Redesain Museum dan Mini Theater Dirgant

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

PROPOSAL SINOPSIS PROYEK AKHIR
Nama: Noor Alfina
Nim: 5112412071
Prodi: Teknik Arsitektur, S1

Redesain Museum dan Mini Theater Dirgantara Mandala
Yogyakarta dengan penekanan Arsitektur Infill

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Judul
“Redesain Museum dan Mini Theater Dirgantara Mandala Yogyakarta dengan
penekanan Arsitektur Infill” merupakan judul dari kegiatan perencanaan ini.
Redesain berasal dari kata re- dan desain. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, desain adalah rancangan dan re- adalah kembali atau sekali lagi.
Maka redesain adalah suatu kegiatan merancang kembali sebuah objek dengan

tujuan tertentu.

(1)

Museum merupakan institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik,
dengan

sifat

terbuka,

dengan

cara

melakukan

usaha

pengoleksian,


mengkonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata
kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan.
Museum Dirgantara Mandala adalah objeknya. Merupakan museum perjuangan
yang memamerkan berbagai jenis pesawat terbang yang pernah dimiliki
Indonesia, khususnya TNI AU.
Mini theater berarti sebuah tempat pemutaran film dengan skala bentang kecil.
Sedangkan arsitektur infill dalam hal ini merupakan konsep yang mengacu pada
aspek kontekstual yang berpengaruh terhadap penyisipan sebuah bangunan
baru ke dalam kawasan bersejarah.
Sehingga judul dapat dimaknai sebagai suatu usaha merencanakan dan
merancang kembali Museum dan Mini Theater Dirgantara Mandala Yogyakarta
dengan memberikan keharmonisan dalam dua buah struktur dari masa yang
berbeda tanpa mengurangi nilai-nilai historikalnya.

1.2. Latar Belakang
1.2.1. Latar Belakang Awal Mula Perencanaan Museum Dirgantara Mandala
Yogyakarta
Di Indonesia terdapat banyak museum tempat penyimpanan benda-benda
bersejarah, Museum Dirgantara Mandala adalah salah satunya. Berbeda dengan

museum-museum perjuangan yang lain, di museum ini dipamerkan berbagai
jenis pesawat terbang yang pernah dimiliki Indonesia, khususnya TNI AU. Selain
itu, di museum yang berlokasi di Yogyakarta ini, terdapat pula diaroma-diaroma
perjuangan

bangsa Indonesia, khususnya TNI AU

dalam merebut

dan

mempertahankan kemerdekaan NKRI.
Lembaga Pendidikan AKABRI Bagian Udara Yogyakarta yang saat ini bernama
Akademi Angkatan Udara/AAU, sudah memiliki Museum Pendidikan / Karbol,
sehingga mulailah adanya pemikiran yang mengarah pada pengembangan dan

(2)

upaya menyatukan/mengintegrasikan kedua Museum tersebut. Di samping itu
timbul pemikiran untuk mempertimbangkan dalam menentukan lokasi Museum,

bila keduanya berhasil disatukan, yang kemudian mengarah ke Yogyakarta.
Adapun dasar pertimbangannya, adalah sebagai berikut:
1. Pada peristiwa 1945 – 1949 Yogyakarta memegangg peranan penting
sebagai tempat lahir dan pusat perjuangan TNI- AU.
2. Yogyakarta adalah tempat penggodokan Taruna-taruna AU calon Perwira
TNI AU.
3. Semangat minat dirgantara, nilai-nilai 45 dan tradisi juang TNI AU
mengacu pada semangat Maguwo.
Atas dasar pertimbangan tersebut, maka KASAU mengeluarkan Surat Keputusan
No. Kep/II‟IV/1978 tanggal 17 April 1978 menetapkan bahwa Museum Pusat
AURI yang semula berkedudukan di Jakarta, dipindahkan ke Yogyakarta,
diintegrasikan dengan Museum Pendidikan menjadi Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala dengan memanfaatkan gedung Link Trainer di kawasan
Ksatrian AKABRI Bagian Udara.
Operasi Boyong pemindahan benda-benda koleksi Museum AURI di Jakarta ke
Yogyakarta telah dimulai sejak November 1977. Dalam Langkah penyempurnaan
pemindahan lebih lanjut berdasarkan Keputusan KASAU No. Skep./04/IV/1978
tanggal 17 April 1978 dilengkapi dengan pemberian nama Museum tersebut
dengan nama “Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala”. Pembukaan dan
peresmian Museum ini bersamaan pula dengan peresmian Museum Sekbang

Pertama 1945 yang berlokasi di dekat Base Ops Lanud Adi Sutjipto, yang
dilakukan oleh Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi, bertepatan
dengan peringatan Hari Bakti TNI AU 19 Juli 1978. Perlu dicatat bahwa
Pembinaan Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala, mencangkup pula
Museum Sekbang Pertama tahun 1945 yang berlokasi di dekat Base Ops Lanud
Adisujipto, yang kini telah dialihkan statusnya sebagai Museum Sekbang
Pertama dengan nomor Inventaris Monumen TNI-AU/No.in/o1/Adi/Men.
Dengan pertimbangan bahwa koleksi Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala
teus berkembang dan bertambah terutama Alustista Udara berupa pesawat
terbang, sehingga gedung museum di Kesatrian AKABRI Bagian Udara tidak

(3)

dapat menampung, serta lokasinya sukar dijangkau pengunjung, maka Pimpinan
TNI-AU memutuskan untuk memindahkan lagi.
Pimpinan TNI-AU kemudian menunjuk dan memutuskan bahwa gedung bekas
pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisujipto yang di masa pendudukan Jepang
digunakan sebagai gudang logistic, segera direhabilitasi untuk dimanfaatkan
sebagai Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala pada tanggal 17 Desember
1982 Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani sebuah

prasasti. Hal ini diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI-AU No.
Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 April 1984 tentang rehabilitasi gedung bekas
pabrik gula tersebut untuk dipersiapkan sebagai gedung permanen Museum
Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala. Dalam perkembangan selanjutnya pada
tanggal 29 Juli1984 Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan
penggunaan gedung yang sudah direhap tersebut sebagai gedung Museum Pusat
TNI-AU Dirgantara Mandala. Luas area museum seluruhnya lebih kurang 4,2 Ha.
Luas bagunan seluruhnya yang digunakan 8.735 m2.
Dalam rangka melengkapi fasilitas museum sebagai sarana penunjang serta
untuk lebih meningkatkan penanaman minat dirgantara pada generasi penerus,
dibangun Mini Teater yang telah diresmikan oleh Kepala Staf Anagkatan Udara
Marsekal TNI Imam Sufaat S. IP pada tanggal 27 Januari 2011. Mini theater
merupakan salah satu fasilitas teknologi informasi dan multimedia untuk
memberikan informasi kepada para pengunjung melalui pemutaran film tentang
berbagai hal terkait kedirgantaraan.[1]

1.2.2. Latar Belakang Meredesain Museum Dirgantara Mandala Yogyakarta
Tahun 2014 menjadi tahun terakhir dari rangkaian tahun kunjungan museum
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sejak ditetapkannya tahun 2010
menjadi tahun kunjungan museum di Indonesia. Museum didirikan dengan

tujuan utama melestarikan warisan budaya, bukan hanya melestarikan fisik
benda-benda warisan budaya, tetapi juga melestarikan makna yang terkandung
di dalam benda-benda tersebut dalam sistem nilai dan norma (Direktorat
Museum RI, 2008).

(4)
[1]

Penyataan berdasarkan sumber: http://tni-au.mil.id/content/museum-pusat-tni-au-dirgantara-mandala

Menurut

data

Direktorat

Pelestarian

Cagar


Budaya

dan

Permuseuman

Kemendikbud RI, Jumlah museum se-Indonesia hingga tahun 2011 tercatat
sebanyak 227 museum dalam berbagai bentuk. Dari jumlah sebanyak itu
sedikitnya terdapat kira-kira 15% di Yogyakarta. Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sedikitnya memiliki 33 museum, baik yang dikelola oleh perorangan,
swasta maupun pemerintah. Dengan jumlah seperti itu, Yogyakarta merupakan
daerah di Indonesia yang memiliki jumlah museum terbanyak. Menurut Humas
DPD Barasmus (Badan Pengurus Museum Indonesia) DIY tidak seluruhnya
museum tersebut laris dikunjungi oleh wisatawan, hanya sekitar 50 % dari
jumlah tersebut yang rutin dan sering dikunjungi oleh wisatawan, sisanya
jarang, bahkan tidak dikenal oleh masyarakat maupun wisatawan. Museum yang
sering dikunjungi adalah, antara lain: Kraton Yogyakarta, Museum Sono Budoyo,
Museum Ullen Sentanu, dan Museum Benteng Vredeburg. Untuk meningkatkan
kunjungan masyarakat ke museum, berbagai program telah dilaksanakan oleh
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada tahun

2010 Assosiasi Museum Indonesia (AMI) bekerjasama dengan Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata RI menyelenggarakan program Tahun Kunjungan
Museum (TKM) 2010, sebagai langkah awal dari program Gerakan Nasional Cinta
Museum.
Sebelum pemerintah menetapkan TKM 2010, Daerah Istimewa Yogyakarta telah
menyelenggarakan Festival Museum Yogyakarta sejak tahun 2007 hingga 2011.
Festival ini merupakan ajang kreatifitas dan pelayanan pada publik yang
bertujuan untuk mempromosikan potensi museum-museum yang dimiliki oleh
Yogyakarta. Pada bulan November 2007, mengambil tempat di sepanjang jalan
Malioboro dilaksanakan festival opera dan karnaval museum. Kegiatan ini diikuti
22 museum yang ada di DIT. Tahun 2008 kosong, festival tidak diselenggarakan.
Tahun 2009 hingga 2011 festival museum tetap diadakan dengan format yang
relatif hampir sama dan lokasi di sepanjang jalan Malioboro hingga ke jalan Solo
– Plaza Ambarukmo. Pada tahun 2012, format penyelengaraan festival museum
sedikit

berubah,

dengan


mengambil

tema

“Museum

Goes

to

Mall”

diselenggarakan di Plaza Ambarukmo.Kemudian pada tahun 2013, festival
museum Museum Goes to Kampus diselenggarakan di Pusat Kebudayaan
Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH) UGM. (Barahmus DIY, 2013).

(5)

Perkembangan jumlah pengunjung Museum di Yogyakarta terlihat belum
menggembirakan, bila dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan di DIY

setiap tahunnya. Secara berurutan, jumlah kunjungan wisawatan di DIY pada
tahun 2008 adalah 6.269.367 wisatawan, 7.884.213 wisatawan (2009),
8.270.988 wisatawan (2010), 9.300.786 wisatawan (2011), dan sebanyak
11.379.640 wisatawan pada tahun 2012. Ini berarti bahwa pada tahun 2012
hanya sekitar 3.69% dari seluruh wisatawan yang datang ke DIY berkunjung ke
museum, demikian juga pada tahun-tahun sebelumnya, tahun 2011 (1.31%),
tahun 2010 (3.82%), tahun 2009 (3.97%), dan tahun 2008 (2.24%). Hal ini tidak
berbeda jauh dengan pernyataan Direktur Ullen Sentalu Museum, KRT Thomas
Haryonagoro

walaupun museum

mempunyai

arti

yang

sangat penting,

kunjungan masyarakat ke museum belum menggembirakan, hanya sekitar 2
persen dari jumlah penduduk per tahun.[2]
Oleh karena itu, perlu adanya gebrakan perubahan untuk mencapai target
peningkatan wisatawan. Pada peristiwa 1945 – 1949 Yogyakarta memegangg
peranan penting sebagai tempat lahir dan pusat perjuangan TNI- AU. Dikenal
akan hal tersebut, maka salah satu museum yang membutuhkan sentuhan baru
yaitu Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala. Museum yang telah melalui
sejarah panjang ini menyimpan benda-benda koleksi yang sebagian besar
berupa pesawat terbang yang pernah digunakan oleh TNI-AU, koleksi pesawat
terbang tersebut berasal dari berbagai Negara, baik dari Negara Barat maupun
dari Timur. Di samping itu dismpan juga pesawat terbang buatan putra-putra
bangsa sendiri. Dengan kata lain bahwa koleksi pesawat terbang di Museum
Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala ini berasal dari hampir seluruh penjuru dunia.
Benda koleksi yang dimiliki Museum Dirgantara ini merupakan „harta karun‟
sejarah yang harus dijaga. Seiring dengan berkembangnya jaman, masyarakat
mulai lupa dan tak acuh terhadap bangunan yang menyimpan aset negara ini.
Maka gebrakan yang dimaksud di atas yaitu sebuah usaha merencanakan dan
merancang kembali Museum Dirgantara Mandala agar memiliki spirit of place
yang menjiwai sebuah tempat peristirahatan pesawat. Mengapa demikian?
Karena bangunan yang sekarang diduduki sebagai museum tersebut, merupakan
bangunan bekas pabrik gula yang pada dasarnya tidak dirancang untuk sebuah
museum pesawat.

(6)
[2]

Penyataan berdasarkan sumber: http://puspar.ugm.ac.id/ oleh Fernando Marpaung, 2014.

Dengan memberikan sentuhan konsep arsitektur infill pada museum ini, perlu
adanya Redesain Museum dan Mini Theater Dirgantara Mandala Yogyakarta yang
dapat memberikan keharmonisan dalam kedua buah struktur dari masa yang
berbeda tanpa mengurangi nilai-nilai historikal yang telah ada dalam kawasan
tersebut. Berdasarkan uraian tersebut diharapkan terciptanya sarana yang
dapat menjadi sebuah sarana yang menghibur, mendidik, informatif, serta
dapat mendorong animo masyarakat mengunjungi museum.

1.3. Permasalahan
1.3.1. Permasalahan Umum
Bagaimana merancang kembali sebuah museum dan mini theater sebagai wisata
sejarah?
1.3.2. Permasalahan Khusus
Permasalahan khusus dalam perencanaan kembali ini yaitu bagaimana
menciptakan sebuah museum dan mini theater yang menghibur, mendidik,
informatif, serta dapat meningkatkan minat masyarakat pada bangunan yang
menyimpan sejarah.

1.4. Maksud dan Tujuan
1.4.1. Maksud
Merencanaan kembali sebuah museum dan mini theater untuk meningkatkan
fungsinya sebagai sarana yang menghibur, mendidik, informatif, serta dapat
meningkatkan minat masyarakat pada bangunan yang menyimpan sejarah ini.
1.4.2. Tujuan
1. Merencanakan

kembali

sebuah museum

dan

mini

theater

yang

menghibur, mendidik, informatif, serta dapat meningkatkan minat
masyarakat pada bangunan yang menyimpan sejarah

(7)

2. Menerapkan konsep desain Arsitektur Infill di perencanaan museum dan
mini theater ini yaitu dengan memberikan keharmonisan dalam dua
buah struktur dari masa yang berbeda tanpa mengurangi nilai-nilai
historikalnya

1.5. Manfaat
Redesain Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta sebagai salah
satu strategi pengembangan wisata sejarah yang berwujud massa baru tanpa
mengurangi nilai-nilai historikalnya dan diharapkan dapat menjadi sarana yang
menghibur, mendidik, dan informatif.

1.6. Lingkup Pembahasan
1.6.1. Ruang Lingkup Substansial
Ruang lingkup perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini Thater
Dirgantara Mandala Yogyakarta ini meliputi penambahan fungsi baru yang
bersifat komersial yaitu museum serta konsep-konsep perancangan yang
menitikberatkan pada hal-hal yang berkaitan dengan disiplin ilmu arsitektur,
seperti aspek fungsional, teknis, kinerja, kontekstual, serta pada konteks
arsitektur infill.
1.6.2. Ruang Lingkup Spasial
Secara administratif, lokasi rencana tapak berada di Yogyakarta dan sesuai
dengan peraturan tata guna lahan Yogyakarta.

(8)

1.7. Metode Pembahasan
Metode pembahasan yang digunakan dalam penyusunan program dasar
perencanaan dan konsep perancangan arsitektur dengan judul Redesain Museum
dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta adalah metode deskriptif.
Metode ini memaparkan, menguraikan, dan menjelaskan mengenai design
requirement (persyaratan desain) dan design determinant (ketentuan desain)
terhadap perencanaan dan perancangan museum.
Berdasarkan design requirement dan design determinant inilah nantinya akan
ditelusuri data yang diperlukan. Data yang terkumpul kemudian akan dianalisa
lebih mendalam sesuai dengan kriteria yang akan dibahas. Dari hasil
penganalisaan inilah nantinya akan didapat suatu kesimpulan, batasan dan juga
anggapan secara jelas mengenai perencanaan dan perancangan kembali
Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta di Kawasan Pantai Tiga
Warna.
Hasil kesimpulan keseluruhan nantinya merupakan konsep dasar yang digunakan
dalam perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini Thater
Dirgantara Mandala Yogyakarta sebagai landasan dalam desain grafis arsitektur.
Dalam

pengumpulan

data, akan

diperoleh data

yang

kemudian akan

dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu:
1.7.1. Data Primer
a.

Observasi Lapangan
Dilakukan dengan cara pengamatan langsung di wilayah lokasi dan tapak
perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini Thater
Dirgantara Mandala Yogyakarta.

b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan dengan pihak pengelola serta berbagai pihakpihak yang terkait dalam perencanaan dan perancangan kembali
Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta.

(9)

1.7.2. Data Sekunder
Studi literatur melalui buku dan sumber-sumber tertulis mengenai perencanaan
dan perancangan Museum dan Mini Thater serta peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan studi kasus perencanaan dan perancangan kembali Museum
dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta.
Berikut ini akan dibahas design requirement dan design determinant yang
berkaitan dengan perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini
Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta:
a. Pemilihan Lokasi dan Tapak
Pembahasan mengenai pemilihan lokasi dan tapak, dilakukan dengan
terlebih dahulu mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penentuan
suatu lokasi dan tapak yang layak sebagai perencanaan dan perancangan
Museum dan Mini Thater, adapun data yang dimaksud adalah sebagai
berikut:

 Data tata guna lahan/peruntukan lahan pada wilayah perencanaan
dan perancangan Museum dan Mini Thater.

 Data potensi fisik geografis, topografi, iklim, persyaratan bangunan
yang dimiliki oleh lokasi dan tapak itu sendiri dan juga terhadap
lingkungan sekitarnya yang menunjang terhadap perencanaan dan
perancangan sebuah Museum dan Mini Thater.
Setelah memperoleh data dari beberapa alternatif tapak, kemudian
dianalisa dengan menggunakan nilai bobot terhadap kriteria lokasi dan
tapak yang telah ditentukan untuk kemudian memberi scoring terhadap
kriteria x nilai bobot, dan tapak yang terpilih diambil dari nilai yang
terbesar.
b. Program Ruang
Pembahasan mengenai program ruang dilakukan dengan terlebih dahulu
mengumpulkan
perancangan
pengumpulan

data

yang

Museum
data

dan

berkaitan
Mini

mengenai

dengan

perencanaan

Thater, yaitu dilakukan

pelaku

ruang

itu

sendiri

dan

dengan
beserta

kegiatannya, dilakukan dengan observasi lapangan baik studi kasus

( 10 )

maupun dengan studi banding, serta dengan standar atau literatur
perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater.
Persyaratan ruang yang didapat melalui studi banding dengan standar
perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater, sehingga dari
hasil analisa terhadap kebutuhan dan persyaratan ruang akan diperoleh
program ruang yang akan digunakan pada perencanaan dan perancangan
Museum dan Mini Thater.
c. Penekanan Desain Arsitektur
Pembahasan mengenai penekanan desain arsitektur dilakukan dengan
observasi lapangan melalui studi banding pada Museum dan Mini Thater
lain serta dengan standar atau literatur mengenai perencanaan dan
perancangan yang kaitannya dengan persyaratan bangunan di sebuah
Museum dan Mini Thater.
Adapun data yang dimaksud adalah sebagai berikut:
 Aspek

konstektual

pada

lokasi

dan

tapak

terpilih

dengan

pertimbangan keberadaan bangunan disekitarnya.

 Literatur atau standar perencanaan dan perancangan Museum dan
Mini Thater.
Setelah memperoleh data tersebut, kemudian menganalisa antara data
yang diperoleh dari studi banding dengan standar perencanaan dan
perancangan Museum dan Mini Thater sehingga akan diperoleh
pendekatan arsitektural yang akan digunakan pada perencanaan dan
perancangan Museum dan Mini Thater.

( 11 )

1.8. Sistematika Penulisan
Secara

garis

besar,

sistematika

dalam

penyusunan

Landasan

Program

Perencanaan dan Perancangan Museum dan Mini Thater diantaranya:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, manfaat,
ruang lingkup, metode pembahasan, sistematika pembahasan, serta alur
bahasan dan alur pikir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi kajian literatur mengenai desain serta standar dan teori Museum dan Mini
Thater,

perkembangan,

pengertian,

peraturan

perundangan,

sistem

pengelolaan, persyaratan teknis, dan studi banding.
BAB III TINJAUAN LOKASI
Membahas tentang gambaran umum pemilihan tapak berupa data fisik dan non
fisik, potensi dan kebijakan tata ruang pemilihan tapak, gambaran khusus
berupa data tentang batas wilayah dan karakteristik tapak terpilih untuk di
desain.
BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Bab

ini

menjelaskan

tentang

uraian

dasar-dasar

pendekatan

konsep

perencanaan dan perancangan awal dan analisis mengenai pendekatan
fungsional, pelaku dan aktivitasnya, kebutuhan jenis ruang, hubungan kelompok
ruang, sirkulasi, pendekatan kebutuhan Museum dan Mini Thater, pendekatan
kontekstual, optimaliasi lahan, pendekatan besaran ruang, serta analisa
pendekatan konsep perancangan secara kinerja, teknis dan arsitektural.

( 12 )

1.9. Skema Pola Pikir

Skema Pola Pikir
Sumber: Analisis Penulis, 2016.

( 13 )