Terapi medis dan non medis ruptur perine

Terapi medis dan non medis ruptur perinei

Penanganan Ruptur Perineum
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan
penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang
kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah
yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat
dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 2005). Prinsip
yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah :
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir
tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke
arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian
lapis luar.
b) Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.

c) Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum
dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir.
Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa
vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut
secara jelujur.
d) Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal
dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e) Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis
demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.

Klasifikasi rupture perineum
Laserasi perineum dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat laserasi yaitu:
1.
Derajat I : robekan hanya sebatas fourchette, Hymen, labia, kulit dan
mukosa vagina.


2.

Derajat II: termasuk otot vagina dan perineum, otot bulbokavernosus, dan
otot perineum transversal serta pada beberapa kasus pada pubokoksigeus
3.
Derajat III: sfingter anus dan septum rektovaginal
4.
Derajat IV: meluas sampai ke mukosa rektal, sfingter anus eksternal dan
internal.
Berikut ini adalah gambar derajat robekan perineum seperti yang telah diuraikan
diatas.

Gambar. Robekan Perineum Derajat Kedua
Sumber: Leeman et al, (2003)

Gambar . Robekan Perineum derajat keempat
Sumber: Leeman et al, (2003)
Teknik penjahitan

Teknik penjahitan robekan perineum disesuaikan dengan derajat laserasinya. Bagi

bidan tentunya harus menyesuaikan dengan wewenang bidan yang diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464 Tahun 2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, pada pasal 10 ayat 3 butir (b)
yaitu hanya luka jalan lahir derajat I dan II.
Prinsip penjahitan luka perineum dilakukan setelah memeriksan keadaan robekan
secara keseluruhan. Jika robekan terjadi pada derajat III dan IV, segera siapkan
tindakan rujukan, sebelumnya dilakukan tindakan penghentian perdarahan pada
robekan tingkat jika terjadi. Untuk mendiagnosa berapa derajat robekan dan
melakukan penjahitan memerlukan pencahayaan yang cukup.
Penggunaan benang jika dibandingkan antara catgut atau chromic, menggunakan
benang polyglactil (vicryl) akan lebih mudah menyerap dan mengurangi nyeri
perineum setelah penjahitan.
1.
Perbaikan robekan perineum derajat I dan II
Dalam tulisan ini akan memuat cara penjahitan luka perineum derajat I hingga
derajat IV tetapi lebih ditekankan pada derajat I dan II. Robekan derajat pertama
biasanya tidak memerlukan jahitan, tetapi harus dilihat juga apakah meluas dan
terus berdarah. Penggunaan anestesi diperlukan agar dapat mengurangi nyeri agar
ibu bisa tenang sehingga operator dapat memperbaiki kerusakan secara maksimal.
Berikut ini adalah tahapan penjahitan robekan perineum derajat I dan II.


Ibu ditempatkan dalam posisi litotomi, area bedah dibersihkan

Jika daerah apex luka sangat jauh dan tidak terlihat, maka jahitan pertama



ditempatkan pada daerah yang paling distal sejauh yang bisa dilihat kemudian
diikat dan ditarik agar dapat membawa luka tersebut hingga terlihat dan dapat
menempatkan jahitan kembali 1 cm diatas apex. Pastikan aposisi anatomis
khususnya pada sisa hymen.
Jahitan harus termasuk fascia rektovaginal yang menyediakan sokongan
pada bagian posterior vagina. Jahitan dilakukan sepanjang vagina secara
jelujur, sampai ke cincin hymen, dan berakhir pada mukos vagina dan fascia
rektovaginal, dapat dilihat gambar berikut.

Gambar. Mukosa vagina dan fascia rektovaginal
Sumber: Leeman et al, (2003)

Otot pada badan perineum diidentifikasi, dapat dilihat pada gambar berikut

ini.

Gambar. Penjahitan Laserasi Perineum derajat II
Sumber: Leeman et al, (2003)

Otot perineum transversal disambung dengan

jahitan

terputus

menggunakan benang vicryl 3-0 sebanyak 2 kali, demikian juga dengan otot
bulbokavernosus dijahit dengan cara yang sama. Gunakan jarum yang besar
untuk mendapatkan hasil jahitan yan baik. Ujung otot bulbokavernosus ditarik
kearah posterior kemudian kearah superior, dapat dilihat pada gambar berikut
ini.

Gambar. Penjahitan otot bulbokavernosus dengan cara terputus
Sumber: Leeman et al, (2003)



Jika robekan memisahkan fascia retrovaginal dari badan perineum,
sambungkan fascia dengan dua jahitan vertikal secara terputus dengan benang
vicryl, dapat dilihat pada gambar berkut ini.

Gambar 9 Penjahitan septum rektovaginal pada badan perineum
Sumber: Leeman et al, (2003)16

Daerah subkutan dijahit dengan kedalaman 1 cm dengan jarak antara 1 cm



untuk menutupi luka kutaneus. Jahitan kulit yang rapih ditentukan oleh aposisi
subkutis yang ditempatkan dengan baik.
Gunakan benang vicryl 4-0 untuk menjahit kulit. Mulailah penjahitan pada

bagian posterior dari apex kulit dengan jarak 3 mm dari tepi kulit.
2. Perbaikan robekan perineum derajat III dan IV



Apex dari mukosa rectum dan sfingter anus diidentifikasi, kemudian
dijahit dengan menggunakan benang vicryl 4-0 secara terputus, hati-hati agar

jahitannya tidak terlalu dalam sehingga tidak menembus saluran anal untuk
mencegah fistula. Anus bagian internal berwarna putih yang mengkilap,
dengan struktur fibrosa antara mukosa rektal dan sfingter anus eksternal, dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar. Mukosa rektal dan Spincter anus eksternal
Sumber: Leeman et al, (2003)

Sfingter ditarik secara lateral, tempatkan allys klem pada ujung otot agar


mudah diperbaiki.
Sfingter anus diakhiri dengan jahitan kontinyu dengan menggunakan



benang vicryl 2-0.

Sfingter ani eksternal terlihat seperti berkas otot skeletal dengan kapsul

fibrous. Allis klem ditempatkan pada setiap ujung spincter anus, kemudian
jahitan dilakukan pada pukul 12,3,6 dan 9 dengan menggunakan benang
polydiaxanone 2-0 (absorbi yang agak lambat) untuk memungkinkan kedua
ujung sfingter membentuk scar secara bersamaan.
Bukti penelitian menunjukan bahwa sambungan dari ujung ke ujung pada sfingter
tidak memberikan sambungan anatomis yang baik, dan buruknya fungsi sfingter
dikemudian hari jika ujungnya beretraksi. Teknik jahitan ujung ke ujung dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 11. Sambungan Spincter anus dari ujung ke ujung
Sumber: Leeman et al, (2003)

Teknik lain adalah sambungan secara tumpang tindih pada sfingter anal
eksternal. Teknik ini menjadikan lebih banyak lipatan pada perineal dan fungsi
spincter yang lebih baik. Para ahli lebih banyak yang memilih teknik ini, dapat
dilihat pada gambar berikut.
.


Gambar. Sambungan spincter anus secara overlapping
Sumber: Leeman et al, (2003)


Anus harus dapat dimasuki satu jari setelah otot-otot sfingter




dipertemukan kembali
Instroitus vagina juga harus dapat dimasuki dua jari pada akhir perbaikan
Kulit disatukan dengan jahitan subkutan seperti pada perbaikan derajat

satu dan dua.
Perawatan luka perineum

Meskipun belum banyak referensi yang memberikan informasi tentang perawatan
perineum setelah perbaikan robekan karena persalinan, dibawah ini adalah
perawatan perineum yang dapat dilakuan ibu antara lain:





Sitz bath dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri
Analgesia yang adekuat seperti ibuprofen dengan resep dokter
Jika ibu akan merasa nyeri yang berlebihan, sebaiknya diperiksa





secepatnya karena nyeri adalah gejala yang umum dari infeksi
Diet rendah serat
Terapi laxansia diperlukan terutama bagi robekan derajat III dan IV
Antibiotik diperlukan untuk mengurangi infeksi luka jahitan, gunakan



metronidazole dan antibotik dengan spectrum yang luas
Anjurkan tindakan SC untuk persalinan selanjutnya, jika persalinan

pervaginam dapat menyebabkan inkontinensia anal.

Sumber :
Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1994.
Leeman L, Spearman M, Rogers R. Repair of Obstetric Perineal Laceration.
American Family Physician [Internet]. 2003 17 March 2014. Available
from:http://www.aafp.org/afp/2003/1015/p1585.pdf.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1464/MENKES/PER/2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2010.
Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. 2005.