Bisnis Lingkungan Hidup dan Etika (1)
BISNIS, LINGKUNGAN HIDUP, DAN ETIKA
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH
Etika Bisnis dan Profesi
yang dibina oleh Bapak Elly
oleh :
Anatasya Aulia A
130413615009
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
April 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kerusakan lingkungan merupakan masalah bersama yang harus
dipecahkan secara bersama-sama pula. Merebaknya kasus-kasus kerusakan
lingkungan mulai dari yang kecil sampai ke tahap yang bersifat serius
di indonesia merupakan dampak dari terakumulasinya kerusakan dalam jangka
waktu yang relatif lama. Berbagai faktor menjadi penyebab terjadinya kerusakan
lingkungan tersebut, mulai dari prilaku individu yang tidak care terhadap alam
sampai pada masalah yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi yang
mengekploitasi alam untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Masalah-masalah terkait antara bisnis dan kerusakan lingkungan
merupakan masalah kekinian yang patut diselesaikan sesegera mungkin,
khususnya di indonesia. Berbagai persoalan menyangkut kerusakan lingkungan
yang dilakukan oleh kalangan pebisnis kerap kali memiliki sangkut paut dengan
cara dan etika dalam menjalankan bisnisnya. Binis yang baik (good business)
adalah bisnis yang membawa banyak keuntungan jika di tinjau dari sektor
ekonomi, bisnis yang baik adalah bisnis yang menaati hukum serta peraturan yang
berlaku, juga merupakan bisnis yang baik jika baik secara moral dan etika dalam
aktivitas bisnisnya.
Maksimalisasi
keuntungan
merupakan
salah
satu
prinsip
dalam
kapitalisme, dalam pijakan teori ini segala cara dapat dilakukan untuk
memperoleh keuntungan yang sebenarnya (sesuai dengan prinsip ekonomi,
dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya berusaha memperoleh hasil yang
sebesar-besarnya). Efek dari mencari keuntungan yang sebesar-besarnya adalah
terjadinya eksploitasi tenaga kerja, ekploitasi lingkungan, serta konsumen.
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa masalah dalam krisis lingkungan hidup?
b. Bagaimanakah keterkaitan lingkungan hidup dan ekonomi?
c. Bagaimanakah hubungan manusia dengan alam?
d. Apakah dasar etika tanggung jawab terhadap lingkungan hidup?
e. Bagaimanakah implementasi tanggung jawab terhadap lingkungan hidup?
1.3 Tujuan Pembahasan
a. Mengetahui masalah dalam krisis lingkungan hidup.
b. Mengetahui keterkaitan lingkungan hidup dan ekonomi.
c. Mengetahui hubungan manusia dengan alam.
d. Mengetahui dasar etika tanggung jawab terhadap lingkungan hidup.
e. Mengetahui implementasi tanggung jawab terhadap lingkungan hidup.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
a. Terdapat enam masalah pokok yang menjadi pembahasan dalam dampak
pencemaran lingkungan akibat kegiatan bisnis dalam dimensi global yaitu
akumulasi bahan beracun, efek rumah kaca, perusakan lapisan ozon, hujan asam,
deforestasi dan penggurunan, dan keanekaan hayati.
b. Keterkaitan lingkungan hidup dengan ekonomi dilihat dalam beberapa perspektif
yaitu lingkungan hidup sebagai the commons, lingkungan hidup tidak lagi
eksternalitas, dan pembangunan berkelanjutan.
c. Terdapat dua tendensi dalam ekologi menyangkut dengan manusia, yaitu bahwa
hubungan manusia dengan alam dilihat melalui pendekatan teknokratis yang
memberikan dampak positif dan negatif dan pandangan modern tentang alam
adalah antroposentris dengan menempatkan manusia sebagai pusatnya, namun
untuk mengatasi krisis lingkungan hidup menggunakan pandangan ekosentris
dengan menempatkan alam sebagai pusatnya.
d. Terdapat 8 prinsip ekologi dalam hubungan manusia dengan alam, yaitu:
Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupunkehidupan
bukan manusiawi di bumi mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak tergantung
dari bermanfaat tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan manusia.
1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupunkehidupan
bukan manusiawi di bumi mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak
tergantung dari bermanfaat tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan
manusia.
2. Kekayaan dan keanekaan bentu-bentuk hidup menyumbangkan kepada
terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai sendiri.
3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk
memenuhi kebutuhan vitalnya.
3
4. Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocokkan
dengan dikuranginya secara substansial jumlah penduduk. Keadaan baik
kehidupan bukan manusiawi memerlukan dikuranginya jumlah penduduk itu.
5. Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusiawi kini terlalu besar,
dan situasi memburuk dengan cepat.
6. Karena itu kebujakan umum harus berubah. Kebijakan itu menyangkut
struktur-struktur dasar dibidang ekonomis, teknologis, dan ideologis. Keadaan
yang timbul sebagai hasilnya akan berbeda secara mendalam dengan strukturstruktur sekarang.
7. Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan (artinya
manusia dapattinggal dalm situasi-situasi yang bernilai inheren), dan bukan
berpegang pada standar kehidupan yang semakin tinggi. Akan timbul
kesadaran mendalam akan perbedaan antara big (kuantitas) dan great
(kualitas).
8. Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya berkewajiban secara
langsung dan tidak langsung untuk berusaha mengadakan perubahanperubahan yang perlu.
e. Dasar etika tanggung jawab terhadap lingkungan hidup adalah teori hak dan
deontologi, utilitarisme, dan keadilan.
f. Terdapat dua pertanyaan yang dipertanyakan dalam mengimplementasikan
tanggung jawab terhadap krisis lingkungan hidup, yaitu siapa yang membayar dan
bagaimana beban dibagi.
4
BAB III
KAJIAN EMPIRIS
3.1 Kasus Reaktor Nuklir di Chernobyl
Tanggal 26 April 1986, 22 tahun lalu, pukul 01.23 terjadi ledakan pada
Unit 4 PLTN Chernobyl. Peristiwa ini menggemparkan dunia karena
mengingatkan kembali pada ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki,
Jepang, saat berkecamuk Perang Dunia II yang menewaskan sekitar 220.000
orang.Trauma Hiroshima dan Nagasaki belum hilang dari ingatan orang, muncul
kembali peristiwa Chernobyl yang termasuk kecelakaan terbesar pada PLTN
selama kurang lebih 60 tahun. Berbagai media cetak dan elektronik sejagat
memberitakan tragedi itu secara beragam baik yang bersifat normatif, emosional,
ataupun bombastis.
Trauma yang melanda masyarakat di lokasi kejadian dan sekitarnya akibat
peristiwa Chernobyl menjadikan setiap tanggal 26 April pukul 01.23 lonceng
berdentang-dentang di Ukraina. Walaupun malam telah larut dan udara dingin,
namun warga tetap terjaga. Mereka meletakkan bunga dan lilin di monumen
korban bencana Chernobyl. Upacara yang sama digelar di Slavutych, Rusia, kota
yang didirikan untuk menampung para pekerja Reaktor Chernobyl. Upacara juga
diperingati di negara tetangga Ukraina, yaitu Belarus, yang ikut menderita akibat
bencana Chernobyl.
Reaktor Chernobyl jenis RBMK didirikan di atas tanah rawa di sebelah
utara Ukraina, sekitar 80 mil sebelah utara Kiev. Reaktor unit 1 mulai beroperasi
pada 1977, unit 2 pada 1978, unit 3 pada 1981, dan unit 4 pada 1983. Sebuah kota
kecil, Pripyat, dibangun dekat PLTN Chernobyl untuk tempat tinggal pekerja
pembangkit itu dan keluarganya. Tipe PLTN Chernobyl dirancang untuk
menghasilkan “plutonium” guna pembuatan senjata nuklir serta listrik. Tipe PLTN
berfungsi ganda seperti ini tidak ada di negara-negara Barat, seperti, AS dan
5
Prancis, yang merupakan negara pioner PLTN di samping Uni Soviet (pada waktu
itu) sebagai pioner pertama.
Secara garis besar, bencana Chernobyl dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pada 25 April 1986 reaktor unit 4 direncanakan dipadamkan untuk perawatan
rutin. Selama pemadaman berlangsung, teknisi akan melakukan tes untuk
menentukan apakah pada kasus reaktor kehilangan daya turbin dapat
menghasilkan energi yang cukup untuk membuat sistem pendingin tetap bekerja
sampai generator kembali beroperasi.
Proses pemadaman dan tes dimulai pukul 01.00 pada 25 April. Untuk
mendapatkan hasil akurat, operator memilih mematikan beberapa sistem
keselamatan, yang kemudian pilihan ini yang membawa malapetaka. Pada
pertengahan tes, pemadaman harus ditunda selama sembilan jam akibat
peningkatan permintaan daya di Kiev. Proses pemadaman dan tes dilanjutkan
kembali pada pukul 23.10 25 April. Pada pukul 01.00, 26 April, daya reaktor
menurun tajam, menyebabkan reaktor berada pada situasi yang membahayakan.
Operator berusaha mengompensasi rendahnya daya, tetapi reaktor menjadi tak
terkendali. Jika sistem keselamatan tetap aktif, operator dapat menangani
masalah, namun mereka tidak dapat melakukannya dan akhirnya reaktor meledak
pada pukul 01.30.
Kecelakaan PLTN Chernobyl masuk level ke-7 (level paling atas) yang
disebut major accident, sesuai dengan kriteria yang ditentukan INES (The
International Nuclear Event Scale). Di samping kesalahan operator yang
mengoperasikannya di luar SOP (standard operation procedure), PLTN
Chernobyl juga tidak memenuhi standar desain sebagaimana yang ditentukan oleh
IAEA (International Atomic Energy Agency). PLTN Chernobyl tidak mempunyai
kungkungan reaktor sebagai salah satu persyaratan untuk menjamin keselamatan
jika terjadi kebocoran radiasi dari reaktor. Apabila PLTN Chernobyl memiliki
kungkungan maka walaupun terjadi ledakan kemungkinan radiasi tidak akan
keluar ke mana-mana, tetapi terlindung oleh kungkungan. Atau bila terjadi
kebocoran tidak separah dibandingkan dengan tidak memiliki kungkungan.
6
Secara perinci, kecelakaan itu disebabkan, pertama, desain reaktor, yakni
tidak stabil pada daya rendah - daya reaktor bisa naik cepat tanpa dapat
dikendalikan. Tidak mempunyai kungkungan reaktor (containment). Akibatnya,
setiap kebocoran radiasi dari reaktor langsung ke udara. Kedua, pelanggaran
prosedur. Ketika pekerjaan tes dilakukan hanya delapan batang kendali reaktor
yang dipakai, yang semestinya minimal 30, agar reaktor tetap terkontrol. Sistem
pendingin darurat reaktor dimatikan. Tes dilakukan tanpa memberitahukan kepada
petugas yang bertanggung jawab terhadap operasi reaktor. Ketiga, budaya
keselamatan. Pengusaha instalasi tidak memiliki budaya keselamatan, tidak
mampu memperbaiki kelemahan desain yang sudah diketahui sebelum kecelakaan
terjadi.
Penilaian atas berbagai kelemahan PLTN Chernobyl menghasilkan
evaluasi internasional bahwa jenis kecelakaan seperti ini tidak akan mungkin
terjadi pada jenis reaktor komersial lainnya. Evaluasi ini ditetapkan demikian
karena mungkin berdasarkan analisis jenis reaktor lain yang memenuhi
persyaratan keselamatan yang tinggi, termasuk budaya keselamatan yang dimiliki
para operator sangat tinggi.
Pada 2003, IAEA membentuk “Forum Chernobyl” bekerja sama dengan
organisasi PBB lainnya, seperti WHO, UNDP, ENEP, UN-OCHA, UN-SCEAR,
Bank Dunia dan ketiga pemerintahan Belarusia, Ukraina, dan Rusia. Forum ini
bekerja untuk menjawab pertanyaan, “sejauh mana dampak kecelakaan ini
terhadap kesehatan, lingkungan hidup dan sosial ekonomi kawasan beserta
penduduknya.” Laporan ini diberi nama “Cherno- byl Legacy”.
Diperkirakan semula dampak fisik akan begitu dahsyat. Artinya, akan
menimbulkan korban jiwa yang luar biasa banyaknya. Namun, ternyata data
sampai dengan 2006, jumlah korban yang meninggal 56 orang, di mana 28 orang
(para likuidator terdiri dari staf PLTN, tenaga konstruksi, dan pemadam
kebakaran) meninggal pada 3 bulan pertama setelah kecelakaan, 19 orang
meninggal 8 tahun kemudian, dan 9 anak lainnya meninggal karena kanker
kelenjar gondok.
7
Sebanyak 350.000 likuidator yang terlibat dalam proses pembersihan
daerah PLTN yang kena bencana, serta 5 juta orang yang saat itu tinggal di
Belarusia, Ukraina, dan Rusia, yang terkena kontaminasi zat radioaktif dan
100.000 di antaranya tinggal di daerah yang dikategorikan sebagai daerah strict
control, ternyata mendapat radiasi seluruh badan sebanding dengan tingkat radiasi
alam, serta tidak ditemukan dampak terhadap kesuburan atau bentuk-bentuk
anomali.
Di sisi lain, hasil studi dan penelitian terhadap likuidator menunjukkan
bahwa “tidak ada korelasi langsung antara kenaikan jumlah penderita kanker dan
jumlah kematian per satuan waktu dengan paparan radiasi Chernobyl. Kemudian
pada 1992-2002 tercatat 4.000 kasus kanker kelenjar gondok yang terobservasi di
Belarusia, Ukraina, dan Rusia pada anak-anak dan remaja 0-18 tahun ketika
terjadi kecelakaan, termasuk 3.000 orang yang berusia 0-14 tahun. Selama
perawatan mereka yang kena kanker, di Belarusia meninggal delapan anak dan di
Rusia seorang anak. Yang lainnya selamat.
Berdasarkan laporan “Chernobyl Lecacy”, sebagian besar daerah
pemukiman yang semula mendapat kontaminasi zat radioaktif karena kecelakaan
PLTN Chernobyl telah kembali ke tingkat radiasi latar, seperti sebelum terjadi
kecelakaan. Dampak psikologis adalah yang paling dahsyat, terutama trauma bagi
mereka yang mengalaminya seperti stres, depresi, dan gejala lainnya yang secara
medis sulit dijelaskan.
Akibat kecelakaan itu, IAEA dan semua negara yang memiliki PLTN
membangun
konsensus
internasional
untuk
selalu
menggalang
dan
memutakhirkan standar keselamatan. Di sisi lain, pihak yang anti-PLTN telah
menggunakan isu kecelakaan di Chernobyl sebagai bahan kampanye untuk
menolak kehadiran PLTN, termasuk di Indonesia, dengan berbagai informasi
yang keliru karena ketidaktahuan akan kebenaran informasi sebab terjadinya
kecelakaan Chernobyl.
Belajar dari kecelakaan Chernobyl, IAEA telah menetapkan standar
tambahan untuk memperkuat syarat keselamatan yang tinggi bagi pembangunan
8
dan pengoperasian PLTN, antara lain, perbaikan desain sampai pada generasi ke4, aturan main dalam bentuk basic safety, dan berbagai konvensi keselamatan.
Selain itu dalam menanggulangi dampak yang ditimbulkan dari kasus ini, saat ini
telah dibangun semacam selubung pelindung di daerah Chernobyl. Pembangunan
selubung pelindung yang disebut New Safe Confinement (NSC) bagi blok
reruntuhan reaktor nuklir di Chernobyl bukan tanpa resiko. Setiap saat bunyi
alarm peringatan bisa berbunyi. Untuk kasus semacam itu, setiap orang di lokasi
pembangunan mengenakan masker pelindung pernapasan. Seberapa besar bahaya
radiasi di daerah dekat reaktor yang rusak tersebut, bisa dilihat dari insiden yang
terjadi Februari tahun ini. Hanya 100 meter dari lokasi pembangunan, tumpukan
salju meruntuhkan atap ruangan mesin seluas 600 meter persegi di blok reaktor.
Tingkat radiasi di sekitar reruntuhan kini ratusan kali lebih sedikit
dibanding setelah kecelakaan reaktor tahun 1986. Tapi tetap saja melebihi batas
nilai yang dibolehkan. Setiap pekerja tidak boleh bekerja lebih dari 15 hari dalam
satu bulan. Bukan hal mudah menjamin lokasi pembangunan yang bisa dibilang
cukup aman. Lantai dilapisi beton tebal yang diharapkan melindungi pekerja dari
radiasi dari bawah. Selubung pelindung baru ini dirancang untuk bertahan hingga
100 tahun. Politisi dan pakar berharap, setelahnya akan ada solusi bagi reruntuhan
radiasi yang masih tertimbun di bawah NSC. Setidaknya para pakar telah mulai
menyusun rencana untuk membongkar sarkofagus yang lama. Demikian ujar
Viktor Salisezki. Masalah pembiayaan yang belum jelas. Pembongkaran
konstruksi sarkofagus yang tidak stabil dan pekerjaan lanjutan di bawah selubung
pelindung yang baru harus dibiayai oleh pemerintah Ukraina sendiri. Kapan hal
ini bisa dilaksanakan, tergantung dari kondisi ekonomi dan keuangan negara
tersebut.
3.2 Kasus Kerusakan Lingkungan PT Newmont Minahasa Raya
Perusahaan tambang emas Newmont Minahasa Raya (NMR) adalah
perusahaan PMA (Penanam Modal Asing) yakni anak perusahaan Newmont Gold
Company, USA. Naskah kontrak karya PT NMR mendapat persetujuan Presiden
9
RI tanggal 6 November 1986 yang ditandatangani oleh Soeharto, bersama 33
naskah kontrak karya lainnya yang disetujui waktu itu. Wilayah konsensi dalam
kontrak karya meliputi 527.448 hektar di Desa Ratotok, Kecamatan Belang,
Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sejak tahun 1986 Newmont melakukan
eksplorasi dan mulai tahun 1996 mulai berproduksi.
Bermula dari beroperasinya PT. Newmont Minahasa Raya tersebut mulai
bermunculan masalah-masalah terutama yang berkaitan terhadap pencemaran dan
kerusakan terhadap lingkungan, yakni produksi ikan merosot sebesar 70 persen
dan penghasilan nelayan turun sebesar 50 persen (terjadi pada bulan Juli 1996,
hanya empat bulan setelah NMR mulai mengoperasikan pertambangan mereka),
jenis ikan yang berkurang (Setelah 1997, hanya tinggal 13 jenis ikan saja yang
sekarang bisa ditemukan, padahal sebelumnya terdapat 59 jenis ikan yang
ditemukan disekitar perairan teluk Buyat), sering ditemukan ikan mati secara
massal akibat keracunan, perubahan kontur perairan serta terjadi pendangkalan
akibat limbah yang terus menerus dibuang kelaut, kualitas air bersih masyarakat
menurun, dan yang paling parah adalah timbulnya penyakit-penyakit aneh yang
sebelum Newmont beroperasi tidak ditemukan.
Puncaknya ketika bermula pada tanggal 20 juli 2004, LSM Kelola
Sulawesi Utara menyatakan lebih dari 100 warga Buyat, Ratatotok diduga
menderita penyakit minamata akibat terkontaminasi logam berat Arsen (As) dan
Merkuri (Hg). Gejala minamata tersebut ditemukan berdasarkan hasil penelitian
sejumlah dokter Universitas Sam Ratulangi pada bulan Juli, disamping
pernyataan para nelayan yang harus melaut sejauh 5-6 mil untuk menghindari
pencemaran. Ikan yang diperoleh pun mengalami benjolan dan sejumlah warga
setempat menderita penyakit kulit, kejang dan benjolan. Hal inilah juga dialami
oleh salah seorang bayi yang bernama Andini Lenzun dan akhirnya meninggal
dunia. Pada hari yang sama, empat warga Buyat yang didampingi oleh LBH
Kesehatan, Yayasan Sahabat Perempuan, Yayasan Suara Nurani melaporkan
Menkes dan PT. NMR ke Mabes Polri. Karena Menkes membiarkan terjadinya
10
pencemaran sehingga warga Buyat mengalami sakit, cacat, dan meninggal.
Sementara PT. NMR dituntut karena telah melakukan pencemaran.
Pada tanggal 21 Juli 2004 Manager Lingkungan dan Presiden Direktur PT.
NMR serta Pelaksana Tugas Mineral dan Batu Bara ESDM menggelar konferensi
pers. PT. NMR membantah pihaknya telah mencemari Laut Buyat dengan alasan
selama ini pihaknya telah mematuhi standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Pihak PT. NMR menuding bahwa pencemarnya adalah penambangan
liar (PETI) dan akan melayangkan somasi pada pihak yang menyatakan pihaknya
telah melakukan pencemaran. Direktur Eksekutif Nasional WALHI menilai
pemerintah lambat dalam menyikapi kejadian tersebut. Seharusnya sebagai satusatunya pertambangan yang beroperasi di sana PT. NMR harus ditindak tegas dan
karena itu dalam waktu dekat pihaknya akan menggugat PT. NMR.
Pada 22 juli 2004, pemerintah memberangkatkan tim terpadu untuk
menyelidiki kasus pencemaran Teluk Buyat di Kabupaten Minahasa dan
Kabupaten Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara. Tim itu terdiri atas Mabes
Polri, Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral, serta Departemen Kesehatan. Mereka akan mencari fakta kasus dugaan
pencemaran lingkungan akibat limbah PT Newmont Minahasa Raya.
Penelitian lain dari dari Pusat Laboratorium Forensik Markas Besar
Kepolisian Negara RI (Puslabfor Mabes Polri) yang menyebutkan telah terjadi
pencemaran logam berat di Teluk Bayat, Minahasa, Sulawesi Utara. Tidak jauh
berbeda dengan temuan Polri, Tim yang dibentuk oleh Kementrian Lingkungan
Hidup (terdiri dari peneliti Eksekutif Indonesian Centre for Environmental Law
(ICEL), peneliti dari BPPT, LIPI, Universitas Sam Ratulangi, dan KLH) juga
mendapatkan hasil temuan yang sama bahwa telah terjadi pencemaran logam
berat di teluk buyat.
11
Akhirnya sesuai dengan rencana dan persetujuan Departemen Energi &
Sumber Daya Mineral (ESDM), PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR) akan
menghentikan pengolahan bijih emas pada 31 Agustus 2004. Namun pada 16
Februari 2006 telah terjadi kesepakatan antara pemerintah dan Newmont
Minahasa Raya melalui Perjanjian Itikad Baik (Good Will Agreement) dengan
salah satu klausul dalam perjanjian tersebut yakni PT. NMR memberi dana
sebesar 30 juta dolar AS (±Rp.300 miliar) untuk program pengembangan
masyarakat dan pemantauan lingkungan di Sulawesi Utara.
Dalam kasus pencemaran lingkungan PT Newmont Minahasa Raya ini,
perusahaan mau tidak mau harus bertanggung jawab pada lingkungan dan
masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab yang bisa diberikan perusahaan kepada
lingkungan dan masyarakt dalam konteks lingkungan hidup ini dapat berupa
memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada masyarakat dan instansi terkait.
a. Keadilan Kompensatoris (Compensatory Justice)
Berdasarkan keadilan ini perusahaan Newmont Minahasa Raya mempunyai
kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang
atau instansi yang dirugikan. Keadilan kompensatoris mengacu kepada
keadilan yang mesti diterima oleh individu atau sekelompok individu karena
individu atau sekelompok individu tersebut mendapat kerugian akibat
tindakan yang dilakukan oleh pihak lain. Dalam menerapkan prinsip keadilan
kompensatoris perlu diperhatikan beberapa hal, yakni tindakan yang
mengakibatkan kerugian harus salah atau disebabkan oleh kelalaian,
perbuatan seseorang harus sungguh-sungguh menyebabkan kerugian, dan
kerugian harus disebabkan oleh orang yang bebas.
b. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Selain beberapa teori yang telah diutarakan di atas, masih ada satu teori lagi
berkaitan dengan kerusakan dampak lingkungan oleh bisnis, yakni teori
tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab perusahaan adalah
12
tanggung jawabnya terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis.
Tanggung jawab sosial dimaksudkan untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan
perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung
rugi seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya.
13
BAB IV
PEMBAHASAN
4.2 Krisis Lingkungan Hidup
Dalam situasi yang sekarang ini melanda tidak hanya negara maju namun
juga negara berkembang, kegiatan bisnis menimbulkan berbagai kerusakan
lingkungan terutama pada lingkungan kawasan industri. Kawasan industri yang
biasanya hampir selalu dikelilingi kawasan penghunian yang padat menimbulkan
tidak hanya kerusakan lingkungan, bahkan berbagai penyakit yang mampu
merusak kesehatan penduduk di sekitarnya.
Kerusakan lingkungan yang terjadi pun tidak terbatas pada ruang lingkup
daerah yang memiliki kepadatan penduduk dimana banyak sekali kegiatan bisnis
yang dilakukan disana namun saat ini kerusakan lingkungan tersebut juga bisa
melanda daerah-daerah yang semula bersih tanpa pencemaran. Bahkan karena
inilah kerusakan lingkungan yang terjadi akibat kegiatan bisnis menjadi suatu
permasalahan dunia yang menggloba seiring dengan dampak lingkungan yang
terjadi di dunia.
Dikutip dari buku Pengantar Etika Bisnis, Kees Bertens (311)
mengemukakan terdapat enam masalah pokok yang menjadi pembahasan dalam
dampak pencemaran lingkungan akibat kegiatan bisnis dalam dimensi global,
diantaranya yaitu:
a. Akumulasi bahan beracun
Pembuangan limbah dan sisa industri
kimia yang dilakukan oleh
industri-industri dan kegiatan rumah tangga konsumsi mengakibatkan banyak
sekali permasalahan lingkungan terutama pada tanah dan air. Banyaknya hasil
pembuangan industri yang tanpa diolah lebih lanjut mengakibatkan
pencemaran tanah dan air yang kemudian hari dapat menyebabkan kematian
pada organism-organisme yang terdapat di dalamnya. Beberapa zat-zat kimia
yang digunakan industri seperti pestisida, fosfat, dan polystyrene merupakan
14
zat yang dapat merusak lingkungan dan merusak jaringan di dalam tubuh
pengonsumsinya. Pestisida yang digunakan pada industri produksi pangan
dapat masuk ke dalam rantai makanan, fosfat dalam detergen dapat
menambah populasi alga dalam air sungai sehingga mengurangi jumlah
oksigen dalam air yang kemudian berdampak pada kematian organisme air,
dan polystyrene yang sulit hancur secara alami dapat membebankan
lingkungan. Selain itu juga dalam industri PLTN yang dapat beresiko pada
lingkungan dan kesehatan manusia. PLTN menghasilkan limbah nuklir yaitu
plutonium yang mengandung radioaktivitas yang bertahan selama ribuan
tahun dan membahayakan kesehatan manusia karena mengakibatkan kanker,
keguguran, dan mutasi gen.
b. Efek rumah kaca
Green house effect atau efek rumah kaca merupakan penyebab dari
naiknya permukaan laut akibat suhu permukaan bumi yang tinggi.
Karbondioksida yang dilepaskan dari permukaan bumi tidak dapat
dipantulkan kembali ke luar atmosfer bumi dan sinar ultraviolet yang semakin
membuat bumi panas akibat alat pemantul yaitu lapisan ozon mengalami
penurunan jumlah. Karbondioksida yang bertahan dan tidak dapat dipantulkan
kembali inilah yang mengakibatkan es dan salju di kutub mencair dan
permukaan air laut naik. Karbondioksida ini terlepas dari pembakaran bahan
bakar fosil, gas yang dikeluarkan manusia, kotoran sapi. Namun
karbondioksida yang memegang peranan besar penyebab efek rumah kaca
adalah dari pembuangan kendaraan bermotor dan industri. Hal ini berdampak
pada daerah-daerah di pinggir laut yang akan tergenang air laut seperti
Belanda dan Bangladesh serta perubahan iklim dunia seperti kekeringan,
banjir, dan bencana alam lainnya.
c. Perusakan lapisan ozon
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, efek rumah kaca
disebabkan dari berkurangnya lapisan ozon yang memantulkan sinar
ulraviolet ke luar atmosfer bumi. Sinar ultraviolet yang masuk ke dalam bumi
15
harus disaring oleh ozon dan akan dipantulkan kembali ke luar atmosfer bumi.
Bila sinar ultraviolet tetap bertahan dalam bumi ini akan berdampak buruk
pada kehidupan di dalamnya. Sinar ultraviolet dapat mengakibatkan suhu
bumi yang meningkat dan radiasinya yang merusak kulit bahkan
menyebabkan kanker kulit, penyakit katarak, dan kerusakan bentuk kehidupan
lainnya.
d. Hujan asam
Acid rain atau hujan asam adalah hujan yang terbentuk dari gabungan
asam dalam emisi industri dan air hujan yang mencemari daerah yang luas.
Hujan asam ini dapat merusak hutan dan pohon-pohon yang tumbuh disana,
mencemari air danau, dan merusak gedung dengan kandungan zat asam yang
ada di dalamnya. Bagi manusia hujan asam ini dapat mengganggu kesehatan
pada saluran pernapasan dan paru-paru.
e. Deforestasi dan penggurunan
Semakin berkembangnya suatu bisnis dalam siklus hidupnya akan
mendorong bisnis itu untuk lebih produktif. Begitu pula dengan bisnis kayu
yang semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk yang
semakin banyak. Kayu merupakan barang yang laris dalam bisnis sehingga
para pebisnis berlomba-lomba menyediakan penawaran kayu. Namun
semakin berkembangnya bisnis ini tidak sejalan dengan pembuatan kembali
barang tersebut yaitu pohon. Teknologi yang modern pun menyediakan alat
untuk menebang pohon dengan cepat dan efisien menyebabkan hutan yang
semakin berkurang. Deforestasi besar-besaran ini berdampak besar pada
lingkungan kita. Salah satu fungsi hutan menyerap karbondioksida yang
dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan
efek rumah kaca menjadi tidak berjalan dengan maksimal. Bahkan bila
penebangan tersebut dilakukan dengan tidak sistematis bisa menyebabkan
erosi tanah yang pada akhirnya akan menyebabkan perguruan atau
desertification. Bila terus dilakukan, deforestasi pada jankgka panjang bisa
mengakibatkan perubahan ekstrim pada iklim dunia.
16
f. Keanekaan hayati
Yang dimaksudkan keanekaan hayati atau biodiversitas di sini adalah
jenis-jenis kehidupan yang ada di bumi. Keanekaan hayati pada masa depan
sangat dibutuhkan terutama pada spesies yang saat ini belum diketahui
manfaatnya, mungkin akan berguna pada masa depan. Salah satu akibat dari
kerusakan lingkungan adalah kepunahan banyak spesies yang ada. Maka bila
kerusakan habitat dan terutama penebangan hutan yang semakin banyak akan
mempercepat terjadinya kepunahan banyak spesies saat ini.
Namun
terkadang
aspek-aspek
yang
dibahas
menyangkut
krisis
lingkungan yang telah dibahas sebelumnya ini bisa jadi meleset dari perkiraan.
Para ahli biologi dan geofisika bisa jadi menyimpulkan bahwa kegiatan bisnis
terutama industri dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Namun pada
beberapa kasus justru sebaliknya. Pengeboran minyak yang dilakukan di Teluk
Meksiko justru membantu industri perikanan di sekitarnya. Dibangunnya
instalasi-instalasi pengeboran justru mempermudah ikan berkembang biak. Yang
perlu diperhatikan bukan pada apakah kegiatan industri berdampak buruk pada
lingkungan, namun dengan mengatasi dampak-dampak buruk akibat kegiatan
industri. Isu kerusakan lingkungan akibat industri ini telah menjadi isu
mengglobal yang harus dipandang sebagai masalah global dan ditangani secara
global pula.
4.2 Lingkungan Hidup dan Ekonomi
a. Lingkungan hidup sebagai “the commons”
Lingkungan hidup sebagai “the commons” sering dilakukan sejak
Professor Garret Hardin dari Universitas Harvard menulis artikelnya “The
Tragedy of The Commons”. Dalam pengandaian ini, lingkungan hidup
dianggap sebagai ranah umum atau kepemilikan umum. The commons adalah
ladang umum yang dulu dapat ditemukan dalam banyak daerah pedesaan di
Eropa dan dimanfaatkan secara bersama-sama oleh semua penduduknya.
Menurutnya,
masalah
lingkungan
17
hidup
dan
kependudukan
dapat
dibandingkan dengan menghilangnya the commons. Maka diperlukan suatu
jalan keluar yang membatasinya yaitu “freedom in a commons brings ruin to
all” – membatasi kebebasan individu dan memberikannya pada kepentingan
umum.Dalam kehidupan modern, the commons dengan bertambahnya jumlah
penduduk tidak bisa dipertahankan lagi melainkan diprivatisasi pada
penduduk perorangan. Sehingga mulai muncul perubahan sosial-ekonomi
yang besar di kalangan masyarakat, dengan adanya orang kaya (the landlords)
yan memprivatisasi pemilikan tanah. The tragedy of the commons dapat
dipadang sebagai kebalikan dari The invisible hands milik Adam Smith.
Karena, bila semua orang mengejar kepentingan dan ambisinya sendiri, yang
didapat bukan kemakmuran umum namun justru kehancuran bersama.
b. Lingkungan hidup tidak lagi eksternalitas
Dalam pengandaian ini, lingkungan hidup dianggap sebagai sumbersumber daya alam yang tidak terbatas. Walaupun pada kenyataannya jumlah
sumber daya alam memiliki kuantitas yang besar namun komponen di
dalamnya merupakan hal yang terbatas. Sumber daya alam pun bisa
mengalami kelangkaan. Bahkan yang awalnya dapat kita peroleh secara gratis
bisa jadi harus kita bayar untuk mendapatkannya suatu saat nanti. Kini
environmental economics sudah menjadi cabang ilmu ekonomi yang
penting.Eksternalitas adalah faktor- faktor yang bersifat ekonomis tapi tetap
tinggal di luar perhitungan ekonomis. Karena sumber daya alam yang berubah
menjadi barang langka dan harus diberi harga ekonomis, maka lingkungan
hidup bukan lagi hal yang eksternalitas.
c. Pembangunan berkelanjutan
Pertumbuhan ekonomi yang terus menerus tidak mungkin dicocokkan
dengan keadaan terbatas sumber daya alam terutama pada sumber-sumber
yang tidak dapat diperbaharui. Ini memicu perlunya pembatasan pertumbuhan
penduduk. Ekonomi harus mempertimbangkan adanya zero growth atau
pertumbuhan nol atau pertumbuhan tidak sama sekali. Sustainable
development mampu mengubah pandangan mengenai pertumbuhan penduduk
18
yang bertentangan dengan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan
memberikan jembatan kepada keduanya dengan memungkinkan pertumbuhan
ekonomi asalkan prospek ekonomi (lingkungan hidup) berkualitas sama.
4.3 Hubungan Manusia dengan Alam
Masalah lingkungan hidup menimbulkan suatu cabang filsafat baru yang
berkembang dengan cepat, yaitu filsafat lingkungan hidup. Di sini dibuka
beberapa perspektif yang sama sekali baru, karena dalam refleksi filosofis selama
ini belum pernah terpikirkan. Beberapa unsur dari filsafat lingkungan hidup perlu
dibahas, sebab berkaitan erat dengan etika lingkungan hidup. Yang paling penting
adalah pergeseran paradigma dalam menyoroti hubungan antara manusia dan
alam.
Salah satu ciri khas dari sikap manusia modern adalah usahanya untuk
menguasai dan menaklukkan alam. Alam dipandang bagaikan binatang buas yang
perlu dijinakkan oleh manusia. Tujuan itu tercapai dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Cara mendekati alam ini dapat disebut sikap teknokratis. Berkat cara kerja
teknokratisnya manusia modern memang berhasil memperoleh banyak sekali
manfaat. Bagi yang bisa membayar, hidup modern menjadi jauh lebih nyaman
daripada hidup di zaman pramodern. Kita ingat saja pemakaian lemari es, alat
penyejuk (AC), transportasi, telekomunikasi dan seribu satu fasilitas lain bagi
yang dulu tidak mungkin dibayangkan.
Sekarang disadari bahwa kita harus meninjau kembali hubungan manusia
dengan alam. Manusia tidak terpisah dari alam, apalagi bertentangan dengan
alam, ia termasuk alam itu sendiri seperti setiap makhluk hidup lain. Pada
dasarnya manusia adalah sebagian alam. Persatuannya dengan alam itu tidak
pernah boleh dilupakan. Pandangan modern tentang alam adalah antroposentris,
karena menempatkan manusia dalam pusatnya. Pandangan baru yang kita
butuhkan bila kita ingin mengatasi krisis lingkungan, harus bersifat ekosentris,
karena menempatkan alam dalam pusatnya.
19
Aliran
dalam
filsafat
lingkungan
yang
dengan
paling
radikal
mengemukakan pandangan ini adalah deep ecology. Gagasan deep ecology ini
untuk pertama kali dikemukakan oleh filsuf Norwegia, Arne Naess, pada suatu
kongres filsafat dan kemudian dipublikasikan dalam bentuk artikel. Deep ecology
sangat menekankan kesatuan alam. Semua makhluk hidup termasuk manusia,
tercantum dalam alam menurut relasi-relasi tertentu. Setiap makhluk hidup
menjadi sebagaimana adanya, karena interaksi dengan semua makhluk hidup lain
dan dengan lingkungannya. Dari situ disimpulkan bahwa semua makhluk
mempunyai nilai tersendiri, karena yang satu tidak mungkin hidup tanpa yang
lain. Hal itu kadang-kadang disebut biospherical egalitarianism, yang tentu
menjadi kontroversial, bila dimaksud bahwa semua makhluk hidup mempunyai
nilai yang sama.
Deep ecology harus dibedakan dari shallow ecology, ekologi dangkal.
Ekologi dangkal itu tidak pernah sampai pada akar masalah-masalah lingkungan
hidup. Ia akan berusaha melestarikan lingkungan, supaya bermanfaat terus untuk
manusia. Ia masih tercantum dalam suasana antroposentrisme. Ia hanya mengakui
best nilai instrumental dari alam. Buat ekologi-dalam, alam mempunyai nilai
intrinsik, artinya nilai sendiri, tak tergantung dari faktor luar.
Dengan menekankan nilai intrinsik dari alam, ekologi-dalam sudah
menginjak wilayah etika. Dapat dimengerti juga, kalau ekologi-dalam tidak
membatasi diri pada teori saja, tapi mengajak para peminat untu melibatkan diri
dalam aksi yang kadang-kadang cukup radikal. Antara lain ada yang ingin
berpegang teguh pada gagasan nature knows best, sehingga menolak dengan tegas
setiap intervensi manusia dalam alam, khususnya manipulasi genetik. Yang
menarik perhatian adalah 8 prinsip ekologi-dalam yang dirumuskan oleh dua
pengarang Amerika. Daftar 8 prinsip ini bisa dilihat sebagai pandangan yang ratarata dianut oleh pendukung ekologi-dalam.
1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupunkehidupan
bukan manusiawi di bumi mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak
20
tergantung dari bermanfaat tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan
manusia.
2. Kekayaan dan keanekaan bentu-bentuk hidup menyumbangkan kepada
terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai sendiri.
3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk
memenuhi kebutuhan vitalnya.
4. Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocokkan
dengan dikuranginya secara substansial jumlah penduduk. Keadaan baik
kehidupan bukan manusiawi memerlukan dikuranginya jumlah penduduk itu.
5. Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusiawi kini terlalu besar,
dan situasi memburuk dengan cepat.
6. Karena itu kebujakan umum harus berubah. Kebijakan itu menyangkut
struktur-struktur dasar dibidang ekonomis, teknologis, dan ideologis. Keadaan
yang timbul sebagai hasilnya akan berbeda secara mendalam dengan strukturstruktur sekarang.
7. Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan (artinya
manusia dapattinggal dalm situasi-situasi yang bernilai inheren), dan bukan
berpegang pada standar kehidupan yang semakin tinggi. Akan timbul
kesadaran mendalam akan perbedaan antara big (kuantitas) dan great
(kualitas).
8. Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya berkewajiban secara
langsung dan tidak langsung untuk berusaha mengadakan perubahanperubahan yang perlu.
Banyak pandangan ekologi-dalam itu pantas dihargai secara positif,
menurut hemat kami, manusia memang bisa dianggap sebagai sebagian alam.
Pandangan ekosentris adalah benar, sejauh manusia tidak mungkin dilepaskan dari
alam. Perlu diakui pula bahwa alam mempunyai nilai intrinsik, yang tidak
tergantung pada manfaatnya untuk manusia. Dan gaagsan ini pasti punya
konsekuensi besar untu etika. Khususnya etika bisnis harus memikirkan
21
kedudukan alam sebagai stakeholder, di samping stakeholders lain yang sudah
disebut sebelumnya.
4.4 Dasar Etika Tanggung Jawab terhadap Lingkungan Hidup
a. Hak dan deontologi
Dalam artikelnya, William T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa
setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang memungkinkan untuk
hidup dengan baik. Dalam teori deontologi menyebutkan bahwa manusia
selalu harus diperlakukan juga sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah
sebagai sarana belaka. Manusia memiliki hak sekaligus kewajiban untuk
memiliki hidup dalam lingkungan yang berkualitas namun juga bertanggung
jawab terhadap generasi sesudah kita dan keanekaragaman hayati, bukan pada
hak mereka.
b. Utilitarisme
Teori utilitarisme menyediakan dasar moral bagi tanggung jawab
manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Bahkan teori ini bisa
memberikan jalan keluar pada masalah atas hak lingkungan hidup. Teori
utilitarisme menyebutkan bahwa suatu perbuatan atau aturan yang baik bila
membawa
keuntungan
pada
jumlah
orang
yang
banyak
dengan
memaksimalkan manfaat. Sehingga sudah jelas bahwa pelestarian lingkungan
hidup bermanfaat bagi banyak orang bahkan generasi yang selanjutnya.
c. Keadilan
Dasar pada tanggung jawab melestarikan lingkungan juga adalah
tuntutan etis yang mengharuskan keadilan. Dalam konteks lingkungan hidup
yang digunakan adalah prinsip keadilan distributif dimana keadilan yang
mewajibkan untuk saling membagi dengan adil. Hal ini dapat dilaksanakan
dengan berbagai cara, diantaranya yaitu:
1. Persamaan
Dalam sebagian besar kegiatan bisnis dapat kita lihat kesenjangan
hasil yang didapat dalam sebuah bisnis. Dengan mengeksploitasi kekayaan
22
alam para pemilik usaha bisa mendapat keuntungan banyak. Namun di sisi
lain para orang kurang mampu justru mendapatkan kerugian dalam bisnis.
Seperti masyarakat yang tinggal dalam lingkungan industri kimia,
kerusakan lingkungan hidup akan banyak mereka rasakan. Hal inilah yang
dianggap tidak adil. Pada konteks persamaan di keadilan distributif semua
orang memiliki perlakuan yang sama. Sehingga lingkungan hidup harus
dilestarikan dan pemanfaatannya dengan menggunakan cara persamaan.
2. Prinsip penghematan adil
”the just savings principle” artinya kita harus menghemat dalam
memakai sumber daya alam, sehingga nantinya masih tersisa cukup untuk
generasi-generasi yang akan datang. Keadilan hanya menuntut bahwa kita
meninggalkan sumber-sumber energi alternatif bagi generasi yang akan
datang. Dalam prinsip penghematan adil, kita wajib mewariskan
lingkungan hidup seperti yang ada saat ini agar mereka bisa hidup pantas
seperti yang kita rasakan saat ini. Sehingga semua generasi akan
menerima prinsip prnghematan adil sebagai cara yang adil untuk
membagi.
3. Keadilan sosial
Keadilan sosial berbeda dengan keadilan individu dimana
pelaksanaan keadilan tidak bergantung pada kemauan orang tertentu
melainkan pada struktur-struktur yang ada dalam masyarakat. Seperti
menggunakan sepeda atau berjalan kaki ke suatu tempat untuk
mengurangi efek rumah kaca itu tidak membantu selama masih ada jutaan
orang tetap menggunakan kendaraan bermotor. Permasalahan lingkungan
tidak bisa diselesaikan hanya dalam lingkup individu, nasional, bahkan
regional. Permasalahan ini telah mencapai global. Langkah-langkah
sederhana memang tidak mempunai banyak arti dalam skala yang kecil,
namun bila dilaksanakan bersama-sama akan mencapai kemajuan besar
dalam memperbaiki dan melestarikan lingkunga hidup.
4.5 Implementasi Tanggung Jawab terhadap Lingkungan Hidup
23
Apabila suatu kegiatan bisnis hanya bisa memberikan efek negatif, salah
atu tindakan radikal yang bisa diambil adalah dengan melarang seluruh bentuk
kegiatan bisnis terutama industri. Namun hal seradikal ini bisa jadi merupakan hal
yang menentang suatu prinsip hak seseorang. Bahkan bila hak tersebut untuk
memenuhi kebutuhan hidup kita. Sangat diperlukan tanggung jawab moral untuk
melindungi lingkungan terhadap faktor-faktor lainnya.
a. Siapa harus membayar?
Terdapat dua jwaban untuk menjawab pertanyaan siapa yang harus
membayar seluruh akibat dari pencemaran lingkungan:
1. The polluter pays. Yang dimaksud dengan si pencemar membayar adalah
orang atau perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan harus
menanggung biaya untuk membersihkan pencemaran hingga kembali
seperti semula. Namun menentukan siapa yang membuat pencemaran dan
siapa yang mebuat pencemaran lebih banyak sangat sulit untuk ditentukan.
Apalagi bila pencemaran sudah terjadi sebelumnya dan dilakukan oleh
generasi sebelum kita. Kita akan sulit mengidentifikasi siapa yang harus
menanggungnya.
2. Those who will benefit from environmental improvement should pay the
cost. Yang dimaksud dengan yang ingin menikmati lingkungan bersih
harus menanggung biayanya adalah orang-orang yang berusaha menikmati
lingkungan yang bersih. Namun prinsip ini memiliki kesulitan apabila
seseorang membayar, namun di lain pihak ada yang tidak membayar
namun ikut menikmatinya. Prinsip ini tidak menghiraukan tanggung jawab
dan dianggap tidak adilsehingga tidak boleh dibebankan pada orang lain
saja.
Dalam konteks lingkungan hidup yang global seperti saat ini, masingmasing Negara memiliki andil dan tanggung jawab dalam melaksanakan
pelestarian lingkungan hidup tanpa terkecuali. Negara maju memiliki
tanggung jawab terbesar dalam melestarikan karena mereka mengakibatkan
pencemaran lingkungan lebih banyak dibanding negara lain.
24
b. Bagaimana beban dibagi?
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa setiap negara
memiliki tanggung jawab untuk membayar akibat pencemaran lingkungan,
kini muncul pertanyaan bagaimana pembayaran itu dibagi sehingga dapat adil
pada seluruh negara terutama pada setiap industri.
1. Pengaturan.
Cara pertama adalah membuat peraturan mengenai polusi dari
industri. Peraturan itu bisa melarang membuang limbah beracun dalam air
sungai atau laut dan menentukan denda bila peraturan itu dilanggar. Atau
peraturan bisa menetukan tingginya cerobong dan kuantitas emisi beracun
berapa boleh dibuang ke dalam udara melalui cerobong-cerobong itu dan
banyak
hal
lain
lagi.
Kekuatan
pengaturan
itu
adalah
bahwa
pelaksanaannya dapat dipaksakan secara hukum. Bagi yang melanggar ada
sanksinya. Dipandang dari sudut moral, bisa dikatakan juga bahwa
pengaturan ini cukup fair, karena diterapkan dengan cara yang sama
kepada semua industri.
Tetapi cara menangani masalah lingkungan ini mempunyai
beberapa kelemahan yang dapat disingkatkan sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kontrol terhadap peraturan-peraturan macam itu
menuntut tersedianya teknologi tinggi serta personel berkualitas
dan karena itu menjadi mahal. Instansi pengontrolan pemerintah
tidak mungkin menguasai seluk-beluknya begitu banyak industri
yang berbeda. Karena itu mudah terjadi kesalahan, sehingga dari
beberapa industri dituntut terlalu banyak, sedangkan industri lain
barangkali lolos dari pengontrolan yang tepat.
b. Pengontrolan efektif menjadi suatu kesulitan ekstra untuk negaranegara berkembang. Kalau negara industri maju sudah mengalami
banyak kesulitan dengan mengontrol peraturan lingkungan, apalagi
negara berkembang yang tidak cukup menguasai teknologi
25
canggih. Karena alasan finansial pula tidak dapat diharapkan
negara berkembang memiliki instansi pengontrolan yang efektif.
c. Di satu pihak pengaturan tentang lingkungan dapat diterapkan
dengan cara egalitarian untuk semua industri dan karena itu harus
dianggap fair. Tetapi di lain pihak situasi semua industri dan lokasi
tidak sama juga, sehingga penerapan norma-norma yang sama
kadang-kadang menjadi tidak efektif. Misalnya, bisa saja bahwa
cerobong-cerobong sebuah pabrik yang letaknya di pinggir laut
hampir tidak mengganggu kualitas udara, sedangkan cerobongcerobong dari seratus pabrik dekat tempat pemukiman padat sangat
mencemari udara, walaupun emisi masing-masing pabrik hanya
separuh dari pabrik pertama tadi.
d. Pengaturan di bidang polusi industri dapat menimbulkan suatu
sikap minimalistis pada bisnis. Mereka hanya berusaha untuk tidak
melanggar peraturan (kalau pengontrolan memang efektif), tapi
barangkali mereka bisa melakukan lebih banyak tanpa kerugian
ekonomis. Melalui pengaturan, bisnis tidak mendapat motivasi
kuat untuk berusaha optimal bagi kualitas lingkungan.
e. Kesulitan lain adalah bahwa pengaturan ketat bisa menimbulkan
efek negatif untuk ekonomi. Pabrik-pabrik yang tidak mungkin
memenuhi norma peraturan barangkali harus ditutup, sehingga
akan mengakibatkan pengangguran dan masalah ekonomis lain
untuk masyarakat bersangkutan. Bisa juga bisnis memindahkan
industri yang mengakibatkan polusi ke negara lain yang tidak
mempunyai peraturan tegas. Kalau begitu, pada taraf global tidak
ada perbaikan lingkungan sama sekali.
2. Insentif
Cara menangani biaya perbaikan lingkungan yang menemui lebih
banyak simpati pada bisnis adalah memberikan insentif kepada industri
yang bersedia mengambil tindakan khusus untuk melindungi lingkungan.
26
Misalnya, dengan memberikan bersyarat lunak, subsidi, pengurangan
pajak atau sebagainya, kepada industri yang memakai energi terbarukan
seperti energi angin, surya, panas bumi dan lain-lain. Atau insentif berupa
penghargaan bagi perusahaan yang mempunyaijasa khusus dalam
memperbaiki lingkungan. Kekuatan cara ini adalah bahwa peranan
pemerintah dengan itu dapat dikurangi dan inisiatif bebas dari bisnis
dimajukan. Bisnis tidak dipaksakan seperti dengan cara pertama. Dengan
demikian bisa dihindarkan juga penutupan perusahaan atau pemindahan
pabriknya ke tempat lain, karena tidak mampu memenuhi peraturan
tentang polusi.
Tetapi cara ini mempunyai juga beberapa kelemahan.
a. Metode ini akan berjalan perlahan-lahan. Padahal, banyak masalah
polusi yang disebabkan oleh industri harus segera diatasi dan tidak
boleh dibiarkan berlarut-larut.
b. Cara ini menguntungkan para pencemar. Mereka yang sudah lama
memproduksi barang yang ramah lingkungan tidak memperoleh
manfaat dari metode insentif ini. Apalagi, kontrol dari pihak
pemerintah di sini agak sulit dijalankan, sehingga insentif ini mudah
disalahgunakan atau tidak diterapkan pada semua perusahaan dengan
cara yang sama.
3. Mekanisme harga
Mereka yang mementingkan ekonomi pasar bebas, cenderung
memasang harga pada polusi yang disebabkan industri. Pabrik-pabrik
yang menyebabkan polusi harus membayar sesuai dengan kuantitas emisi
dan tingkatan pencemaran. Dengan kata lain, dipungut pajak lingkungan
dari industri yang besarnya sesuai dengan polusi yang disebabkan. Dengan
demikian mengakibatkan polusi menjadi sama dengan menambahkan
biaya produksi, sehingga harga produk menjadi lebih mahal dan
konkurensi dengan pesaing bertambah sulit. Secara otomatis bisnis akan
berusaha agar biaya produksinya serendah mungkin dan karena itu akan
27
berusaha pula agar polusi yang disebabkan oleh kegiatan ekonomisnya
seminimal mungkin. Cara berproduksi yang paling bersih menjadi juga
cara berproduksi yang paling murah.
Mekanisme harga ini memungkinkan lagi beberapa variasi sesuai
dengan situasi. Polusi di daerah di mana industri hanya sedikit, bisa
dibebankan dengan harga lebih rendah ketimbang polusi di daerah industri
padat. Dan di daerah industri padat di Eropa atau Amerika Serikat bisa
dipasang harga polusi lebih tinggi waktu musim panas, ketimbang musim
dingin, karena polusi waktu musim panas mempunyai dampak paling jelek
atas lingkungan.
Cara menangani biaya pencemaran ini mempunyai keuntungan
bahwa yang harus membayar di sini adalah si pencemar. Banyak ekonom
akan menyetujui cara ini, karena dengan demikian beban pada lingkungan
tidak lagi dijadikan suatu eksternalitas ekonomis tetapi dimasukkan dalm
biaya produksi. Secara teoritis, industri bisa diwajibakan membayar untuk
setiap polusi yang disebabkannya. Suatu kesulitan adalah mengukur
dengan persis kuantitas polusi dan tingkatan jeleknya suatu polusi. Tetapi
kesulitan ini secara teknis bisa diatasi.
Dibandingkan dengan para ekonom, para pejuang lingkungan (the
environmentalists) pada umumnya tidak begitu antusias tentang metode
ini, terutama para penganut deep ecology. Mereka menekankan bahwa
mengkalkulasikan biaya kerusakan lingkungan hidup ke dalam harga
produk secara implisit tetap mengizinkan polusi dan perusakan
lingkungan. Dengan demikian hanya toleransi ekonomis dari masyarakat
dipertimbangkan, bukan “toleransi” alam atau kemampuan alam untuk
membersihkan diri.
c. Etika dan hukum lingkungan hidup
Apa yang berlaku tentang etika bisnis pada umumnya, berlaku juga
mengenai masalah lingkungan hidup. Pebisnis belum tentu memenuhi normanorma etika, bila ia berpegang pada aturan-aturan hukum. Memang benar,
28
sebagian besar hukum mempertegas norma-norma etika tetapi hal itu tidak
berarti bahwa hukum menampung semua nilai dan norma etika. Etika secara
logis mendahului hukum dan refleksi etis selalu harus mendampingi dan
menilai hukum. Pebisnis juga belum tentu berlaku etis, bila ia berpegang pada
semua aturan hukum tentang lingkungan hidup. Perusakan lingkungan hidup
hingga tidak bisa diperbaiki lagi selalu harus dianggap tidak etis, juga kalau
tidak atau belum dilarang menurut hukum. Jika besok diberlakukan peraturan
hukum yang melarang membuang limbah industri dalam sungai, perusahaan
yang masih melakukannya hari ini tidak melanggar hukum. Tetapi dari segi
etika bagaimana? Atau bila cara berproduksi yang terte
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH
Etika Bisnis dan Profesi
yang dibina oleh Bapak Elly
oleh :
Anatasya Aulia A
130413615009
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
April 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kerusakan lingkungan merupakan masalah bersama yang harus
dipecahkan secara bersama-sama pula. Merebaknya kasus-kasus kerusakan
lingkungan mulai dari yang kecil sampai ke tahap yang bersifat serius
di indonesia merupakan dampak dari terakumulasinya kerusakan dalam jangka
waktu yang relatif lama. Berbagai faktor menjadi penyebab terjadinya kerusakan
lingkungan tersebut, mulai dari prilaku individu yang tidak care terhadap alam
sampai pada masalah yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi yang
mengekploitasi alam untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Masalah-masalah terkait antara bisnis dan kerusakan lingkungan
merupakan masalah kekinian yang patut diselesaikan sesegera mungkin,
khususnya di indonesia. Berbagai persoalan menyangkut kerusakan lingkungan
yang dilakukan oleh kalangan pebisnis kerap kali memiliki sangkut paut dengan
cara dan etika dalam menjalankan bisnisnya. Binis yang baik (good business)
adalah bisnis yang membawa banyak keuntungan jika di tinjau dari sektor
ekonomi, bisnis yang baik adalah bisnis yang menaati hukum serta peraturan yang
berlaku, juga merupakan bisnis yang baik jika baik secara moral dan etika dalam
aktivitas bisnisnya.
Maksimalisasi
keuntungan
merupakan
salah
satu
prinsip
dalam
kapitalisme, dalam pijakan teori ini segala cara dapat dilakukan untuk
memperoleh keuntungan yang sebenarnya (sesuai dengan prinsip ekonomi,
dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya berusaha memperoleh hasil yang
sebesar-besarnya). Efek dari mencari keuntungan yang sebesar-besarnya adalah
terjadinya eksploitasi tenaga kerja, ekploitasi lingkungan, serta konsumen.
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa masalah dalam krisis lingkungan hidup?
b. Bagaimanakah keterkaitan lingkungan hidup dan ekonomi?
c. Bagaimanakah hubungan manusia dengan alam?
d. Apakah dasar etika tanggung jawab terhadap lingkungan hidup?
e. Bagaimanakah implementasi tanggung jawab terhadap lingkungan hidup?
1.3 Tujuan Pembahasan
a. Mengetahui masalah dalam krisis lingkungan hidup.
b. Mengetahui keterkaitan lingkungan hidup dan ekonomi.
c. Mengetahui hubungan manusia dengan alam.
d. Mengetahui dasar etika tanggung jawab terhadap lingkungan hidup.
e. Mengetahui implementasi tanggung jawab terhadap lingkungan hidup.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
a. Terdapat enam masalah pokok yang menjadi pembahasan dalam dampak
pencemaran lingkungan akibat kegiatan bisnis dalam dimensi global yaitu
akumulasi bahan beracun, efek rumah kaca, perusakan lapisan ozon, hujan asam,
deforestasi dan penggurunan, dan keanekaan hayati.
b. Keterkaitan lingkungan hidup dengan ekonomi dilihat dalam beberapa perspektif
yaitu lingkungan hidup sebagai the commons, lingkungan hidup tidak lagi
eksternalitas, dan pembangunan berkelanjutan.
c. Terdapat dua tendensi dalam ekologi menyangkut dengan manusia, yaitu bahwa
hubungan manusia dengan alam dilihat melalui pendekatan teknokratis yang
memberikan dampak positif dan negatif dan pandangan modern tentang alam
adalah antroposentris dengan menempatkan manusia sebagai pusatnya, namun
untuk mengatasi krisis lingkungan hidup menggunakan pandangan ekosentris
dengan menempatkan alam sebagai pusatnya.
d. Terdapat 8 prinsip ekologi dalam hubungan manusia dengan alam, yaitu:
Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupunkehidupan
bukan manusiawi di bumi mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak tergantung
dari bermanfaat tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan manusia.
1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupunkehidupan
bukan manusiawi di bumi mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak
tergantung dari bermanfaat tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan
manusia.
2. Kekayaan dan keanekaan bentu-bentuk hidup menyumbangkan kepada
terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai sendiri.
3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk
memenuhi kebutuhan vitalnya.
3
4. Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocokkan
dengan dikuranginya secara substansial jumlah penduduk. Keadaan baik
kehidupan bukan manusiawi memerlukan dikuranginya jumlah penduduk itu.
5. Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusiawi kini terlalu besar,
dan situasi memburuk dengan cepat.
6. Karena itu kebujakan umum harus berubah. Kebijakan itu menyangkut
struktur-struktur dasar dibidang ekonomis, teknologis, dan ideologis. Keadaan
yang timbul sebagai hasilnya akan berbeda secara mendalam dengan strukturstruktur sekarang.
7. Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan (artinya
manusia dapattinggal dalm situasi-situasi yang bernilai inheren), dan bukan
berpegang pada standar kehidupan yang semakin tinggi. Akan timbul
kesadaran mendalam akan perbedaan antara big (kuantitas) dan great
(kualitas).
8. Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya berkewajiban secara
langsung dan tidak langsung untuk berusaha mengadakan perubahanperubahan yang perlu.
e. Dasar etika tanggung jawab terhadap lingkungan hidup adalah teori hak dan
deontologi, utilitarisme, dan keadilan.
f. Terdapat dua pertanyaan yang dipertanyakan dalam mengimplementasikan
tanggung jawab terhadap krisis lingkungan hidup, yaitu siapa yang membayar dan
bagaimana beban dibagi.
4
BAB III
KAJIAN EMPIRIS
3.1 Kasus Reaktor Nuklir di Chernobyl
Tanggal 26 April 1986, 22 tahun lalu, pukul 01.23 terjadi ledakan pada
Unit 4 PLTN Chernobyl. Peristiwa ini menggemparkan dunia karena
mengingatkan kembali pada ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki,
Jepang, saat berkecamuk Perang Dunia II yang menewaskan sekitar 220.000
orang.Trauma Hiroshima dan Nagasaki belum hilang dari ingatan orang, muncul
kembali peristiwa Chernobyl yang termasuk kecelakaan terbesar pada PLTN
selama kurang lebih 60 tahun. Berbagai media cetak dan elektronik sejagat
memberitakan tragedi itu secara beragam baik yang bersifat normatif, emosional,
ataupun bombastis.
Trauma yang melanda masyarakat di lokasi kejadian dan sekitarnya akibat
peristiwa Chernobyl menjadikan setiap tanggal 26 April pukul 01.23 lonceng
berdentang-dentang di Ukraina. Walaupun malam telah larut dan udara dingin,
namun warga tetap terjaga. Mereka meletakkan bunga dan lilin di monumen
korban bencana Chernobyl. Upacara yang sama digelar di Slavutych, Rusia, kota
yang didirikan untuk menampung para pekerja Reaktor Chernobyl. Upacara juga
diperingati di negara tetangga Ukraina, yaitu Belarus, yang ikut menderita akibat
bencana Chernobyl.
Reaktor Chernobyl jenis RBMK didirikan di atas tanah rawa di sebelah
utara Ukraina, sekitar 80 mil sebelah utara Kiev. Reaktor unit 1 mulai beroperasi
pada 1977, unit 2 pada 1978, unit 3 pada 1981, dan unit 4 pada 1983. Sebuah kota
kecil, Pripyat, dibangun dekat PLTN Chernobyl untuk tempat tinggal pekerja
pembangkit itu dan keluarganya. Tipe PLTN Chernobyl dirancang untuk
menghasilkan “plutonium” guna pembuatan senjata nuklir serta listrik. Tipe PLTN
berfungsi ganda seperti ini tidak ada di negara-negara Barat, seperti, AS dan
5
Prancis, yang merupakan negara pioner PLTN di samping Uni Soviet (pada waktu
itu) sebagai pioner pertama.
Secara garis besar, bencana Chernobyl dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pada 25 April 1986 reaktor unit 4 direncanakan dipadamkan untuk perawatan
rutin. Selama pemadaman berlangsung, teknisi akan melakukan tes untuk
menentukan apakah pada kasus reaktor kehilangan daya turbin dapat
menghasilkan energi yang cukup untuk membuat sistem pendingin tetap bekerja
sampai generator kembali beroperasi.
Proses pemadaman dan tes dimulai pukul 01.00 pada 25 April. Untuk
mendapatkan hasil akurat, operator memilih mematikan beberapa sistem
keselamatan, yang kemudian pilihan ini yang membawa malapetaka. Pada
pertengahan tes, pemadaman harus ditunda selama sembilan jam akibat
peningkatan permintaan daya di Kiev. Proses pemadaman dan tes dilanjutkan
kembali pada pukul 23.10 25 April. Pada pukul 01.00, 26 April, daya reaktor
menurun tajam, menyebabkan reaktor berada pada situasi yang membahayakan.
Operator berusaha mengompensasi rendahnya daya, tetapi reaktor menjadi tak
terkendali. Jika sistem keselamatan tetap aktif, operator dapat menangani
masalah, namun mereka tidak dapat melakukannya dan akhirnya reaktor meledak
pada pukul 01.30.
Kecelakaan PLTN Chernobyl masuk level ke-7 (level paling atas) yang
disebut major accident, sesuai dengan kriteria yang ditentukan INES (The
International Nuclear Event Scale). Di samping kesalahan operator yang
mengoperasikannya di luar SOP (standard operation procedure), PLTN
Chernobyl juga tidak memenuhi standar desain sebagaimana yang ditentukan oleh
IAEA (International Atomic Energy Agency). PLTN Chernobyl tidak mempunyai
kungkungan reaktor sebagai salah satu persyaratan untuk menjamin keselamatan
jika terjadi kebocoran radiasi dari reaktor. Apabila PLTN Chernobyl memiliki
kungkungan maka walaupun terjadi ledakan kemungkinan radiasi tidak akan
keluar ke mana-mana, tetapi terlindung oleh kungkungan. Atau bila terjadi
kebocoran tidak separah dibandingkan dengan tidak memiliki kungkungan.
6
Secara perinci, kecelakaan itu disebabkan, pertama, desain reaktor, yakni
tidak stabil pada daya rendah - daya reaktor bisa naik cepat tanpa dapat
dikendalikan. Tidak mempunyai kungkungan reaktor (containment). Akibatnya,
setiap kebocoran radiasi dari reaktor langsung ke udara. Kedua, pelanggaran
prosedur. Ketika pekerjaan tes dilakukan hanya delapan batang kendali reaktor
yang dipakai, yang semestinya minimal 30, agar reaktor tetap terkontrol. Sistem
pendingin darurat reaktor dimatikan. Tes dilakukan tanpa memberitahukan kepada
petugas yang bertanggung jawab terhadap operasi reaktor. Ketiga, budaya
keselamatan. Pengusaha instalasi tidak memiliki budaya keselamatan, tidak
mampu memperbaiki kelemahan desain yang sudah diketahui sebelum kecelakaan
terjadi.
Penilaian atas berbagai kelemahan PLTN Chernobyl menghasilkan
evaluasi internasional bahwa jenis kecelakaan seperti ini tidak akan mungkin
terjadi pada jenis reaktor komersial lainnya. Evaluasi ini ditetapkan demikian
karena mungkin berdasarkan analisis jenis reaktor lain yang memenuhi
persyaratan keselamatan yang tinggi, termasuk budaya keselamatan yang dimiliki
para operator sangat tinggi.
Pada 2003, IAEA membentuk “Forum Chernobyl” bekerja sama dengan
organisasi PBB lainnya, seperti WHO, UNDP, ENEP, UN-OCHA, UN-SCEAR,
Bank Dunia dan ketiga pemerintahan Belarusia, Ukraina, dan Rusia. Forum ini
bekerja untuk menjawab pertanyaan, “sejauh mana dampak kecelakaan ini
terhadap kesehatan, lingkungan hidup dan sosial ekonomi kawasan beserta
penduduknya.” Laporan ini diberi nama “Cherno- byl Legacy”.
Diperkirakan semula dampak fisik akan begitu dahsyat. Artinya, akan
menimbulkan korban jiwa yang luar biasa banyaknya. Namun, ternyata data
sampai dengan 2006, jumlah korban yang meninggal 56 orang, di mana 28 orang
(para likuidator terdiri dari staf PLTN, tenaga konstruksi, dan pemadam
kebakaran) meninggal pada 3 bulan pertama setelah kecelakaan, 19 orang
meninggal 8 tahun kemudian, dan 9 anak lainnya meninggal karena kanker
kelenjar gondok.
7
Sebanyak 350.000 likuidator yang terlibat dalam proses pembersihan
daerah PLTN yang kena bencana, serta 5 juta orang yang saat itu tinggal di
Belarusia, Ukraina, dan Rusia, yang terkena kontaminasi zat radioaktif dan
100.000 di antaranya tinggal di daerah yang dikategorikan sebagai daerah strict
control, ternyata mendapat radiasi seluruh badan sebanding dengan tingkat radiasi
alam, serta tidak ditemukan dampak terhadap kesuburan atau bentuk-bentuk
anomali.
Di sisi lain, hasil studi dan penelitian terhadap likuidator menunjukkan
bahwa “tidak ada korelasi langsung antara kenaikan jumlah penderita kanker dan
jumlah kematian per satuan waktu dengan paparan radiasi Chernobyl. Kemudian
pada 1992-2002 tercatat 4.000 kasus kanker kelenjar gondok yang terobservasi di
Belarusia, Ukraina, dan Rusia pada anak-anak dan remaja 0-18 tahun ketika
terjadi kecelakaan, termasuk 3.000 orang yang berusia 0-14 tahun. Selama
perawatan mereka yang kena kanker, di Belarusia meninggal delapan anak dan di
Rusia seorang anak. Yang lainnya selamat.
Berdasarkan laporan “Chernobyl Lecacy”, sebagian besar daerah
pemukiman yang semula mendapat kontaminasi zat radioaktif karena kecelakaan
PLTN Chernobyl telah kembali ke tingkat radiasi latar, seperti sebelum terjadi
kecelakaan. Dampak psikologis adalah yang paling dahsyat, terutama trauma bagi
mereka yang mengalaminya seperti stres, depresi, dan gejala lainnya yang secara
medis sulit dijelaskan.
Akibat kecelakaan itu, IAEA dan semua negara yang memiliki PLTN
membangun
konsensus
internasional
untuk
selalu
menggalang
dan
memutakhirkan standar keselamatan. Di sisi lain, pihak yang anti-PLTN telah
menggunakan isu kecelakaan di Chernobyl sebagai bahan kampanye untuk
menolak kehadiran PLTN, termasuk di Indonesia, dengan berbagai informasi
yang keliru karena ketidaktahuan akan kebenaran informasi sebab terjadinya
kecelakaan Chernobyl.
Belajar dari kecelakaan Chernobyl, IAEA telah menetapkan standar
tambahan untuk memperkuat syarat keselamatan yang tinggi bagi pembangunan
8
dan pengoperasian PLTN, antara lain, perbaikan desain sampai pada generasi ke4, aturan main dalam bentuk basic safety, dan berbagai konvensi keselamatan.
Selain itu dalam menanggulangi dampak yang ditimbulkan dari kasus ini, saat ini
telah dibangun semacam selubung pelindung di daerah Chernobyl. Pembangunan
selubung pelindung yang disebut New Safe Confinement (NSC) bagi blok
reruntuhan reaktor nuklir di Chernobyl bukan tanpa resiko. Setiap saat bunyi
alarm peringatan bisa berbunyi. Untuk kasus semacam itu, setiap orang di lokasi
pembangunan mengenakan masker pelindung pernapasan. Seberapa besar bahaya
radiasi di daerah dekat reaktor yang rusak tersebut, bisa dilihat dari insiden yang
terjadi Februari tahun ini. Hanya 100 meter dari lokasi pembangunan, tumpukan
salju meruntuhkan atap ruangan mesin seluas 600 meter persegi di blok reaktor.
Tingkat radiasi di sekitar reruntuhan kini ratusan kali lebih sedikit
dibanding setelah kecelakaan reaktor tahun 1986. Tapi tetap saja melebihi batas
nilai yang dibolehkan. Setiap pekerja tidak boleh bekerja lebih dari 15 hari dalam
satu bulan. Bukan hal mudah menjamin lokasi pembangunan yang bisa dibilang
cukup aman. Lantai dilapisi beton tebal yang diharapkan melindungi pekerja dari
radiasi dari bawah. Selubung pelindung baru ini dirancang untuk bertahan hingga
100 tahun. Politisi dan pakar berharap, setelahnya akan ada solusi bagi reruntuhan
radiasi yang masih tertimbun di bawah NSC. Setidaknya para pakar telah mulai
menyusun rencana untuk membongkar sarkofagus yang lama. Demikian ujar
Viktor Salisezki. Masalah pembiayaan yang belum jelas. Pembongkaran
konstruksi sarkofagus yang tidak stabil dan pekerjaan lanjutan di bawah selubung
pelindung yang baru harus dibiayai oleh pemerintah Ukraina sendiri. Kapan hal
ini bisa dilaksanakan, tergantung dari kondisi ekonomi dan keuangan negara
tersebut.
3.2 Kasus Kerusakan Lingkungan PT Newmont Minahasa Raya
Perusahaan tambang emas Newmont Minahasa Raya (NMR) adalah
perusahaan PMA (Penanam Modal Asing) yakni anak perusahaan Newmont Gold
Company, USA. Naskah kontrak karya PT NMR mendapat persetujuan Presiden
9
RI tanggal 6 November 1986 yang ditandatangani oleh Soeharto, bersama 33
naskah kontrak karya lainnya yang disetujui waktu itu. Wilayah konsensi dalam
kontrak karya meliputi 527.448 hektar di Desa Ratotok, Kecamatan Belang,
Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sejak tahun 1986 Newmont melakukan
eksplorasi dan mulai tahun 1996 mulai berproduksi.
Bermula dari beroperasinya PT. Newmont Minahasa Raya tersebut mulai
bermunculan masalah-masalah terutama yang berkaitan terhadap pencemaran dan
kerusakan terhadap lingkungan, yakni produksi ikan merosot sebesar 70 persen
dan penghasilan nelayan turun sebesar 50 persen (terjadi pada bulan Juli 1996,
hanya empat bulan setelah NMR mulai mengoperasikan pertambangan mereka),
jenis ikan yang berkurang (Setelah 1997, hanya tinggal 13 jenis ikan saja yang
sekarang bisa ditemukan, padahal sebelumnya terdapat 59 jenis ikan yang
ditemukan disekitar perairan teluk Buyat), sering ditemukan ikan mati secara
massal akibat keracunan, perubahan kontur perairan serta terjadi pendangkalan
akibat limbah yang terus menerus dibuang kelaut, kualitas air bersih masyarakat
menurun, dan yang paling parah adalah timbulnya penyakit-penyakit aneh yang
sebelum Newmont beroperasi tidak ditemukan.
Puncaknya ketika bermula pada tanggal 20 juli 2004, LSM Kelola
Sulawesi Utara menyatakan lebih dari 100 warga Buyat, Ratatotok diduga
menderita penyakit minamata akibat terkontaminasi logam berat Arsen (As) dan
Merkuri (Hg). Gejala minamata tersebut ditemukan berdasarkan hasil penelitian
sejumlah dokter Universitas Sam Ratulangi pada bulan Juli, disamping
pernyataan para nelayan yang harus melaut sejauh 5-6 mil untuk menghindari
pencemaran. Ikan yang diperoleh pun mengalami benjolan dan sejumlah warga
setempat menderita penyakit kulit, kejang dan benjolan. Hal inilah juga dialami
oleh salah seorang bayi yang bernama Andini Lenzun dan akhirnya meninggal
dunia. Pada hari yang sama, empat warga Buyat yang didampingi oleh LBH
Kesehatan, Yayasan Sahabat Perempuan, Yayasan Suara Nurani melaporkan
Menkes dan PT. NMR ke Mabes Polri. Karena Menkes membiarkan terjadinya
10
pencemaran sehingga warga Buyat mengalami sakit, cacat, dan meninggal.
Sementara PT. NMR dituntut karena telah melakukan pencemaran.
Pada tanggal 21 Juli 2004 Manager Lingkungan dan Presiden Direktur PT.
NMR serta Pelaksana Tugas Mineral dan Batu Bara ESDM menggelar konferensi
pers. PT. NMR membantah pihaknya telah mencemari Laut Buyat dengan alasan
selama ini pihaknya telah mematuhi standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Pihak PT. NMR menuding bahwa pencemarnya adalah penambangan
liar (PETI) dan akan melayangkan somasi pada pihak yang menyatakan pihaknya
telah melakukan pencemaran. Direktur Eksekutif Nasional WALHI menilai
pemerintah lambat dalam menyikapi kejadian tersebut. Seharusnya sebagai satusatunya pertambangan yang beroperasi di sana PT. NMR harus ditindak tegas dan
karena itu dalam waktu dekat pihaknya akan menggugat PT. NMR.
Pada 22 juli 2004, pemerintah memberangkatkan tim terpadu untuk
menyelidiki kasus pencemaran Teluk Buyat di Kabupaten Minahasa dan
Kabupaten Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara. Tim itu terdiri atas Mabes
Polri, Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral, serta Departemen Kesehatan. Mereka akan mencari fakta kasus dugaan
pencemaran lingkungan akibat limbah PT Newmont Minahasa Raya.
Penelitian lain dari dari Pusat Laboratorium Forensik Markas Besar
Kepolisian Negara RI (Puslabfor Mabes Polri) yang menyebutkan telah terjadi
pencemaran logam berat di Teluk Bayat, Minahasa, Sulawesi Utara. Tidak jauh
berbeda dengan temuan Polri, Tim yang dibentuk oleh Kementrian Lingkungan
Hidup (terdiri dari peneliti Eksekutif Indonesian Centre for Environmental Law
(ICEL), peneliti dari BPPT, LIPI, Universitas Sam Ratulangi, dan KLH) juga
mendapatkan hasil temuan yang sama bahwa telah terjadi pencemaran logam
berat di teluk buyat.
11
Akhirnya sesuai dengan rencana dan persetujuan Departemen Energi &
Sumber Daya Mineral (ESDM), PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR) akan
menghentikan pengolahan bijih emas pada 31 Agustus 2004. Namun pada 16
Februari 2006 telah terjadi kesepakatan antara pemerintah dan Newmont
Minahasa Raya melalui Perjanjian Itikad Baik (Good Will Agreement) dengan
salah satu klausul dalam perjanjian tersebut yakni PT. NMR memberi dana
sebesar 30 juta dolar AS (±Rp.300 miliar) untuk program pengembangan
masyarakat dan pemantauan lingkungan di Sulawesi Utara.
Dalam kasus pencemaran lingkungan PT Newmont Minahasa Raya ini,
perusahaan mau tidak mau harus bertanggung jawab pada lingkungan dan
masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab yang bisa diberikan perusahaan kepada
lingkungan dan masyarakt dalam konteks lingkungan hidup ini dapat berupa
memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada masyarakat dan instansi terkait.
a. Keadilan Kompensatoris (Compensatory Justice)
Berdasarkan keadilan ini perusahaan Newmont Minahasa Raya mempunyai
kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang
atau instansi yang dirugikan. Keadilan kompensatoris mengacu kepada
keadilan yang mesti diterima oleh individu atau sekelompok individu karena
individu atau sekelompok individu tersebut mendapat kerugian akibat
tindakan yang dilakukan oleh pihak lain. Dalam menerapkan prinsip keadilan
kompensatoris perlu diperhatikan beberapa hal, yakni tindakan yang
mengakibatkan kerugian harus salah atau disebabkan oleh kelalaian,
perbuatan seseorang harus sungguh-sungguh menyebabkan kerugian, dan
kerugian harus disebabkan oleh orang yang bebas.
b. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Selain beberapa teori yang telah diutarakan di atas, masih ada satu teori lagi
berkaitan dengan kerusakan dampak lingkungan oleh bisnis, yakni teori
tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab perusahaan adalah
12
tanggung jawabnya terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis.
Tanggung jawab sosial dimaksudkan untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan
perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung
rugi seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya.
13
BAB IV
PEMBAHASAN
4.2 Krisis Lingkungan Hidup
Dalam situasi yang sekarang ini melanda tidak hanya negara maju namun
juga negara berkembang, kegiatan bisnis menimbulkan berbagai kerusakan
lingkungan terutama pada lingkungan kawasan industri. Kawasan industri yang
biasanya hampir selalu dikelilingi kawasan penghunian yang padat menimbulkan
tidak hanya kerusakan lingkungan, bahkan berbagai penyakit yang mampu
merusak kesehatan penduduk di sekitarnya.
Kerusakan lingkungan yang terjadi pun tidak terbatas pada ruang lingkup
daerah yang memiliki kepadatan penduduk dimana banyak sekali kegiatan bisnis
yang dilakukan disana namun saat ini kerusakan lingkungan tersebut juga bisa
melanda daerah-daerah yang semula bersih tanpa pencemaran. Bahkan karena
inilah kerusakan lingkungan yang terjadi akibat kegiatan bisnis menjadi suatu
permasalahan dunia yang menggloba seiring dengan dampak lingkungan yang
terjadi di dunia.
Dikutip dari buku Pengantar Etika Bisnis, Kees Bertens (311)
mengemukakan terdapat enam masalah pokok yang menjadi pembahasan dalam
dampak pencemaran lingkungan akibat kegiatan bisnis dalam dimensi global,
diantaranya yaitu:
a. Akumulasi bahan beracun
Pembuangan limbah dan sisa industri
kimia yang dilakukan oleh
industri-industri dan kegiatan rumah tangga konsumsi mengakibatkan banyak
sekali permasalahan lingkungan terutama pada tanah dan air. Banyaknya hasil
pembuangan industri yang tanpa diolah lebih lanjut mengakibatkan
pencemaran tanah dan air yang kemudian hari dapat menyebabkan kematian
pada organism-organisme yang terdapat di dalamnya. Beberapa zat-zat kimia
yang digunakan industri seperti pestisida, fosfat, dan polystyrene merupakan
14
zat yang dapat merusak lingkungan dan merusak jaringan di dalam tubuh
pengonsumsinya. Pestisida yang digunakan pada industri produksi pangan
dapat masuk ke dalam rantai makanan, fosfat dalam detergen dapat
menambah populasi alga dalam air sungai sehingga mengurangi jumlah
oksigen dalam air yang kemudian berdampak pada kematian organisme air,
dan polystyrene yang sulit hancur secara alami dapat membebankan
lingkungan. Selain itu juga dalam industri PLTN yang dapat beresiko pada
lingkungan dan kesehatan manusia. PLTN menghasilkan limbah nuklir yaitu
plutonium yang mengandung radioaktivitas yang bertahan selama ribuan
tahun dan membahayakan kesehatan manusia karena mengakibatkan kanker,
keguguran, dan mutasi gen.
b. Efek rumah kaca
Green house effect atau efek rumah kaca merupakan penyebab dari
naiknya permukaan laut akibat suhu permukaan bumi yang tinggi.
Karbondioksida yang dilepaskan dari permukaan bumi tidak dapat
dipantulkan kembali ke luar atmosfer bumi dan sinar ultraviolet yang semakin
membuat bumi panas akibat alat pemantul yaitu lapisan ozon mengalami
penurunan jumlah. Karbondioksida yang bertahan dan tidak dapat dipantulkan
kembali inilah yang mengakibatkan es dan salju di kutub mencair dan
permukaan air laut naik. Karbondioksida ini terlepas dari pembakaran bahan
bakar fosil, gas yang dikeluarkan manusia, kotoran sapi. Namun
karbondioksida yang memegang peranan besar penyebab efek rumah kaca
adalah dari pembuangan kendaraan bermotor dan industri. Hal ini berdampak
pada daerah-daerah di pinggir laut yang akan tergenang air laut seperti
Belanda dan Bangladesh serta perubahan iklim dunia seperti kekeringan,
banjir, dan bencana alam lainnya.
c. Perusakan lapisan ozon
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, efek rumah kaca
disebabkan dari berkurangnya lapisan ozon yang memantulkan sinar
ulraviolet ke luar atmosfer bumi. Sinar ultraviolet yang masuk ke dalam bumi
15
harus disaring oleh ozon dan akan dipantulkan kembali ke luar atmosfer bumi.
Bila sinar ultraviolet tetap bertahan dalam bumi ini akan berdampak buruk
pada kehidupan di dalamnya. Sinar ultraviolet dapat mengakibatkan suhu
bumi yang meningkat dan radiasinya yang merusak kulit bahkan
menyebabkan kanker kulit, penyakit katarak, dan kerusakan bentuk kehidupan
lainnya.
d. Hujan asam
Acid rain atau hujan asam adalah hujan yang terbentuk dari gabungan
asam dalam emisi industri dan air hujan yang mencemari daerah yang luas.
Hujan asam ini dapat merusak hutan dan pohon-pohon yang tumbuh disana,
mencemari air danau, dan merusak gedung dengan kandungan zat asam yang
ada di dalamnya. Bagi manusia hujan asam ini dapat mengganggu kesehatan
pada saluran pernapasan dan paru-paru.
e. Deforestasi dan penggurunan
Semakin berkembangnya suatu bisnis dalam siklus hidupnya akan
mendorong bisnis itu untuk lebih produktif. Begitu pula dengan bisnis kayu
yang semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk yang
semakin banyak. Kayu merupakan barang yang laris dalam bisnis sehingga
para pebisnis berlomba-lomba menyediakan penawaran kayu. Namun
semakin berkembangnya bisnis ini tidak sejalan dengan pembuatan kembali
barang tersebut yaitu pohon. Teknologi yang modern pun menyediakan alat
untuk menebang pohon dengan cepat dan efisien menyebabkan hutan yang
semakin berkurang. Deforestasi besar-besaran ini berdampak besar pada
lingkungan kita. Salah satu fungsi hutan menyerap karbondioksida yang
dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan
efek rumah kaca menjadi tidak berjalan dengan maksimal. Bahkan bila
penebangan tersebut dilakukan dengan tidak sistematis bisa menyebabkan
erosi tanah yang pada akhirnya akan menyebabkan perguruan atau
desertification. Bila terus dilakukan, deforestasi pada jankgka panjang bisa
mengakibatkan perubahan ekstrim pada iklim dunia.
16
f. Keanekaan hayati
Yang dimaksudkan keanekaan hayati atau biodiversitas di sini adalah
jenis-jenis kehidupan yang ada di bumi. Keanekaan hayati pada masa depan
sangat dibutuhkan terutama pada spesies yang saat ini belum diketahui
manfaatnya, mungkin akan berguna pada masa depan. Salah satu akibat dari
kerusakan lingkungan adalah kepunahan banyak spesies yang ada. Maka bila
kerusakan habitat dan terutama penebangan hutan yang semakin banyak akan
mempercepat terjadinya kepunahan banyak spesies saat ini.
Namun
terkadang
aspek-aspek
yang
dibahas
menyangkut
krisis
lingkungan yang telah dibahas sebelumnya ini bisa jadi meleset dari perkiraan.
Para ahli biologi dan geofisika bisa jadi menyimpulkan bahwa kegiatan bisnis
terutama industri dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Namun pada
beberapa kasus justru sebaliknya. Pengeboran minyak yang dilakukan di Teluk
Meksiko justru membantu industri perikanan di sekitarnya. Dibangunnya
instalasi-instalasi pengeboran justru mempermudah ikan berkembang biak. Yang
perlu diperhatikan bukan pada apakah kegiatan industri berdampak buruk pada
lingkungan, namun dengan mengatasi dampak-dampak buruk akibat kegiatan
industri. Isu kerusakan lingkungan akibat industri ini telah menjadi isu
mengglobal yang harus dipandang sebagai masalah global dan ditangani secara
global pula.
4.2 Lingkungan Hidup dan Ekonomi
a. Lingkungan hidup sebagai “the commons”
Lingkungan hidup sebagai “the commons” sering dilakukan sejak
Professor Garret Hardin dari Universitas Harvard menulis artikelnya “The
Tragedy of The Commons”. Dalam pengandaian ini, lingkungan hidup
dianggap sebagai ranah umum atau kepemilikan umum. The commons adalah
ladang umum yang dulu dapat ditemukan dalam banyak daerah pedesaan di
Eropa dan dimanfaatkan secara bersama-sama oleh semua penduduknya.
Menurutnya,
masalah
lingkungan
17
hidup
dan
kependudukan
dapat
dibandingkan dengan menghilangnya the commons. Maka diperlukan suatu
jalan keluar yang membatasinya yaitu “freedom in a commons brings ruin to
all” – membatasi kebebasan individu dan memberikannya pada kepentingan
umum.Dalam kehidupan modern, the commons dengan bertambahnya jumlah
penduduk tidak bisa dipertahankan lagi melainkan diprivatisasi pada
penduduk perorangan. Sehingga mulai muncul perubahan sosial-ekonomi
yang besar di kalangan masyarakat, dengan adanya orang kaya (the landlords)
yan memprivatisasi pemilikan tanah. The tragedy of the commons dapat
dipadang sebagai kebalikan dari The invisible hands milik Adam Smith.
Karena, bila semua orang mengejar kepentingan dan ambisinya sendiri, yang
didapat bukan kemakmuran umum namun justru kehancuran bersama.
b. Lingkungan hidup tidak lagi eksternalitas
Dalam pengandaian ini, lingkungan hidup dianggap sebagai sumbersumber daya alam yang tidak terbatas. Walaupun pada kenyataannya jumlah
sumber daya alam memiliki kuantitas yang besar namun komponen di
dalamnya merupakan hal yang terbatas. Sumber daya alam pun bisa
mengalami kelangkaan. Bahkan yang awalnya dapat kita peroleh secara gratis
bisa jadi harus kita bayar untuk mendapatkannya suatu saat nanti. Kini
environmental economics sudah menjadi cabang ilmu ekonomi yang
penting.Eksternalitas adalah faktor- faktor yang bersifat ekonomis tapi tetap
tinggal di luar perhitungan ekonomis. Karena sumber daya alam yang berubah
menjadi barang langka dan harus diberi harga ekonomis, maka lingkungan
hidup bukan lagi hal yang eksternalitas.
c. Pembangunan berkelanjutan
Pertumbuhan ekonomi yang terus menerus tidak mungkin dicocokkan
dengan keadaan terbatas sumber daya alam terutama pada sumber-sumber
yang tidak dapat diperbaharui. Ini memicu perlunya pembatasan pertumbuhan
penduduk. Ekonomi harus mempertimbangkan adanya zero growth atau
pertumbuhan nol atau pertumbuhan tidak sama sekali. Sustainable
development mampu mengubah pandangan mengenai pertumbuhan penduduk
18
yang bertentangan dengan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan
memberikan jembatan kepada keduanya dengan memungkinkan pertumbuhan
ekonomi asalkan prospek ekonomi (lingkungan hidup) berkualitas sama.
4.3 Hubungan Manusia dengan Alam
Masalah lingkungan hidup menimbulkan suatu cabang filsafat baru yang
berkembang dengan cepat, yaitu filsafat lingkungan hidup. Di sini dibuka
beberapa perspektif yang sama sekali baru, karena dalam refleksi filosofis selama
ini belum pernah terpikirkan. Beberapa unsur dari filsafat lingkungan hidup perlu
dibahas, sebab berkaitan erat dengan etika lingkungan hidup. Yang paling penting
adalah pergeseran paradigma dalam menyoroti hubungan antara manusia dan
alam.
Salah satu ciri khas dari sikap manusia modern adalah usahanya untuk
menguasai dan menaklukkan alam. Alam dipandang bagaikan binatang buas yang
perlu dijinakkan oleh manusia. Tujuan itu tercapai dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Cara mendekati alam ini dapat disebut sikap teknokratis. Berkat cara kerja
teknokratisnya manusia modern memang berhasil memperoleh banyak sekali
manfaat. Bagi yang bisa membayar, hidup modern menjadi jauh lebih nyaman
daripada hidup di zaman pramodern. Kita ingat saja pemakaian lemari es, alat
penyejuk (AC), transportasi, telekomunikasi dan seribu satu fasilitas lain bagi
yang dulu tidak mungkin dibayangkan.
Sekarang disadari bahwa kita harus meninjau kembali hubungan manusia
dengan alam. Manusia tidak terpisah dari alam, apalagi bertentangan dengan
alam, ia termasuk alam itu sendiri seperti setiap makhluk hidup lain. Pada
dasarnya manusia adalah sebagian alam. Persatuannya dengan alam itu tidak
pernah boleh dilupakan. Pandangan modern tentang alam adalah antroposentris,
karena menempatkan manusia dalam pusatnya. Pandangan baru yang kita
butuhkan bila kita ingin mengatasi krisis lingkungan, harus bersifat ekosentris,
karena menempatkan alam dalam pusatnya.
19
Aliran
dalam
filsafat
lingkungan
yang
dengan
paling
radikal
mengemukakan pandangan ini adalah deep ecology. Gagasan deep ecology ini
untuk pertama kali dikemukakan oleh filsuf Norwegia, Arne Naess, pada suatu
kongres filsafat dan kemudian dipublikasikan dalam bentuk artikel. Deep ecology
sangat menekankan kesatuan alam. Semua makhluk hidup termasuk manusia,
tercantum dalam alam menurut relasi-relasi tertentu. Setiap makhluk hidup
menjadi sebagaimana adanya, karena interaksi dengan semua makhluk hidup lain
dan dengan lingkungannya. Dari situ disimpulkan bahwa semua makhluk
mempunyai nilai tersendiri, karena yang satu tidak mungkin hidup tanpa yang
lain. Hal itu kadang-kadang disebut biospherical egalitarianism, yang tentu
menjadi kontroversial, bila dimaksud bahwa semua makhluk hidup mempunyai
nilai yang sama.
Deep ecology harus dibedakan dari shallow ecology, ekologi dangkal.
Ekologi dangkal itu tidak pernah sampai pada akar masalah-masalah lingkungan
hidup. Ia akan berusaha melestarikan lingkungan, supaya bermanfaat terus untuk
manusia. Ia masih tercantum dalam suasana antroposentrisme. Ia hanya mengakui
best nilai instrumental dari alam. Buat ekologi-dalam, alam mempunyai nilai
intrinsik, artinya nilai sendiri, tak tergantung dari faktor luar.
Dengan menekankan nilai intrinsik dari alam, ekologi-dalam sudah
menginjak wilayah etika. Dapat dimengerti juga, kalau ekologi-dalam tidak
membatasi diri pada teori saja, tapi mengajak para peminat untu melibatkan diri
dalam aksi yang kadang-kadang cukup radikal. Antara lain ada yang ingin
berpegang teguh pada gagasan nature knows best, sehingga menolak dengan tegas
setiap intervensi manusia dalam alam, khususnya manipulasi genetik. Yang
menarik perhatian adalah 8 prinsip ekologi-dalam yang dirumuskan oleh dua
pengarang Amerika. Daftar 8 prinsip ini bisa dilihat sebagai pandangan yang ratarata dianut oleh pendukung ekologi-dalam.
1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupunkehidupan
bukan manusiawi di bumi mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak
20
tergantung dari bermanfaat tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan
manusia.
2. Kekayaan dan keanekaan bentu-bentuk hidup menyumbangkan kepada
terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai sendiri.
3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk
memenuhi kebutuhan vitalnya.
4. Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocokkan
dengan dikuranginya secara substansial jumlah penduduk. Keadaan baik
kehidupan bukan manusiawi memerlukan dikuranginya jumlah penduduk itu.
5. Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusiawi kini terlalu besar,
dan situasi memburuk dengan cepat.
6. Karena itu kebujakan umum harus berubah. Kebijakan itu menyangkut
struktur-struktur dasar dibidang ekonomis, teknologis, dan ideologis. Keadaan
yang timbul sebagai hasilnya akan berbeda secara mendalam dengan strukturstruktur sekarang.
7. Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan (artinya
manusia dapattinggal dalm situasi-situasi yang bernilai inheren), dan bukan
berpegang pada standar kehidupan yang semakin tinggi. Akan timbul
kesadaran mendalam akan perbedaan antara big (kuantitas) dan great
(kualitas).
8. Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya berkewajiban secara
langsung dan tidak langsung untuk berusaha mengadakan perubahanperubahan yang perlu.
Banyak pandangan ekologi-dalam itu pantas dihargai secara positif,
menurut hemat kami, manusia memang bisa dianggap sebagai sebagian alam.
Pandangan ekosentris adalah benar, sejauh manusia tidak mungkin dilepaskan dari
alam. Perlu diakui pula bahwa alam mempunyai nilai intrinsik, yang tidak
tergantung pada manfaatnya untuk manusia. Dan gaagsan ini pasti punya
konsekuensi besar untu etika. Khususnya etika bisnis harus memikirkan
21
kedudukan alam sebagai stakeholder, di samping stakeholders lain yang sudah
disebut sebelumnya.
4.4 Dasar Etika Tanggung Jawab terhadap Lingkungan Hidup
a. Hak dan deontologi
Dalam artikelnya, William T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa
setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang memungkinkan untuk
hidup dengan baik. Dalam teori deontologi menyebutkan bahwa manusia
selalu harus diperlakukan juga sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah
sebagai sarana belaka. Manusia memiliki hak sekaligus kewajiban untuk
memiliki hidup dalam lingkungan yang berkualitas namun juga bertanggung
jawab terhadap generasi sesudah kita dan keanekaragaman hayati, bukan pada
hak mereka.
b. Utilitarisme
Teori utilitarisme menyediakan dasar moral bagi tanggung jawab
manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Bahkan teori ini bisa
memberikan jalan keluar pada masalah atas hak lingkungan hidup. Teori
utilitarisme menyebutkan bahwa suatu perbuatan atau aturan yang baik bila
membawa
keuntungan
pada
jumlah
orang
yang
banyak
dengan
memaksimalkan manfaat. Sehingga sudah jelas bahwa pelestarian lingkungan
hidup bermanfaat bagi banyak orang bahkan generasi yang selanjutnya.
c. Keadilan
Dasar pada tanggung jawab melestarikan lingkungan juga adalah
tuntutan etis yang mengharuskan keadilan. Dalam konteks lingkungan hidup
yang digunakan adalah prinsip keadilan distributif dimana keadilan yang
mewajibkan untuk saling membagi dengan adil. Hal ini dapat dilaksanakan
dengan berbagai cara, diantaranya yaitu:
1. Persamaan
Dalam sebagian besar kegiatan bisnis dapat kita lihat kesenjangan
hasil yang didapat dalam sebuah bisnis. Dengan mengeksploitasi kekayaan
22
alam para pemilik usaha bisa mendapat keuntungan banyak. Namun di sisi
lain para orang kurang mampu justru mendapatkan kerugian dalam bisnis.
Seperti masyarakat yang tinggal dalam lingkungan industri kimia,
kerusakan lingkungan hidup akan banyak mereka rasakan. Hal inilah yang
dianggap tidak adil. Pada konteks persamaan di keadilan distributif semua
orang memiliki perlakuan yang sama. Sehingga lingkungan hidup harus
dilestarikan dan pemanfaatannya dengan menggunakan cara persamaan.
2. Prinsip penghematan adil
”the just savings principle” artinya kita harus menghemat dalam
memakai sumber daya alam, sehingga nantinya masih tersisa cukup untuk
generasi-generasi yang akan datang. Keadilan hanya menuntut bahwa kita
meninggalkan sumber-sumber energi alternatif bagi generasi yang akan
datang. Dalam prinsip penghematan adil, kita wajib mewariskan
lingkungan hidup seperti yang ada saat ini agar mereka bisa hidup pantas
seperti yang kita rasakan saat ini. Sehingga semua generasi akan
menerima prinsip prnghematan adil sebagai cara yang adil untuk
membagi.
3. Keadilan sosial
Keadilan sosial berbeda dengan keadilan individu dimana
pelaksanaan keadilan tidak bergantung pada kemauan orang tertentu
melainkan pada struktur-struktur yang ada dalam masyarakat. Seperti
menggunakan sepeda atau berjalan kaki ke suatu tempat untuk
mengurangi efek rumah kaca itu tidak membantu selama masih ada jutaan
orang tetap menggunakan kendaraan bermotor. Permasalahan lingkungan
tidak bisa diselesaikan hanya dalam lingkup individu, nasional, bahkan
regional. Permasalahan ini telah mencapai global. Langkah-langkah
sederhana memang tidak mempunai banyak arti dalam skala yang kecil,
namun bila dilaksanakan bersama-sama akan mencapai kemajuan besar
dalam memperbaiki dan melestarikan lingkunga hidup.
4.5 Implementasi Tanggung Jawab terhadap Lingkungan Hidup
23
Apabila suatu kegiatan bisnis hanya bisa memberikan efek negatif, salah
atu tindakan radikal yang bisa diambil adalah dengan melarang seluruh bentuk
kegiatan bisnis terutama industri. Namun hal seradikal ini bisa jadi merupakan hal
yang menentang suatu prinsip hak seseorang. Bahkan bila hak tersebut untuk
memenuhi kebutuhan hidup kita. Sangat diperlukan tanggung jawab moral untuk
melindungi lingkungan terhadap faktor-faktor lainnya.
a. Siapa harus membayar?
Terdapat dua jwaban untuk menjawab pertanyaan siapa yang harus
membayar seluruh akibat dari pencemaran lingkungan:
1. The polluter pays. Yang dimaksud dengan si pencemar membayar adalah
orang atau perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan harus
menanggung biaya untuk membersihkan pencemaran hingga kembali
seperti semula. Namun menentukan siapa yang membuat pencemaran dan
siapa yang mebuat pencemaran lebih banyak sangat sulit untuk ditentukan.
Apalagi bila pencemaran sudah terjadi sebelumnya dan dilakukan oleh
generasi sebelum kita. Kita akan sulit mengidentifikasi siapa yang harus
menanggungnya.
2. Those who will benefit from environmental improvement should pay the
cost. Yang dimaksud dengan yang ingin menikmati lingkungan bersih
harus menanggung biayanya adalah orang-orang yang berusaha menikmati
lingkungan yang bersih. Namun prinsip ini memiliki kesulitan apabila
seseorang membayar, namun di lain pihak ada yang tidak membayar
namun ikut menikmatinya. Prinsip ini tidak menghiraukan tanggung jawab
dan dianggap tidak adilsehingga tidak boleh dibebankan pada orang lain
saja.
Dalam konteks lingkungan hidup yang global seperti saat ini, masingmasing Negara memiliki andil dan tanggung jawab dalam melaksanakan
pelestarian lingkungan hidup tanpa terkecuali. Negara maju memiliki
tanggung jawab terbesar dalam melestarikan karena mereka mengakibatkan
pencemaran lingkungan lebih banyak dibanding negara lain.
24
b. Bagaimana beban dibagi?
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa setiap negara
memiliki tanggung jawab untuk membayar akibat pencemaran lingkungan,
kini muncul pertanyaan bagaimana pembayaran itu dibagi sehingga dapat adil
pada seluruh negara terutama pada setiap industri.
1. Pengaturan.
Cara pertama adalah membuat peraturan mengenai polusi dari
industri. Peraturan itu bisa melarang membuang limbah beracun dalam air
sungai atau laut dan menentukan denda bila peraturan itu dilanggar. Atau
peraturan bisa menetukan tingginya cerobong dan kuantitas emisi beracun
berapa boleh dibuang ke dalam udara melalui cerobong-cerobong itu dan
banyak
hal
lain
lagi.
Kekuatan
pengaturan
itu
adalah
bahwa
pelaksanaannya dapat dipaksakan secara hukum. Bagi yang melanggar ada
sanksinya. Dipandang dari sudut moral, bisa dikatakan juga bahwa
pengaturan ini cukup fair, karena diterapkan dengan cara yang sama
kepada semua industri.
Tetapi cara menangani masalah lingkungan ini mempunyai
beberapa kelemahan yang dapat disingkatkan sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kontrol terhadap peraturan-peraturan macam itu
menuntut tersedianya teknologi tinggi serta personel berkualitas
dan karena itu menjadi mahal. Instansi pengontrolan pemerintah
tidak mungkin menguasai seluk-beluknya begitu banyak industri
yang berbeda. Karena itu mudah terjadi kesalahan, sehingga dari
beberapa industri dituntut terlalu banyak, sedangkan industri lain
barangkali lolos dari pengontrolan yang tepat.
b. Pengontrolan efektif menjadi suatu kesulitan ekstra untuk negaranegara berkembang. Kalau negara industri maju sudah mengalami
banyak kesulitan dengan mengontrol peraturan lingkungan, apalagi
negara berkembang yang tidak cukup menguasai teknologi
25
canggih. Karena alasan finansial pula tidak dapat diharapkan
negara berkembang memiliki instansi pengontrolan yang efektif.
c. Di satu pihak pengaturan tentang lingkungan dapat diterapkan
dengan cara egalitarian untuk semua industri dan karena itu harus
dianggap fair. Tetapi di lain pihak situasi semua industri dan lokasi
tidak sama juga, sehingga penerapan norma-norma yang sama
kadang-kadang menjadi tidak efektif. Misalnya, bisa saja bahwa
cerobong-cerobong sebuah pabrik yang letaknya di pinggir laut
hampir tidak mengganggu kualitas udara, sedangkan cerobongcerobong dari seratus pabrik dekat tempat pemukiman padat sangat
mencemari udara, walaupun emisi masing-masing pabrik hanya
separuh dari pabrik pertama tadi.
d. Pengaturan di bidang polusi industri dapat menimbulkan suatu
sikap minimalistis pada bisnis. Mereka hanya berusaha untuk tidak
melanggar peraturan (kalau pengontrolan memang efektif), tapi
barangkali mereka bisa melakukan lebih banyak tanpa kerugian
ekonomis. Melalui pengaturan, bisnis tidak mendapat motivasi
kuat untuk berusaha optimal bagi kualitas lingkungan.
e. Kesulitan lain adalah bahwa pengaturan ketat bisa menimbulkan
efek negatif untuk ekonomi. Pabrik-pabrik yang tidak mungkin
memenuhi norma peraturan barangkali harus ditutup, sehingga
akan mengakibatkan pengangguran dan masalah ekonomis lain
untuk masyarakat bersangkutan. Bisa juga bisnis memindahkan
industri yang mengakibatkan polusi ke negara lain yang tidak
mempunyai peraturan tegas. Kalau begitu, pada taraf global tidak
ada perbaikan lingkungan sama sekali.
2. Insentif
Cara menangani biaya perbaikan lingkungan yang menemui lebih
banyak simpati pada bisnis adalah memberikan insentif kepada industri
yang bersedia mengambil tindakan khusus untuk melindungi lingkungan.
26
Misalnya, dengan memberikan bersyarat lunak, subsidi, pengurangan
pajak atau sebagainya, kepada industri yang memakai energi terbarukan
seperti energi angin, surya, panas bumi dan lain-lain. Atau insentif berupa
penghargaan bagi perusahaan yang mempunyaijasa khusus dalam
memperbaiki lingkungan. Kekuatan cara ini adalah bahwa peranan
pemerintah dengan itu dapat dikurangi dan inisiatif bebas dari bisnis
dimajukan. Bisnis tidak dipaksakan seperti dengan cara pertama. Dengan
demikian bisa dihindarkan juga penutupan perusahaan atau pemindahan
pabriknya ke tempat lain, karena tidak mampu memenuhi peraturan
tentang polusi.
Tetapi cara ini mempunyai juga beberapa kelemahan.
a. Metode ini akan berjalan perlahan-lahan. Padahal, banyak masalah
polusi yang disebabkan oleh industri harus segera diatasi dan tidak
boleh dibiarkan berlarut-larut.
b. Cara ini menguntungkan para pencemar. Mereka yang sudah lama
memproduksi barang yang ramah lingkungan tidak memperoleh
manfaat dari metode insentif ini. Apalagi, kontrol dari pihak
pemerintah di sini agak sulit dijalankan, sehingga insentif ini mudah
disalahgunakan atau tidak diterapkan pada semua perusahaan dengan
cara yang sama.
3. Mekanisme harga
Mereka yang mementingkan ekonomi pasar bebas, cenderung
memasang harga pada polusi yang disebabkan industri. Pabrik-pabrik
yang menyebabkan polusi harus membayar sesuai dengan kuantitas emisi
dan tingkatan pencemaran. Dengan kata lain, dipungut pajak lingkungan
dari industri yang besarnya sesuai dengan polusi yang disebabkan. Dengan
demikian mengakibatkan polusi menjadi sama dengan menambahkan
biaya produksi, sehingga harga produk menjadi lebih mahal dan
konkurensi dengan pesaing bertambah sulit. Secara otomatis bisnis akan
berusaha agar biaya produksinya serendah mungkin dan karena itu akan
27
berusaha pula agar polusi yang disebabkan oleh kegiatan ekonomisnya
seminimal mungkin. Cara berproduksi yang paling bersih menjadi juga
cara berproduksi yang paling murah.
Mekanisme harga ini memungkinkan lagi beberapa variasi sesuai
dengan situasi. Polusi di daerah di mana industri hanya sedikit, bisa
dibebankan dengan harga lebih rendah ketimbang polusi di daerah industri
padat. Dan di daerah industri padat di Eropa atau Amerika Serikat bisa
dipasang harga polusi lebih tinggi waktu musim panas, ketimbang musim
dingin, karena polusi waktu musim panas mempunyai dampak paling jelek
atas lingkungan.
Cara menangani biaya pencemaran ini mempunyai keuntungan
bahwa yang harus membayar di sini adalah si pencemar. Banyak ekonom
akan menyetujui cara ini, karena dengan demikian beban pada lingkungan
tidak lagi dijadikan suatu eksternalitas ekonomis tetapi dimasukkan dalm
biaya produksi. Secara teoritis, industri bisa diwajibakan membayar untuk
setiap polusi yang disebabkannya. Suatu kesulitan adalah mengukur
dengan persis kuantitas polusi dan tingkatan jeleknya suatu polusi. Tetapi
kesulitan ini secara teknis bisa diatasi.
Dibandingkan dengan para ekonom, para pejuang lingkungan (the
environmentalists) pada umumnya tidak begitu antusias tentang metode
ini, terutama para penganut deep ecology. Mereka menekankan bahwa
mengkalkulasikan biaya kerusakan lingkungan hidup ke dalam harga
produk secara implisit tetap mengizinkan polusi dan perusakan
lingkungan. Dengan demikian hanya toleransi ekonomis dari masyarakat
dipertimbangkan, bukan “toleransi” alam atau kemampuan alam untuk
membersihkan diri.
c. Etika dan hukum lingkungan hidup
Apa yang berlaku tentang etika bisnis pada umumnya, berlaku juga
mengenai masalah lingkungan hidup. Pebisnis belum tentu memenuhi normanorma etika, bila ia berpegang pada aturan-aturan hukum. Memang benar,
28
sebagian besar hukum mempertegas norma-norma etika tetapi hal itu tidak
berarti bahwa hukum menampung semua nilai dan norma etika. Etika secara
logis mendahului hukum dan refleksi etis selalu harus mendampingi dan
menilai hukum. Pebisnis juga belum tentu berlaku etis, bila ia berpegang pada
semua aturan hukum tentang lingkungan hidup. Perusakan lingkungan hidup
hingga tidak bisa diperbaiki lagi selalu harus dianggap tidak etis, juga kalau
tidak atau belum dilarang menurut hukum. Jika besok diberlakukan peraturan
hukum yang melarang membuang limbah industri dalam sungai, perusahaan
yang masih melakukannya hari ini tidak melanggar hukum. Tetapi dari segi
etika bagaimana? Atau bila cara berproduksi yang terte