Layanan Pendidikan dan Prinsip Prinsip L

Layanan Pendidikan dan Prinsip-Prinsip Layanan ABK
MAKALAH
(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Mata Kuliah Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus)
Dosen pengampu : Dra. Kurniana Bektiningsih, M.Pd.
.

Oleh :
Rombel 15
Kelompok 9
1.

Veni Melina(1401413061)

2.

Budi Adi Prayogo (1401413281)

3.

Dewi Nurmayasari (1401413314)


JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada mulanya, pengertian anak berkebutuhan khusus adalah anak cacat, baik cacat fisik
maupun cacat mental. Anak-anak yang cacat fisik sejak lahir, seperti tidak memiliki kaki atau
tangan yang sempurna, buta warna, atau tuli termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus.
Pengertian anak berkebutuhan khusus kemudian berkembang menjadi anak yang memiliki
kebutuhan individual yang tidak bisa disamakan dengan anak yang normal. Pengertian anak
berkebutuhan khusus akhirnya mencakup anak yang berbakat, anak yang cacat, dan anak
yang mengalami kesulitan.
Selama ini cara pandang terhadap anak berkebutuhan khusus masih negatif, maka
pemenuhan layanan anak berkebutuhan khusus juga belum dapat memperoleh hak yang sama
dengan anak-anak lainnya. Sehubungan dengan itu, maka guru sebagai ujung tombak
pendidikan formal perlu memberikan layanan secara optimal bagi semua siswa termasuk

anak berkebutuhan khusus. Karena dalam jenjang sekolah umum, termasik sekolah dasar,
terkadang ditemui siswa yang termasuk anak berkebutuhan khusus yang memerlukan
perhatian dan layanan pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Sebab
anak-anak tersebut tidak serta merta dapat dilayani kebutuhan belajarnya sebagaimana anakanak normal pada umumnya.
Guru di sekolah dasar diharapkan mampu memberikan layanan pendidikan pada setiap
anak berkebutuhan khusus. Namun masih banyak guru yang belum memahami tentang anak
berkebutuhan khusus. Sehingga mereka tidak dapat memberikan layanan pendidikan yang
optimal terhadap anak berkebutuhan khusus. Apalagi anak berkebutuhan khusus mencakup
berbagai jenis dan derajat kelainan yang bervariasi. Padahal setiap anak memiliki
keunikannya masing-masing yang berbeda dengan anak lainnya, dimana setiap anak perlu
mendapatkan penanganan yang berbeda sesuai dengan

karakternya.

Makalah ini akan memaparkan langkah-langkah dan tindak lanjut yang harus dilakukan
guru terhadap anak berkebutuhan khusus. Guru terlebih dahulu harus dapat menemukan
siswa yang termasuk anak berkebutuhan khusus, untuk kemudian dapat mengambil tindakan
yang tepat terhadap anak tersebut. Sehingga anak berkebutuhan khusus dapat
mengembangkan potensinya seperti anak-anak lain untuk membekali hidupnya serta dapat
bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, dan lingkungannya.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mengenali dan menemukan adanya
anak berkebutuhan khusus?
2. Bagaimana cara pemberian layanan pendidikan terhadap anak-anak berkebutuhan
khusus?
3. Apa sajakah prinsip-prinsip layanan bagi anak berkebutuhan khusus?
C. Tujuan
1. Untuk mengidentifikasi langkah-langkah dalam menngenali anak berkebutuhan
khusus.
2. Untuk mengetahui cara pemberian layanan pendidikan terhadap anak berkebutuhan
khusus.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip layanan bagi anak berkebutuhan khusus.

BAB II
PEMBAHASAN
Banyak kasus yang terjadi berkenaan dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus di
sekolah-sekolah umum, termasuk di sekolah dasar (SD). Anak-anak tersebut memerlukan
perhatian dan layanan pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan keadaannya agar dapat

mengembangkan kemampuannya seperti anak-anak normal lainnya. Pada dasarnya setiap
anak adalah pribadi yang unik yang harus diperlakukan sesuai dengan keunikannya. Untuk
dapat memberikan perlakuan yang tepat terhadap anak yang bersangkutan, seorang guru
harus mengetahui apa keunikan atau kelainan yang dimiliki oleh anak didiknya. Untuk
mengetahuinya, seorang guru perlu melakukan tahap identifikasi dan asesmen terhadap anak
yang diduga anak berkebutuhan khusus, sehingga dapat memberikan layanan yang tepat.
A. Identifikasi
Anak berkebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasikan dari kelompok anak pada
umumnya, oleh karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus. Pelayanan
tersebut bertujuan untuk membantu anak berkebutuhan khusus mengurangi keterbatasannya
dalam hidup bermasyarakat. Dalam rangka mengidentifikasi (menemukan) anak dengan
kebutuhan khusus, diperlukan pengetahuan tentang berbagai jenis dan tingkat kelainan
organis maupun fungsional anak melalui gejala-gejala yang dapat diamati sehari-hari.
Sehubungan dengan hal itu, maka disiapkan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus
berbentuk kelimat pertanyaan tentang gejala-gejala yang nampak pada anak dalam
kesehariannya. Dengan alat identifikasi ini, secara sederhana dapat disimpulkan apakah
seseorang tergolong anak berkebutuhan khusus atau bukan.
Identifikasi adalah usaha untuk mengenali atau menemukan anak berkebutuhan khusus
sesuai dengan ciri-ciri yang ada. Identifikasi yang dilakukan untuk menemukenali keberadaan
anak berkebutuhan khusus di SD berorientasi pada ciri-ciri atau karakteristik yang ada pada

seorang anak yang mencakup hal-hal sebagai berikut.
1. Kondisi Fisik
Mencakup keberadaan kondisi fisik secara keseluruhan (anggota tubuh) dan kondisi indera
seorang anak, baik secara organik maupun fungsional, apakah kondisi yang ada
mempengaruhi fungsinya atau tidak.

2. Kemampuan Intelektual
Mencakup kemampuan anak untuk melaksanakan tugas-tugas akademik di sekolah
3. Kemampuan Komunikasi
Mencakup kesanggupan seorang anak dalam memahami dan mengekspresikan gagasannya
dalam berinteraksi terhadap lingkungan sekitar, baik secara lisan maupun tulisan.
4. Sosial Emosional
Mencakup aktivitas sosial yang dilakukan seorang anak dalam kegiatan interaksinya
dengan teman-teman maupun dengan gurunya serta perilaku yang ditampilkan dalam
pergaulan kesehariannya.
Ada beberapa teknik identifikasi secara umum, yang memungkinkan guru-guru untuk
melakukannya sendiri di sekolah. Teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut.
1) Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung
terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan ecara

sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati termasuk anak berkebutuhan khusus.
Berdasarkan situasi yang diobservasi, observasi dibedakan menjadi:
a. Observasi Langsung, dilakukan secara langsung terhadap siswa dalam lingkungan
yang wajar dalam aktivitas keseharian.
b. Observasi tak Langsung, dilakukan dengan menciptakan kondisi yang diinginkan
untuk diobservasi.
Berdasarkan keterlibatan pengobservasi, observasi debedakan menjadi:
a. Partisipan, yaitu orang yang melakukan observasi turut mengambil bagian pada
situasi yang diobservasi.
b. Nonpartisipan, yaitu orang yang melakukan observasi berada di luar situasi yang
sedang diobservasi, tujuannya agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi anak yang
diobservasi.
2) Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan mengajukan pertanyaan
secara lisan kepada sumber data, dan sumber data memberikan jawaban secara lisan. Guru
dapat melakukan wawancara terhadap siswa, keluarga, orangtua, teman seperrmainan, atau
pihak lain yang dimungkinkan untuk dapat memberikan informasi tambahan mengenai
keberadaan siswa tersebut.

3) Tes

Tes merupakan suatu cara untuk melakukan penilaian yang berupa suatu tugas yang harus
dikerjakan oleh anak, yang akan menghasilkan suatu nilai tentang kemampuan atau
perilaku anak yang bersangkutan. Untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus tes
dapat dilakukan dalam bentuk perbuatan maupun tulisan. Dalam hal ini tes berupa buatan
guru sendiri.
4) Tes Psikologi
Tes psikologi yaitu tes yang sangat popular dan sering digunakan dalam upaya identifikasi
anak berkebutuhan khusus, karena memiliki akurasi yang lebih baik dari tes buatan guru,
waktu pelaksanaan tes lebih singkat, dan dapat memprediksi apa-apa yang akan terjadi
dalam belajar anak di tahap berikutnya. Untuk melihat tingkat kecerdasan seorang anak,
tes psikologi merupakan salah satu instrumen yang lebih obyektif dan validitasnya telah
teruji. Tes psikologi tidak hanya terbatas pada tes kecerdasan saja, tetapi juga digunakan
untuk mengetahui kepribadian, perilaku, dan bakat khusus seseorang.
B. Asesmen
Asesmen adalah penilaian terhadap suatu keadaan, penilaian terhadap kondisi atau
keadaan anak berkebutuhan khusus. Asesmen merupakan kelanjutan dari identifikasi. Hasil
yang diperoleh dari asesmen pendidikan akan bermanfaat bagi guru sebagai panduan dalam
dua hal pokok, yaitu perencanaan program dan implementasi program pembelajaran.
Informasi yang dikumpulkan dalam asesmen hendaknya relevan dan komperhensif karena
akan digunakan merencanakan tujuan dan penentuan sasaran pembelajaran serta strategi

pembelajaran yang tepat.
1. Tujuan Asesmen
a.

Menyeleksi anak-anak yang termasuk anak berkebutuhan khusus

b.

Menempatkan siswa sesuai dengan kemampuannya

c.

Merencanakan program dan strategi pembelajaran

d.

Mengevaluasi dan memantau perkembangan belajar siswa

2. Langkah-Langkah dalam Asesmen
a.


Menentukan cakupan dan tahapan keterampilan yang diajarkan

b.

Menetapkan perilaku yang diases

c.

Memilih aktivitas evaluasi (evaluasi khusus atau umum)

d.

Pengorganisasian alat evaluasi

e.

Pencatatan kinerja siswa

f.


Penentuan tujuan pembelajaran khusus untuk jangka panjang dan jangka pendek

3. Teknik Pelaksanaan Asesmen
a.

Observasi
Mencakup pengamatan yang dilakukan secara seksama terhadap aktivitas belajar
siswa, seperti cara belajar, kinerja, perilaku, atau kompetensi yang dicapai.

b. Tes Formal
Merupakan suatu bentuk tes yang telah distandarkan, yang memiliki acuan norma atau
patokan dengan tolak ukur yang telah ditetapkan. Dalam konteks asesmen pendidikan
anak berkebutuhan khusus sesungguhnya kurang cocok dilakukan karena tujuannya
yang sangat spesifik mencakup persoalan-persoalan pendidikan yang unik yang
dihadapi siswa berkebutuhan khusus secara individual.
c. Tes Informal
Merupakan tes yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal
yang berkenaan dengan kompetensi dan kemajuan belajar anak berkebutuhan khusus
yang disusun oleh guru. Tes ini digunakan secara intensif untuk mengetahui

kompetensi-kompetensi khusus pada anak.
d. Wawancara
Merupakan usaha memperoleh informasi tentang anak anak berkebutuhan khusus
dengan sasaran utama orangtua, keluarga, guru di sekolah, ataupun teman
sepermainan.
C. Pemberian layanan pendidikan
Sebelum menentukan layanan pendidikan yang akan diberikan terhadap anak berkebutuhan
khusus, seorang guru SD terlebih dahulu melakukan identifikasi yang dilanjutkan dengan
asesmen terhadap anak yang diduga berkebutuhan khusus. Menemukan anak berkebutuhan
khusus sangat penting dilakukan, mengingat kebutuhan layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus sangatlah spesifik, dengan keunikan yang dimiliki. Melalui asesmen
permasalahan-permasalahan pendidikan khusus yang dialami anak akan diketahui, dalam
bidang apa dan tentang persoalan yang dihadapinya.
Salah satu program pembelajaran yang dirancang untuk anak-anak berkebutuhan khusus
adalah program pembelajaran individual (PPI), yaitu program yang disusun sesuai dengan
kebutuhan individu anak-anak berkebutuhan khusus. Pemberian layanan diberikan dengan
menyusun rencana, aktivitas kegiatan, dan melakukan evaluasi. Semua program yang

dilakukan terhadap anak berkebutuhan khusus harus memperoleh persetujuan orangtua
murid.
Idealnya semua siswa berkebutuhan khusus yang berkelainan fisik dan mental dilayani
dengan PPI, terutama diperuntukkan bagi murid berkelainan pada tingkat sedang dan berat.
Pengembangan PPI sesungguhnya tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang guru, tetapi
harus ada koordinasi dengan berbagai pihak terkait di sekolah, dinas pendidikan, komite
sekolah, dan orangtua murid. Langkah awal yang harus dilakukan untuk penyelenggaraan
program PPI adalah membentuk tim penyusun program, dengan kerja awal melakukan
diskusi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi siswa, untuk selanjutnya dibuatkan
program yang sesuai dengan kebutuhannya.
Proses pengembangan PPI dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa prosedur teknis,
yaitu sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan kompetensi siswa secara rinci pada saat sekarang dalam berbagai
bidang pelajaran.
2. Merumuskan tujuan jangka panjang dan jangka pendek kegiatan pembelajara.
3. Menentukan teknik dan akat evaluasi untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai.
4. Mengembangkan ranah kurikulum yang akan dibuat atau dipropagandakan.
5. Menetapkan

strategi

pembelajaran

sesuai

dengan

penekanan

pada

ranah

kurikulumnya.
Dalam pelaksanaan program PPI harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya agar
kompetensi yang diharapkan untuk mengatasi kesulitan akan lebih mudah dicapai. Selama
kegiatan berlangsung, guru berperan sebagai pendidik, fasilitator, dan motivator dalam
pelaksanaan program. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program adalah
sebagai berikut.
1. Mencermati tujuan dan sasaran program yang akan dicapai.
2. Materi dan lembar kegiatan yang diperlukan selama pelaksanaan program
berlangsung di sekolah.
3. Fasilitas dan sumber belajar berupa media atau ruang sumber untuk kegiatan
pembelajaran.
4. Kalender pembelajaran.
5. Rapat koordinasi mengenai pelaksanaan program.
Pelaksanaan program harus dimonitor dan dievaluasi setiap saat untuk melihat
perkembangan atau kemajuan yang dicapai siswa, melalui observasi atau tes. Evaluasi
diberikan pada setiap akhir kegiatan pembelajaran ataupun dalam periode waktu tertentu

dalam bentuk tes formal maupun tes informal untuk mengukur tingkat kemajuan dan prestasi
belajar yang telah dicapai siswa.
D. Prinsip Layanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Beberapa prinsip dasar dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
pada umumnya yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Prinsip Dasar
dalam layanan pendidikan menurut Musjafak Assjari (1995).
1.

Keseluruhan anak (all the children)
Layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada pemberian
kesempatan kepada seluruh anak berkebutuhan khusus dari berbagai derajat, ragam dan
bentuk kecacatan yang ada. Dengan layanan pendidikan

diharapkan anak

mengembangkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga ia dapat
mencapai hidup bahagia sesuai dengan kecacatannya. Guru saharusnya bersifat kreatif,
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan keunikan dan karakteristik dari masingmasing kecacatan.
2.

Kenyataan (reality)
Pengungkapan tentang kemampuan fisik dan psikologis pada masing-masing anak
berkebutuhan khusus mutlak untuk dilakukan. Hal ini penting, mengingat melalui
tahapan tersebut pelaksanaan pendidikan maupun pelaksanaan rehabilitasi dapat
memberikan layanan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing
anakberkebutuhan khusus. Dasar pendidikan yang menempatkan pada kemampuan
masing-masing anak tuna daksa inilah yang dimaknai sebagai dasar yang dilandaskan
pada kenyataan (reality). Tunadaksa berarti suatu keadaan rusak atau terganggu
sebagaiakibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi
dalamfungsinya yang normal

3.

Program yang dinamis (a dynamic program)
Pendidikan pada dasarnya bersifat dinamis. Dinamika dalam proses pendidikan terjadi
karena subjek didiknya selalu berkembang, sehingga penyesuaian layanan harus
memperhatikan akan perkembangan yang terjadi pada subjek didik. Dinamika dapat pula
terjadi pada perkembangan ilmu pengetahuan. Kenyataan tersebut menuntut guru untuk
mengkaji teori-teori pendidikan yang berkembang setiap saat.

4.

Kesempatan yang sama (equality of opportunity)
Pada dasarnya anak berkebutuhan khusus diberikan kesempatan yang sama

untuk

mengembangkan potensinya tanpa memprioritaskan jenis-jenis kecacatan yang
dialaminya. Titik perhatian pengembangan utama pada anak kebutuhan khusus adalah
optimalisasi potensi yang dimiliki masing-masing anak melalui jenjang pendidikan yang
ditempuhnya. Kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan menuntut
penyelenggara pendidikan

bagi anak berkebutuhan khusus untuk menyediakan dan

mengusahakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak dan
variasi kecacatannya.
5.

Kerjasama (cooperative)
Pendidikan berkebutuhan khusus tidak akan berhasil mengembangkan potensi mereka
jika tidak melibatkan pihak-pihak yang terkait. Salah satunya yaitu orang tua untuk
merancang dan menyelenggaran program pendidikan. Selain orang tua diantaranya yaitu
dokter,

psikologis,

psikhiater,

pekerja

social,ahli

terapi

okupasi,

dan

ahli

fisioterapi,konselor, dan tokoh masyarakat utama mempunyai perhatian dalam dunia
pendidikan anak.
Selain

prinsip tersebut diatas ada juga prinsip lain yang perlu diperhatikan dalam

penyelenggaran pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu
1. Prinsip kasih sayang
Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus membutuhkan kasih sayang dan bukan
belas kasihan. Untuk itu, guru seharusnya mampu menggantikan kedudukan orang tua
untuk memberikan perasaan kasih sayang kepada anak. Wujud pemberian kasih sayang
dapat berupa sapaan, pemberian tugas sesuai dengan kemampuan anak, menghargai dan
mengakui keberadaan anak.
2. Prinsip keperagaan
Anak berberkebutuhan khusus ada yang memiliki kecerdasas dibawah rata-rata. Untuk
itu guru dalam membelajarkan anak hendaknya menggunakan alat peraga yang memadai
agar anak terbantu dalam menangkap pesan. Alat peraga hendaknya disesuaikan dengan
bahan, suasana dan perkembangan anak.
3. Keterpaduan dan keserasian antar ranah
Dalam proses pembelajaran, ranah kognisi sering memperoleh sentuhan yang lebih
banyak, sementara ranah afeksi dan psikomotor kadang terlupakan. Akibat yang terjadi

dalam proses pembelajaran seperti ini terjadi kepincangan dan ketidakutuhan dalam
memperoleh makna dari apa yang dipelajari. Untuk itu, guru seharusnya menciptakan
media yang tepat untuk mengembangkan ketiga arahan tersebut.
4. Pengembangan minat dan bakat
Tugas guru dan orang tua adalah mengembangkan bakat dan minat yang terdapat pada
diri anak masing-masing. Hal ini dilakukan karena, minat dan bakat seseorang
memberikan sumbangan dan pencapaian keberhasilan. Oleh karena itu, proses
pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus hendaknya didasarkan pada minat dan
bakat mereka yang dimiliki.
5. Kemampuan anak
Heteroginitas

(keanekaragaman)

mewarnai

kelas-kelas

pendidikan

pada

anak

berkebutuhan khusus, akibatnya masing-masing subjek didik perlu memperoleh
perhatian dan layanan yang sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, sebelum dan
selama proses pendidikan orang tua perlu disertakan dalam proses pembelajaran
anaknya, sehingga kemampuan dan perkembangannya dapat mampu diikutinya. Selain
itu, guru harus mampu menterjemahkan tuntutan kurikulum terhadap heteroginitas
kemampuan masing-masing subjek didik.
6. Model
Guru merupakan model bagi subjek didiknya. Perilaku guru akan ditiru oleh anak
didiknya. Oleh karena itu perlu merancang secermat mungkin pembelajaran agar model
yang ditampilkannya oleh guru dapat ditiru oleh anak.
7. Pembiasaan
Pembiasaan bagi anak berkebutuhan khusus membutuhkan penjelasan yang lebih konkret
dan berulang-ulang.
8. Latihan
Latihan yang dilakukan tidak melebihi kemampuan anak, sehingga anak senang
melakukan kegiatan yang telah diprogramkan oleh pengelola pendidikan.
9. Pengulangan
Pengulangan diperlukan untuk memperjelas informasi dan kegiatan yang harus dilakukan
anak. Meskipun hal ini sering menjemukan, tetapi kenyataan mereka memerlukan demi
penguasaan suatu informasi yang utuh.
10. Penguatan
Penguatan merupakan tuntutan untuk membentuk perilaku pada anak. Secara psikologis
akan memberikan penghargaan pada diri subjek didik, bahwa mereka mampu berbuat.

Penghargaan ini akan memberikan motivasi pada diri mereka. Bila ini terjadi, anak akan
berusaha untuk menampilkan prestasi lain.
Beberapa prinsip khusus yang berkaitan dengan layanan pendidikan anak tunanetra
menurut annastasia Widjajanti dan Imanuael Hitipeuw (1995) adalah prinsip totalitas, prinsip
keperagaan, prinsip berkesinambungan, prinsip aktivitas, prinsip individual. Prinsip khusus
tersebut berkaitan erat dengan kecacatan yang dialami anak.
a. Prinsip totalitas
Prinsip totalitas berarti keseluruhan atau keseutuhan. Dalam prinsip ini guru dalam
mengajar suatu konsep harus secara keseluruhan atau utuh. Keseluruhan dimaksudkan
bahwa dalam mengenalkan konsep sedapat mungkin melibatkan keseluruhan indera,
sedangkan keutuhan dimaksudkan bahwa konsep yang dikenalkan harus utuh, tidak
sepotong-potong. Misalnya, menjelaskan “tomat” , guru tidak hanya mengenalkan model
tomat, tetapi sedapat mungkin ditunjukkan tomat yang asli, anak disuruh meraba bentukbentuk tomat, mencium bau tomat, merasakan tomat, dan bahkan melengkapinya dengan
bentuk pohon tomat
b. Prinsip Keperagaan
Prinsip keperagaan sangat dibutuhkan untuk menjelaskan konsep baru pada anak
tunanetra. Prinsip peragaan berkaitan erat dengan tipe belajar anak. Ada anak yang
mudah menerima konsep melalui indera perabaan, ada anak yang mudah melalui indera
pendengaran. Dengan peraga anak akan terhindar dari verbalisme. Misalnya, guru
menerangkan perbedaan antara apel dan tomat. Guru harus membawa kedua jenis buah
tersebut. Anak harus dapat membedakan keduanya dari segi teksture (kasar-halus, keraslembut), berat, rasa, dan baunya.
Contoh lain, misalnya guru akan menerangkan nyamuk; untuk suara mungkin dapat
langsung, tetapi untuk bentuk guru harus mencari spesimen nyamuk, yang besarnya
mungkin ratusan kali dari nyamuk yang sesungguhnya. Informasi ukuran ini harus
diberitahukan supaya anak tidak salah persepsi. Dengan spesimen anak dapat leluasa
meraba dan membayangkan dengan nyamuk yang sesungguhnya.
c. Prinsip berkesinambungan
Prinsip berkesinambungan sangat dibutuhkan anak tunanetra dalam mempelajari konsep.
Matapelajaran yang satu harus berkesinambungan dengan mata pelajaran yang lain.
Kesinambungan tersebut dalam hal materi dan istilah yang digunakan oleh guru, jika
tidak anak tunanetra akan mengalami kebingungan. Mereka beranggapan guru sebagai
sumber informasi yang diyakini kebenarannya. Oleh karena itu, guru disarankan untuk

selalu menghubungkan materi pelajaran yang telah dipelajari dengan materi pelajaran
yang akan dipelajari. Istilah yang digunakan hendaknya tidak terlalu banyak variasi
antara guru yang satu dengan guru yang lain.
d. Prinsip aktivitas
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar anak. Murid dapat memberikan
respon terhadap stimulus yang diberikan oleh guru. Reaksi ini dilaksanakan dalam
bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Tugas guru membantu anak dalam
kegiatan belajar mengajar. Anak tunanetra diharapkan aktif tidak hanya sebagai
pendengar. Tanpa aktivitas, konsep yang diterima anak hanya sedikit dan mereka akan
merasa jenuh. Situasi demikian dapat membuat mereka mengantuk. Sebaliknya, jika
anak tunanetra aktif dalam kegiatan pembelajaran, maka pengalaman belajar mereka
banyak, mereka memperoleh kepuasan dalam belajar, sehingga akan mendorong rasa
ingin tahu yang tinggi.
e. Prinsip individual
Prinsip individual dalam pembelajaran berarti pengajaran dilaksanakan dengan
memperhatikan perbedaan individu anak, potensi anak, bakat dan kemampuan masingmasing anak. Prinsip individual sangat dibutuhkan dalam mendidik anak tunanetra.
Prinsip ini merupakan ciri khusus dalam layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Bagi anak tunanetra, prinsip individual mendorong guru untuk memenuhi tuntutan
variasi ketunaan dan kemampuan anak. Guru dituntut sabar, telaten, ulet, dan kreatif.
Guru harus mengajar satu persatu sesuai dengan perbedaan anak.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap anak memiliki karakter dan keunikan yang berbeda-beda. Namun
hendaknya perlakuan tersebut tidak menimbulkan adanya kecemburuan sosial di antara
siswa. Dapat dikatakan bahwa semua anak memiliki kebutuhan khusus. Namun jika
dilihat secara umum, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang benar-benar
membutuhkan penanganan khusus karena tingkahlaku atau sifatnya yang menyimpang
dari anak-anak pada umumnya.
Langkah awal dalam menemukan dan menentukan anak berkebutuhan khusus di
SD adalah melalui identifikasi. Identifikasi adalah upaya menemukenali anak-anak yang
diduga memiliki kelainan atau berkebutuhan khusus. Kegiatan identifikasi dilanjutkan
dengan asesmen yang merupakan aktivitas penting dalam proses pembelajaran di
sekolah, sehingga pelaksanaannya harus benar-benar dilakukan secara obyektif terhadap
kondisi dan kebutuhan anak. Pada intinya asesmen berorientasi pada upaya pengumpulan
informasi secara sistematis dalam upaya perencanaan dan implementasi pembelajaran
siswa di sekolah.
Ada beberapa prinsip dasar dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus pada umumnya yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Prinsip Dasar dalam layanan pendidikan menurut Musjafak Assjari (1995) yaitu
seseluruhan anak (all the children), kenyataan (reality), program yang dinamis (a
dynamic program), kesempatan yang sama (equality of opportunity), kerjasama
(cooperative)
.
B. Saran
Setiap anak dilahirkan dengan ciri khas masing-masing, baik itu kelebihan maupun
kekurangannya. Anak berkebutuhan khusus memerlukan perhatian dan layanan
pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan keadaannya agar dapat mengembangkan
kemampuannya seperti anak-anak normal lainnya. Maka.dari itu penting bagi orang tua
dan guru untuk mengetahui layanan pendidikan seperti apa yang dipilihkan untuk anak.
Selain itu juga memahami setiap langkah dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus. Dan dalam pemberian layanan pendidikan tersebut hendaknya juga
diikuti dengan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Karena dengan memahami prinsipprinsip layanan pendidikan diharapkan akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

UNY.

2011.

ppmlayanan-pendidikan-untuk-anak-berkebutuhan-khusus.pdf

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/aini-mahabbati-spdma/ppmlayanan-pendidikan-untuk-anak-berkebutuhan-khusus.pdf.

Diakses

pada hari Sabtu 5 Maret 2016 Pukul 19.30 WIB
Kristiani, Imelda. 2015.
KHUSUS

LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN
DI

SEKOLAH

DASAR.

http://belajarimanuel.blogspot.co.id/2015/06/layanan-pendidikan-anakberkebutuhan.html. Diakses pada hari Sabtu 5 Maret 2016 Pukul 19.30 WIB.
Ningtyas, Wahyu. 2013. LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS DI SEKOLAH DASAR.
http://wahyupgsd10.blogspot.co.id/2013/07/layanan-pendidikan-anakberkebutuhan.html. Diakses pada hari Sabtu 5 Maret 2016 Pukul 19.30 WIB.
Sarah, sayyidah. 2011. Prinsip-prinsip Layanan Anak Berkebutuhan Khusus.
http://sayyida-sarah.blogspot.co.id/2011/12/prinsip-prinsip-layanan-anak.html.
Diakses pada hari Sabtu 5 Maret 2016 Pukul 19.30 WIB.
Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional