Teologi Trinitas dan Teologi Penciptaan

Teologi Trinitas dan Teologi Penciptaan
Pengantar
Dalam Kitab Kejadian 1-2:3, terdapat kisah penciptaan yang dilakukan oleh Allah.
Dalam kisah penciptaan tersebut, Allah menciptakan segala sesuatu yang di mulai dengan
memisahkan terang dan gelap; memisahkan langit dan bumi; memisahkan daratan dan lautan
serta menumbuhkan pepohonan; menciptakan benda penerang; menciptakan binatang di air
dan burung; binatang di darat dan manusia. Demikianlah Allah menciptakan seluruh dunia ini
dalam 6 hari lamanya dan pada hari ketujuh Allah beristirahat.
Dalam perkembangannya, terutama dalam duni modern ini, muncullah teori baru
berkenan dengan keberadaan dunia dengan segala isinya. Para ahli kosmologi menyatakan
bahwa dunia ini terbentuk dari sebuah letusan atau yang sering disebut Big Bang. Peristiwa
itu terjadi sekitar 10-15 milyar tahun yang lalu. Selain itu terdapat kelompok bakteri yang
telah berkembang 3 milyar tahun yang lalu. Kehidupan yang terbentuk di bumi merupakan
sebuah proses yang kompleks dan di dalamnya terdapat juga evolusi. Teori evolusi ini
diajukan oleh Darwin dalam bukunya On The Origin of Species by Means of Natural
Selection. Dalam akhir tulisannya itu ia mengatakan “dalam pandangan mengenai kehidupan
ini, ada keagungan dengan mana beberapa kekuatan telah dihembuskan oleh Sang Pencipta
dalam beberapa bentuk atau satu bentuk”.1
Dari kedua pandangan di atas yaitu dari Kitab Suci dan pemikiran modern, terdapat
beberapa pertanyaan yang muncul yaitu bagaimana relasi keduanya? Apakah benar bahwa
Kitab Suci berisi proses penciptaan? Bila Allah menciptakan dunia ini, apakah Ia

menciptakannya sendirian? Hal itulah yang kiranya akan dijelaskan dalam pembahasan
selanjutnya.

Pemikiran
Teologi penciptaan tradisional
Doktin kristiani mengenai penciptaan didasarkan pada Kitab Kejadian. Disini
ditegaskan bahwa seluruh alam menjadi ada, karena tindakan Allah sendiri. Allah dalam
penciptaan itu sendiri tidak memiliki kebutuhan apapun atas dunia ini. Selain itu keberadaan
dunia ini sebenarnya dapat ada atau tidak (kontingen). Bahkan ketika Allah tidak
menciptakan dunia, Allah dalam diri-Nya sendiri tidak ada sesuatu yang kurang atau
mengurangi keilahian-Nya. Ciptaan atau keberadaan dunia ini tidak menambahkan apapun
dalam diri Allah.2
Dalam pandangan Pannenberg, teologi tradisional itu didasari oleh gagasan kontingensi
dari dunia. Disini titik tolak yang ingin disampaikan adalah mengenai kemahakuasaan Allah
itu melampaui segala sesuatu yang ada di dunia. Misteri penciptaan disisi lain mau
menunjukkan misteri cinta Allah kepada segala sesuatu yang ada ini. Ciptaan merupakan
murni anugerah Allah, Pannenberg menjelaskan:
kontigensi dari dunia sebagai keseluruhan dan setiap kejadian, benda dan ada memiliki dasarnya dalam
kebebasan yang mahakuasa dari penciptaan ilahi. Dengan kebebasan ini segala sesuatu itu berasal dan bahwa
segala sesuatu yang ada ataupun tidak ada menjadi sebuh ekspresi dari cinta ilahi….. Disini kita melihat

kehendak dari Pencipta yang dihubungkan dengan tindakan penciptaan dan yang mana keberadaan ciptaan
(itu) sebagai tujuan (dari penciptaan) itu sendiri.3

Dalam teologi tradisional, dunia diciptakan dari ketiadaan/creatio ex nihilo. Ajaran ini
sebenarnya mau menolak ajaran platonik bahwa dunia diciptakan dari materi yang tidak
1 Bdk. Anne Hunt, Trinity, New York: Orbis Book, 2005, hlm.94-95.
2 Ibid., hlm. 96.
3 Ibid.

berbentuk dan dari bahan yang sudah ada.4 Gagasan creation ex nihilo ini membawa sebuah
konsekuensi teologis. Pertama bahwa Allah sendiri bukan “bahan” dari penciptaan itu, karena
bila demikian tidak ada bedanya antara Allah dan ciptaan. Dengan begitu pendapat itu jatuh
pada panteisme. Kedua bahan itu juga tidak berasal di luar Allah. Bila itu terjadi maka dapat
dikatakan ada asas kedua membuat dunia ini terbentuk.5
Lebih dari itu gagasan penciptaan dari ketiadaan ini mau menunjukkan kehendak yang
bebas dan tindakan dari Allah. Dengan kata lain tidak ada sesuatupun yang tidak ciptaan
Allah, atau tidak ada sesuatu ada tanpa Tuhan yang menciptakan. Dari Allah sendirilah
munculnya segala sesuatu. Disisi lain tindakan Allah menciptakan ini mau menunjukkan
bahwa penciptaan itu bukannya pada mulanya saja tetapi terus berlanjut terus menerus.
Penciptaan yang terus menerus ini mau menunjukkan Allah yang senantiasa kreatif dalam

ciptaan yang kontingent ini. Dengan kontingensi dunia yang ada dalam proses berkelanjutan,
Penyertaan Allah itu nyata dalam diri Allah yang menopang dan memelihara dunia. Disinilah
penciptaan memiliki babak baru dimana Allah menjalin relasi dengan dunia.6
Dalam teologi tradisional, penciptaan dipahami sebagai tindakan Allah dalam
persekutuan mereka. hal ini tampak dari konsili Florence yang mengatakan bahwa Bapa dan
Putra bukanlah sebagai 2 prinsip tetapi satu prinsip dari Roh. Artinya Bapa dan Putra dan Roh
Kudus adalah pencipta segala sesuatu yang kelihatan dan tidak kelihatan dan Allah
menciptakannya dari kebaikan-Nya.7 Disini penciptaan dikaitkan dengan kesatuan tindakan
Allah. Tindakan itu bukan berasal dari 3 pribadi ilahi secara otonom tetapi dalam sebuah
tindakan bersama. Walaupun dikatakan bahwa Trinitas merupakan pencipta segala sesuatu
yang ada, tetapi tindakan penciptaan itu sendiri tidak menyatakan misteri trinitas. Justru
misteri trinitas itu dinyatakan dengan penyataan Yesus Kristus. Hanya dalam kaitan Bapa dan
Putra dan Roh Kudus dalam relasinya diantara mereka, dapat dipahami bagaimana relasinya
dengan penciptaan. Dari relasi ad intra dalam trinitas dapat dipahami bahwa Bapa yang
melakukan tindakan penciptaan, dibaharui oleh Putra dan disempurnakan oleh Roh Kudus.8
Memang dalam teologi tradisional, peranan trinitas dalam penciptaan merupakan satu
kesatuan tindakan dari Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Kendati demikian ada beberapa
kesulitan yang dihadapi terutama mengenai pribadi ilahi yang memiliki perbedaan. Disinilah
St Thomas memberikan gagasan yang lebih luas mengenai perbedaan peran diantara pribadi
ilahi tersebut. Ia menyatakan bahwa tindakan Allah yang menciptakan segala sesuatu adalah

tindakan dari 3 pribadi bukan satu pribadi. Keberadaan ciptaan ini tidak lain berasal dari
pikiran dan kehendak Allah. Allah digambarkan sebagai seorang seniman dimana tindakanNya keluar dari sebuah ide yang lahir dari pikiran. Selain itu melalui cinta-Nya, Ia
menghendaki sesuatu. Seperti itulah Bapa menciptakan ciptaan, melalui Sabda-Nya (Putra)
dan melalui cinta-Nya (Roh Kudus).9
Teologi kontemporer mengenai penciptaan
Dalam teologi kontemporer mengenai penciptaan, para teolog berusaha untuk lebih
menegaskan peran yang berbeda dari pribadi ilahi dalam tindakan trinitas. Mereka juga
berusaha menanamkan lebih lagi arti trinitas dalam memahami ciptaan. Pannenberg salah
satu tokoh yang dalam refleksinya berusaha menawarkan sebuah contoh dari teologi
penciptaan yang dibentuk berdasarkan istilah-istilah trinitas. Ia menyatakan bahwa peran
Bapa adalah sebagai asal dari ciptaan yang kontingen, meng “ada”kan mereka, memelihara
dan membuat mereka mampu melanjutkan hidup dan dapat mandiri. Ia menandaskan pula
bahwa keragaman ciptaan juga mengekspresikan kekayaan Allah. Sedangkan Putra sebagai
prinsip awal dari perbedaan dari segala ciptaan yang ada dan juga kemandirian ciptaan dalam
4 Bdk. Nico Syukur Dister OFM, Teologi Sistematika II, Yogyakarta: Kanisius, 2013, hlm. 50.
5 Ibid., hlm. 61.
6 Bdk. Anne Hunt,Op.Cit., hlm. 97.

7 Bdk. E.P.D. Martasudjita, Misteri Kristus, Yogyakarta: Kanisius, 2012, hlm.63
8 Bdk. Anne Hunt,Op.Cit., hlm. 99.

9 Ibid., hlm. 100.

relasinya dengan Bapa. Keberbedaan dan kemandirian dari ciptaan inilah yang
memungkinkan ciptaan itu bukan Allah. Dengan begitu segala yang ada menjadi tujuan dari
tindakan Allah yang kreatif agar ciptaan mencapai kepenuhannya untuk menjadi mandiri.
Sedangkan peran Roh Kudus adalah sebagai prinsip yang memberi kehidupan kepada setiap
ciptaan yang hidup, bergerak dan bekerja. Disini tindakan Roh Kudus erat kaitannya dengan
tindakan Putra. Memang Putralah yang berperan menjadi perantara dalam hubungannya
dengan ciptaan, namun peran itu dikendalikan oleh kekuatan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang
menjadi perantara atas tindakan Logos dalam ciptaan dan juga dalam inkarnasi.10
Teori evolusi
Berbeda dengan pandangan teologi, teori evolusi merupakan usaha ilmiah untuk
menerangkan dan melukiskan asal usul dari segala sesuatu yang ada di dunia ini. Dalam teori
ini segala sesuatu yang baru pada saat ini merupakan perkembangan dari dari segala sesuatu
yang sebelumnya pernah ada. Salah satu tokoh yang menggagas teori tersebut adalah CH.
Darwin. Dalam hipotesanya ia menyatakan bahwa manusia itu berasal binatang yang sudah
berkembang sedemikian rupa, dalam sebuah proses yang disebut hominisasi. Disinilah cikal
bakal dimana peristiwa berkembangnya primat menjadi manusia. Teori berkembangnya
manusia dari sebuah primat menjadi manusia, akhirnya juga diterapkan kepada kosmos. Hal
ini diterangkan oleh M. Eigen yang menyampaikan bahwa kosmos ini juga berevolusi. 11

keberadaan kosmos yang sekarang ini akhirnya juga merupakan sebuah perkembangan dari
kosmos yang dahulu telah ada.
Penutup
Dari teologi penciptaan dan teori evolusi, tentunya ada sebuah pertanyaan yang belum
terjawab yaitu bagaimana kaitannya. Dalam penjelasan di atas, tampak bahwa teologi
mengenai penciptaan mau menyampaikan relasi antara Allah dan manusia. Teologi ini tidak
menyampaikan mengenai teori ilmiah mengenai bagaimana proses penciptaan terjadi.
Kemudian hal itu juga berlaku dengan Kejadian 1-2 yang menyatakan tentang penciptaan.
Penjelasan teologis di atas, mau menyampaikan bahwa asal-usul, perkembangan dan akhir
hidup manusia didasarkan pada Allah.12 Selain itu tampak bahwa penciptaan itu bukan hanya
sekedar tindakan tunggal Allah, tetapi tindakan setiap pribadi Ilahi yaitu Bapa, Putra dan Roh
Kudus. Penjelasan teologis penciptaan akhirnya memiliki sudut pandang yang berbeda
dengan teori evolusi. Teori evolusi lebih menekankan penjelasan mengenai proses asal-usul
sesuatu. Namun antara teori evolusi dan teologi penciptaan memang tidak perlu
dipertentangkan. Justru teologi penciptaan terbuka akan penemuan mengenai teori evolusi,
karena teologi penciptaan tidak menjelaskan proses penciptaan terjadi. Tetapi disisi lain perlu
dibedakan pula antara teori dan fakta mengenai proses terjadinya segala yang ada.

Daftar pustaka
Dister,Nico Syukur OFM. Teologi Sistematika II. Yogyakarta: Kanisius. 2013.

Hunt, Anne. Trinity. New York: Orbis Book. 2005.
Martasudjita, E.P.D. Misteri Kristus.Yogyakarta: Kanisius. 2012.

10 Bdk. Anne Hunt,Op.Cit., hlm. 101-103.
11 Bdk. E.P.D.Martasudjita, Op.Cit., hlm.65-66
12 Ibid., hlm.67-68