sehingga kerugian berupa meterial dan jiwa

 Program Penanggulangan Kebakaran Program penanggulangan kebakaran adalah segala upaya yang

dilakukan untuk

atau memberantas kebakaran.(Depertemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran, 1997). Tindakan untuk menanggulangi kebakaran antara lain :

mencegah

- Mengendalikan setiap perwujudan energi panas, seperti listrik, rokok, gesekan mekanik, api terbuka, sambaran petir, reaksi

kimia dan lain-lain. - Mengendalikan keamanan setiap penanganan dan penyimpanan bahan yang mudah terbakar. - Mengatur kompartemenisasi ruangan untuk mengendalikan

penyebaran/penjalaran api, panas, asap dan gas. - Mengatur lay out proses, letak jarak antar bangunan, pembagian

zone menurut jenis dan tingkat bahaya. - Menerapakan sistim deteksi dini dan alarm. - Menyediakan sarana pemadam kebakaran yang handal. - Menyediakan sarana evakuasi yang aman. - Membentuk regu atau petugas penanggulangan kebakaran. - Melaksanakan latihan penanggulangan kebakaran. - Mengadakan inspeksi, pengujian, Perawatan terhadap sistem

proteksi kebakaran secara teratur.

 Pembentukkan petugas penanggulangan kebakaran Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186 tahun

1999 tentang unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja dalam pasal 5 meyebutkan bahwa unit penanggulangan kebakaran terdiri dari: Petugas peran kebakaran, regu penanggulangan kebakaran, koordinator unit penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai penanggung jawab teknis.

 Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran Tujuan dari latihan evakuasi untuk menetapkan suatu prosedur

untuk bertindak bila terjadi kebakaran dan untuk mengembangkan kebiasaan para karyawan terhadap situasi api pada masa yang akan datang. Adapun frekuensi latihan dan pendidikan evakuasi untuk setiap perusahaan akan selalu tergantung kepada berat ringan bahaya kebakaran dari masing – masing perusahaan. Pada umumnya latihan dilakukan sebagai berikut :

a. Bahaya kebakaran ringan : 1 – 2 kali / tahun

b. Bahaya kebakaran sedang : 3 – 4 kali / tahun

c. Bahaya kebakaran berat : 6 – 8 kali / tahun Untuk melaksanakan latihan dengan baik dan efektif instruksi yang diberikan kepada para peserta latihan harus memenuhi syarat :

a. Benar, jelas dan singkat

b. Bahasa sederhana dan dapat dilaksanakan

c. Tidak menimbulkan keragu – raguan

 Inspeksi sarana penanggulangan kebakaran Untuk mengetahui kelayakan sarana penanggualangan kebakaran

yang ada, baik peralatan pendeteksi, pemadam, evakuasi dan sarana penunjang kebakaran lainnya, maka perlu diadakan pemeriksaan secara berkala. Kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan ini merupakan unsur penting guna menjamin segi keandalan peralatan proteksi bila terjadi kebakaran. Pemeriksaan yang disertai pengetesan, pemeliharaan dan pemeriksaan terhadap:

a. Sistem deteksi dan alarm kebakaran

b. Sistem sprinkler otomatis

c. Sistem hydrant

d. Sistem pemadaman api

e. Dan lain-lain  Sarana penanggulangan kebakaran

Sarana penanggulangan kebakaran yaitu berupa alat atau sarana yang dipersiapkan untuk mendeteksi, mengendalikan dan memadamkan kebakaran.Seperti sistem deteksi dan alarm, APAR, hydrant, sprinkler, sarana emergency dan evakuasi.

Dalam strategi menghadapi bahaya kebakaran yang pertama adalah perlu adanya sistem pendeteksian dini, sistem tanda bahaya serta sistem komunikasi darurat. Agar api bisa lebih mudah dikendalikan atau dipadamkan. Deteksi kebakaranadalah alat yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran awal yang terdiri dari:

- Detektor Asap (Smoke Detector) Adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan terjadinya

akumulasi asap dalam jumlah tertentu.

Ada dua tipe detektor asap yaitu Detektor Asap optik, digunakan untuk mendeteksi pada kebakaran yang menghasilkan asap tebal seperti pada kebakaran PVC. Detektor Asap ionisasi, digunakan untuk mendeteksi asap kebakaran yang terdiri dari partikel kecil yang biasa terjadi pada kebakaran yang sempurna.

- Detektor Panas (Heat Detector) Adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan pengaruh panas (temperatur) tertentu. Ada tiga tipe detektor panas yaitu :

a. Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu batas panas tertentu (Fixed temperature)

b. Detektor yang bekerja berdasarkan kecepatan naiknya tempetatur (Rate of rise).

c. Detektor kombinasi yang bekerja berdasarakan kenaikan temperatur dan batas temperatur maksimum ditetapkan.

I. Teknik Penanggulangan Kebakaran

Dasar sistem pemadaman api adalah merusak keseimbangan reaksi api, hal ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama penguraian dengan menyingkirkan bahan-bahan yang mudah terbakar, kedua pendinginan dengan menurunkan panas sehingga suhu bahan yang terbakar berada pada bawah titik nyala, dan ketiga cara isolasi dengan menurunkan kadar oksigen dibawah 12% dari ketiga cara diatas dipilih cara mana yang bisa dilakukan dengan efektif sehingga proses pembakaran terkendali, di ingatkan dalam penanggulangan kebakaran berpacu dengan waktu, keterlambatan memanfaatkan waktu, akan berakibat kerugian yang amat besar.

Pada saat kejadian kebakaran, tindakan awal adalah sangat menentukan karena pada saat itu api masih berkobar kecil mudah dan mudah dikendalikan, karena itu tindakan awal harus cepat dan tepat, untuk ini Pada saat kejadian kebakaran, tindakan awal adalah sangat menentukan karena pada saat itu api masih berkobar kecil mudah dan mudah dikendalikan, karena itu tindakan awal harus cepat dan tepat, untuk ini

Dalam dunia industri masalah pencegahan bahaya kebakaran menjadi perhatian serius, setiap orang yang berada dalam lingkungan industri harus taat pada semua aturan kaitannya dengan peringatan kebakaran. Pencegahan bahaya kebakaran dimaknai segala usaha yang dilakukan secara bersungguh- sungguh agar tidak terjadi penyalaan api yang tidak dapat dikendalikan.

Pencegahan bahaya kebakaran memiliki dua pengertian pertama dinyatakan penyalaan api belum ada dan diusahakan agar tidak terjadi penyalaan api, misalnya di tempat-tempat pembelian bensin di wilayah gudang penimbunan barang di tempat reparasi kendaraan bermotor. Kedua, penyalaan api sudah ada diusahakan agar kobaran api tersebut menjadi terkendali, misalnya pada tempat-tempat pembakaran rutin, bengkel-bengkel pande besi daerah ketel uap dan lain sebagainya.

Memahami teknik dan taktik pemadaman harus di tempatkan pada proporsi yang tepat. Dua pemahaman didefinisikan : bahwa teknik pemadaman adalah kemampuan bagaimana cara yang tepat mempergunakan alat dan perlengkapan pemadam kebakaran dengan sebaik-baiknya sehingga hasil yang dicapai sangat optimal, sedangkan teknik pemadaman adalah kemampuan menganalisa situasi kebakaran sehingga dapat melakukan tindakan dengan cepat dan tepat tanpa menimbulkan korban maupun kerugian yang lebih besar.

Beberapa fenomena kebakaran yang terjadi dapat dipelajari bagaimana menguasai teknik pemadaman antara lain menempatkan ragu pemadam kebakaran yang sudah terlatih sanggup menguasai situasi kebakaran, dapat mempergunakan peralatan dan perlengkapan pemadam kebakaran dengan cepat dan benar, menguasai dengan baik pengetahuan tentang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.

Adapun menguasai taktik pemadaman diperlukan menganalisa situasi kebakaran antara lain menguasai pengaruh angin, warna asap kebakaran, lokasi kebakaran dan bahaya-bahaya lain yang mungkin bisa terjadi akibat kebakaran. Terdapat model-model instalasi listrik unit kebakaran yang dipelajari misalnya alat pemadam api ringan, peralatan pemadam api instalasi tetap, peralatan pemadam api yang bergerak dan sekarang sudah banyak ragam alat pemadaman yang lebih baik.

UNDANG-UNDANG DAN ORGANISASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

A. UNDANG-UNDANG Dasar hukum

UUD 1945 Pasal 5, 7 dan 27 ayat 2

Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan

UU No.1 Tahun 1970

Uraian Undang-Undang No1 Tahun 1970

Secara Etimologis : Memberikan upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat dan agar setiap sumber produksi perlu dipakai dan digunakan secara aman dan efisien

Secara Filosofi :

Suatu konsep berfikir dan upaya nyata untuk menjamin kelestarian tenaga kerja dan setiap insan pada umumnya beserta hasil karya dan budaya dalam upaya mencapai adil, makmur dan sejahtera

Secara Keilmuan :

Suatu cabang ilmu pengetahuan dan penerapan yang mempelajari tentang cara penanggulangan kecelakaan di tempat kerja

Undang-undang ini mengatur tentang: - Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja) - Kewajiban dan hak pekerja - Kewenangan Menteri Tenaga Kerja untuk membentuk Panitia

Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi aktif dari pengusaha atau pengurus dan pekerja di tempat-tempat kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi dan meningkatkan produktivitas kerja.

- Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi- tingginya Rp.100.000, (seratus ribu rupiah)

Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja)

1. Kewajiban memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang meliputi :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

c. Mencegah dan mengurangi bahaya ledakan

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan

f. Menyediakan alat-alat perlindungan diri (APD) untuk pekerja

g. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya bahaya akibat suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik psikis, keracunan, infeksi atau penularan

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai

dan proses kerja n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,

perlakuan dan penyimpanan barang q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan

yang berbahaya agar kecelakaan tidak menjadi bertambah tinggi.

2. Kewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru diterima bekerja maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.

3. Kewajiban menunjukan dan menjelaskan kepada setiap pekerja baru tentang :

a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya yang dapat timbul di tempat kerjanya.

b. Pengaman dan perlindungan alat-alat yang ada dalam area tempat kerjanya

c. Alat-alat perlindungan diri bagi pekerja yang bersangkutan

d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

4. Kewajiban melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja.

5. Kewajiban menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca oleh pekerja.

6. Kewajiban memasang semua gambar keselamatan kerja yang diharuskan dan semua bahan pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan dibaca.

7. Kewajiban menyediakan alat perlindungan diri secara cuma-cuma disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan pada pekerja dan juga bagi setiap orang yang memasuki tempat kerja tersebut.

Kewajiban dan hak pekerja

1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pengawas atau ahli keselamatan kerja.

2. Memakai APD dengan tepat dan benar

3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan

4. Meminta kepada pimpinan agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan

5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pengawas, dalam batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu upaya dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah dengan penerapan peraturan perundangan, antara lain melalui: Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu upaya dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah dengan penerapan peraturan perundangan, antara lain melalui:

b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa.

c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan- pemeriksaan langsung ditempat kerja Semua tempat kerja, tanpa terkecuali, dari pengelola/manajemen sampai pekerja harus mengetahui, memahami dan melaksanakan undang- undang dan peraturan K3 tersebut. Pada prinsipnya keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja, yang pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan.

Payung Hukum K3

Sehat merupakan hak azazi manusia. United Nations Declaration on Human Rights yang dirumuskan pada tahun 1948 di Helzinki menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak azasi untuk bekerja, bebas memilih jenis pekerjaan dan mendapatkan kondisi pekerjaan yang adil dan membuatnya sejahtera. Pada tahun 1976, dalam United Nations International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights kembali disebutkan tentang perlunya kondisi kerja yang selamat dan sehat sebagai hak azasi setiap orang (diakui oleh kelompok negara-negara dalam perjanjian ini). ILO sebagai organisasi pekerja sedunia merumuskan pentingnya tempat kerja yang produktif dan layak ( productive and decent work place ). Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan masalah dunia. Estimasi Global yang dilaporkan ILO pada tahun 2002 menyebutkan, dari 2,8 milyar tenaga kerja di dunia, dalam satu tahun terjadi 2,2 juta kematian terkait pekerjaan, 270 juta kecelakan kerja, 160 juta

penyakit terkait kerja, dengan kerugian sekitar 4% dari GDP global (30 triliun US dolar). Pada awalnya pelaksanaan K3 mengacu kepada Veiligheidsreglement tahun 1919 (Stbl.No.406), namun sejak dikeluarkannya Undang-undang nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Pekerja, maka disusun undang-undang yang memuat ketentuan- ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Undang- undang tersebut adalah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja , yang mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Mengingat faktor keselamatan sangat terkait dengan kesehatan maka pada tahap selanjutnya kegiatan keselamatan kerja menjadi keselamatan dan kesehatan kerja atau disingkat dengan K3. Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk memudahkan pelaksanaan K3 di tempat kerja, Departemen Tenaga Kerja mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan K3. Bahkan Departemen lain seperti Departemen Kesehatan dan Badan Atom Nasional (BATAN), juga mengeluarkan peraturan yang menyangkut aspek K3 berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Departemen tersebut, misalnya peraturan tentang ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi. Secara umum, mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri hingga Keputusan setingkat eselon 1 atau Dirjen yang terkait K3 adalah mengatur kewajiban perusahaan melindungi tenaga kerjanya. Misalnya Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja memuat tentang Kewajiban pimpinan tempat kerja, Kewajiban dan hak pekerja, serta ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi- penyakit terkait kerja, dengan kerugian sekitar 4% dari GDP global (30 triliun US dolar). Pada awalnya pelaksanaan K3 mengacu kepada Veiligheidsreglement tahun 1919 (Stbl.No.406), namun sejak dikeluarkannya Undang-undang nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Pekerja, maka disusun undang-undang yang memuat ketentuan- ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Undang- undang tersebut adalah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja , yang mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Mengingat faktor keselamatan sangat terkait dengan kesehatan maka pada tahap selanjutnya kegiatan keselamatan kerja menjadi keselamatan dan kesehatan kerja atau disingkat dengan K3. Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk memudahkan pelaksanaan K3 di tempat kerja, Departemen Tenaga Kerja mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan K3. Bahkan Departemen lain seperti Departemen Kesehatan dan Badan Atom Nasional (BATAN), juga mengeluarkan peraturan yang menyangkut aspek K3 berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Departemen tersebut, misalnya peraturan tentang ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi. Secara umum, mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri hingga Keputusan setingkat eselon 1 atau Dirjen yang terkait K3 adalah mengatur kewajiban perusahaan melindungi tenaga kerjanya. Misalnya Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja memuat tentang Kewajiban pimpinan tempat kerja, Kewajiban dan hak pekerja, serta ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-

23 Tentang Kesehatan Kerja menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja. Undang- undang inipun memuat ancaman pidana kurungan paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000. (lima belas juta rupiah) bagi yang tidak menjalankan ketentuan undang-undang tersebut. Untuk tingkat peraturan pemerintah terkait keselamatan kerja, setidaknya ada peraturan pemerintah RI No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi, yang mengatur nilai ambang batas yang diizinkan. Selain itu ada Praturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang Izin pemakaian Zat Radioaktif atau sumber Radiasi lainnya. Dalam kedua peraturan ini diatur tentang pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, syarat dan cara memperoleh izin, kewajiban dan tanggung jawab pemegang izin serta pemeriksaan dan ketentuan pidana. Peraturan yang terkait K3 setingkat Keputusan Presiden, adalah Kepres RI No. 22 Tahun1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Dalam peraturan ini diatur hak pekerja bila menderita penyakit karena hubungan kerja, yakni mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah 23 Tentang Kesehatan Kerja menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja. Undang- undang inipun memuat ancaman pidana kurungan paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000. (lima belas juta rupiah) bagi yang tidak menjalankan ketentuan undang-undang tersebut. Untuk tingkat peraturan pemerintah terkait keselamatan kerja, setidaknya ada peraturan pemerintah RI No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi, yang mengatur nilai ambang batas yang diizinkan. Selain itu ada Praturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang Izin pemakaian Zat Radioaktif atau sumber Radiasi lainnya. Dalam kedua peraturan ini diatur tentang pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, syarat dan cara memperoleh izin, kewajiban dan tanggung jawab pemegang izin serta pemeriksaan dan ketentuan pidana. Peraturan yang terkait K3 setingkat Keputusan Presiden, adalah Kepres RI No. 22 Tahun1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Dalam peraturan ini diatur hak pekerja bila menderita penyakit karena hubungan kerja, yakni mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah

Sedangkan peraturan Menteri terkait K3 banyak dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kesehatan. Seperti peraturan Menaker yang mewajibkan perusahaan memeriksakan kesehatan pekerjanya sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan khusus. Pelbagai peraturan lain juga dikeluarkan Menaker antaralain peraturan yang mengatur syarat-syarat K3 dalam pemakaian lift listrik untuk pengangkutan orang dan barang, K3 pada konstruksi bangunan, syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan, kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja, tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik, dan beberapa peraturan lain. Menaker juga secara khusus mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Kerja (SMK3). Dalam peraturan ini dijelaskan mengenai tujuan dan sasaran system manajemen K3, penerapan system manajemen K3, audit system manajemen K3, mekanisme pelaksanaan audit dan sertifikasi K3. Dalam lampiran peraturan tersebut diuraikan mengenai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K3 Yang terdiri dari: Komitmen dan kebijakan, Perencanaan, Penerapan, serta Pengukuran dan Evaluasi. Menteri Kesehatan juga menelurkan sejumlah peraturan terkait pelaksaan K3. Antara lain Keputusan Menteri Kesehatan tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis, dan Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan.

B. ORGANISASI

Organisasi Pemerintah

Organisasi keselamatan kerja dalam administrasi pemerintah di tingkat pusat terdapat dalam bentuk direktorat pembinaan norma keselamatan dan Organisasi keselamatan kerja dalam administrasi pemerintah di tingkat pusat terdapat dalam bentuk direktorat pembinaan norma keselamatan dan

1. Melaksanakan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang mekanik.

2. Melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang listrik.

3. Melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang uap.

4. Melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma-norma keselamatan kerja di bidang pencegahan kebakaran.

Sub direktorat yang ada sangkut pautnya dengan keselamatan kerja di bawah direktorat tersebut membidangi keselamatan kerja mekanik, keselamatan kerja listrik, keselamatan kerja uap dan pencegahan kebakaran. Seksi-seksi di bawah keselamatan kerja mekanik adalah seksi mesin produksi, seksi pesawat tekanan, seksi pesawat transport dan angkut dan seksi pesawat umum. Di dalam sub direktorat keselamatan kerja mekanik terdapat seksi pembangkit listrik, seksi distribusi listrik dan seksi pesawat listrik.

Organisasi Tingkat Perusahaan

Organisasi keselamatan kerja di tingkat perusahaan ada dua jenis, yaitu

a. Organisasi sebagai bagian dari struktur organisasi perusahaan dan disebut bidang, bagian, dan lain-lain keselamatan kerja. Oleh karena merupakan bagian organisasi perusahaan, maka tugasnya kontinyu, pelaksanaanya menetap dan anggarannya sendiri. Kegiatan-kegiatannya biasanya cukup banyak dan efeknya terhadap keselamatan kerja adalah banyak dan baik.

b. Panitia keselamatan kerja, yang biasanya terdiri dari wakil pimpinan perusahaan, wakil buruh, teknisi keselamatan kerja, dokter perusahaan dan lain-lain. Keadannya biasanya mencerminkan panitia pada umumnya. Pembentukan panitia adalah atas dasar kewajiban undang-undang.

Tujuan keselamatan pada tingkat perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Pencegahan terjadinya kecelakaan

2. Pencegahan terhjadinya penyakit-penyakit akibat kerja.

3. Pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya terjadinya kematian akibat kecelakaan oleh karena pekerjaan.

4. Pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya cacat akibat pekerjaan.

5. Pengamatan material, konstruksi, bangunan, alat-alat kerja, mesin-mesin, pesawat-peawat, instalansi-instalansi, dan lain-lain.

6. Peningkatan produktifitas kerja atas dasar tingkat keamanan kerja yang tinggi.

7. Penghindaran pemborosan tenaga kerja, modal, alat-alat dan sumber produksi lainnya sewaktu bekerja.

8. Pemeliharaan tempat kerja yang bersih, sehat, aman, dan nyaman.

9. Peningkatan dan pengamanan produksi dalam rangka industrialisasi dan pembangunan. Berdasarkan pengamatan dan kajian terhadap implementasi TI, khususnya di perusahaan-perusahaan Indonesia, nampaknya hal yang menjadi kunci sukses utama adalah aspek leadership atau kepemimpinan dari seorang Presiden Direktur. Pimpinan perusahaan ini harus dapat menjadi “lokomotif” yang dapat merubah paradigma pemikiran (mindset) terhadap

orang-orang di dalam organisasi yang belum mengetahui manfaat strategis dari teknologi informasi bagi bisnis perusahaan.

Disamping itu, yang bersangkutan harus memiliki rencana strategis atau roadmap yang jelas terhadap pengembangan teknologi informasi di perusahaannya dan secara konsisten dan kontinyu disosialisasikan ke seluruh jajaran manajemen dan stafnya. Hal-hal semacam business plan, kebijakan (policy), masterplan, cetak biru, dan lain sebagainya dapat dijadikan sebagai alat untuk membantu manajemen dalam usahanya untuk mengembangkan TI secara holistik, efektif, dan efisien.

Tanggung jawab manajerial

Menurut Liang Gie (1982) dalam Maman Ukas (1999), bahwa kemampuan manajerial ( Managerial Competence) adalah: “Daya

kesanggupan dalam menggerakkan orang-orang dan menggerakkan fasilitas- fasilitas dalam suatu organisasi. Nilai dalam manajemen sangat menentukan oleh karena nilai demikian berkenaan dengan aktivitas pokok yaitu memimpin suatu organisasi yang bersangkutan. Nilai ini dikenakan terutama kepada manajer organisasi itu. Kadangkala daya kemampuan ini disebut juga atau dikatagorikan dalam kemahiran manajemen”.

Peter F Drucker yang dikutip dalam jurnal Muhamad Nursadik (2004) mengungkapkan bahwa “tugas utama dari seorang manajer profesional

adalah bagaimana meningkatkan customer (meningkatkan pelanggan). Dalam konsep ini dikatakan bahwa seorang manajer profesional yang pertama-tama harus diketahuinya adalah tujuan perusahaannya. Berangkat dari tujuan perusahaan tersebut semua stafnya harus mengetahui dengan jelas dan memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang kerjanya untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan”.

Tanggung jawab dari seorang manajer yang profesional adalah memberikan sugesti dan selalu mendengarkan dari staf kemungkinan penyelesaian masalah dalam suatu persoalan yang spesifik. Dan yang tak Tanggung jawab dari seorang manajer yang profesional adalah memberikan sugesti dan selalu mendengarkan dari staf kemungkinan penyelesaian masalah dalam suatu persoalan yang spesifik. Dan yang tak