Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Peny

Media Gizi Masyarakat Indonesia

Artikel Penelitian

PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN LAMA PENYIMPANAN
TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN KADAR GARAM TELUR ASIN
EFFECT OF SALT CONCENTRATION AND LONG TIME STORAGE FOR
CONTENT OF PROTEIN AND SALT IN SALTED EGG
Safrullah Amir1, Saifuddin Sirajuddin1, Nurhaedar Jafar1, Rosmina2
E-mail: safrullahamir@yahoo.co.id
1
2

Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar
Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Makassar, Makassar

Abstrak
Telur memiliki kandungan zat gizi yang lengkap dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat
Indonesia. Namun telur memiliki kelemahan, yaitu masa simpannya relatif pendek sehingga
diperlukan upaya pengawetan untuk memperpanjang masa simpannya. Pengawetan telur melalui
proses pengasinan berpotensi menyebabkan terjadinya denaturasi protein dan peningkatan kadar

natrium secara signifikan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh konsentrasi garam dan lama
penyimpanan terhadap kandungan protein dan kadar garam NaCl pada telur asin. Jenis penelitian
yang digunakan adalah eksperimen laboratorium dengan desain one group pretest-postest design.
Terdapat sembilan formulasi telur asin yang berasal dari kombinasi konsentrasi garam dan lama
penyimpanan. Konsentrasi garam yang digunakan dalam penelitian ini berturut-turut sebanyak 100 gr,
150 gr, dan 200 gr. Sementara lama penyimpanan ditetapkan selama 3 hari, 5 hari, dan 7 hari. Analisis
kandungan protein pada formula telur asin menggunakan metode Kjeldahl-Mikro sedangkan analisis
kandungan garam NaCl mengadopsi metode Kohman. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
kuantitatif untuk memberikan komparasi kandungan protein dan kadar garam pada masing-masing
formula telur asin. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar protein dan peningkatan
kadar garam NaCl pada semua formula telur asin. Degradasi kandungan protein tertinggi terjadi pada
masa simpan 7 hari dengan penambahan garam sebanyak 150 gr mencapai 30,62%. Sejalan dengan
kadar garam NaCl, peningkatan tertinggi terjadi pada masa simpan 7 hari dan konsentrasi garam 200
gr dengan kandungan NaCl mencapai 2,65 gr. Kesimpulan penelitian ini mengindikasikan konsentrasi
garam yang digunakan pada proses pembuatan telur asin dan lama periode penyimpanan secara nyata
menurunkan kadar protein dan meningkatkan kadar garam NaCl.
Kata kunci: telur asin, konsentrasi garam, lama penyimpanan, kandungan protein, kadar garam

Abstract
Eggs contain complete nutrients and are widely consumed by the people of Indonesia.

However, the eggs have short period of storage so preservation efforts are needed to extend the
storage period. Preservation of eggs through salting process can cause protein denaturation and
increased sodium levels significantly. This study aims to determine the effect of salt concentration and
long time storage on protein and NaCl content in salted eggs. This research is experimental study
with one group pretest-posttest design. There were nine salted egg formulations derived from
combination of salt concentration and long time storage. Salt concentration used in this study were
100 gr, 150 gr, and 200 gr. While the storage period was set for 3 days, 5 days, and 7 days. Analysis
1

Media Gizi Masyarakat Indonesia
of protein content using Kjeldahl-Micro method while NaCl content using Kohman method. The data
obtained were analyzed with quantitative descriptive to give comparation of protein and NaCl content
on each salted egg formula. The results showed a decrease in protein levels and increased levels of
NaCl in all salted egg formulas. The highest protein content degradation occurred at 7 days storage
with salt addition of 150 gr reached 30,62%. Similar with NaCl content, the highest increase also
occurred at 7 days storage with salt concentration of 200 gr reached 2,65 gr. The conclusions of this
study indicate that the salt concentration used in egg salting process and long time storage
significantly decreases protein content and increases NaCl content of salted eggs.
Keywords: salted egg, salt concentration, long time storage, content of protein, content of salt


PENDAHULUAN
Keberhasilan yang dicapai bidang peternakan unggas telah memberikan hasil panen
yang berlimpah. Hasil utama yang diperoleh dari usaha ini selain daging adalah telur.
Konsumsi telur yang besar dibarengi oleh tingkat produksi yang semakin meningkat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perkembangan produksi telur itik segar di Indonesia tahun
2000 sampai dengan 2005 secara nasional terus meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar
6,42% setiap tahun.1
Telur rmerupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi dengan
susunan asam-asam amino lengkap. Selain itu, telur juga mengandung lemak tak jenuh,
vitamin, dan mineral yang diperlukan tubuh dan sangat mudah dicerna. Rasa yang enak,
harga yang relatif murah serta dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan,
menyebabkan telur banyak dikonsumsi oleh masyarakat.2
Ketersediaan telur tidak mengenal musim, namun telur juga memiliki beberapa
kelemahan, antara lain kulit telur mudah pecah atau retak dan tidak dapat menahan tekanan
mekanis yang besar sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar pada suatu wadah,
kelembaban relatif udara dan suhu ruang penyimpanan dapat mempengaruhi mutu telur dan
dapat menyebabkan perubahan secara kimiawi dan mikrobiologis. Maka dari itu, usaha
pengawetan perlu dilakukan untuk mempertahankan kualitas telur.3
Bentuk olahan telur itik yang sampai sekarang paling dikenal dan paling digemari oleh
masyarakat Indonesia adalah telur asin. Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan

cara penggaraman. Tujuan utama dari proses pengasinan telur ini selain membuang rasa amis
dan menciptakan rasa yang khas adalah untuk memperpanjang masa simpan telur. Garam
merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur berfungsi sebagai bahan pengawet
untuk mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi
kadar garam yang diberikan dalam proses pengasinan telur, maka akan semakin
meningkatkan daya simpannya.1
Namun, penggunaan kadar garam yang tinggi selain dapat menyebabkan tingkat
keasinan meningkat juga berkontribusi secara nyata terhadap prevalensi kejadian hipertensi.
WHO mengumumkan dalam proses pengasinan dibutuhkan penambahan garam secara
signifikan yang dapat mengakibatkan kandungan garam dalam makanan melewati ambang
batas dan menambah berat beban ginjal. Bagi konsumen yang gemar mengonsumsi makanan
asinan, bahaya hipertensi akan meningkat seiring dengan penggunaan garam yang
berlebihan.4

2

Media Gizi Masyarakat Indonesia

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang dilakukan di Indonesia
menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian tertinggi adalah Penyakit Tidak Menular

(PTM), yaitu penyakit kardiovaskuler (31,9%) termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke
(15,4%). Prevalensi Hipertensi Menurut Provinsi di Indonesia menunjukkan prevalensi
hipertensi di daerah Sulawesi Selatan sebanyak 20,3%.5
Selain meningkatkan kejadian hipertensi, penambahan garam yang berlebihan juga
dapat mengakibatkan protein mengalami denaturasi. Protein yang ada di dalam telur
mengalami denaturasi disebabkan adanya gangguan atau perubahan pada struktur sekunder
dan tersier akibat terjadinya interaksi dengan garam.6,7 Hasil penelitian oleh Sahat
membuktikan bahwa konsentrasi garam dan lama perendaman memberikan perbedaan
pengaruh yang nyata terhadap karakteristik telur asin terutama kadar protein, kadar garam,
dan uji organoleptiknya.8
Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Gumay, menunjukkan proses
pengasinan menurunkan kadar protein telur asin dibandingkan dalam telur segar. Hal tersebut
dapat dikarenakan penambahan garam mengurangi daya larut protein, sehingga ketika diuji
terlihat nilainya berkurang akibat proteinnya terpisah menjadi endapan.9
Proses pengolahan dan penyimpanan telur yang kurang baik sangat menentukan
tingginya tingkat denaturasi yang terjadi dan adanya peningkatan kadar garam NaCl yang
nyata. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh konsentrasi garam dan lama
penyimpanan terhadap kandungan protein dan kadar garam telur asin.
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Hasanuddin untuk preparasi sampel dan Laboratorium Kimia Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin untuk analisis kandungan protein dan kadar
garam.
Desain dan Variabel Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Experiment Laboratory dengan desain one
group pretest-postest design. Variabel utama dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu
variabel independen (konsentrasi garam dan lama penyimpanan) dan variabel dependen
(kandungan protein dan kadar garam).
Populasi dan Sampel
Sampel penelitian menggunakan telur itik yang diperoleh melalui produsen telur itik di
Kabupaten Maros. Kriteria inklusi diterapkan dengan membatasi pengambilan telur itik
hanya pada yang ditelurkan hari itu. Telur itik yang digunakan dianggap homogen dimana
variasi dikontrol melalui pengambilan telur secara random yang berasal dari spesies itik yang
sama, umur itik yang sama, serta kandang dan pakan yang sama. Terdapat 26 butir telur
digunakan dalam penelitian ini yang secara acak dialokasikan dalam kelompok kontrol dan
intervensi. Sebanyak 24 butir telur diantaranya digunakan untuk memenuhi 9 formulasi telur
asin yang merupakan hasil faktorial variabel konsentrasi garam dan lama penyimpanan.
Penambahan sampel sebanyak 10% dilakukan untuk mengantisipasi adanya telur yang rusak
dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut.


3

Media Gizi Masyarakat Indonesia

Pengumpulan Data
Telur yang telah dikumpulkan didistribusikan ke Kota Makassar dengan tetap
meminimalisasi kerusakan telur dan perubahan kandungan zat gizinya. Pengaruh faktor luar
sebelum proses pengasinan dikontrol dengan menempatkan telur pada egg storage box kedap
udara.
Penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pembuatan telur asin berdasarkan
konsentrasi garam yang berbeda, penyimpanan dengan lama waktu simpan berbeda, dan
analisis kandungan protein dan kadar garam pada telur asin. Data penelitian dikompilasi dari
tahap penelitian terakhir dengan keluaran kandungan protein dan kadar garam telur asin.
Untuk menghindari adanya kecenderungan underestimate atau overestimate terhadap
kandungan zat gizi yang diidentifikasi, maka dilakukan dua kali pengulangan (Duplo).
Pengolahan Data
Data penelitian dianalisis secara komputerisasi menggunakan program STATA. Data
yang telah dientri dianalisis secara univariat untuk menggambarkan perbedaan kandungan
protein dan kadar garam masing-masing formula telur asin terhadap kontrol. Hasil penelitian

disajikan secara deskriptif kuantitatif dalam bentuk tabel dengan menyertakan narasi untuk
menginterpretasikan kontennya.
HASIL
Karakteristik Sampel Penelitian
Sampel penelitian merupakan telur asin yang dihasilkan melalui proses pengasinan
dengan menggunakan bahan baku telur itik, abu gosok, dan garam. Dalam penelitian ini telur
itik yang digunakan memiliki karakteristik: (1) Kondisi cangkang tidak retak; (2) Bersih dari
kotoran yang menempel; (3) Kuning telur berada di tengah ketika diteropong; (4) Telur tidak
berbau busuk.
Adonan telur asin berasal dari campuran abu gosok dan garam dengan perbandingan
tertentu. Abu gosok merupakan limbah hasil pembakaran sekam padi yang memiliki ciri-ciri
berwarna putih keabu-abuan, memiliki serbuk yang halus, dan bebas dari kotoran asing.
Sementara garam yang digunakan didasarkan pada kriteria organoleptik, diantaranya
berwarana putih berkilau, rasanya asin, dan mengkristal.
Formula telur asin dikategorikan menurut jumlah garam yang ditambahkan dan lama
penyimpanannya. Jumlah garam yang diobservasi dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak
100 gr, 150 gr, dan 200 gr sedangkan lama penyimpanan diidentifikasi pada masa simpan 3
hari, 5 hari, hingga 7 hari dengan tahap analisis sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.
Penggunaan abu gosok dikontrol dengan penggunaan yang sama banyak pada masing-masing
formula telur asin, yaitu sebanyak 5 gr. Jumlah garam yang ditambahkan, lama penyimpanan,

dan penggunaan abu gosok didasarkan pada hasil observasi produsen telur asin dan studi
literatur. Karakteristik kandungan zat gizi sampel penelitian meliputi kadar protein dan kadar
garam NaCl pada telur itik sebelum perlakuan disajikan dalam Tabel 1.

4

Media Gizi Masyarakat Indonesia

Tabel 1. Kadar Protein dan Kadar Garam Telur Itik Sebelum Perlakuan
Pengujian
1
2
Rerata

Kadar Protein (%)
16,25
16,27
16,26

Kadar Garam (%)

0,29
0,27
0,28

Merujuk pada tabel di atas, rerata kandungan protein dan kadar garam pada telur itik
sebelum perlakuan berturut-turut sebanyak 16,26 gr dan 280 mg dalam 100 gr bahan. Hasil
analisis tersebut digunakan sebagai nilai pembanding untuk menentukan perubahan kadar
protein dan kadar garam yang terjadi selama proses pengasinan hingga tahap penyimpanan.
Pemilihan Telur Itik

Analisis
Protein
dan
Kadar
Garam

Pembuatan Telur Asin

Konsentrasi Garam
100 gr


Konsentrasi Garam
150 gr

T1

Konsentrasi Garam
200 gr

Penyimpanan Telur Asin
Analisis
Protein

T2
Penyimpanan Selama 3 Hari
T3
Penyimpanan Selama 5 Hari

Analisis
Kadar Garam

T4
Penyimpanan Selama 7 Hari

Keterangan:
T1, T2, T3, T4: Tahap Analisis

Gambar 1. Tahap Analisis Penelitian
Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Penyimpanan terhadap Kandungan Protein
Telur Asin
Salah satu tujuan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi
interaksi protein dengan garam. Interaksi yang terjadi diamati berdasarkan indikator jumlah
garam yang digunakan dalam proses pengasinan dan lama waktu simpan. Perubahan pada
kandungan protein dianalis menggunakan Metode Kjeldahl-Mikro dengan hasil sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 2.
5

Media Gizi Masyarakat Indonesia

Tabel 2. Kadar Protein Telur Asin Berdasarkan Konsentrasi Garam dan
Lama Penyimpanan dalam 100 gram Bahan
Lama
Penyimpanan*
3 Hari
1
2
5 Hari
1
2
7 Hari
1
2

Kandungan Protein (%)
Konsentrasi Garam
100 gr
150 gr
200 gr
14,49
14,26

14,45
15,18

14,50
14,87

13,56
13,27

13,58
13,08

13,30
13,26

11,81
12,39

11,39
11,17

11,96
11,43

Keterangan: *Pengujian dilakukan secara duplo

Berdasarkan Tabel 2, terjadi kecenderungan penurunan kadar protein pada semua
formula telur asin menurut lama penyimpanan. Masa simpan 7 hari menyebabkan terjadinya
denaturasi protein terbesar dengan persentase berturut-turut 25,6%, 30,6%, dan 28,1% pada
konsentrasi garam 100 gr, 150 gr, dan 200 gr. Berbeda dengan perubahan protein berdasarkan
konsentrasi garam, konsistensi penurunan pada lama penyimpanan yang sama hanya terjadi
hingga konsentrasi garam 150 gr dengan perbedaan yang tidak begitu signifikan. Penurunan
kandungan protein tertinggi diperoleh pada masa simpan 7 hari dengan rerata pada tiap-tiap
konsentrasi garam berturut-turut sebanyak 12,1 gr, 11,28 gr, dan 11,7 gr. Pola yang sama
diperoleh pada masa simpan 3 hari dan 5 hari dimana penurunan kadar protein tertinggi
terjadi pada konsentrasi garam 150 gr.
Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Garam Telur Asin
Proses titrasi dengan menggunakan Metode Kohman dimaksudkan untuk mengetahui
kadar garam yang berpenetrasi ke dalam telur. Konsentrasi garam dan lama penyimpanan
menentukan kandungan garam NaCl pada telur asin sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar Garam Telur Asin Berdasarkan Konsentrasi Garam dan
Lama Penyimpanan dalam 100 gram Bahan
Lama
Penyimpanan*
3 Hari
1
2
5 Hari
1
2
7 Hari
1
2

Kadar Garam (%)
Konsentrasi Garam
150 gr
200 gr
100 gr
1,21
1,26

1,12
1,16

1,33
1,43

1,56
1,77

1,60
1,68

1,77
1,55

2,57
2,45

2,70
2,39

2,90
2,95

Keterangan: *Pengujian dilakukan secara duplo

6

Media Gizi Masyarakat Indonesia

Tabel 3 menunjukkan difusi garam berbanding lurus dengan konsentrasi garam yang
digunakan serta lama penyimpanan telur asin. Dengan demikian, peningkatan kadar garam
paling signifikan terjadi pada konsentrasi garam 200 gr dan lama penyimpanan 7 hari. Rerata
peningkatan kadar garam mencapai 2,93 gr atau dengan kata lain terjadi peningkatan hingga
lebih dari sembilan kali lipat mencapai 2,65 gr dibandingkan dengan kontrol.
PEMBAHASAN
Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Penyimpanan terhadap Kandungan Protein
Telur Asin
Perbedaan konsentrasi garam yang diberikan pada tiap-tiap formula menunjukkan
terjadinya perubahan pada kandungan protein. Perubahan ini berbeda-beda, bergantung pada
jumlah garam yang ditambahkan dalam proses pengasinan serta lama penyimpanannya.
Secara umum, semua formula telur asin mengalami penurunan kadar protein setelah proses
pengasinan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuruzzakiah
dkk. dimana konsentrasi garam memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik telur
asin terutama kadar protein.10
Penelitian lain yang memiliki koherensi dengan hasil penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Gumay, dimana proses pengasinan menurunkan secara nyata kadar
protein telur asin dibandingkan dalam telur segar. Hal tersebut dapat dikarenakan
penambahan garam mengurangi daya larut protein, sehingga ketika diuji terlihat nilainya
berkurang akibat proteinnya terpisah menjadi endapan.9
Penambahan garam secara berlebihan pada proses pengawetan telur dapat
menyebabkan terjadinya denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur
sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang
membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan
disulfide dan interaksi hidrofobik nonpolar, yang kemungkinan mengalami gangguan.
Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein.11
Pada telur yang telah diasinkan, terjadi proses koagulasi protein. Hal ini tampak jelas
pada struktur kuning telur yang menggumpal dan kondisi putih telur yang mengental. Protein
yang mengalami denaturasi akan menurunkan aktivitas biologis dan berkurang kelarutannya
sehingga mudah mengendap.12
Proses penyimpanan telur menyebabkan terjadinya penurunan kadar protein. Untuk
masing-masing formula mengalami penurunan selama tahap penyimpanan. Penurunan kadar
protein sebanding dengan lamanya proses penyimpanan. Garam yang ditambahkan dalam
proses pengasinan akan berpenetrasi secara sempurna melewati kulit telur dan membran telur
seiring dengan lamanya waktu simpan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Winarno yang
mengatakan bahwa bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein
akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan ini
disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein
akan mengendap.13
Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Garam Telur Asin
Garam merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur, berfungsi sebagai bahan
pengawet untuk mencegah pembusukan telur sehingga meningkatkan daya simpan telur.
7

Media Gizi Masyarakat Indonesia

Semakin tinggi kadar garam yang diberikan dalam proses pengasinan telur maka semakin
meningkatkan daya simpannya. Namun, tingginya kadar garam yang digunakan akan
menyebabkan banyaknya jumlah garam yang masuk ke dalam isi telur. Hal ini ditandai
semakin asinnya rasa telur yang diberikan jumlah garam yang tinggi dalam proses
pengasinan.2
Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasinkan dengan
cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam dalam jumlah
tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut.14 Setelah
proses pengasinan terjadi peningkatan kadar garam. Jika dibandingkan dengan kondisi awal
sebelum perlakuan terjadi peningkatan kadar garam yang cukup berarti selama proses
pengasinan.
Pada tahap penyimpanan juga terjadi peningkatan kadar garam. Hal ini disebabkan
garam yang melewati cangkang telur, sebagian kecil masih tertahan pada membran telur dan
pada proses penyimpanan memungkinkan terjadinya resapan ke dalam albumin dan kuning
telur. Hal ini dipertegas oleh penelitian Stadelman dan Cotterill yang mengatakan bahwa
pada telur yang diasinkan, garam akan masuk secara bertahap dari kulit telur, kerabang, putih
telur hingga ke kuning telur.15 kadar NaCl telur asin dipengaruhi oleh seberapa besarnya
penetrasi NaCl ke dalam telur. Lukito melanjutkan bahwa masuknya ion Na+ dan Cl- ke dalam
telur asin selain bergantung pada konsentrasi garam yang digunakan, juga sangan ditentukan oleh
lamanya pemeraman telur asin.16
Sementara itu, penelitian yang lain menunjukkan semakin lama umur simpan telur
maka akan menyebabkan putih telur menjadi semakin encer. Kondisi putih telur yang encer
akan mengakibatkan larutan garam mudah masuk ke dalam telur pada saat pengasinan.
Jumlah larutan garam yang masuk akan menentukan rasa asin telur serta kemasiran kuning
telur. Rasa asin pada telur selanjutnya dijadikan indikator untuk menilai tingginya kadar
garam yang berpenetrasi ke dalam isi telur. Jumlah garam yang berpenetrasi sebanding
dengan kandungan natrium dalam isi telur.17
Ketersediaan telur sering kali tidak diikuti dengan cara penyimpanan yang kurang baik.
Hal ini dikarenakan kebiasaan masyarakat yang menyimpan telur yang tidak higienis. Seperti
yang kita ketahui kandungan gizi yang tinggi pada telur, bila tidak ditangani dengan baik
dalam penyimpanan akan cepat rusak sehingga mengakibatkan penurunan kualitas interior
telur.18
Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju
deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Umur simpan adalah waktu
hingga produk mengalami suatu tingkat deteriorasi tertentu. Ini akan menyebabkan
perubahan-perubahan terhadap produk yang meliputi perubahan tekstur, flavor warna,
penampakan fisik, nilai gizi, mikrobiologis maupun makrobiologis.19
Kesimpulan
Kandungan protein dan kadar garam NaCl pada telur asin mengalami perubahan
setelah mengalami proses pengasinan. Perubahan yang terjadi bergantung pada jumlah garam
yang ditambahkan dalam proses pengasinan dan lama waktu simpan. Semakin lama masa
penyimpanan, maka tingkat denaturasi protein semakin tinggi dan kadar garam NaCl semakin
meningkat. Sementara itu, konsentrasi garam selama proses pengasinan linear dengan
8

Media Gizi Masyarakat Indonesia

peningkatan kadar NaCl, tetapi pada kandungan protein denaturasi mencapai kejenuhan pada
konsentrasi garam 150 gr.
Disarankan melakukan penanganan yang tepat pada proses pengolahan dan
penyimpanan telur asin. Bagi peneliti hendaknya melakukan penelitian mengenai inovasi
proses pengolahan pada telur asin yang dapat mempertahankan kandungan protein dan dapat
mengontrol kadar garam NaCl. Selain itu, para penderita hipertensi hendaknya berhati-hati
dalam mengonsumsi telur asin.
Daftar Pustaka
1. Saliem HP, Lakolo EM, Purwantini TB, Arianidan M, Marisa Y. Analisis Ketahanan
Pangan Tingkat Rumah Tangga dan Regional. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian; 2001.
2. Suprapti ML. Teknologi Tepat Guna Pengawetan Telur. Yogyakarta: Kanisius; 2002.
3. Tulung YLR, Suartha N, Hetharie H, Mahatmi H, Saerang JS, Batan W, Masrikat JAN.
Pengantar Falsafah Sains: Telur Sebagai Imunoterapi Penyakit Menular. Bogor: Institut
Pertanian Bogor; 2003.
4. WHO. Diet and Chronic Diseases. Geneva: World Health Organization; 2003.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2007.
6. Novia D, Melia S, Ayuza NZ. Kajian Suhu Pengovenan Terhadap Kadar Protein dan
Nilai Organoleptik Telur Asin. Jurnal Peternakan. 2011; 8(2): 70-76.
7. Purwoko T. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumi Aksara; 2009.
8. Sahat S. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Garam pada Proses Pembuatan
Telur Asin terhadap Karakteristik dari Telur Asin Puyuh (Cortunix cortunix japonica)
(Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor;1999.
9. Gumay TRM. Kandungan Beta Karoten dan Nilai Gizi Telur Asin dari Itik yang
Mendapat Pakan Limbah Udang (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2009.
10. Nuruzzakiah, Rahmatan H, Syafrianti D. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Kadar
Protein Dan Kualitas Organoleptik Telur Bebek. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan
Biologi. 2016; 1(1): 1-9.
11. Ophardt CE. Virtual Chembook. Chicago: Elmhurst College; 2003.
12. Sirajuddin S. Penuntun Praktikum Biokimia. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin; 2012.
13. Winarno FG. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Terbaru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama; 2008.
14. Winarno FG, Koswara S. Telur: Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. Bogor: MBrio Press; 2002.
15. Stadelman WJ, Cotterill OJ. Egg Science and Technology. Fourth Edition. New York:
Food Products Press; 1995.
16. Lukito GA, Suwarastuti A, Hintono A. Pengaruh Berbagai Metode Pengasinan Terhadap
Kadar NaCl, Kekenyalan, dan Tingkat Kesukaan Konsumen pada Telur Puyuh Asin.
Animal Agriculture Journal. 2012; 1(1) 2012: 829 –838.

9

Media Gizi Masyarakat Indonesia

17. Rukmiasih, Ulupi N, Indriani W. Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Telur Asin Melalui
Penggaraman dengan Tekanan dan Konsentrasi Garam yang Berbeda. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 2015; 3(3): 142-145.
18. Hartoko. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011.
19. Arpah. Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian
Bogor; 2001.

10