PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO BIAYA OPERASIONAL PENDAPATAN OPERASIONAL LOAN TO DEPOSIT RATIO DAN INTEREST RISK RATIO TERHADAP PERTUMBUHAN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN MANDIRI “PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO, BIAYA OPERASIONAL PENDAPATAN OPERASIONAL, LOAN TO DEPOSIT RATIO DAN INTEREST RISK RATIO TERHADAP PERTUMBUHAN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”.

Peneliti : Roy Hisar, SE, Ak, MM

Fakultas Ekonomi

UNIVERSITAS Esa Unggul Jakarta

2017

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Keberadaan industri perbankan sangat strategis bagi perekonomian nasional, baik di negara maju maupun negara berkembang. Peran strategis bank

tersebut antara lain mendukung kelancaran mekanisme pembayaran melalui jasa- jasa transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit serta fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman. Bank juga sangat dibutuhkan untuk memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal untuk mengatasi perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Selain itu, kemampuan bank untuk menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya (Mahmuddin Yasin, 2012: 184).

Salah satu fungsi bank yang dinilai paling penting adalah fungsi intermediasi (Mahmuddin Yasin, 2012: 184). Fungsi intermediasi adalah fungsi bank sebagai penghimpun dan penyalur dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus) kepada pihak yang memerlukan dana (defisit). Fungsi intermediasi ini akan berjalan dengan baik apabila kedua pihak (pihak surplus dan defisit) memiliki kepercayaan kepada bank.

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan mengeluarkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan mengeluarkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

Selain sebagai lembaga intermediasi, bank juga merupakan agen of trust, agen of development , dan agent of service. sebagai agent of trust bank bertanggung jawab atas aktivitasnya dalam menyimpan dan menyalurkan dananya kepada nasabah. Sebagai agent of development, bank melalui aktivitasnya sebagai lembaga intermediasi memudahkan pra pelaku ekonomi dalam mendapatkan dana untuk aktivitas investasi, produksi, distribusi, dan konsumsi. Sebagai agent of sevice , bank selain menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan lainnya kepada masyarakat seperti jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, dan sebagainya.

Sesuai dengan UU Perbankan tujuan perbankan adalah menunjang pelaksanaan pembangunan naisonal dalam upaya meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini menunjukkan perbankan mempunyai peran penting dalam hal penyediaan modal usaha bagi masyarakat sehingga dapat menggerakan sektor riil yang akan berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan nasional.

Menurut Indra Bastian (2006: 274) kinerja merupakan suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam skema perencanaan strategis (strategic planning) suatu organisai termasuk bank. Bagi bank, kinerja keuangan menunjukkan bagaimana pengelola menjalankan organisasinya dan mengakomodasi kepentingan bank, pemegang saham, nasabah, aktivitas moneter, maupun masyarakat umum yang aktivitasnya berhubungan dengan perbankan. Dengan menggunakan rasio keuangan, perusahaan dapat menilai kondisi keuangan perusahaan sehingga dapat dijadikan alat pengambil kebijakan. Selain itu, rasio keuangan juga dapat digunakan untuk memprediksi laba pada waktu mendatang.

Berdasarkan laporan keuangan, perusahaan akan membuat rasio keuangan. Berdasarkan rasio keuangan tersebut akan diketahui kinerja perusahaan saat itu sehingga dapat diprediksi kelangsungan usaha tersebut. Hal ini menunjukkan dari laporan keuangan dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan keadaan keuangan atau posisi keuangan, hasil yang telah dicapai dan perkembangan yang terjadi dari tahun ke tahun. Dari informasi tersebut pimpinan atau manajemen bank diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk mengambil kebijakan yang tepat untuk kelangsungan hidup banknya.

Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang ekonomi, bank memberikan laporan keuangan untuk menunjukkan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Salah satu pihak yang paling tertarik dengan Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang ekonomi, bank memberikan laporan keuangan untuk menunjukkan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Salah satu pihak yang paling tertarik dengan

Salah satu hal dari laporan keuangan yang bisa menjadi perhatian investor/calon investor adalah perolehan laba. Laba merupakan hasil kerja yang diperoleh dari kegiatan operasionalnya. Laba sering dipakai untuk pengambilan keputusan investasi dan rencana bank kedepannya. Laba yang terus meningkat akan memungkinkan bank memperluas aktivitas operasionalnya sehingga pendapatan meningkat, laba pun demikian.

Laba yang terus meningkat bagaimanapun merupakan bahwa bank tersebut telah dikelola dengan baik. Para investor tentunya berharap kalau laba perusahaan terus meningkat. Kondisi tersebut akan memancing investor lain untuk ikut berinvestasi. Dengan semakin banyak yang berinvestasi, bank akan memiliki tambahan modal yang dapat digunakan atau dialokasikan untuk perluasan usaha.

Dari sisi pencapaian rencana bisnis, hingga akhir tahun 2014 ekspansi usaha perbankan mangalami pertumbuhan sebesar 4,35% sedangkan jumlah kredit mengalami pertumbuhan mencapai 17,33%. Lalu, tingkat permodalan perbankan juga menunjukkan perkembangan yang cukup baik yang mendukung rencana ekspansi. Selanjutnya pada akhir tahun 2014 Capital Adequacy Ratio (CAR) yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank sebesar 19,51%. Angka ini meningkat jika Dari sisi pencapaian rencana bisnis, hingga akhir tahun 2014 ekspansi usaha perbankan mangalami pertumbuhan sebesar 4,35% sedangkan jumlah kredit mengalami pertumbuhan mencapai 17,33%. Lalu, tingkat permodalan perbankan juga menunjukkan perkembangan yang cukup baik yang mendukung rencana ekspansi. Selanjutnya pada akhir tahun 2014 Capital Adequacy Ratio (CAR) yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank sebesar 19,51%. Angka ini meningkat jika

Perkembangan di dunia perbankan yang pesat serta tingkat usaha yang tinggi dapat berpengaruh terhadap peforma suatu bank. Kompleksitas perbankan yang tinggi dapat meningkatkan risiko yang dihadapi oleh bank-bank. Diperlukan sistem pengendalian terhadap risiko yang meliputi seluruh aspek dalam perbankan agar kegiatan operasi bank tidak terganggu.

Tidak semua bank yang beroperasi di Indonesia dapat dikategorikan sehat. Sehat atau tidaknya dapat dilihat dari rasio keuangan yang dianailisis dari laporan keuangan. Banyak pihak yang berkepentingan dengan kondisi keuangan bank tersebut seperti pemilik bank, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, para investor, juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengaturan dan pengawasan bank.

Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian terhadap aspek yang berpengaruh terhadap kinerja suatu bank seperti Capital, Asset Quality, Management, Earning , dan Liquidity Sensitivity to market risk. Hal-hal itu akan tercermin pada rasio keuangan yang dihitung berdasarkan data laporan keuangan. Manfaat dari penilaian kesehatan bank, dapat digunakan sebagai salah satu sarana Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian terhadap aspek yang berpengaruh terhadap kinerja suatu bank seperti Capital, Asset Quality, Management, Earning , dan Liquidity Sensitivity to market risk. Hal-hal itu akan tercermin pada rasio keuangan yang dihitung berdasarkan data laporan keuangan. Manfaat dari penilaian kesehatan bank, dapat digunakan sebagai salah satu sarana

Hal ini menunjukkan pertumbuhan laba sangat tergantung operasionalisasi perusahaan. Hal itu akan tercermin dari laporan keuangan, yang efisien dan efektifnya dapat dilihat dari kinerja keuangan perusahaan yang tercermin paada rasio keuangan. Berikut ini perkembangan rasio keuangan dan pertumbuhan laba perusahaan umum selama tahun periode 2010-2014.

Tabel 1.1 Rasio Perbankan

19,2 13,8 Per Laba (%)

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (2015)

Data pada Tabel 1.1 diatas memperhatikan untuk rasio CAR mengalami peningkatan secara agregat dari tahun 2010-2014, yaitu dari 17,18% (Tahun 2010) menjadi 19,62% (tahun 2014). Namun hal itu tidak diikuti pertumbuhan laba yang justru mengalami fluktuatif dari 23,23% (tahun 2010) turun drastis menjadi -

27,67% (tahun 2011), lalu naik menjadi 14,23% (tahun 2012) dan 19,2% (tahun 2013) tetapi turun lagi menjadi 13,8% (tahun 2014). Hal ini tidak sesuai teori yang mengatakan bahwa nilai CAR berhubungan positif dengan pertumbuhan laba.

Demikian pula untuk rasio LDR, sepanjang tahun 2010-2014 secara keseluruhan mengalami pertumbuhan yang positif dari 75,21% (tahun 2010) menjadi 90,14% (tahun 2014). Tetapi pada periode yang sama pertumbuhan laba mengalami fluktuasi dari 23,23% (tahun 2010) turun drastis menjadi -27,67% (tahun 2011), sempat naik menjadi 14,23 (tahun 2012) dan 19,2% (tahun 2013) tetapi turun lagi menjadi 13,8% (tahun 2014). Hal ini bertentangan dengan teori yang mengatakan bahwa semakin optimal LDR maka semakin tinggi kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit sehingga dapat meningkatkan laba. Sementara kenyataan memperlihatkan pertumbuhan laba fluktuatif.

Selanjutnya, secara teoritis semaikn rendah rasio BOPO menunjukan semakin efisien kinerja perbankan tersebut sehingga akan meningkatkan laba. Data pada tabel 1 diatas memperlihatkan bahwa rasio BOPO selama periode 2010-2014 memperlihatkan trend yang semakin menurun yaitu dari 86,14 % (tahun 2010) menjadi 77,27% (tahun 2014) artinya secara teoritis kinerja perbankan semakin efisien, dan kalau demikian mestinya laba semakin meningkat. Tetapi hal yang diperlihatkan pertumbuhan laba justru fluktuatif, bahkan menunjukkan trend semakin menurun.

Lalu rasio IRR, yang merupakan rasio yang dialami akibat dari perubahan suku bunga yang terjadi di pasaran dan pengaruhnya bagi pendapatan perusahan. Secara teoritis semakin tinggi rasio ini maka kemungkinan bank mengalami kerugian semakin rendah dengan demikian laba akan meningkat. Namun penurunan rasio ini ternyata tidak berbanding lurus dengan penurunan laba yang justru fluktuatif.

Fenomena yang diperlihatkan oleh data pada tabel 1.1 diatas menunjukkan ada banyak hal yang tidak sesuai dengan teori. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan pengujian lebih lanjut mengenai pengaruh rasio keuangan khususnya CAR, BOPO, LDR, dan IRR terhadap pertumbuhan laba.

Di Indonesia sesuai data dari Direktori Bank Indonesia tercatat ada 120 bank yang terdiri dari Bank BUMN, Bank Pembangunan Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Swasta Asing, dan Bank Campuran ( http://www.ojk.go.id/ ). Dari bank-bank tersebut yang telah melakukan Go-Public sebanyak 28 bank ( http://idx.go.id ). Mengingat bank yang go-public pasti telah memenuhi syarat termasuk kesehatan. Atas dasar pertimbangan tersebut maka objek penelitian ini adalah Bank Umum di Indonesia yang telah go-public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Menurut Taswan (2005:127), modal bank adalah dana yang diinvenstasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank di samping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter. Berdasarkan ketentuan Bank

Indonesia, pengertian modal bank dibedakan antara bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan kantor cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia. Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti (primary capital) dan modal pelengkap (secondary capital) (Dendawijaya, 2003:46).

Sedangkan dalam penilaian terhadap faktor permodalan (capital) meliputi penilaian terhadap tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan. Rasio untuk menilai permodalan ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR). Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surta berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain – lain (Dendawijya, 2003:122). Dengan kata lain, Capital adequacy ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan.

Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Sesuai ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah, maka CAR (Capital Adequacy Ratio) perbankan minimal harus 8% (Veithzal, 2012:469), bagi bank yang memiliki CAR di bawah 8% harus memperoleh perhatian dan penangganan serius untuk segera diperbaiki.

Rasio rentabilitas atau Biaya Operasional Pendapatan Operasional merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur pengaruh likuiditas, hutang, manajemen aset terhadap hasil opersi suatu perusahaan (Brigham dan Houston, 2013:146). Sedangkan menurut Veithzal (2012:480), Rasio rentabiltas perolehan dari investasi (penenaman modal) yang dinyatakan dalam persentase dari besarnya investasi. Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, rasio – rasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan keuangan bank (Dendawijaya, 2003:120).

Menurut (2008:52), aspek rentabilitas merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya apakah setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Aspek rentabilitas (earnings) meliputi penilaian terhadap komponen – komponen sebagai berikut :

1) Pencapaian return on asset (ROA), return on equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiesni bank.

2) Perkembangan laba operasional, diverifikasi pendapatan, penerapan prinsip akutansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek laba internasional.

Tujuan dari analisis ini untuk mengukur tingkat efisiensi dan profibilitas bank. Bank yang sehat adalah bank yang dari segi rentabilitas terus meningkat. Rentabilitas suatu bank dalam analisa CAMELS ini meliputi besarnya rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional bank (BOPO).

Aspek likuiditas atau Loan to Deposit Ratio sebagai kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban – kewajiban dalam jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo (Dendawijaya, 2003:116). Sedangkan menurut Indriyo Gitosudarmo (2012:215), likuiditas ialah kemampuan dari perusahaan untuk membayarkan kewajiban jangak pendek yang dimilikinya segera untuk dibayarkan.

Suatu bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua utang – utangnya terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai ( kasmir, 2008 : 51 ). Aspek likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen – komponen sebagai berikut :

1) Rasio aktiva / pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio ( LDR ), proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan.

2) Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management / ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan stabilotas pendanaan.

Bank harus dapat memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Loan to Deposit Ratio ( LDR) ( Veithzal, 2003 : 484 ).

Sensitivitas atau Interest Risk Ratio terhadap resiko pasar (Sensitivity to Market Risk ) merupakan penilaian dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif Sensitivitas atau Interest Risk Ratio terhadap resiko pasar (Sensitivity to Market Risk ) merupakan penilaian dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif

1) Modal dan cadangan yang dibentuk untuk mengcover suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi ( adverse movement ) suku bunga .

2) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement ) nilai tukar.

3) Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar, antara lain:

a) Pengawasn aktif dewan komisaris dan direksi bank terhadap potensi eksposur resiko pasar.

b) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalina resiko pasar serta sistem informasi manajemen resiko pasar.

c) Efektifitas pelaksanaan pengendalian intern terhadap ekspour resiko pasar termasuk kecukupan fungsi audit intern,

Dalam penelitian ini, variabel sensivtas to market menggunakan aspek market rsik dari modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga.

Pada umumnya perusahaan didirikan untuk memperoleh laba yang optimal dengan pengorbanan yang minimal. Untuk mencapai hal itu perlu adanya Pada umumnya perusahaan didirikan untuk memperoleh laba yang optimal dengan pengorbanan yang minimal. Untuk mencapai hal itu perlu adanya

Dalam konsep dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, income (penghasilan) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.

Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi di badan usaha dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempengaruhi badan usaha selama satu periode kecuali yang termasuk dari pendapatan (revenue) atau investasi oleh pemilik. Sedangkan menurut Soemarso, SR (2005: 230) laba adalah selisih lebih pendapatan atas beban sehubungan dengan kegiatan usaha.

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2012:12) “Penghasilan bersih (laba) sering digunakan sebagai ukuran kinerja atau dasar bagi ukuran yang lain seperti imbal hasil investasi(Return On Investment) atau laba per saham (Earning Per Share )”.Kinerja perusahaan merupakan hasil dari serangkaian proses dengan mengorbankan berbagai sumber daya.Adapun salah satu parameter penilaian kinerja perusahaan tersebut adalah pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan.Pada umumnya kinerja manajer perusahaan diukur dan dievaluasi berdasarkan laba yang diperoleh. Oleh karena itu, banyak manajer melakukan manajemen laba agar kinerja mereka terlihat baik. Tindakan tersebut dapat merugikan pemegang saham.Pemegang saham Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2012:12) “Penghasilan bersih (laba) sering digunakan sebagai ukuran kinerja atau dasar bagi ukuran yang lain seperti imbal hasil investasi(Return On Investment) atau laba per saham (Earning Per Share )”.Kinerja perusahaan merupakan hasil dari serangkaian proses dengan mengorbankan berbagai sumber daya.Adapun salah satu parameter penilaian kinerja perusahaan tersebut adalah pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan.Pada umumnya kinerja manajer perusahaan diukur dan dievaluasi berdasarkan laba yang diperoleh. Oleh karena itu, banyak manajer melakukan manajemen laba agar kinerja mereka terlihat baik. Tindakan tersebut dapat merugikan pemegang saham.Pemegang saham

Menurut Harahap (2009:113) “Laba adalah kelebihan penghasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi”. Sedangkan menurut Suwardjono (2008:464) “Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan di atas biaya (biaya total yang melekat dalam kegiatan produksi dan penyerahan barang/jasa)”.

Menurut Harahap (2009:310) “Pertumbuhan laba dihitung dengan cara mengurangkan laba bersih tahun ini dengan laba bersih tahun lalu kemudian dibagi dengan laba bersih tahun lalu”.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai kesehatan bank terhadap pertumbuhan laba. Judul penelitiannya “Pengaruh (BOPO, CAR, LDR, dan IRR) Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Perbankan Go-Public di Bursa Efek Indonesia ”

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti diatas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, yaitu:

1. Rasio Capital Adequacy Ratio ( CAR ) mengalami peningkatan secara agregat dari tahun 2010 ke tahun 2014, namun pertumbuhan laba justru mengalami penurunan dari tahun 2010 ke tahun 2014.

2. Loan to Deposite Ratio ( LDR ) mengalami peningkatan di tahun 2010 ke tahun 2014, namun pertumbuhan laba terjadi penurunan dari tahun 2010 ke 2014.

3. Rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional ( BOPO ) mengalami peningkatan di tahun 2013 ke tahun 2014, namun pertumbuhan laba terjadi penurunan dari tahun 2013 ke tahun 2014.

4. Interest Risk Ratio ( IRR ) mengalami penurunan di tahun 2010 ke tahun 2011, namun pertumbuhan laba di tahun 2010 ke tahun 2014 mengalami penurunan pula.

1.3. Pembatasan Masalah

Demi hasil identifikasi naskah diatas, peneliti memutuskan untuk membatasi penelitian pada pengamat tingkat kesehatan keuangan bank terhadap pertumbuhan laba pada bank yang telah go-public dan tercatat di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2012-2016.

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dijelaskan, maka identifikasi pembatasan masalah adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan perbankkan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2012-2016.

2. Perusahaan perbankan yang menerbitkan laporan keuangan secara berturut-turut periode tahun 2012-2016.

3. Perusahaan perbankan yang tidak mengalami perpindahan sektor industri selama periode tahun 2012-2016.

4. Perusahaan perbankan yang tidak mengalami delisting selama periode tahun 2012-2016.

Dalam hal ini dibatasi pada pengaruh rasio keuangan khususnya Capital Adequacy Ratio ( CAR ) , Biaya Operasional Pendapatan Operasional ( BOPO ), Loan to Deposite Ratio ( LDR ), dan Interest Risk Ratio ( IRR ) sebagai variabel bebas (Variabel Independen) dan Pertumbuhan Laba sebagai variabel terikat (Variabel Dependen).

1.4. Rumusan Masalah

Sesuai perbatasan masalah diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh Capital Adequacy Ratio ( CAR ), Loan to Deposite Ratio ( LDR ), Biaya Operasional Pendapatan Operasional ( BOPO ), dan Interest Risk Ratio ( IRR ) terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan bank yang go-public yang terdaftar di BEI periode tahun 2012- 2016 secara simultan.

2. Apakah terdapat pengaruh Capital Adequacy Ratio ( CAR ) terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan bank go-public yang terdaftar yang terdatar di BEI pada periode tahun 2012-2016 secara parsial.

3. Apakah terdapat pengaruh Loan to Deposite Ratio ( LDR ) terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan bank go-public yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2012-2016 secara parsial.

4. Apakah terdapat pengaruh rasio Biaya Operasional Pendapatan operasional ( BOPO ) terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan bank go-public yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2012-2016 secara parsial.

5. Apakah terdapat pengaruh Interest Risk Ratio ( IRR ) terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan bank go-public yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2012-2016 secara parsial.

1.5.Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengaruh Capital Adequacy Ratio ( CAR ), Loan to Deposite Ratio ( LDR ), Biaya Operasional Pendapatan Operasional ( BOPO ), dan Interest Risk Ratio ( IRR ) terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan bank go-public yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2012- 2016 secara simultan.

2. Untuk menganalisis pengaruh Capital Adequacy Ratio ( CAR ) terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan bank go-public yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2012-2016 secara parsial.

3. Untuk menganalisis pengaruh Loan to Deposite Ratio ( LDR ) terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan bank go-public yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2012-2016 secara parsial.

4. Untuk menganalisis pengaruh rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional ( BOPO ) terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan bank go-public yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2012-2016 secara parsial.

5. Untuk menganalisis pengaruh Interest Risk Ratio ( IRR ) terhadap Pertumbuhan Laba pada perusahaan bank go-public yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2012-2016 secara parsial.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Bagi Bank Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dan masukan bagi manajemen perbankan dalam rangka pengambilan keputusan dan kebijakan yang sesuai.

2. Bagi Investor dan Calon Investor yang akan menanamkan dananya kedalam investasi perusahaan perbankan.

3. Peneliti Peneliti dapat belajar melakukan penelitian sekaligus penulisan secara ilmiah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Kelangsungan Perusahaan ( Going Concern )

Going Concern merupakan kelangsungan hidup entitas. Dengan adanya Going Concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Jika auditor merasa yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan maka auditor harus melakukan beberapa hal sebagai berikut (SPAP: 2001), (1) memperoleh informasi mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak tersebut, dan (2) menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut akan dilaksanakan. Jika manajemen tidak memiliki rencana maka auditor akan memberikan opini disclaimer.

Going Concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti. Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan menuju ke arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan yang terbit di Going Concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti. Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan menuju ke arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan yang terbit di

PSA 30 menyatakan bahwa Going Concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis biasa, restrukturiasi utang, perbaikan operasi yang diperlukan dari luar atau kegiatan serupa lainnya. Going Concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya Going Concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang atau tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Suatu entitas dianggap Going Concern apabila perusahaan dapat melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan memenuhi kewajibannya dengan menjual aset dalam jumlah yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, merestukturisasi hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain. Hal yang demikan akan menimbulkan keraguan besar terhadap Going Concern perusahaan.

Suatu kegiatan usaha (bisnis) yang dijalankan oleh suatu perusahaan, tentulah memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh pemilik Suatu kegiatan usaha (bisnis) yang dijalankan oleh suatu perusahaan, tentulah memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh pemilik

1. Pemilik perusahaan menginginkan keuntungan yang optimal atas usaha yang dijalankannya.

2. Pemilik menginginkan usaha yang dijalankan nantinya tidak hanya untuk satu periode kegiatan saja. Artinya pemilik menginginkan usaha yang dijalankan memiliki umur yang panjang. Demikian juga pihak manajemen juga menginginkan kelangsungan hidup perusahaan yang relatif panjang.

3. Perusahaan tetap mampu untuk menghasilkan atau menyediakan berbagai jenis barang dan jasa untuk kepentingan masyarakat umum.

4. Usaha yang dijalankan akan dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat, baik yang berada dalam lingkungan perusahaan maupun di lingkungan luar perusahaan.Untuk memperoleh laba yang optimal guna menjaga kelangsungan hidup perusahaan dalam waktu yang relatif panjang, maka perlu bagi perusahaan untuk terus berupaya meningkatkan pertumbuhan labanya melalui rasio-rasio keuangannya.Perusahaan yang memperoleh laba yang optimal di setiap periodenya menunjukkan bahwa perusahaan tersebut terus mengalami pertumbuhan laba yang signifikan setiap periodenya.Pertumbuhan laba yang baik menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja dan juga kegiatan bisnis yang baik dalam menjaga rasio-rasio keuangannya. Maka dengan demikian akantercapai suatu kondisi perusahaan yang stabil dan going concern dalam usahanya. Menurut Suwardjono (2005:222) konsep kontinuitas 4. Usaha yang dijalankan akan dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat, baik yang berada dalam lingkungan perusahaan maupun di lingkungan luar perusahaan.Untuk memperoleh laba yang optimal guna menjaga kelangsungan hidup perusahaan dalam waktu yang relatif panjang, maka perlu bagi perusahaan untuk terus berupaya meningkatkan pertumbuhan labanya melalui rasio-rasio keuangannya.Perusahaan yang memperoleh laba yang optimal di setiap periodenya menunjukkan bahwa perusahaan tersebut terus mengalami pertumbuhan laba yang signifikan setiap periodenya.Pertumbuhan laba yang baik menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja dan juga kegiatan bisnis yang baik dalam menjaga rasio-rasio keuangannya. Maka dengan demikian akantercapai suatu kondisi perusahaan yang stabil dan going concern dalam usahanya. Menurut Suwardjono (2005:222) konsep kontinuitas

Menurut Hani et,. al. (2003) mendifinisikan going concern sebagai kelangsungan hidup suatu badan entitas atau badan usaha. Dengan adanya going concern maka suatu badan usaha dianggap mampu mempertahankan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Karena itu untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, perusahaan perlu mendayagunakan dengan optimal segala sumber daya yang dimiliki. Sehingga pada akhirnya perusahaan dapat terus menyediakan barang dan jasa bagi konsumennya, dapat membuka lapangan kerja dan juga secara khusus dapat meningkatkan taraf hidup pegawainya maupun masyarakat secara umum.

2.1.2 Kinerja Perusahaan Perbankan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja (performance) dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dicapai ataua prestasi yang diperlihatkan. Penilaian kinerja perusahaan bagi manajemen dapat diartikan sebagai prestasi yang dapat dicapai oleh perusahaan. Kinerja perusahaan merupakan pengukuran prestasi perusahaan yang ditimbulkan sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan manajemen yang kompleks dan sulit, karena menyangkut efektivitas pemanfaatan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja (performance) dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dicapai ataua prestasi yang diperlihatkan. Penilaian kinerja perusahaan bagi manajemen dapat diartikan sebagai prestasi yang dapat dicapai oleh perusahaan. Kinerja perusahaan merupakan pengukuran prestasi perusahaan yang ditimbulkan sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan manajemen yang kompleks dan sulit, karena menyangkut efektivitas pemanfaatan

Penilaiaan kinerja perusahaan dapat menggunakan parameter laba yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Laba merupakan salah satu indikator kinerja suatu perusahaan. Dalam hal ini laba dapat digunakan sebagai ukuran dari prestasi yang dicapai suatu perusahaan. Laba dapat menjadi signal positif mengenai prospek perusahaan di masa depan yang dapat mencerminkan kinerja perusahaan. Informasi mengenai laba perusahaan dapat diperoleh dari laporan keuangan yang dilaporkan oleh perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan penting dilakukan, baik oleh manajemen, pemegang saham, pemerintah, maupun pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan.

Dalam penelitian ini digunakan proksi pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberikan signal positif mengenai kinerja perusahaan. Pertumbuhan laba yang baik mencerminkan bahwa kinerja perusahaan juga baik. Karena laba merupakan indicator keberhasilan kinerja perusahaan, maka semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan mengindikasikan bahwa semakin baik kinerja perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa apabila rasio keuangan perusahaan baik, maka pertumbuhan laba perusahaan juga baik.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan ( PSAK ) No.31 (Revisi 2000) tentang bisnis perbankan, bank adalah badan usaha yang

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Dari definisi tersebut di atas dapat diartikan bahwa bank merupakan lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang mempunyai dana dengan pihak yang memerlukan dana. Selain itu bank juga merupakan lembaga yang berfungsi memerlancar lalu lintas pembayaran. Kegiatan pokok bank antara lain adalah menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan serta deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana.

Bank sebagai perusahaan perlu dinilai tingkat kesehatannya. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah bank dalam kondisi sehat, kurang sehat atau mungkin tidak sehat. Penilaian kesehatan bank akan berpengaruh terhadap kemampuan bank dan loyalitas nasabah terhadap bank yang bersangkutan.

2.1.3 Penilaian Kesehatan Keuangan Bank

Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan penilaian kualitatif terhadap faktor- faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap resiko pasar. Menurut Jumingan (2006:239), kinerja merupakan gambar prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek keuangan, aspek pemasaran, Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan penilaian kualitatif terhadap faktor- faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap resiko pasar. Menurut Jumingan (2006:239), kinerja merupakan gambar prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek keuangan, aspek pemasaran,

Penilaian kesehatan kinerja keuangan bank didasarkan pada sistem penilaian tingkat kesehatan bank dengan mencakup faktor CAMELS yang meliputi faktor, Capital, Asset, Manajemen, Earning, Liquidity, Sensivitas To Market. Hal ini sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004 tanggal 31 Mei 2004.

Kesehatan keuangan bank sebagai pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku dan mampu memenuhi semua kewajiban dengan baik dengan cara – cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku (Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, 2006:51). Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya mengacu pada prinsip kehati – hatian (Veithzal, 2012:465).

Kriteria kesehatan keuangan bank dikelompokkan atas empat tingkatan yaitu :

Tabel 2.1. Predikat Kesehatan Bank Nilai Kredit CAMEL

Predikat

81-100 Sehat 66<81

Cukup Sehat 51<66

Kurang Sehat

Tidak Sehat Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004

0<51

Penilaian tingkat kesehatan keuangan bank penting artinya bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia perbankan. Dengan penilaian tingkat kesehatan keuangan bank, diharapkan bank selalu dalam kondisi yang sehat sehingga tidak melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat yang berhubungan dengan dunia perbankan.

Rasio tingkat kesehatan keuangan bank dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Rasio Tingkat Kesehatan Keuangan Bank Uraian

Yang Dinilai

Rasio Bobot

Manajemen Modal 25%

Manajemen

Manajemen Aktiva Manajemen Umum Manajemen Rentabilitas Manajemen Likuiditas

NCM/CA

Likuiditas

Sumber : Dendawijaya (2003:143)

2.1.4 Capital Adequacy Ratio ( CAR/Rasio Permodalan )

Menurut Taswan (2005:127), modal bank adalah dana yang diinvenstasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank di samping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, pengertian modal bank dibedakan antara bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan kantor cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia. Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti (primary capital) dan modal pelengkap (secondary capital) (Dendawijaya, 2003:46).

Sedangkan dalam penilaian terhadap faktor permodalan (capital) meliputi penilaian terhadap tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan. Rasio untuk menilai permodalan ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR). Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surta berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain – lain (Dendawijya, 2003:122). Dengan kata lain, Capital adequacy ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan.

Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Sesuai ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah, maka CAR (Capital Adequacy Ratio) perbankan minimal harus 8% (Veithzal, 2012:469), bagi bank yang memiliki CAR di bawah 8% harus memperoleh perhatian dan penangganan serius untuk segera diperbaiki.

Adapun perhitungan Capital Adequacy Ratio (Dendawijaya: 2003:144):

CAR 

Jumlah Modal

Jumlah ATMR

Menurut Tawaf dalam Lilis Indriyani (2011), untuk mencapai CAR yang tinggi komponen modal harus besar sedangkan komponen ATMR harus efisien dan kecil. Oleh karena itu efisiensi pengelolaan jenis – jenis aktiva yang menjadi milik bank perlu diatur agar yang mengandung bobot resiko tinggi dan tidak produktif sebaiknya dikurangi.

2.1.5 Net Profit Margin (NPM)

NPM adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan setelah memperhitungkan semua biaya dan pajak penghasilan. Rasio ini berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. Hal ini mengindikasikan seberapa baik perusahaan dalam menggunakan biaya NPM adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan setelah memperhitungkan semua biaya dan pajak penghasilan. Rasio ini berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. Hal ini mengindikasikan seberapa baik perusahaan dalam menggunakan biaya

Laba Bersih Setelah Pajak

2.1.6 Biaya Operasional Pendapatan Operasional ( BOPO )

Rasio rentabilitas atau Biaya Operasional Pendapatan Operasional merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur pengaruh likuiditas, hutang, manajemen aset terhadap hasil opersi suatu perusahaan (Brigham dan Houston, 2013:146). Sedangkan menurut Veithzal (2012:480), Rasio rentabiltas perolehan dari investasi (penenaman modal) yang dinyatakan dalam persentase dari besarnya investasi. Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau Rasio rentabilitas atau Biaya Operasional Pendapatan Operasional merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur pengaruh likuiditas, hutang, manajemen aset terhadap hasil opersi suatu perusahaan (Brigham dan Houston, 2013:146). Sedangkan menurut Veithzal (2012:480), Rasio rentabiltas perolehan dari investasi (penenaman modal) yang dinyatakan dalam persentase dari besarnya investasi. Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau

Menurut (2008:52), aspek rentabilitas merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya apakah setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Aspek rentabilitas (earnings) meliputi penilaian terhadap komponen – komponen sebagai berikut :

3) Pencapaian return on asset (ROA), return on equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiesni bank.

4) Perkembangan laba operasional, diverifikasi pendapatan, penerapan prinsip akutansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek laba internasional.

Tujuan dari analisis ini untuk mengukur tingkat efisiensi dan profibilitas bank. Bank yang sehat adalah bank yang dari segi rentabilitas terus meningkat. Rentabilitas suatu bank dalam analisa CAMELS ini meliputi besarnya rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional bank (BOPO).

Rasio biaya (beban) opersional 

biaya operasiona l

 100 % pendapatan operasiona l

Sumber: (Dendawijaya, 2003:121)

2.1.7 Return On Aset (ROA)

ROA berguna untuk mengukur sejauh mana efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimilikinya (Siahan, 2004). Denda wijaya (2003: 120) menyatakan bahwa ROA menggambarkan kemampuan manajemen untuk memperoleh keuntungan (laba). Semakin tinggi ROA, semakin tinggi keuntungan perusahaan sehingga semakin baik pengelolaan aktiva perusahaan. Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196), ROA merupakan pengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih.

Return On Asset (ROA) digunakan investor dalam memprediksi laba dan memprediksi risiko dalam investasi, sehingga memberikan dampak pada kepercayaan investor terhadap perusahaan. Sehubungan dengan itu, manajemen termotivasi untuk melakukan praktik perataan laba agar laba yang dilaporkan tidak berfluktuatif sehingga dapat meningkatkan kepercayaan investor. Hal ini sesuai dengan teori political cost hypotesisi dalam positive accounting theory yang menyatakan bahwa manajemen perusahaan akan memilih prosedur-prosedur akuntansi yang dapat menunda pelaporan laba periode saat ini ke periode yang akan datang. Hal ini bertujuan untuk menghindari kewajiban pajak dan berbagai aturan yang tidak menguntungkan perusahaan.

Kelebihan Return On Assets (ROA) menurut Syamsuddin (2004: 58) yaitu: Kelebihan Return On Assets (ROA) menurut Syamsuddin (2004: 58) yaitu:

b) ROA dipergunakan sebagai alat mengukur profitabilitas dari masing-masing poduk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan menerapkan sistem biaya produksi yang baik, maka modal dan biaya dapat dialokasikan kedalam berbagai produk yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga dapat dihitung profitabilitas masing- masing produk.

c) Kegunaan ROA yang paling prinsip berkaitan dengan efisiensi penggunaan modal, efisiensi produksi dan efisiensi penjualan. Hal ini dapat dicapai apabila perusahaan telah melaksanakan praktik akuntansi secara benar.

ROA dapat di ukur dengan rumus sebagai berikut :

2.1.8 Loan to Deposit Ratio/Liquidity (LDR/Likuiditas)

Aspek likuiditas atau Loan to Deposit Ratio sebagai kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban – kewajiban dalam jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo (Dendawijaya, 2003:116).

Sedangkan menurut Indriyo Gitosudarmo (2012:215), likuiditas ialah kemampuan dari perusahaan untuk membayarkan kewajiban jangak pendek yang dimilikinya segera untuk dibayarkan.

Suatu bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua utang – utangnya terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai ( kasmir, 2008 : 51 ). Aspek likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen – komponen sebagai berikut :

3) Rasio aktiva / pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio ( LDR ), proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan.

4) Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management / ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan stabilotas pendanaan. Bank harus dapat memenuhi semua permohonan kredit yang layak

dibiayai. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Loan to Deposit Ratio ( LDR) ( Veithzal, 2003 : 484 )

jumlah kredit yang diberikan LDR   100 % total dana pihak ketiga

2.1.9 Interest Risk Ratio/Sensitivity To Market Risk ( IRR )

Sensitivitas atau Interest Risk Ratio terhadap resiko pasar (Sensitivity to Market Risk) merupakan penilaian dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensivitas terhadap resiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen – komponen sebagai berikut (Siamat , 2005 : 215 ) :

4) Modal dan cadangan yang dibentuk untuk mengcover suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi ( adverse movement ) suku bunga .

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT RAWAT INAP RSUD DI JAKARTA

0 0 8

1 DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI PENUTUPAN LOKALISASI TELEJU TERHADAP MARAKNYA PANTI PIJAT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KERESAHAN MASYARKAT DI KOTA PEKANBARU Mulia Sosiady Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sulthan Syarif Kasim Riau e

0 0 9

KELALAIAN BIROKRASI DAN KETIDAKADILAN PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA PEKANBARU

0 0 10

PENGARUH KOORDINASI VERTIKAL DAN HORIZONTAL TERHADAP EFEKTIFITAS KERJA PEGAWAI UIN SUSKA RIAU

0 0 10

I. PENDAHULUAN - PERAN BADAN PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN MAHASISWA DI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

0 0 10

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP ROA, ROE, DAN DER (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN DAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2013-2015)

0 0 12

1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang - PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP ROA, ROE, DAN DER (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN DAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2013-2015)

0 0 11

PENGARUH DIVIDEND PER SHARE (DPS), PRICE EARNING RATIO (PER) DAN CURRENT RATIO (CR) TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Kasus Pada Perusahaan Jasa Sub Sektor Property & Real Estate Yang Terdaftar Di BEI Periode 2012-2016)

0 0 9

PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA UNTUK PENGELOLA KOPERASI DI KECAMATAN SUKAMULYA,TANGERANG

0 1 24

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) MITRA BINAAN PT. JASA MARGA (PERSERO) TBK CABANG CAWANG TOMANG CENGKARENG (CTC)

0 0 37