Pengadaan barang dan jasa konstruksi

Nama

: Andika Hendra P

NIM

: 41112120042

Matkul

: Aspek Hukum

Korupsi Genset KKP Dilema 
Pengadaan Barang dan Jasa 
Pemerintah
Minggu, 28 Juni 2015, 09:00:00 WIB - Hukum

Armada perahu penangkap ikan nelayan tradisional. Kasus korupsi pengadaan genset untuk
nelayan dan petambak di Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan adanya kelemahan
dalam peraturan terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah (ANTARA)
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus korupsi pengadaan 540 unit genset di Direktorat

Prasarana dan Sarana Ditjen Perikanan dan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan,
sekali lagi menunjukkan, lemahnya jaring pengaman pencegahan korupsi dalam aturan
pengadaan barang dan jasa pemerintah. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2015
tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang menggantikan Perpres Nomor 54 Tahun

2010, ternyata masih mengandung banyak peluang bagi pelaksana pengadaan barang dan jasa
melakukan tindak pidana korupsi.
Beleid tersebut memang memberikan beberapa kemudahan agar pengadaan barang dan jasa
pemerintah bisa berjalan lancar. Beberapa kemudahan itu diantaranya, membebaskan penyedia
barang dan jasa dari kewajiban memiliki laporan pajak paling kurang tiga bulan terakhir. Ini
merupakan terobosan dari Perpres sebelumnya yang mengharuskan penyedia barang dan jasa
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan setahun
terakhir.
Perpres terbaru soal pengadaan barang dan jasa pemerintah ini juga membebaskan penyedia dari
kewajiban menyerahkan surat jaminan pelaksanaan untuk pengadaan tertentu. Selain itu, beleid
ini juga membolehkan perpanjangan kontrak melewati batas akhir tahun anggaran.
Kemudahan-kemudahan ini di satu sisi diberikan pemerintah demi menjamin kemudahan dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam rangka mempercepat pelaksanaan anggaran belanja
negara. Hanya saja, kemudahan ini di sisi lain juga menimbulkan celah terjadinya kasus korupsi
dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.


Dalam kasus korupsi pengadaan genset di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) senilai
Rp31,5 miliar ini misalnya, Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menemukan modus
klasik dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah yaitu berupa penggelembungan harga oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pengadaan barang tidak sesuai spesifikasi kontrak.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes M Iqbal mengatakan penyidik masih terus
mengumpulkan bukti dan keterangan tambahan. Penyidik, kata Iqbal, tidak akan buru-buru
menetapkan seseorang tersangka sebelum ditemukan bukti awal yang cukup kuat meski sejauh
ini sudah 85 orang saksi yang diperiksa. "Kami masih menunggu keterangan ahli," kata Iqbal
kepada Gresnews.com, Sabtu (27/6) kemarin.
Mantan Kapolres Jakarta Utara ini mengatakan keterangan ahli nantinya akan melengkapi
keterangan saksi dan dokumen yang telah dimiliki penyidik. Penyidik, ujar Iqbal, hingga kini

juga belum memeriksa Dirjen Perikanan dan Budidaya KKP. Dua pekan lalu, pejabat KKP ini
telah diagendakan untuk diperiksa tapi gagal.
MODUS LAMA BERULANG KEMBALI - Iqbal mengatakan, modus korupsi yang dilakukan
dalam kasus ini diduga menggunakan cara lama. Modus itu adalah adanya kongkalikong antara
PPK dengan perusahaan pemenang tender. Bahkan perusahaan yang menang tender
pengadaan ini diduga fiktif.
Iqbal mengatakan PPK pengadaan barang itu diduga tidak menjalankan proses lelang sesuai

prosedur. PPK dalam melakukan pengadaan tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya
seperti menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berdasarkan harga pasar dengan
membandingkan spesifikasi barang yang beredar di pasar. "PPK juga lalai hingga ketersediaan
suku cadang di pasar tidak ada," ungkap Iqbal.
Dari hasil penyelidikan polisi, PPK juga tidak mengendalikan jalannya kontrak sehingga
spesifikasi barang sebagaimana dimaksud dalam kontrak jauh berbeda kondisinya dengan
yang ada di lapangan atau lebih buruk. "Penyedia jasa yaitu PT ID menyerahkan barang berupa
540 unit genset yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak," imbuhnya.
Pengadaan 540 unit genset tersebut dibagikan ke kelompok tani tambak udang di lima Provinsi
yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Sesuai
Kerangka Acuan Kerja (KAK), bahwa pengadaan barang tersebut dimaksudkan untuk
membantu kelompok tani tambak udang yang tidak mendapatkan pasokan listrik selama 24
jam. Namun pada kenyataan berbeda . Penyidik juga yang telah turun ke daerah-daerah untuk
mencari bukti-bukti menemukan di Provinsi Lampung dan Jawa Tengah, genset tersebut tidak
mampu beroperasi selama 24 jam, hanya sampai 6 jam saja. Petani juga harus menyeting
genset sendiri dengan biaya swadaya.

DILEMA PERATURAN PENGADAAN BARANG DAN JASA - Direktur Eksekutif
Centre of Budgeting Analysis Uchok Sky Khadafi mengatakan, Jika diranking,
pengadaan barang dan jasa ada di peringkat nomor satu proyek yang sering dijadikan

lahan korupsi. "Korupsi di sektor ini juga paling mudah," kata Uchok
kepada Gresnews.com.
Apalagi dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa yang banyak memberikan kemudahan. "Di situ terlihat celah besar
terjadinya korupsi," ujarnya.

Menurut Uchok ada beberapa catatan dari Perpres ini. Pertama pada Pasal 19 Ayat (1).
Dalam pasal ini penyedia barang dibebaskan dari kewajiban memiliki laporan pajak tiga
bulan terakhir. "Maksudnya pasal ini ingin mempercepat proses, tetapi jika tanpa kontrol
akan bisa jadi celah siapapun jadi penyedia barang," kata Uchok.
Celah dimaksud adalah, bisa saja penyedia barang dan jasa yang memang tidak
memiliki kredibilitas dan kompetensi tetap bisa ikut tender dan memenangkannya.
Namun saat pelaksanaan, ketahuan kalau pemenang ternyata tidak mampu
melaksanakan pekerjaan.
Kemudian pada Pasal 93 Ayat (1)a. Dalam pasal ini disebutkan, panitia pengadaan
dapat melakukan penunjukan langsung terhadap penyedia barang. "Sangat rentan
adanya kongkalikong disini," kata Uchok.
Dan pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengadaan barang dan jasa ini, kata
Uchok, adalah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"LKPP inilah yang membuat Perpres terbaru pengadaan barang dan jasa ini," ujarnya.

PENANGANAN KASUS JALAN DI TEMPAT - Terkait kasus ini sendiri, Uchok meminta
polisi mempercepat proses penyidikan. Dia menilai belum ditetapkannya satu tersangka
pun dalam kasus korupsi pengadaan genset KKP ini dinilai janggal. Menurutnya,
dengan telah diperiksanya 85 saksi mustahil penyidik belum menemukan orang yang
bertanggung jawab.
PPK, kata Uchok, jelas-jelas tidak mengerjakan tender sesuai prosedur, layak
ditetapkan sebagai tersangka. "Nah ini belum ada sama sekali padahal yang diperiksa
puluhan, ada apa dengan Polda?" kata Uchok.
Uchok khawatir penanganan kasus korupsi genset ini akan jalan di tempat dan akhirnya
menguap begitu saja. Padahal makin lama petunjuk dan bukti yang dimiliki penyidik
didiamkan, kasus ini lambat laun dicurigai akan dihentikan dengan alasan tidak adanya
cukup bukti.
Namun Kabid Humas Polda Metro M Iqbal menepisnya. Penetapan tersangka, kata dia,
akan dilakukan setelah penyidik memiliki cukup bukti yang kuat, sehingga ketika kasus
ini disidang di pengadilan akan benar-benar terbukti. "Polisi bekerja sesuai prosedur
untuk menetapkan tersangka," kata Iqbal.