perkembangan peserta dan didik abk.docx

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

DEWI JUSTITIA, M.PD

OLEH
AJENG NUR ISVIANTI

1445163851

FATHIN QONITALILLAH

1445161181

ISMI NOVITA

1445160745

KRISDAYANTI

1445160099


MUHAMMAD FIQLI F

1445162575

NOVIA LISTIANI

1445160698

REGISTA MEIDY ALVIANI

1445164529

SALMAN AQIL

1445163680

WAFI WAFIROH

1445161594


Manajemen Pendidikan B 2016

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus” untuk memenuhi tugas
mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Dewi selaku dosen pembimbing
mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Kami juga berterima kasih kepada
orang tua dan teman-teman yang sudah mendukung kami dalam menyelesaikan
tugas ini.
Karena pembuatan makalah ini terbilang singkat, maka kami menyadari
banyaknya kekeliruan dalam makalah ini. Untuk itu, kami mohon kritik serta

saran dari pembaca agar menjadi masukan bagi pembuatan makalah
selanjutnya. Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 25 April 2017

Kelompok 5

i

DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1
1.3 Tujuan............................................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus............................................................ 3

2.2 Jenis/ Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.................................................. 3
2.2.1 Gangguan Penglihatan...................................................................... 3
2.2.2 Gangguan Pendengaran.................................................................... 6
2.2.3 Gangguan Intelektual........................................................................ 10
2.2.4 Gangguan Ganda.............................................................................. 12
2.2.5 Gangguan Fisik dan Kesehatan........................................................ 14
2.2.6 Gangguan Emosi dan Perilaku.......................................................... 17
2.2.7 Kesulitan Belajar.............................................................................. 19
2.2.8 Lambat Belajar.................................................................................. 22
2.2.9 Autism.............................................................................................. 24
2.2.10 ADHD............................................................................................. 25
2.2.11 Cerdas atau Bakat Istimewa............................................................ 27
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 29
3.2 Saran.................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA

30

ii


BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada awalnya, istilah penyandang cacat adalah istilah yang digunakan untuk anakanak dengan kekurangan atau kondisi khusus tertentu. Istilah ni terus mengalami
penyesuaian dan penyempurnaan menjadi beberapa istilah, antara lain: diffabel, anak
luar biasa, handicap, dan anak berkebutuhan khusus. Istilah ABK dianggap sebagai
istilah yang cocok digunakan dalam dunia pendidikan.
Adanya landasan hukum untuk perkembangan dan pendidikan anak berkeb utuhan
khusus menunjukkan adanya perhatian yang terarah dari pemerintah Indonesia.
Beberapa landasan hukum tersebut yaitu:
1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 “setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan”
2. Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu. (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus. Pasal 32 (1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan

dan bakat istimewa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu tunanetra?
2. Apa itu tunarungu?
3. Apa itu tunagrahita?
4. Apa itu tunaganda?
5. Apa itu gangguan fisik dan kesehatan?
6. Apa itu gangguan emosi dan perilaku?
7. Apa itu kesulitan belajar?
8. Apa itu lambat belajar?
9. Apa itu autism?
10. Apa itu ADHD?
11. Apa itu cerdas atau bakat istimewa?

1

1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang tunanetra
2. Mengetahui tentang tunarungu
3. Mengetahui tentang tunagrahita

4. Mengetahui tentang tunaganda
5. Mengetahui tentang gangguan fisik dan kesehatan
6. Mengetahui tentang gangguan emosi dan perilaku
7. Mengetahui tentang kesulitan belajar
8. Mengetahui tentang lambat belajar
9. Mengetahui tentang autism
10. Mengetahui tentang ADHD
11. Mengetahui tentang cerdas atau bakat istimewa

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak berkubutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan individu pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental, emosi dan fisik. Yang termasuk ke dalam anak berkebutuhan
khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan
belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain
bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Menurut Kanner

dalam Jamaris (2006:85) adalah orang ynag mengemukakan autisme; anak autis adalah
anak yang mengalami outstanding fundamental disorder sehingga tidak mampu
melakukan interaksi dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, anak autis bersifat menutup
diri dan tidak peduli, serta tidak memperhatikan lingkungannya (Greespan dan Wider
dalam Jamaris, 2006:85).
Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan da potensi merela
contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan
Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuhan
khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya
masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB
bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk
tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

2.2 Jenis/ Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
2.2.1 Gangguan Pengelihatan (Tunanetra)
a. Pengertian
Peserta didik dengan gangguan penglihatan adalah mereka yang
mengalami gangguan penglihatan secara signifikan, sehingga membutuhkan
pelayanan pendidikan atau pembelajaran khusus. Menurut Hallahan dan

Kauffman dalam (mangunsong, 2009), seseorang dinyatakan tunanetra jika
setelah dilakukan berbagai upaya perbaikan terhadap kemampuan visualnya
3

ternyata ketajaman visualnya tidak melebihi 20/200 atau setelah dilakukan
berbagai

upaya

perbaikan

terhadap

kemampuan

visualnya

ternyata

pandangannya tidak melebihi 20 derajat.

Hubungan dengan tujuan pendidikan gangguan penglihatan berarti
adanya kerusakan penglihatan dimana walaupun sudah dilakukan perbaikan
masih mempengaruhi prestasi belajar secara optimal. Oleh karena itu,
berdasarkan sudut pandang pendidikan, ada dua kelompok gangguan
penglihatan yaitu :
a. Siswa yang tergolong buta akademis (Educational Blind) mencakup siswa
yang tidak dapat lagi menggunakan penglihatannya untuk tujuan belajar
huruf awas/cetak. Pendidikan yang diberikan pada siswa meliputi program
pengajaran yang memberikan kesempatan anak untuk belajar melalui nonVisual Senses (sensori lain diluar penglihatan).
b. Siswa yang melihat sebagian/kurang awas (the partially sighted/low
vision), meliputi siswa yang dengan pengelihatan yang masih berfungsi
secara cukup di antara 20/70 sampai 20/200, atau mereka yang mempunyai
ketajaman penglihatan normal tapi medan pengandangan kurang dari 20
derajat. Dengan demikian cara belajar utamanya semaksimal mungkin
menggunakan sisa penglihatan.
b. Penyebab/Etiologi
Penyebab kerusakan penglihatan dapat terjadi pada masa pranatal atau
sebelum anak dilahirkan, pada proses kelahiran maupun setelah anak
dilahirkan. Kerusakan penglihatan sejak lahir biasanya disebabkan berbagai
hal, seperti: faktor keturunan ,infeksi,(misalnya campak Jerman), atau

ditularkan oleh ibu saat janin masih dalam proses pembentukan di saat
kehamilan.Kerusakan penglihatan juga dapat merupakan akibat penggunaan
oksigen berlebihan ketika bayi prematur di dalam inkubasi penyebab lainnya
seperti: komplikasi virus rubella, kurangnya vitamin A, kelahiran dengan berat
badan rendah, dan defisiensi warna.
Dari berbagai penyebab kerusakan penglihatan, penyebab utama
timbulnya kebutaan di negara-negara berkembang adalah Trachoma.
Trachoma muncul saat tertular mikroorganisme yang disebut chlymydia
trachomatis sehingga terjadi peradangan dalam mata. Kondisi ini seringkali

4

ditemukan di pedesaan miskin dengan kondisi tempat tinggal yang kumuh,
sesak, kurang air dan kurangnya sanitasi yang memadai.
Kerusakan atau kehilangan penglihatan yang terjadi pada usia belasan,
kalau pun terjadi biasanya karena luka terbentur benda keras, bola, kecelakaan
kendaraan, dan lain-lain.Anak yang buta sejak lahir secara alamiah berbeda
kondisinya dibandingkan dengan anak yang kehilangan penglihatannya pada
usia belasan tahun. Hal ini penting untuk diketahui oleh pendidik, karena
keduanya memiliki kemampuan yang berbeda. Anak yang buta sejak lahir
memiliki proses belajar melalui pendengaran, perabaan, dan Indra non-visual
lainnya yang kuat. Sementara anak yang kehilangan penglihatan di usia
belasan tahun memiliki pengalaman visual yang luas, dimana ingatan visual
tersebut dapat membantu dalam proses pendidikan. Namun begitu, anak yang
mengalami

kebutaan

setelah

sebelumnya

dapat

melihat,

biasanya

membutuhkan penerimaan dan dukungan emosional yang lebih besar. Oleh
karena itu, penyesuaian yang dilakukan hendaknya dilakukan secara bertahap.
c. Karakteristik Fisik Motorik
Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat.Kemampuan
orientasi arah yang mereka miliki biasanya buruk, kesadaran tubuh (body
awareness)

tidak

tepat

mengkoordinasikannya,

dan

kurang

dapat

memperkirakan cara bergerak yang aman atau tepat pada situasi yang baru.
Oleh karena itu, maka anak tunanetra juga memiliki keterbatasan mobilitas
atau kemampuan untuk berpindah tempat.
Anak tunanetra harus belajar cara berjalan dengan aman dan efisien
dalam suatu lingkungan. Biasanya, anak lebih termotivasi akan memiliki
mobilitas yang lebih baik. Sebaliknya, anak yang cenderung lebih frustasi
menjadi kurang termotivasi untuk mencapai keterampilan-keterampilan
mobilitasnya.
d. karakteristik Kognitif
Berbeda antara tunanetra dengan anak normal bahwa pada anak normal
mendapatkan pengalaman belajar tentang dunia melalui informasi taktil,
visual, dan auditif. Sedangkan pada anak tunanetra, mereka lebih bergantung
pada informasi taktil atau auditif. Meskipun memiliki keterbatasan, namun
dengan minimal sejak dini, biasanya anak tunanetra dapat pula meningkatkan
kemampuan eksplorasinya terhadap dunia dan lingkungan. Oleh karena itu,
5

tidak benar jika kebutaan selalu mengakibatkan intelegensi seseorang menjadi
lebih rendah. Meskipun jika diukur dengan tes intelegensi, tingkat kecerdasan
anak tunanetra biasanya berada di taruh di bawah rata-rata. Hal ini disebabkan
karena mereka hanya menyelesaikan tugas-tugas verbal dan memiliki
keterbatasan untuk menyelesaikan tugas-tugas performance.
e. Karakteristik Sosial Emosi
Anak tunanetra biasanya memiliki masalah dalam penyesuaian diri,
merasa tidak berdaya, dan tergantung pada orang lain. Mereka cenderung pasif
dan kurang memperhatikan dirinya sendiri, sehingga cenderung membutuhkan
orang lain untuk membantu aktivitas sehari-harinya seperti: makan, minum,
berpakaian dan lain lain.Perkembangan bahasa anak tunanetra tidak
menunjukkan perbedaan.Hanya saja, keterbatasan pengalaman visual,
menyebabkan bahasa mereka lebih mengarah pada dirinya sendiri.
Kesulitan interaksi sosial biasanya terjadi karena merespon masyarakat
yang tidak sesuai pada anak-anak tunanetra ini. Hal ini karena anak tunanetra
biasanya memiliki ekspresi wajah yang berbeda dari anak normal. Mereka
sulit menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, terutama perasaan-perasaan
yang negatif. Anak tunanetra juga sering menunjukkan perilaku stereotipik
atau gerakan yang sama dengan diulang-ulang seperti: menggoyangkan tubuh,
mencongkel atau menggaruk mata, gerakan jari atau tangan yang berulangulang diketuk-ketukan.
2.2.2

Gangguan pendengaran (Tunarungu)

a. Pengertian
Donald F. Morees (dalam supena dkk, 2012), mendefinisikan
tunarungu adalah: “istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari
yang ringan sampai berat, digolongkan kedalam tuli dan kurang dengar. Orang
tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat
proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak
memakai alat bantu dengar. Orang kurang dengar adalah yang memakai alat
bantu dengar, di mana batas pendengaran yang dimilikinya cukup
memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran”.
Klasifikasi ketunarunguan sangat bervariasi, dan penting diketahui
oleh pendidik untuk menentukan pembelajaran yang efektif. Dalam
6

Mangunsong

(2011)

menunjukkan

pada

klasifikasi

keturunan

gangguan pendengaran

yang
sesuai

bersifat

kuantitatif

dengan hilangnya

pendengaran yang dapat diukur dengan alat audiometri yaitu sebagai berikut:
kelompok 1: anak yang kehilangan pendengaran ringan (20-30 dB)
gangguan ini merupakan ambang batas antara orang yang sulit mendengar
dengan orang normal. Mereka mampu berkomunikasi dengan menggunakan
pendengarannya. Mereka baru tidak bisa mendengar lagi terhadap suara
bisa bisikan.
kelompok 2: anak yang kehilangan pendengaran Marginal (30-40 dB).
Anak sering mengalami kesulitan mengikuti suatu pembicaraan pada jarak
beberapa meter. Mereka masih bisa menggunakan telinganya untuk
mendengar, namun harus dilatih. Anak ini sudah tidak bisa mendengar lagi
terhadap suara yang setara suara alat rumah tangga atau mesin tik listrik.
Kelompok 3: anak yang kehilangan pendengaran berat(40-60 dB). Dengan
bantuan alat bantu dengar dan bantuan mata, saat ini masih bisa belajar
berbicara dengan mengandalkan alat-alat pendengaran. Mereka sudah tidak
bisa mendengar lagi terhadap suara yang setara alat rumah tangga atau
mesin tik listrik.
Kelompok 4: anak yang kehilangan pendengaran beras (60-75 dB). Pada
kondisi ini, anak dianggap ‘tuli secara edukatif’. Mereka berada pada
ambang batas antara sulit mendengar dengan tuli. Anak-anak ini tidak bisa
belajar berbicara tanpa menggunakan teknik-teknik khusus. Mereka sudah
tidak dapat mendengar lagi terhadap percakapan biasa.
Kelompok 5: anak yang kehilangan pendengaran yang parah (di atas 75
dB). Anak sudah tidak bisa lagi belajar bahasa dengan semata-mata
mengandalkan telinga, meskipun sudah didukung dengan alat bantu dengar.
Mereka sudah tidak dapat mendengar suara-suara seperti: jaringan telepon,
lalu lintas jalan raya, suara motor ataupun petir.
Kelompok 1,2, dan 3 tergolong sulit mendengar sedangkan kelompok 4 dan
5 tergolong tuli. Kesulitan belajar berbicara akan semakin bertambah
sejalan dengan semakin bertambahnya kesulitan pendengar. Ketika
pendengaran seseorang semakin parah, maka ia rugi mengadakan mata
7

daripada telinganya. Jika dipaksakan untuk berkomunikasi secara verbal,
maka biasanya anak akan memaksa atau mengandalkan bagian lain dari
tubuhnya seperti: mata, gerakan tubuh, wajah, isyarat tangan, dan
sebagainya (selain juga tetap berusaha menggunakan telinga, mulut, dan
lidahnya untuk berbicara).
b. Penyebab/Etiologi
Ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir, pada saat kelahiran atau
sesudah lahir. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Faktor keturunan dari salah satu atau kedua orang tua yang tunarungu.Ibu
yang mempunyai darah RH (-), maka sistem pembuangan antibodi Ibu
sampai pada sirkulasi janin. Virus tersebut dapat membunuh pertumbuhan
sel-sel dan menyerang jaringan mata, telinga, dan organ lainnya.
b) Penyakit virus rubella yang diderita ibu yang sedang mengandung.Pada
masa kandungan 3 bulan pertama, Penyakit ini berpengaruh pada janin,
50% dalam yang dikandung akan mengalami kelainan pendengaran.
c) Keracunan darah atau toxaminia yang diderita ibu yang sedang
mengandung,

yang

mengakibatkan

kerusakan

plasenta

sehingga

mempengaruhi pertumbuhan janin dan menyerang alat pendengaran.
d) Infeksi saat dilahirkan, dimana anak tertular virus aktif dari penyakit
kelamin ibu. Penyakit-penyakit yang ditularkan ibu kepada anak yang
dilahirkannya ini dapat mengakibatkan kerusakan pada alat-alat atau syaraf
pedengaran.
e) Meningitis atau radang selaput otak, yang disebabkan oleh bakteri yang
menyerang telinga dalam melalui sistem sel-sel udara pada telinga tengah.
f) Radang telinga bagian tengah (otitis media) pada anak, yaitu keluarnya
nanah yang memukul dan menggan mengganggu hantaran bunyi. Badan ini
sering terjadi sebelum usia 6 tahun, dan biasanya karena penyakit
pernafasan berat atau pilek dan campak.
c. Karakteristik Fisik Motorik
Secara fisik motorik, anak tunarungu terlihat tidak terlalu berbeda
dengan anak normal pada umumnya. Hanya saja, mereka cenderung memiliki
sifat impulsif. Tindakannya tidak didasarkan pada perencanaan. Mereka
cenderung kurang hati-hati dan kurang mampu mengantisipasi akibat yang
mungkin timbul akibat perbuatannya. Mereka juga ingin secara memenuhi apa
8

yang menjadi keinginannya. Oleh karena itu, mereka cenderung terlihat tidak
sabar karena sulit menunda pemuasan kebutuhan dalam jangka panjang.
d. Karakteristik Kognitif
Pendengaran dan perkembangan bahasa memiliki hubungan yang
sangat besar, dan ini merupakan masalah yang besar bagi anak tunarungu.
Kepandaiannya berbicara tergantung pada tingkat kerusakan pendengaran dan
usia awal munculnya kerusakan pendengaran tersebut. Struktur bahasa yang
digunakan anak tunarungu biasanya lebih sederhana dibandingkan anak
normal. Hal ini terlihat baik dalam bentuk bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Morees (dalam hallahan dan Kauffman,2006) yang menyimpulkan
bahwa anak tunarungu dan anak normal memiliki kemampuan kognitif dan
intelektualitas yang sama. Namun demikian, prestasi akademik yang
bergantung pada bahasa menyebabkan prestasi pendidikan anak tunarungu
menjadi rendah atau bahkan mengalami keterlambatan belakangan yang
serius.
e. Karakteristik Sosial Emosi
Beberapa karakteristik sosial emosi anak tunarungu yang menonjol yaitu:
 Sifat egosentris yang lebih besar.Mereka menempatkan diri pada cara
berpikir dan perasaan orang lain. Mereka juga kurang menyadari atau
peduli tentang efek perilakunya terhadap orang lain.
 Kesulitan penyesuaian diri. Keterbatasan dalam kemampuan bahasa
membatasi kemampuannya untuk mengintegrasikan pengalaman dan
sekaligus akan semakin memperkuat sifat egosentrisnya.
 Sifat kaku dan sikap yang kurang luwes dalam memandang dunia dan
tugas-tugas kesehariannya.
 Sifat cepat marah dan mudah tersinggung. Temper tantrum dan frusstasi
yang bersifat fisik seringkali ditunjukkan karena mereka melakukannya
dalam bentuk bahasa.
 Perasaan khawatir dan ragu-ragu ragu-ragu.

9

2.2.3

Gangguan Intelektual (Tunagrahita)

a. Pengertian
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan nama : lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan
tunagrahita.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped,
Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa. Anak
luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak
normal. Sedemikian rupa dari segi: fisik, intelektual, sosial, emosi dan atau
gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan
pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Jadi anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau
keterbatasan dari segi mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal,
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi,
maupun sosial, dan karena memerlukan layanan pendidikan khusus.
b. Penyebab/Etiologi
Faktor -faktor penyebab terjadinya tunagrahita :
1. Prenatal (sebelum lahir)
Adalah proses sebelum dilahirkan (dalam kandungan)
 Adanya faktor genetika
 Ibu waktu hamil perokok berat dan minuman keras
 Ibu yang mengalami depresi berat
 Ibu mengalami kecelakaan waktu hamil (benturan)
 Ibu hamil yang kekurangan gizi
 Ibu hamil pemakai obat-obatan (naza)
 Campak
 Diabetes
 Cacar
2. Natal (waktu lahir)
Adalah proses ibu melahirkan yang

10

 Sudah terlalu lama, dapat mengakibatkan kekurangan oksigen pada
bayi,
 Tulang panggul ibu yang terlalu kecil dapat menyebabkan otak
terjepit dan menimbulkan pendarahan pada otak (anoxia),
 Sewaktu melahirkan menggunakan alat bantu (penjepit, tang)
 Melahirkan belum waktunya (prematur)
 Ibu yang mempunyai penyakit kelamin
3. Pos natal (sesudah lahir)
Adalah setelah ibu melahirkan
 Anak mengalami kecelakaan (jatuh mengenai bagian kepala)
 Anak mengalami gizi buruk, busung lapar, demam tinggi yang
disertai kejang-kejang\
 Radang selaput otak (meningitis) dapat menyebabkan seorang anak
menjadi ketunaan (tunagrahita).
c. Karakteristik Fisik Motorik
Anak yang mengalami tunagrahita memiliki fisik yang hampir sama
dengan anak normal pada umunya. Namun, kematangan motoriknya lambat,
kordinasi gerak kurang baik (gerakan sering tidak terkendali). Pada kasus
tunagrahita berat kondisi fisik lebih terlihat contohnya kepala yang terlalu
besar atau kecil.
d. Karakteristik Kognitif
Adapun karakteristik tunagrahita sebagai berikut:
 Sulit mempelajari hal-hal akademik.
 Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf
anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
 Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf
anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
 Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal
usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
e. Karakteristik Sosial Emosi
11

Adapun kondisi sosial emosi tunagrahita sebagai berikut:
 Bergaul dengan anak yang lebih muda.
 Suka menyendiri
 Mudah dipengaruhi\
 Kurang dinamis
 Kurang pertimbangan/kontrol diri
 Kurang konsentrasi
 Mudah dipengaruhi
 Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.
 Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
 Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan
2.2.4

Gangguan Ganda (Tunaganda)
a. Pengertian
Tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua
jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan
yang serius ,sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program
pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan harus didekati
dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.
Tunaganda adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis
keluarbiasaan,

misalnya

penyandang

tunanetra

dengan

tunarungu

sekaligus, penyandang tunadaksa disertai dengan tunagrahita atau bahkan
tunadaksa , tunarungu, dan tunagrahita sekaligus.
Departemen Pendidikan Amerika Serikat memberikan pengertian
anak-anak yang tergolong tunaganda adalah anak-anak yang karena
mempunyai masalah-masalah jasmani, mental atau emosional yang sangat
berat atau kombinasi dari beberapa masalah tersebut, sehingga agar potensi
mereka dapat berkembang secara maksimal memerlukan pelayanan
pendidikan sosial, psikology dan medis yang melebihi pelayanan program
pendidikan luar biasa secara umum, (Heward dan Orlansky,1988, p:370).
Tunaganda adalah anak yang memerlukan latihan dalam hal
keterampilan-ketrampilan dasar, misalnya dalam bergerak dari satu tempat
ke tempat lain tanpa bantuan, dalam berkomunikasi dengan orang lain,
12

dalam mengontrol fungsi-fungsi perut dan kandungan kemih dan makan
sendiri (Sontag, Smith dan Sailor seperti di kutip oleh Heward dan
Orlansky,1988).
b. Penyebab/ Etiologi
Anak tunaganda disebabkan oleh faktor yang variatif, yang dapat terjadi
pada saat sebelum kelainan, saat kelahiran, dan atau setelah kelahiran.
1. Faktor Prenatal :
 Ketidaknormalan kromosom
 Komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan
 Ketidakcocokan Rh infeksi pada ibu
 kekurangan gizi ibu yang sedang mengadung
 serta terlalu banyak menkonsumsi obat dan alkohol
2. Faktor Natal :
 Kelahiran prematur kekurangan oksigen pada saat kelahiran
 luka pada otak saat kelahiran
3. Faktor natal :
 Kepala mengalami kecelakaan kendaraan
 jatuh dan mendapat pukulan atau siksaan
4. Nutrisi yang salah :
Anak tidak dirawat dengan baik, keracunan makanan atau penyakit
tertentu yang sama, sehingga dapat berpengaruh terhadap otak
(meningitis atau encephalities).
c. Karakteristik Fisik Motorik
 Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi:
Banyak yang tidak dapat berbicara, bila ada komunikasi mereka tidak
merespon. ini menyebakan pelayanan pendidikan menjadi sulit.
 Perkembangan motorik dan fisik terbelakang: Sebagian besar anak tuna
ganda mempunyai keteratasan dalam mobilitas fisik contoh : tidak
dapat berjalan.
 Sering mempunyai prilaku aneh dan tidak bertujuan: contoh :
menggosok-gosok jari ke wajah, melukai diri.

13

 Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri. Contoh : tidak dapat
mengurus diri sendiri misalnya makan, berpakaian .
 Jarang berprilaku dan berinteraksi yang sifatnya kontruktif: Anak-anak
yang sehat dan tergolong cacat senang bermain dengan anak-anak lain.
2.2.5

Gangguan Fisik dan Kesehatan
1. Gangguan Fisik (Physical Disabilities)
Physical Disabilities The two major groups of physical disabilities are
1. Neuromotor impairments 2. Muscular/skeletal conditions are

some

diseases, such as polio, are now prevented in the United States. Others,
such as multiple sclerosis, are found in adults but seldom seen in children;
and some, such as muscular dystrophy and spina bifida, have extremely
low prevalence rates. Other conditions, such as epilepsy and cerebral palsy,
are more prevalent, and teachers should have knowledge about these
conditions because they might teach students who have special needs as a
consequence of them. Neuromotor impairments are conditions caused by
damage to the central nervous system (the brain and the spinal cord). The
resulting neurological impairment limits muscular control and movement.
Muscular/skeletal conditions are impairments that affect the limbs or
muscles. Individuals with these conditions usually have trouble controlling
their movements, but the cause is not neurological. Some need to use
special devices and technology even to do simple tasks—such as walking,
eating, or writing—that most of us take for granted. And, because physical
disabilities are often so obvious, it is easy to overlook the associated
difficulties many of these individuals have with social skills (Coster &
Haltiwanger, 2004).

Kelainan fisik dapat disebabkan oleh
a. Gangguan Saraf Motorik
Gangguan saraf motorik disebabkan oleh luka pada otak atau pada
sumsum tulang belakang (kerusakan saraf) ketika sebelum, sedang, atau
sesudah masa kelahiran.

14

 Cerebral palsy
Cerebral

palsy

adalah

suatu

gangguan

gerakan

dan

postur.Cerebral palsy (CP) disebabkan oleh luka yang terdapat pada
otak yang terjadi ketika sebelum dilahirkan, sedang dilahirkan, atau
ketika beberapa tahun pertama setelah dilahirkan. Karakteristik yang
timbul dari luka tersebut yaitu dapat menghambat kemampuan otak
dalam mengendalikan otot tubuh dengan benar. Tanpa adanya perintah
yang jelas dari otak, maka bayi dengan CP memiliki kesulitan dalam
mempelajari kemampuan motorik dasar seperti merangkak, berduduk,
ataupun berjalan.
Anak penderita CP membutuhkan peralatan dan prosedur yang
spesial dalam hal implikasi edukasi, karena kelainan fisik mereka.
Akan tetapi, mereka sering membutuhkan prosedur edukasi khusus dan
peralatan yang sama dengan anak yang memiliki gangguan
pendengaran, penglihatan, atau gangguan komunikasi, gangguan
belajar, gangguan perilaku atau emosi, atau ketidakmampuan
intelektual.
 Seizure disorder (epilepsy)
Seizure adalah suatu pelepasan energi elektrik secara abnormal
yang terjadi dalam sel otak tertentu. Anak yang terkena seizure
biasanya diikuti oleh demam tinggi atau penyakit yang serius. Epilepsi
adalah sebuah kondisi saraf kronis dan apabila seizure yang terusmenerus kumat, maka akan terjadi epilepsi.
Seizure disebabkan oleh kerusakan pada otak. Di dalamnya
termasuk kurangnya oksigen yang cukup (hypoxia), gula darah rendah
(hypoglycemia), infeksi, dan trauma fisik. Seizure dapat disebabkan
oleh kondisi yang berbeda, termasuk demam tinggi, keracunan,
traumma, dan kondisi lain yang sudah disebutkan sebelumnya. Akan
tetapi, dalam banyak kasus penyebab seizure masih belum bisa
diketahui.
 Spina bifida dan luka sumsum tulang belakang lainnya
Spina bifida adalah cacat lahir yang berakibat pada kegagalan
tulang sumsum dalam tutup sempurna ketika perkembangan janin.
15

Spina bifida sering diikuti oleh kelumpuhan kaki, bagian anal dan otot
kantung kemih karena saraf impuls tidak dapat berjalan melewati area
kerusakan.
Anak mungkin perlu reposisi berkala selama hari sekolah dan
dipantau secara berhati-hati selama beberapa kegiatan yang melibatkan
cedera. Anak dengan spina bifida juga mungkin memiliki beberapa
masalah khusus dalam orientasi spasial, spatial judgment, pengartian
mengenai arah dan jarak, mengatur emampuan motorik, dan gambaran
tubuh atau body awareness. Untuk menghadapi anak dengan spina
bifida, pihak sekolah dan pengajar sebaiknya tau kebijakan apa yang
baik untuk menghadapi anak tersebut dengan memberikan perlakuan
khusus untuk aktivitas-aktivitas fisik serta adanya bantuan dari perawat
sekolah.
b. Gangguan tulang dan otot rangka
Dua gangguan muscoloskeletal yang paling umum mempengaruhi
anak-anak dan para remaja adalah muscular dystropy dan juvenile
rheumatoid arthritis. Muscular dystropy adalah penyakit keturuna yang
ditandai dengan kelemahan progresif yang disebabkan oleh degenerasi
serat otot. Belum ditemukan obat yang menjanjikan dalam farmatologi
untuk penyakit ini. Juvenile rheumatoid arthritis adalah penyakit yang
berpotensi melemahkan otot-otot dan sendi. Penyebab dan obat untuk
penyakit ini belum diketahui. Kondisi ini bisa sangat menyakitkan dan
terkadang disertai dengan komplikasi seperti demam, masalah pernafasan,
masalah jantung, dan infeksi mata. Di antara anak-anak dengan cacat fisik
lain seperti cerebral palsy, juvenile rheumatoid arthritis dapat menjadi
faktor yang memengaruhi pergerakan sendi dan keterbatasan untuk
bergerak, selain itu dapat secara signifikan memengaruhi kemajuan sosial
dan akademik siswa disekolah.
Penyakit ini tidak memengaruhi tingkat intelegensi anak kecuali
adanya

cacat

tambahan.Edukasi

khusus

diberikan

hanya

untuk

meningkatkan mobilitas anak, untuk memastikan anak mempertahankan
postur dan posisi tubuh yang tepat, untuk memberikan pendidikan selama

16

berada di rumah sakit atau rumah, dan untuk membuat pengalaman
pendidikan senormal mungkin.
2. Gangguan Kesehatan (Health Disabilities)
Health Disabilities The two types of health disabilities are 1.
Chronic illnesses 2. Infectious diseases. Chronic Illnesses The most
common chronic illness among children is asthma, a pulmonary disease
causing labored breathing that is sometimes accompanied by shortness of
breath, wheezing. and a cough. It is the leading cause of school absences
and hospitalizations of children (Asthma Foundation, 2005: National
Institute of Environmental Health Sciences [NIEHS], 2005). Infectious
Diseases In part because they are so frightening and in part because they
are so dangerous. infectious diseases catch our attention. However, in
many instances, occurrence is rare and the public reaction to those who
contract the disease is irrational.
2.2.6

Gangguan Emosi dan Perilaku
a. Pengertian
Gangguan emosi dan perilaku (ditjen PLB.com, 2006) juga diartikan sebagai
anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun
masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan
karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya
maupun lingkungannya.
Lima ciri yang menggambarkan anak yang mengalami gangguan perilaku,
antara lain:
 Tidak mampu belajar yang bukan disebabkan oleh factor kesehatan
seperti cacat indera atau fisik lainnya. Tetapi, pada dasar fisiknya baikbaik saja, yang menghambat adalah keadaan psikologisnya
 Tidak bisa menjalin hubungan atau pertemanan dengan teman sebaya,
bahkan orang tua dan gurunya di sekolah. Karena perilakunya yang
labil, emosional, dan berubah-ubah, anak menjadi individualis karena
lingkungannya tidak bias menerima keadaan anak tersebut.

17

 Perasannya suka tidak normal, berubah-ubah tidak jelas tanpa sebab
nyata dan pasti.
 Mood mudah terganggu atau terdistraksi, kadang marah, depresi,
kecewa. Intinya emosionalnya labil.
 Cenderung takut sendiri karena masalah pribadi dan di sekolah, maka
akan mengeluarkan emosi dan perilaku seperti, menangis dan
mengamuk.

Jika ditanyakan alasannya, akan menyinggung perihal

masalah pribadi dan hal di sekolahnya.
b. Penyebab Gangguan Tunalaras
1. Kondisi/Keadaan Fisik
Kondisi fisik ini dapat berupa kelainan atau kecacatan baik tubuh
maupun sensoris yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang.Kecacatan
yang dialami seseorang mengakibatkan timbulnya keterbatasan dalam
memenuhi kebutuhanya baik berupa kebutuhan fisik-biologis maupun
kebutuhan psikisnya. Kondisi ini kadang menimbulkan perasaan inferioritas
dan menyebabkan ketidakstabilan emosi anak yang pada akhirnya berujung
pada gangguan perilaku.
2. Masalah Perkembangan
Erikson (dalam Singgih D. Gunarsa,1985:107) menjelaskan bahwa
setiap memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan berbagai
tantangan satu krisis emosi. Apabila ego dapat mengatasi krisis ini, individu
dapat

menyesuaikan

diri

dengan

lingkungan

social

atau

masyarakat.Sebaliknya apabila individu tidak dapat menyelesaikan masalah
tersebut maka akan menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku. Konflik
emosi ini terjadi pada masa kanak-kanak dan masa pubertas.
3. Lingkungan Keluarga
Keluarga memiliki pengaruh yang demikian penting dalam membentuk
kepribadian anak.Keluargalah peletak dasar perasaan aman pada anak, dalam
keluarga pula anak memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan
sikap social.
4. Lingkungan Sekolah

18

Timbulnya gangguan tingkah laku yang disebabkan lingkungan
sekolah berasal dari guru dan fasilitas pendidikan.Perilaku guru yang otoriter
mengakibatkan anak menjadi tertekan dan takut menghadapi pelajaran,
sehingga

anak

lebih

memilih

membolos

dan

berkeluyuran.Fasilitas

pendidikan juga mempengaruhi gangguan tingkah laku.Sekolah yang tidak
mempunyai fasilitas untuk anak menyalurkan bakat dan mengisi waktu luang
mengakibatka anak menyalurkan aktivitas pada hal-hal yang kurang baik.
5. Lingkungan Masyarakat
Di dalam lingkugan masyarakat terdapat banyak sumber yang
merupakan pengaruh negative yang dapat memicu timbulnya perilaku
menyimpang.Sikap masyarakat - masyarakat yang negative ditambah
banyaknya hiburan yang

tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak

merupakan sumber terjadinya kelainan tingkah laku.Masuknya pengaruh
kebudayaan asing yang kurang sesuai dengan tradisi yang dianut masyarakat
yang diterima oleh kalangan remaja dapat menimbulkan konflik yang sifatnya
negative.
2.2.7

Kesulitan Belajar
a. Pengertian
Menurut Hammill, et al., (1981) Kesulitan belajar adalah beragam bentuk
kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap,
membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung.Gangguan tersebut
berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf
pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain
(misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh
lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak
sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab
kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi
kesulitan belajar yang sudah ada.
ACCALD (Association Committee for Children and Adult Learning
Disabilities) dalam Lovitt, (1989) Kesulitan belajar khusus adalah suatu
kondisi kronis yang diduga bersumber dari masalah neurologis, yang
mengganggu perkembangan kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan
19

bahasa verbal atau nonverbal.Individu berkesulitan belajar memiliki inteligensi
tergolong rata-rata atau di atas rata-rata dan memiliki cukup kesempatan untuk
belajar.Mereka tidak memiliki gangguan sistem sensoris.
NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner,
(2000) Kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan
dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.Kondisi ini
bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh faktor
lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu sendiri
saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek yang
diinderainya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar
merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca,
menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu
disfungsi minimal otak.Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor
eksternal berupa lingkungan, sosial, budaya, fasilitas belajar, dan lain-lain.
b. Karasteristik Kesulitan Belajar
Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa kondisi kesulitan
belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:
 Gangguan Internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang
berasal dari dalam anak itu sendiri.Anak ini mengalami gangguan
pemusatan

perhatian,

sehingga

kemampuan

perseptualnya

terhambat.Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi
persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi
auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun
persepsi taktil-kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba
dan digerakkan).Faktor-faktor internal tersebut menjadi penyebab
kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari luar anak),
seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas, dan lain-lain.
 Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi
normal, bahkan beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian,
20

pada

kenyataannya

mereka

memiliki

prestasi

akademik

yang

rendah.Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara
potensi dan prestasi yang ditampilkannya.Kesenjangan ini biasanya terjadi
pada kemampuan belajar akademik yang spesifik, yaitu pada kemampuan
membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).
 Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental
c. Klasifikasi Kesulitan Belajar
a. Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik)
Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:
 Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)
Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi
alat gerak. Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi;
motorik kasar (gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus
(gerakan jari jemari), penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan
lateralisasi (arah).
 Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)
Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar
melalui alat-alat indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses:
Penglihatan, Pendengaran, Perabaan, Penciuman, dan Pengecap.
 Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang
diinderai)
Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami
rangsang dari proses penginderaan sehingga menjadi informasi yang
bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:


Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami
objek yang didengarkan.



Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami
objek yang dilihat.



Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan
memahami objek yang bergerak



Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.



Gangguan dalam Pemahaman Konsep.
21



Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.



Gangguan Perkembangan Perilaku

b. Kesulitan Belajar Akademik
Kesulitan Belajar akademik terdiri atas:
 Disleksia atau Kesulitan Membaca
 Disgrafia atau Kesulitan Menulis
 Diskalkulia atau Kesulitan Berhitung
2.2.8

Lambat Belajar

a. Pengertian
Dalam Supena dkk (2012), anak lambat belajar (slow learner) adalah anak
yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah normal, tetapi belum termasuk
tunagrahita. Biasanya memiliki IQ sekitar 70-90. Sedangkan menurut Burton dalam
Sudrajat (2008), menyatakan bahwa slow learner adalah siswa yang lambat dalam
proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama.
Jadi, slow learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah,
padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya,
sehingga mereka sering mengulang. Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata,
tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu, hanya saja mereka butuh perjuangan
yang keras untuk menguasai apa yang diminta di kelas reguler. Keadaan ini
berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-anak seperti ini mengisi 14,1% populasi.
b. Penyebab/etiologi
Faktor yang mempengaruhi Slow Learner memiliki hubungan yang sangat erat
dengan IQ, maka terdapat dua faktor yang mempengaruhinya:
1. Faktor Internal/Genetik/Hereditas
Intelegensi merupakan sesuatu yang diturunkan. Berdasarkan 111 penelitian
yang diidentifikasi dalam suatu survey pustaka dunia tentang persamaan
intelegensi dalam keluarga (Atkinson, dkk, 1983), terdapat korelasi antar IQ
orangtua dan anaknya. Semakin tinggi proporsi gen yang serupa pada dua
anggota keluarga, semakin tinggi korelasi rata-rata IQ mereka.

22

2. Faktor Eksternal/Lingkungan
Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, namun lingkungan juga
merupakan faktor penting. Lingkungan benar-benar menimbulkan perbedaan
inteligensi. Gen dapat dianggap sebagai penentu batas atas dan bawah
inteligensi atau penentu rentang kemampuan intelektual, tetapi pengaruh
lingkungan akan menentukan di mana letak IQ anak dalam rentang tersebut
(Atkinson, dkk, 1983). Kondisi lingkungan ini meliputi nutrisi, kesehatan,
kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan balik yang
diperoleh melalui perilaku.
3. Nutrisi meliputi nutrisi selama anak dalam kandungan, pemberian ASI setelah
kelahiran, dan pemenuhan gizi lewat makanan pada usia di mana anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Nutrisi penting sekali
bagi perkembangan otak anak.
Kualitas stimulasi dapat dilakukan dengan memperkaya lingkungan anak,
sehingga dapat meningkatkan inteligensi anak. Berdasarkan penelitian Ramey, dkk
(Santrock, 2007), masa pendidikan awal yang berkualitas tinggi (sampai usia lima
tahun) secara signifikan akan meningkatkan inteligensi anak dari keluarga miskin.
Berikut ini adalah efek lingkungan yang berbeda terhadap IQ, berdasarkan
penelitian

yang

dilakukan

Beyley

bahwa

status

sosial-ekonomi

keluarga

mempengaruhi IQ anak (Atkinson, dkk, 1983): efek lingkungan memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap IQ, sehingga dapat disimpulkan bahwa individu
dapat memiliki IQ sekitar 65 jika dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat
memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di lingkungan sedang atau kaya.
c. Karakteristik Fisik Motorik
Slow Learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam
penampilan luar dan dapat berfungsi secarav normal pada sebagian besar situasi.
Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai, dan memiliki
akal sehat. Hal-hal normal inilah yang sering membingungkan para orangtua,
mengapa anak mereka menjadi slow-learner. Yang perlu diluruskan adalah walaupun
slow-learner memiliki kualitas-kualitas tersebut, mereka tidak memiliki kemampuan
untuk melaksanakan tugas sekolah sesuai dengan yang diperlukan karena keterbatasan
IQ mereka.
23

Di sisi lain, anak-anak slow-learner juga menunjukkan kelambatan dalam
mengerjakan tugas-tugas. Mereka juga menguasai keterampilan dengan lambat,
beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai.

d. Karakteristik Kognitif
Dalam beberapa hal, anak slow-learner mengalami hambatan atau
keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh
lebih baik dibanding dengan yang tuna-grahita, lebih lambat dibanding yang normal,
mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan
tugas-tugas akademik maupun non-akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
Beberapa ciri kognitif lainnya adalah sebagai berikut:
 Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.
 Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak
langkah.
 Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional,
kesulitan dalam belajar dan menggeneralisasikan informasi.
 Nilai-nilai yang biasanya kurang bagus dalam tes prestasi belajar.
 Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat dalam mengingat.
e. Karakteristik Sosial Emosi
Anak-anak slow-learner biasanya memiliki self-image yang buruk. Salah satu
penyebabnya adalah prestasi belajar mereka yang rendah. Mereka cenderung tidak
matang dalam hubungan interpersonal, karena keterbatasannya yang tidak
memperhatikan saat ini dan tidak memiliki tujuan yang panjang.
Mereka biasanya mengalami hambatan dalam merespon rangsangan adaptasi
sosial. Anak-anak seperti ini biasanya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama
dibandingkan dengan anak lain, perlu diperbanyak latihan daripada hapalan dan
pemahaman, menuntut digunakannya media pembelajaran yang variatif, perlu
diperbanyak kegiatan remedial, dan sebagai konsekuensinya perlu ketelatenan dan
kesabaran guru untuk tidak terlalu cepat dalam memberikan penjelasan.
24

2.2.9

Autism

a. Pengertian Autis
Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai
dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku terbatas, berulangulang dan karakter stereotip. Gejala autis muncul sebelum 3 tahun pertama kelahiran
sang anak. Autisme merupakan salah satu dari tiga gangguan Autism spectrum
disorder. Dua di antaranya adalah sindrom Asperger dan PDD-NOS (pervasive
developmental disorder, not otherwise specified).
b. Penyebab Autis
Menurut Centre of Disease Control (CDC), tidak ada yang tahu apa yang
menyebabkan anak-anak menjadi autis. Para ilmuwan berpikir bahwa ada hubungan
genetika dan lingkungan. Mengetahui penyebab pasti dari autisme sangat sulit karena
otak manusia sangat rumit. Otak mengandung sel saraf lebih dari 100 miliar neuron
disebut. Setiap neuron mungkin memiliki ratusan atau ribuan sambungan yang
membawa pesan ke sel-sel saraf lain di otak dan tubuh. Neurotransmiter menjaga
neuron bekerja sebagaimana mestinya, seperti Anda dapat melihat, merasakan,
bergerak, mengingat, emosi pengalaman, berkomunikasi, dan melakukan banyak halhal penting lainnya.
Dalam otak anak-anak autisme, beberapa sel-sel dan koneksi tidak
berkembang secara normal atau tidak terorganisir seperti seharusnya. Para ilmuwan
masih mencoba untuk memahami bagaimana dan mengapa hal ini terjadi. Anak-anak
dengan autisme mungkin memiliki masalah dengan komunikasi, keterampilan sosial,
dan bereaksi terhadap dunia di sekitar mereka. Tidak semua perilaku tersebut terdapat
di setiap anak.
2.2.10 Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
a. Pengertian
ADHD merupakan kondisi dimana seseorang mempunyai kesulitan dalam
memusatkan perhatian, mengontrol perilaku, dan hiperaktivitas. Pemunculan kondisi
tersebut karena adanya gangguan erurologis dan hal ini ditunjukan oleh anak-anak
pada usia 6 bulan hingga usia di bawah 7 tahun.

25

Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders),
penderita ADHD akan menunjukan ciri-ciri inattention sebagai berikut :
a) Gagal memberikan perhatian pada detail
b) Sulit mempertahankan perhatian pada tugas/main
c) Terlihat tidak mendengar jika diajak bicara
d) Tidak mengikut iintstruksi, gagal selesaikan tugas
Atau akan menunjukan ciri-ciri hyperactivity impulsive sebagai berikut:
a) Gelisah di tempatduduk
b) Sering meninggalkan kelas atau menuntut untuk duduk diam
c) Sering berlari untuk memanjat pada situasi yang tidak tepat
d) Sulit bermain/ beraktivitas yang butuh ketenangan
b. Penyebab atau Etiologi
a) Abnormalitas area otak
Penelitian menemukan adanya ketidaknormalan yang konsisten pada tiga area
otak orang-orang yang mengalami ADHD, yaitu :lobus prefrontal, lobus frontal,
dan basal ganglia. Ketiga bagian ini bertanggung jawab atas fungsi eksekutif otak
dan mengatur tingkah laku, koordinasi dan control tingkah laku motorik.
b) Kelainan Neurotransmitter
Neurotransmitter adalah zat kimia yang membantu pengiriman pesan, jumlah atau
tingkat transmitter dopamine dan nonpinerphrine pada anak ADHD tidak normal.
c) Faktor h