Kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menenga

Kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dalam
Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Riau
HERISPON
Akademi Keuangan dan Perbankan Riau (AKBAR)
Jln. HR. Subrantas 57 Panam Pekanbaru 28293 Telp. (0761) 63237
E-mail : akbar_stier@yahoo.com

Abstract: The role of SMEs has been recognized many significant parties in the national
economy. Some of the strategic role of SMEs according to Bank Indonesia, among others: the
numbers are large and found in every sector of the economy, absorbing a lot of labor and
every investment to create more employment opportunities, have the ability to utilize local
raw materials and produce goods and services required by society at large with affordable
price. In a strategic position, on the other side of SMEs still face many problems and obstacles
in implementing and developing its business activities. The problem faced is still a classic that
has been frequently expressed, among other things: management, capital, technology, raw
materials, marketing information, infrastructure, bureaucracy and fees, and partnerships.
Keywords: Micro, Small, Medium Business, Labor.

Berbicara tentang UKM (Totok
Harmoyo, 2002), maka akan terbayang
dipikiran kita bagaimana jerih payah rakyat

kecil menjalankan roda bisnis dengan
tertatih-tatih, dengan dukungan modal yang
sangat terbatas, peralatan yang sederhana
bahkan mungkin sederhana. Kerja keras itu
tidak lain adalah untuk semata-mata
mempertahankan hidupnya. Dalam usaha
mencari definisi tentang UKM yang berlaku
universal sangat sulit sekali, sampai saat ini
belum ada sebuah definisi yang sama dan
menjadi konsensus ilmiah yang berlaku
secara nasional maupun internasional, bahkan
menurut survey yang dilakukan Dr. MMP
Akhouri dari The National Institute for
Enterpreneurship and Small Business Development New Delhi India, ditemukan
bahwa ada sekitar 150 buah definisi tentang
sektor usaha kecil dan menengah dari
berbagai Negara. Kemungkinan faktor ini
pulalah yang menyebabkan negara Indonesia
sampai saat ini belum berhasil melahirkan
sebuah kesepakatan ilmiah bersama-sama

antara akademisi, praktisi, institusi, dan
pemerintah sendiri tentang definisi UMKM.
Sehingga dengan belum adanya
definisi yang disepakati publik tentang
UMKM di Indonesia, memungkinkan setiap

institusi yang merasa merasa mempunyai
kepentingan dengan UMKM akan
membuat
difinisi
sendiri-sendiri.
Dampaknyapun bisa sama-sama kita lihat
pada
pemerintahan
sekarang
ini.
Pemerintah
belum
juga
mampu

menuntaskan pemba-hasan Keputusan
Presiden tentang kebijakan restrukturisasi
UMKM.
Karena didalam Keppres tersebut
diharapkan akan adanya kriteria suatu
usaha yang tergolong kedalam kelompok
UMKM dan bagaimana pula skema yang
akan digunakan oleh pemerintah untuk
menangani masalah yang dihadapi
UMKM.
Meskipun demikian , kita bisa
mengetahui definisi UMKM dengan
merujuk kepada beberapa sumber,
diantaranya dari Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor : 26/I/UKK tanggal 29
Mei 1993 perihal Kredit Usaha Kecil,
mendefinisikan UKM sebagai usaha yang
memiliki total asset maksimal Rp.
600.000.000,-. Tidak termasuk tanah dan
rumah yang ditempati. Pada sumber

lainnya, kriteria usaha kecil adalah usaha
yang memiliki omset dibawah satu milyar
setahun, sedangkan untuk usaha menengah

Tenaga Kerja dan UMKM (Herispon)

adalah dengan asset satu sampai dengan
seratus milyar setahun.
Sedangkan BPS mendefinisikan lain
lagi. Menurut Badan Pusat Statistik , usaha
kecil adalah yang menggunakan tenaga kerja
antara 5 sampai 19 orang, sedangan usaha
menengah adalah yang menggunakan tenaga
kerja antara 20 sampai 99 orang. Namun
definisi yang sudah diakui secara legal atau
hukum terdapat pada Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1995, yaitu usaha kecil adalah usaha
dengan
asset
bersih

maksimal
Rp
200.000.000,-. (diluar tanah dan bangunan
usaha), memiliki omset penjualan maksimal
Rp 1 milyar setahun, milik warga negara
Indonesia, beridiri sendiri, bukan merupakan
cabang atau anak perusahaan lain, badan
usaha orang perseorangan dan tidak berbadan
hukum atau berbadan hukum. Bila kita
gambarkan dalam piramida perekonomian,
maka UMKM menempati urutan terendah,
posisi UMKM ada pada wilayah paling dasar
dan luas.

Dengan demikian akan sangat mudah kita
mengerti bahwa jumlah UMKM sangat
banyak dan menjadi lapangan kerja dalam
perekonomian yang paling luas bagi
masyarakat. Dalam piramida itu pula kita
akan menemukan kriteria suatu usaha yang

dikategorikan sebagai UMKM adalah suatu
usaha yang memiliki struktur persaingan
kompetitif. Sedangkan kalau kita lihat dari
sektor usahanya, maka UMKM di Indonesia
lebih banyak bergerak dibidang pertanian (54
% ), kemudian diikuti sektor perdagangan (23
%), dan sektor usaha indsutri dan pengolahan
(10,6 %). Bidang pertanian sepertinya masih

33

mendominasi peta UMKM, namun yang
sangat disayangkan, sektor pertanian ini
belum mampu menghasilkan nilai
produksi yang memadai untuk kebutuhan
masyarakat Indonesia.
Tantangan yang dihadapi oleh UMKM
secara nasional saat ini
Dalam Soeharto Prawirokusumo
(2001) tantangan yang dihadapi oleh

UMKM secara nasional sampai saat ini
adalah :
a. Krisis ekonomi yang dihadapi masyarakat telah menyebabkan turunnya
daya beli dan produksi, yang pada
gilirannya menyebabkan masyarakat
tidak mampu memenuhi kebutuhan
pokoknya, disamping itu daya beli
masyarakat
yang
menurun
menyebabkan
mundurnya
usaha/bisnis
masyarakat
karena
berku-rangnya konsumen.
b. Struktur ekonomi sampai saat ini

c.


ditandai dengan pemusatan asset produktif ditangan sekelompok kecil masyarakat (konglomerat). Distribusi
aset yang kurang merata ini
menyebabkan
ketergantungan
perekonomian
Indonesia
pada
sekelompok
kecil
masyarakat
sehingga akan mudah menggoyahkan
ekonomi nasional.
Ketergantungan yang tinggi terhadap
luar negeri, baik berupa pinjaman
maupun
investasi
luar
negeri
menyebabkan lemahnya sektor permodalan di Indonesia. Tantangan
pada waktu yang akan datang adalah


Tenaga Kerja dan UMKM (Herispon)

mengusahakan peningkatan tabungan
nasional secara signifikan agar Indonesia
mempunyai basis permodalan yang kuat
dalam investasi
d. Adanya persaingan tidak sehat diantara
pelaku-pelaku ekonomi, menyebabkan
tidak efektifnya ekonomi nasional.
Disamping itu persaingan tidak sehat
akan mempersulit tumbuhnya bisnisbisnis baru karena kecenderungan
penciptaan halangan-halangan (barriers)
yang sulit yang sulita diatasi oleh
peserta-peserta baru dalam usaha. Hal ini
juga merupakan faktor penyebab sulit
berkembangnya UMKM karena keterbatasannya untuk mengatasi halanganhalangan yang dihadapi dalam kegiatan
usahanya.
e. Sebahagian kecil masyarakat mendapatkan akses melakukan penguasaan
industry dari hulu sampai hilir, mulai

dari penyediaan bahan baku produksi dan
distribusi. Hal seperti ini menyebabkan
terjadi pengambilan keputusan ekonomi
oleh segelintir orang yang secara
signifikan akan mempengaruhi perekonomian nasional. Disamping itu, hal ini
secara nyata mempersulit bertumbuh
kembangnya UMKM, missal UMKM
dalam distribusi produk karena ketidak
berdayaan dalam pengambilan keputusan
ekonomi.
Dengan tantangan seperti tersebut
diatas, maka pembangunan dan pekembangan
UMKM dalam era reformasi sampai
sekarang, sesuai dengan konsiderans Inpres
No. 18/1998 adalah dalam rangka
meningkatkan peranserta masyarakat untuk
memenuhi
kebutuhan
pokok
rakyat,

mendorong pertumbuhan-pertumbuhan kegiatan perekonomian rakyat, dan memacu
pemerataan dan perluasan kesempatan kerja.
Sampai pada kondisi tahun 2011 ini,
tantangan-tantangan yang dihadapi oleh
UMKM yang disebutkan diatas, sampai saat
ini masih relevan dan ditambahkan pula oleh
kondisi, kemauan, keberpihakan, dan
kebijakan-kebijakan dari masing-masing pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota
terhadap sektor UMKM yang masih kurang,

34

masih
dirasakan,
tantangan
dan
permasalahan dari sisi internal UMKM
sendiri dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Lemah dalam organisasi, organisasi
adalah wadah yang meliputi tempat,
nama, legalitas usaha, pada UMKM
yang dijumpai banyak kelemahan
dalam legalitas usaha, nama dan
tempat.
b. Lemah manajemen dan pengambilan
keputusan. Pola manajemen UMKM
lemah dalam perencanaan serta lebih
mengarah
pada
pengambilan
keputusan disaat mengalami kendala
atau hambatan usaha (insidentil
decision maker ).
c. Rendah mutu Sumber Daya Manusia
dan pendidikan, sebagian besar dari
pelaku UMKM tamatan SLTA
kebawah, sementara yang tamatan
sarjana masih berorientasi kepada
pekerjaan kantoran atau menjadi PNS.
d. Lemah dalam keusahawanan (jiwa
entrepreneur), dilihat sudut proses dan
waktu UMKM yang berhasil atau
usahanya yang berkesinambungan
(sustainable) setelah melalui proses
dan waktu yang panjang, mempunyai
jiwa dan semangat pantang menyerah
dari perjalanan usahanya.
e. Terbatasnya modal atau akumulasi
modal, perjalanan UMKM sebagian
besar dimulai dari kondisi modal paspas an yang berarti usaha dijalankan
dengan
modal
minim,
yang
mengakibatkan
perluasan,
pengembangan
usaha
menjadi
terhambat, serta akumulasi modal
menjadi kurang.
f. Rendah tehnologi dan produktivitas,
penggunaan tehnologi diarahkan
untuk efisiensi biaya dan tenaga kerja,
tehnologi yang tepat dan baik hanya
dapat diperoleh dengan dana yang
cukup, disisi lain UMKM mengalami
hambatan
dalam
penyediaan
dana/modal, yang berujung pada
produktivitas pelaku UMKM menjadi

Tenaga Kerja dan UMKM (Herispon)

rendah
karena
masih
bekerja
konvensional.
Terbatas informasi dan jaringan, UMKM
masih sulit mendapatkan informasiinformasi dalam pengembangan usaha
(seperti ; pemasaran, permodalan, pola
kemitraan).
Pola usaha yang informal dan lemah
dalam pembinaan, UMKM dalam
usahanya berjalan sendiri-sendiri dan
sebagian tidak mendaftarkan usaha pada
instansi yang terkait secara formal, disisi
lain jika ada pola mitra dengan badan
usaha lain hangatnya diawal saja dan
cenderung lepas dengan sendirinya
setelah berjalan sekian periode.

-

35

Daya serap tenaga kerja, sektor
UMKM mampu menyerap tenaga
g.
kerja 85,4 juta orang atau 96,18 %
dari total angkatan kerja Indonesia.
- Memberikan kontribusi sebesar Rp
122,2 trilyun atau 20,1 % terhadap
total ekspor non migas nasional.
h.
- Mencapai jumlah unit usaha 50,70
juta unit usaha atau 98,9 % terhadap
total unit usaha di Indonesia pada
tahun 2007.
- Memberikan kontribusi terhadap PDB
Indonesia sebesar 1.7878,7 triliyun
atau sebesar 53,3 % dari total PDB
Indonesia.
Demikian hal yang terjadi di
propinsi Riau, sektor usaha mikro kecil
menengah (UMKM) di Riau tak sekedar
Kontribusi UMKM
Kontribusi UMKM bagi pereko- mampu bertahan di tengah ketatnya
nomian nasional memiliki peranan yang persaingan, namun terus tumbuh dan
penting dalam perekonomian Indonesia, terbukti menjadi salah satu solusi nyata
terbukti setelah krisis ekonomi melanda bagi minimnya lapangan pekerjaan.
Indonesia periode pertengahan 1996 sampai Menurut data Dinas Koperasi dan UMKM
dengan tahun 1999, hanya sekitar 4 % Provinsi Riau (2010), saat ini sektor
UMKM yang mengalami kebangkrutan, UMKM di Riau mampu menyerap tenaga
dengan demikian bisa disimpulkan bahwa kerja hampir satu juta orang, atau angka
UMKM memiliki tingkat imunitas yang mendekati tepatnya adalah 940.000 tenaga
tinggi terhadap gejolak perekonomian makro. kerja. Saat ini sektor UMKM telah mampu
Menurut
Mudrajad
Kuncoro
(2008) menyediakan lapangan pekerjaaan untuk
mengemukakan bahwa UMKM terbukti sekitar 940 ribu orang.
tahan terhadap krisis dan mampu survive
Serapan tenaga kerja sektor
dalam perekonomian Indonesia pada periode UMKM di Riau berdasarkan data resmi
krisis tersebut karena :
keberadaan UMKM di Riau hingga akhir
- Tidak memiliki utang luar negeri.
2009 sebanyak 470.000 unit. Berdasarkan
- Tidak banyak utang ke pihak perbankan standar nasional, setiap UMKM di
karena
UMKM
masih
dianggap Indonesia rata-rata menjadi tempat
unbankable.
pekerjaan bagi dua orang.
- Menggunakan
input
local
dan
“Memang ada UMKM yang
berorientasi ekspor.
mampu memperkerjakan lebih dari dua
Jadi dapat disimpulan bahwa sektor orang, namun ada juga UMKM yang
usaha UMKM telah menjadi bukti nyata, dan hanya dikerjakan satu orang, karena itu
telah dapat menjadi basis kekuatan serta secara nasional dibuat standar satu
ketahanan ekonomi Indonesia, sampai dengan UMKM dua pekerja, jumlah 470.000 unit
data tahun 2007 sektor usaha UMKM telah UMKM di Riau sampai akhir 2009
memberikan kontribusi bagi perekonomian merupakan peningkatan dari jumlah
Indonesia sebagai berikut :
sebelumnya pada akhir 2008. Data Diskop
- Mencapai jumlah unit usaha 48,9 juta dan UMKM Riau, tahun sebelumnya
unit usaha atau sekitar 99,98 persen jumlah UMKM di Riau hanya 460.000
terhadap total unit usaha di Indonesia unit usaha. Pertumbuhan UMKM di Riau
pada tahun 2006.
tak
lepas
dari
hasil
pembinaan

Tenaga Kerja dan UMKM (Herispon)

berkelanjutan yang dilakukan pemerintah,
baik dalam bentuk pelatihan maupun
pengucuran dana bergulir untuk modal
UMKM. Realisasi Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) di Provinsi Riau hingga
pertengahan November 2010 tumbuh sebesar
12 persen. Realisasi pertumbuhan UMKM ini
dipengaruhi oleh tingginya realisasi Kredit
Usaha Rakyat (KUR) yang mencapai Rp 700
milyar .Ditargetkan,tahun 2011 pertumbuhan
UMKM ini naik menjadi 15 persen.
Menurut Raja Indra Bangsawan
(2010) bahwa program pengembangan
UMKM di Propinsi Riau berkorelasi dengan
pihak perbankan melalui program KUR
sudah memicu peningkatan pengembangan
UMKM di Riau, terhitung pertengahan
November 2010, realisasi KUR sudah
mencapai Rp 700 milyar, artinya terjadi
peningkatan dari tahun 2009 lalu yang
sampai akhir tahunnya mencapai angka yang
sama, sedangkan tahun ini diprediksi akan
mencapai angka Rp 700 milyar lebih atau
naik 1 persen. Dari realisasi peningkatan
UMKM yang mencapai KUR sebesar Rp 700
milyar yang berasal dari 6 bank milik
pemerintah yakni Bank Mandiri, BNI, BRI,
Bank Syariah Mandiri,BTN, dan Bukopin itu
kata Indra, sudah tersalurkan kredit kepada
40 ribu UMKM.
Sebagian besar realisasi KUR yang
merupakan program binaan bagi UMKM dan
UMKM di Riau tersebut dinikmati oleh
sektor perdagangan dan jasa. 'Sektor ini yang
paling banyak, karena dengan ivent dan
acara-acara yang dilakukan di Riau membuat
geliat perputaran uang menjadi lebih tinggi di
sektor ini.
Menurut Hari Utomo pimpinan Bank
Indonesia Pekanbaru (2010), mengatakan
pertumbuhan kredit perbankan di Riau
membaik. Untuk triwulan III tahun 2010,
kredit perbankan di Riau mampu tumbuh
sebesar 15,80 persen. Triwulan III yahun
2010 ini, kredit modal kerja mengalami
pertumbuhan paling tinggi dibandingkan
kredit konsumsi yang total keseluruhannya
mencapai 15,80 persen, selain itu skim kredit
yang juga menopang UMKM di Riau dan

36

sangat berkembang adalah Kredit Usaha
Rakyat (KUR).
BI mencatat hingga Juli 2010
sudah
menyalurkan
KUR
sebesar
Rp432,76 Miliar. Jumlah KUR Rp432,76
miliyar yang sudah tersalur di Riau ini
menempati posisi kedua se Sumatera.
semakin banyaknya skim kredit yang
tersalurkan di Riau, maka UMKM akan
semakin tertolong dalam hal penyediaan
modal usahanya.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sumber data
adalah data skunder yang diperoleh dari
Riau Angka, yang diunduh dari website.
Untuk
mengukur
kontribusi
UMKM dalam penyerapan tenaga kerja
diprovinsi
Riau
digunakan
model
perhitungan oleh Guritno Mangkusubroto
(1993), sebagai berikut :
a. Untuk menghitung laju pertumbuhan
tahunan dengan rumus :

Dimana ; Lt adalah laju pertumbuhan
tahunan, Xt adalah tahun sekarang, dan
Xt-1 adalah tahun sebelumnya.
b. Untuk
menghitung
sumbangan
(kontribusi)
digunakan rumus :

besarnya
UMKM

Dimana : Kn adalah kontribusi suatu
data, Dn adalah data ke n yang akan
dihitung, dan Dt adalah jumlah data
keseluruhan.
HASIL
Perkembangan jumlah penduduk
yang dimaksud dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :

Tenaga Kerja dan UMKM (Herispon)

37

pemerintah
propinsi
Riau
untuk
mencarikan
solusinya
dengan
meluncurkan berbagai program-program
dan kebijakan ekonomi dari dinas terkait,
Periode
Jumlah
Perkembangan
dimana program dan kebijakan ekonomi
(Tahun)
penduduk
Per tahun ( % )
ini sejalan dengan program ekonomi yang
(Jiwa)
dijalankan pemerintah pusat untuk dapat
1971
1.641.545
membantu
masyarakat
usia
kerja
1980
2.168.535
3,56
mendapatkan
pekerjaan.
Dalam
1990
3.303.976
5,23
3.900.534
3,61
1995
kenyataannya basis dan kekuatan ekonomi
3.907.763
0,037
2000
di propinsi justru tumbuh dari sektor usaha
4.579.219
3,43
2005
mikro kecil dan menengah (UMKM),
5.070.952
5,36
2007
sekalipun di propinsi Riau terdapat sektor
5.614.558
3,57
2010
usaha skala besar, tapi sektor usaha ini
Sumber : Data olahan, 2011
sangat tergantung dengan pasokan bahan
Dalam perkembangan perekonomian baku dalam produksinya dan rentan
propinsi Riau terutama sektor perkebunan, terhadap gejolak ekonomi global.
Dalam tiga tahun terakhir perindustri, dan perdagangan telah menjadikan
kembangan
UMKM dipropinsi Riau
propinsi Riau sebagai tumpuan untuk
menunjukan
trend
perkembangan yang
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat
yang datang mengadu nasib di propinsi Riau, cukup baik, dimana tahun 2007 yang
kondisi yang terjadi ini dari tahun ketahun dijadikan dasar perhitungan untuk
berpengaruh terhadap peningkatan jumlah mengukur perkembangan UMKM ini, dari
tahun 2007 ke tahun 2008 terjadi
penduduk di propinsi Riau.
Pertumbuhan penduduk yang terjadi perkembangan UMKM sebesar 3,15 % ,
dari tahun ketahun berpengaruh pada sedangkan dari tahun 2008 ke tahun 2009
penyediaan angkatan kerja yang harus diserap mengalami perkembangan sebesar 16,30
oleh kegiatan perekonomian, terumata % atau naik sebesar 13,15 % dari tahun
dibidang perkebunan, industri, perdagangan, 2009 ke tahun 2010 sebesar 18,97 % atau
dan sektor lainnya yang mendukung kegiatan naik sebesar 2,67 % hal ini dapat dilihat
perekonomian di propinsi Riau, peningkatan pada tabel dibawah ini :
jumlah angkatan kerja di propinsi Riau
Tabel 3
adalah sebagai berikut:
Perkembangan unit usaha UMKM
Di Propinsi Riau
Tabel 2
Perkembangan Jumlah Angkatan kerja,
Tahun
Jumlah Unit
Perkembangan
Orang yang bekerja dan pengangguran
Tabel 1
Perkembangan Jumlah Penduduk di
Propinsi Riau

Periode

Angkatan
Kerja
(Jiwa)

Pengangguran
(Jiwa)

2006
2007
2008
2009
2010

1.975.664
2.115.084
2.239.385
2.260.862
2.377.494

202.387
207.138
183.522
193.505
207.247

Orang
Yang
Bekerja
(jiwa)
1.773.277
1.907.946
2.055.863
2.067.357
2.170.247

Sumber : Data olahan, 2011

kerja

Terjadinya peningkatan ang-katan
di propinsi Riau mengharuskan

2007
2008
2009
2010

Usaha
UMKM
395.525
408.000
460.000
470.585

(%)

3,15
16,30
18,97

Sumber : Data olahan, 2011
Berdasarkan standar nasional
setiap UMKM di Indonesia rata-rata
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2
orang perunit usaha UMKM, dan memang
ada
UMKM
yang
mampu
memperkerjakan tenaga kerja lebih dari 2

Tenaga Kerja dan UMKM (Herispon)

orang, yang berarti bila setiap satu unit usaha
UMKM menyerap tenaga 2 orang, maka
tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor
UMKM dipropinsi Riau dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4
Tenaga kerja yang diserap
Oleh unit usaha UMKM Di Propinsi Riau
Tahun

Jumlah
unit
usaha
UMKM

2007
2008
2009
2010

395.525
408.000
460.000
470.585

Tenaga
kerja
yang
diserap
(orang)
791.050
816.000
920.000
941.170

Perkembangan
(%)

3,15
16,30
18,97

Sumber : Dta olahan, 2011

PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang diperoleh bahwa
setiap satu unit usaha UMKM dapat
menyerap tenaga kerja sebanyak 2 orang,
dengan demikian kontribusi UMKM dalam
penyerapan tenaga kerja di propinsi Riau
dapat dilihat pada uraian dibawah ini :
Tabel 5
Tenaga kerja yang diserap oleh unit usaha
UMKM Di Propinsi Riau

Tahun

Angkatan
Kerja
(orang)

Jumlah
Yang
Bekerja
(orang)

Pengang
guran
(orang)

2007
2008
2009
2010

2.115.084
2.239.385
2.260.862
2.377.494

1.907.946
2.055.863
2.067.357
2.170.247

207.138
183.522
193.505
207.247

Tenaga
kerja
oleh
UMKM
(orang)
791.050
816.000
920.000
941.170

Sumber : Data olahan, 2011
Dari tabel 5 di atas diperoleh
gambaran bahwa kontribusi UMKM dalam
penyerapan tenaga kerja dapat dihitung
dengan memperbandingkan daya serap
tenaga kerja oleh UMKM terhadap total
angkatan kerja dan perbandingan tenaga kerja
yang diserap oleh UMKM dengan jumlah
orang yang bekerja sebagai berikut :

a.

38

Daya serap tenaga kerja oleh UMKM
terhadap total angkatan kerja.
Kontribusi yang diperoleh pada tahun
2007 diperoleh Kn sebesar 37,40 %,
tahun 2008 diperoleh Kn sebesar
36,44 %, tahun 2009 diperoleh Kn
sebesar 40,69 %, tahun 2010
diperoleh Kn sebesar 39,59 %.
b. Perbandingan tenaga kerja yang
diserap oleh UMKM dengan jumlah
orang yang bekerja. Serapan tenaga
kerja oleh UMKM dengan total
jumlah orang yang bekerja diperoleh
gambaran bahwa pada tahun 2007
sebesar 41,46 %, pada tahun 2008
sebesar 39,69 %, tahun 2009 sebesar
44,50 %, tahun 2010 sebesar 43,37 %.
Demikian diperoleh hasil bahwa
UMKM dipropinsi Riau menyerap tenaga
kerja rata-rata pertahun selama empat
tahun terakhir dari tahun 2007 sampai
tahun 2010 sebesar 38.53 % dari total
angkatan kerja yang ada, atau sama
dengan 42,25 % dari total orang yang
bekerja dipropinsi Riau, sementara 57,75
% orang bekerja disektor selain sektor
UMKM seperti PNS, TNI, Polri serta
honorer diinstansi pemerintah maupun
swasta,
perbankan,
perkebunan,
pelabuhan, perindustrian dan sektor
lainnya yang tidak termasuk dalam
kategori UMKM dan jumlah rata-rata
pengangguran pertahun selama empat
tahun terakhir dari 2007 sampai 2010
sebesar 8,81 % .
Bila dibandingkan secara nasional
daya serap UMKM dalam penyerapan
tenaga sebesar 96,18 %, sedangkan di
propinsi Riau daya serap tenaga kerja oleh
UMKM rata-rata pertahun sebesar 38,53
%, dan bila dibandingkan dengan
persentase secara nasional masih jauh
dibawahnya, kondisi ini bukan tidak
mungkin untuk mengejar peningkatan
daya serap tenaga kerja oleh UMKM di
propinsi Riau dapat ditingkatkan dengan
merangkul semua pelaku-pelaku usaha
sektor UMKM dengan memberikan
rangsangan dan melakukan pembinaan
yang berkelanjutan terhadap sektor

Tenaga Kerja dan UMKM (Herispon)

UMKM tersebut. Upaya-upaya dan stimulus
dalam perkembangan UMKM yang dapat
dilakukan oleh pemerintah propinsi Riau
adalah :
a. Penyaluran KUR dan memperbesar skim
kreditnya.
Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya
disingkat KUR, adalah kredit/ pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil
Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam
bentuk pemberian modal kerja dan
investasi yang didukung fasilitas
penjaminan untuk usaha produktif. KUR
adalah program yang dicanangkan oleh
pemerintah namun sumber dananya
berasal sepenuhnya dari dana bank.
Pemerintah memberikan penjaminan
terhadap resiko KUR sebesar 70%
sementara
sisanya
sebesar
30%
ditanggung oleh bank pelaksana.
Penjaminan KUR diberikan dalam c.
rangka meningkatkan akses UMKM-K
pada sumber pembiayaan dalam rangka
mendorong
pertumbuhan
ekonomi
nasional. KUR disalurkan oleh 6 bank
pelaksana yaitu Mandiri, BRI, BNI,
Bukopin, BTN, dan Bank Syariah
Mandiri (BSM).
b. Dari sisi perbankan, Bank Indonesia
telah menerbitkan beragam peraturan
lain yang memberi relaksasi untuk sektor
UMKM, seperti penghitungan aktiva
tertimbang. Berdasarkan resiko kredit,
aktiva sebelumnya diperhitungkan 100 d.
persen, tapi kini menjadi 85 persen
sehingga menghemat rasio kecukupan
modal perbankan. Bank Indonesia juga
menggolongkan kualitas aktiva produktif
hanya mengacu pada satu kriteria, yaitu
ketepatan pembayaran pokok dan bunga.
Sebelumnya, BI mengacu pada tiga pilar,
yaitu prospek usaha, kemampuan e.
membayar dan kinerja keuangan
sehingga bank mempunyai kapasitas
yang lebih besar membiayai sektor
UMKM.
Untuk wilayah propinsi Riau, Bank
Indonesia
Pekanbaru
mengatakan
pertumbuhan kredit perbankan di Riau
membaik. Untuk triwulan III tahun 2010,

39

kredit perbankan di Riau mampu
tumbuh sebesar 15,80 persen.
Triwulan III yahun 2010 ini, kredit
modal kerja mengalami pertumbuhan
paling tinggi dibandingkan kredit
konsumsi yang total keseluruhannya
mencapai 15,80 persen, selain itu
skim kredit yang juga menopang
UMKM di Riau dan sangat
berkembang adalah Kredit Usaha
Rakyat (KUR). BI mencatat hingga
Juli 2010 sudah menyalurkan KUR
sebesar Rp432,76 Miliar. Jumlah
KUR Rp432,76 miliyar yang sudah
tersalur di Riau ini menempati posisi
kedua
se
Sumatera.
semakin
banyaknya
skim
kredit
yang
tersalurkan di Riau, maka UMKM
akan semakin tertolong dalam hal
penyediaan modal usahanya.
Tahun 2010 suku bunga kredit usaha
rakyat (KUR) terpangkas 2%. Ini
tentu sebuah kabar gembira, tapi tidak
begitu menggembirakan buat pelaku
usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM). Mengapa? Pelaku UMKM
masih tetap harus membayar bunga
lebih besar dari pada pengusaha besar.
Saat ini suku bunga KUR masih
bertengger di level 16%, bahkan
untuk pinjaman tertentu tanpa
angunan masih berkisar pada level
20% hingga 22%.
Melakukan pola pembinaan yang
berkelanjutan kepada pelaku UMKM,
dalam arti pembinaan dilakukan oleh
bank penyalur kredit atau oleh dinas
terkait terhadap sektor usaha yang
mempunyai potensi, prospek, dan
keberlanjutan nyata dari usaha yang
bersangkutan.
Menyalurkan KUR pada sektor
UMKM yang benar-benar mempunyai
kegiatan usaha (tepat sasaran dan
objektif), dan mengupayakan kredit
yang
disalurkan
benar-benar
digunakan
untuk
kegiatan
pengembangan
usaha,
bukan
digunakan untuk keperluan konsumtif
(pengawasan berkelanjutan).

Tenaga Kerja dan UMKM (Herispon)

KUR sebagai sebuah program yang
bertujuan mengangkat pelaku UMKM
sangatlah mulia. Pada awalnya peluncuran
program tersebut begitu diminati. Terbukti
dengan daya serap yang tinggi. Namun,
belakangan program tersebut menjadi tidak
efektif lagi bagi pelaku UMKM karena suku
bunga yang diberikan tidak begitu menarik
dan dibebani berbagai persyaratan yang
dianggap memberatkan. Secara nasional
setelah program dijalankan kredit yang sudah
mengucur mencapai Rp1,923 triliun.
Penyaluran terbesar berasal dari Bank
Mandiri sebanyak Rp524 miliar dengan
debitur 11.290. Dari total nilai tersebut
Rp436 miliar merupakan kredit investasi
berjangka tiga tahun. Bank ini menetapkan
bunga 13,5 persen. Bank terbesar kedua yang
menyalurkan adalah BRI Rp351,2 miliar
untuk 2.666 debitur disusul BNI Rp270,2
miliar ke 3.233 usaha kecil. Lantas Bukopin
Rp77,6 miliar disusul Bank Syariah Mandiri
Rp29,1 miliar buat 407 debitur, lantas BTN
menyalurkan Rp7,03 milar untuk 40 debitur.
Tingkat kegagalan pengembalian
kredit (NPL) program ini juga dinilainya
masih rasional karena berada di bawah 3%.
Saat ini masih banyak pelaku UMKM
menunggu akses KUR, terutama dari
kalangan pelaku usaha pemula. Jadi wajar
saja bila penurunan suku bunga sebesar 2%
dinilai belum bisa menggairahkan pelaku
UMKM. Padahal kita paham program KUR
yang menjadi salah satu program andalan
pemerintah
seharusnya
bisa
menjadi
katalisator dalam kebuntuan pengembangan
UMKM. Niat mulia program KUR adalah
memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan
pendanaan dengan suku bunga yang
murah.Tapi kenyataan di lapangan suku
bunga yang didapatkan UMKM masih
terbilang tinggi.
Persoalan program KUR bukan
sekadar tersandung pada suku bunga yang
belum bisa menolong para pelaku UMKM,
tapi juga terganjal pada masalah penyaluran
yang tidak bisa menjangkau sepenuhnya pada
pengusaha kecil yang memang membutuhkan
dana.

40

Pemerintah, dalam hal ini Menteri
Koperasi dan UKM atau dinas terkait,
mencoba membuat terobosan dengan
melibatkan bank swasta sebagai penyalur
KUR. Tahun depan (tahun 2011)
penyaluran dana KUR, yang diprediksi
sebesar Rp20 triliun secara nasional, akan
melibatkan lima belas bank. Semakin
banyak bank penyalur KUR tentu akan
meningkatkan daya serap kredit tersebut,
pada akhirnya semakin banyak pula
pelaku UMKM yang bisa terlayani. Fakta
dilapangan menunjukkan, baru sekitar dua
juta pelaku UMKM yang bisa menikmati
dana KUR yang diluncurkan sejak 2007.
Angka tersebut terlalu kecil mengingat
masyarakat yang bergerak di bidang
UMKM tercatat 50,70 juta atau tak kurang
dari 98,9% dari total pelaku usaha di
Indonesia. Nah, kalau daya serap KUR
yang begitu lamban, berarti dibutuhkan
waktu puluhan tahun untuk menyentuh
UMKM yang puluhan juta jumlahnya itu.
Karena itu.kita harap usaha
pemerintah melibatkan perbankan swasta
untuk menyalurkan dana KUR bisa
dibarengi
dengan
berbagai
upaya
perbaikan. Sebutlah misalnya bagaimana
meminimalkan persyaratan kredit tanpa
menanggalkan
prinsip
kehati-hatian,
terutama soal jaminan. Salah satu
penyebab rendahnya daya serap KUR
belakangan ini karena persyaratan yang
tidak bisa dipenuhi oleh pelaku UMKM.
Tentu saja ganjalan pokoknya adalah
tingkat suku bunga yang tidak kompetitif.
Jangan heran kalau pelaku usaha kecil
kembali melirik rentenir; biar bunga
mencekik, tapi mudah mendapatkan
pembiayaan.
Untuk menyikapi keterbatasan
program KUR yang tujuan utamanya
memfasilitasi pembiayaan UMKM, harus
ada lembaga pembiayaan lain yang lebih
efektif.
Salah
satunya
adalah
memberdayakan segera mungkin fungsi
dan peranan lembaga keuangan mikro
(LKM) yang selama ini sudah akrab di
tengah
masyarakat.
Memang harus diakui kelemahan LKM

Tenaga Kerja dan UMKM (Herispon)

ndak memiliki pengawas, pengendali. Karena
peran dan fungsi LKM selama ini tak bisa
diabaikan, maka sudah saatnya memiliki
payung hukum yang jelas.
UMKM tersebar di berbagai instansi
sehingga efekvitas kinerjanya kurang bisa
dihitung parameter keberhasilannya. Lihat
saja, ada UMKM di bawah kementrian
koperasi dan UMKM, ada juga yang di
bawah departemen perindustrian dan
departemen perdagangan.Bahkan ada pula di
departemen kelautan dan perikanan. Semua
departemen mempunyai bidang UMKM
namun tidak ada data menyeluruh yang
dipegang pemerintah pusat. Padahal, semua
data penting dihimpun dalam data yang
terintegrasi. Bila ini dibiarkan, lambat laun
akan berimplikasi pada kurang terkordinimya
kemajuan yang dicapai.
SIMPULAN
1. Sektor
UMKM
dapat
menjadi
penyumbang (kontribusi) terbesar dalam
penyerapan
tenaga
kerja
pada
perekonomian provinsi Riau, kondisi ini
dapat tercapai bila pemerintah propinsi
Riau mempunyai kemauan, komitmen,
dan keberpihakan yang besar kepada
sektor UMKM.
2. Mempermudah akses para pelaku
UMKM ke pihak perbankan dengan
memberikan informasi yang akurat dan
berpihak,
mempermudah
urusan
perizinan usaha di dinas terkait, dapat
menjadi media atau memfasilitasi
pemasaran produk UMKM, maka
UMKM di propinsi Riau akan dapat
berkembangan sesuai harapan.
3. Penurunan suku bunga sebesar 2%
dinilai belum bisa menggairahkan pelaku
UMKM. Padahal kita paham program
KUR yang menjadi salah satu program
andalan pemerintah seharusnya bisa
menjadi katalisator dalam kebuntuan
pengembangan UMKM. Niat mulia
program KUR adalah memfasilitasi
UMKM untuk mendapatkan pendanaan
dengan suku bunga yang murah.Tapi
kenyataan di lapangan suku bunga yang

4.

41

didapatkan UMKM masih terbilang
tinggi.
Pemerintah
dapat
melibatkan
perbankan swasta untuk menyalurkan
dana KUR bisa dibarengi dengan
berbagai upaya perbaikan. Sebutlah
bagaimana
me-minimalkan
persyaratan
kredit
tanpa
menanggalkan prinsip kehati-hatian,
terutama soal jaminan. Salah satu
penyebab rendahnya daya serap KUR
belakangan ini karena persyaratan
yang tidak bisa dipenuhi oleh pelaku
UMKM.
Tentu
saja
ganjalan
pokoknya adalah tingkat suku bunga
yang tidak kompetitif. Jangan heran
kalau pelaku usaha kecil kembali
melirik rentenir; biar bunga mencekik,
tapi
mudah
men-dapatkan
pembiayaan.

DAFTAR RUJUKAN
Bank Indonesia, 2001., Tim Penyusun.,
Sejarah Peranan Bank Indonesia
Dalam Pengembangan Usaha
Kecil, Biro Kredit Bank Indonesia,
Jakarta.
Guritno, Mangkusubroto., 1993, Ekonomi
Publik, Yogyakarta ; Badan
Penerbit
Fakultas
Ekonomi
Universitas Gajah Mada (BPFEUGM).
http://www.metroriau.com/read/finance/63
12-2010-11-21-2011-umkm-diprediksi-tumbuh-15-persen.html.
http://www.riauterkini.com/usaha.php?arr
=27739
http://eksposnews.com/view/5/17379/UK
M-Riau-Tumbuh-10-persen.html
http://lensa.diskopjatim.go.id/index.php?o
ption=com_content&view=article
&id=190:icon-strategis-masingmasing-

Tenaga Kerja dan UMKM (Herispon)

provinsi&catid=14:laporanutama&Itemid=26
Narongchai, Akrasance, 1992., Faktor-Faktor
Keuangan Yang Berkaitan Deangan
Pengembangan Usaha Kecil dan
Menengah, sebuah tinjauan umum,
(Dalam kumpulan Jurnal Penelitian),
Penerbit PT. Pustaka LP3ES.
Prawirokusumo, Soeharto., 2001., Ekonomi
Kerakyatan (Konsep Kebijakan dan
Strategi), Edisi Pertama, Cetakan
Pertama, BPFE-UGM, Yogyakarta.
Toto Harmoyo, 2002, Restrukturisasi UKM
dalam Wacana I, Tulisan pada Harian
Mimbar Minang, Nomor : 949/Tahun
IV, Tanggal 12 Juni 2002.
http://lensa.diskopjatim.go.id/index.php?opti
on=com_content&view=article&id=1
90:icon-strategis-masing-masingprovinsi&catid=14:laporanutama&Itemid=26
Toto Harmoyo, 2002, Restrukturisasi UKM
dalam Wacana I, Tulisan pada Harian
Mimbar Minang, Nomor : 949/Tahun
IV, Tanggal 12 Juni 2002.

42