7 BAB II KARAKTERISTIK TANAH LUNAK DAN PERMASALAHANNYA 2.1 Tinjauan Umum

BAB II KARAKTERISTIK TANAH LUNAK DAN PERMASALAHANNYA

2.1 Tinjauan Umum

  Tanah dalam pandangan teknik sipil adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan

  • – endapan yang relatif lepas (loose) yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo, 2006). Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan
  • – bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi r
  • – ruang kosong diantara partikel – pertikel padat tersebut (Das, 1988).

  Tanah menduduki peran yang sangat vital dalam sebuah konstruksi bangunan. Tanah berguna sebagai bahan bangunan dalam berbagai macam pekerjaan teknik sipil. Fungsi paling utama dari tanah adalah sebagai pendukung pondasi dari sebuah bangunan. Fungsi tanah sebagai pendukung pondasi bangunan memerlukan kondisi tanah yang stabil, sehingga apabila ada sifat tanah yang kurang mampu mendukung bangunan harus diperbaiki terlebih dahulu agar mencapai daya dukung tanah yang diperlukan. Salah satu jenis tanah yang mempunyai daya dukung rendah adalah jenis tanah lunak.

  Tanah lunak mengandung mineral-mineral lempung dan mengandung kadar air yang tinggi. Indonesia tidak lepas dari tanah lunak karena tanah lunak di Indonesia menempati area > 20 juta hektar atau > 10% dari tanah daratan di Indonesia. Dan itupun tersebar di daerah kota besar dan pusat pertumbuhan ekonomi negara (panduan Geoteknik 1, 2001).

  7 kerusakan yang dapat terjadi antara lain retakan (cracking) pada perkerasan jalan dan jembatan, terangkatnya struktur plat, kerusakan jaringan pipa, jembulan tanah (soil heaving), longsoran, dan sebagainya. Sehingga dalam hal ini perlu untuk mengetahui sifat-sifat dasar tanah, kemampuan mengalirkan air, sifat pemampatan bila dibebani (compressibility), kekuatan geser, kapasitas daya dukung tanah terhadap beban dan lain-lain.

2.2 Karakteristik Tanah Lunak

  Tanah merupakan partikel padat, terdiri dari berbagai ukuran dari kecil hingga besar, yang menurut standart US, berdasarkan besar butirannya dikelompokan menjadi :

  1. Kerikil dengan ukuran diameter 4,750mm

  • – 50,00mm

  2. Pasir dengan ukuran diameter 0,075mm

  • – 4,75mm

  3. Lanau dengan ukuran diameter 0,002mm

  • – 0,075mm

  4. Lempung dengan ukuran diameter <0.002mm Pada umumnya tipe dan jenis tanah lunak ditentukan oleh sifat dan karakteristik tanah, yang meliputi: perubahan volume, jumlah dan jenis kandungan mineral, berat isi asli, perubahan kadar air, kepadatan tanah, kondisi pembebanan, struktur tanah dan waktu (Soetjiono, 2008).

  Das (1993) menyatakan nilai hasil pengujian di lapangan dan di laboratorium, akan menunjukan bahwa tanah tersebut lunak apabila: Koefisien rembesan (k) sangat rendah ≤0.0000001 cm/dt, Batas cair (LL) ≥ 50%, Angka pori (e) antara 2,5

  • – 3,2, Kadar air dalam keadan jenuh antara 90% - 120%, dan Berat spesifik (Gs) berkisar antara 2,6 – 2,9.

  8

2.2.1 Pengertian Tanah Lunak

  Dalam Panduan Geoteknik penggunaan istilah “tanah lunak” berkaitan dengan tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara berhati-hati dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang yang tidak dapat ditolerir, tanah tersebut mempunyai kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi.

  Pengertian tanah lunak menurut Rachlan (1986) dan Bina Marga (1999) adalah tanah yang umumnya terdiri dari tanah lempung termasuk material pondasi yang sangat jelek karena kadar airnya yang tinggi, permeabilitas rendah dan sangat compressible dan tanah yang secara visual dapat ditembus dengan ibu jari minimum sedalam ± 25 mm, atau mempunyai kuat geser 40 kpa berdasakan uji geser baling lapangan. Sedangkan menurut Pedoman Konstruksi dan Bangunan (2005) dan dua orang peneliti yaitu: Soetjiono (2008) dan Pasaribu (2008) tanah lunak adalah tanah yang bersifat lemah, secara alamiah terbentuk dari proses pengendapan sebagai lapisan aluvial, biasanya terdapat di dataran aluvial, rawa dan danau; dan ditinjau secara mekanisme kejadian adalah tanah deposit yang sangat kompresif dan kuat gesernya rendah, yang mana kuat geser undrained lapangan kurang dari 40 kPa dan kompresibilitas tinggi.

  Berbeda pula dengan Holtz dan Kovacs (1981), mereka mendefinisikan tanah lunak adalah sebagai tanah yang mempunyai sebagian besar ukuran butirnya sangat halus atau lolos ayakan No. 200. Sedangkan Bina Marga (2010) mendefenisikan tanah lunak dari sisi kekuatan tanah yaitu sebagai setiap jenis tanah yang mempunyai CBR lapangan kurang dari 2%.

  9 yang disebut tanah lunak adalah tanah yang mempunyai karakteristik buruk untuk dijadikan material pondasi. Tanah lunak mempunyai daya dukung yang rendah dan penurunan yang tinggi. Sehingga jika dijadikan sebagai pondasi bangunan atau jalan, maka harus dilakukan terlebih dahulu stabilisasi atau perbaikan tanah lunak tersebut sehingga layak dan memenuhi persyaratan sebagai lapis pondasi atau lapisan tanah dasar untuk pembuatan jalan raya. Tanah lunak juga dapat diartikan sebagai tanah lempung (clay) atau lanau (silt) yang mempunyai harga pengujian standar (Standart Penetration Test) N yang lebih kecil dari 4 atau tanah organis seperti gambut yang mempunyai kadar air alamiah yang sangat tinggi. Demikian pula lapisan tanah berpasir dalam keadaan lepas yang mempunyai harga N kurang dari 10, diklasifikasikan sebagai tanah lunak. Tanah lunak umumnya terdiri dari tanah yang sebagian besar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau.

2.2.2 Sifat-sifat Tanah Lunak

  Sifat-sifat tanah lunak kurang menguntungkan untuk dijadikan lapisan tanah dasar. Dimana tanah lunak banyak dipengaruhi oleh air. Semakin rendah kadar air maka daya dukung tanah semakin besar (Sepriawan, 2012). Dengan demikian, salah satu cara untuk menstabilisasi tanah lunak adalah mengeluarkan air pori dari tanah tersebut.

  Menurut Suyono (1986); Yelvi dan Adibroto (2007), berikut ini beberapa sifat tanah lunak adalah:

  1. Gaya gesernya kecil

  2. Kemampatan yang besar

  10

  >40,0 >20,0 (Sumber : Begemann, 1965)

  Very Soft < 2,50 < 1,25 Soft

  Hard

  10,0

  Very Stiff 20,0

  5,0

  Stiff 10,0

  2,50 - 5,0

  5,0

  Medium Stiff

  1,25

  2,50

  )

  11

  2

  (T/m

  Undrained Cohesion

  )

  2

  Konsistensi tanah Tekanan Konus qc (kg/cm

Tabel 2.1. Hubungan antar konsistensi dengan tekanan konus

  Berikut ini adalah tabel hubungan antar konsistensi dengan tekanan konus, Hubungan antara kepadatan, relative density, nilai N, qc dan Ø dan tabel dan Hubungan Antara Indeks Plastis Dengan Tingkat Plastisitas dan Jenis Tanah Menurut Atterberg.

  5. Memiliki kadar air yang tinggi sehingga menyebabkan tanah lunak memiliki daya dukung yang sangat rendah dan memiliki masalah penurunan yang besar selama dan setelah konstruksi dibangun. Kadar air tanah lempung bervariasi tergantung pada kenaikan dari tingkat plastisitas lempung dan struktur tanah lempung. Tanah lempung lunak dipengaruhi oleh prosentase kadar air (Holtz, 2000).

  4. Tanah lunak memiliki sifat kompresibilitas yang sangat tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya tingkat kompresibilitas pada tanah lunak adalah karena tanah jenis ini memiliki angka pori yang tinggi.

  • – 5,0
  • – 2,50
  • – 10,0
  • – 20,0
  • – 10,0
  • – 40,0
  • – 20,0

  • – 0,4
  • – 10
  • – 40
  • – 35
  • – 0,6
  • – 30
  • – 120
  • – 40
  • – 50
  • – 200 40 - 45
  • – 1,0
  • – 17
  • – Clay

  40

  Silty

  Plastisitas sedang

  7

  Tidak plastis / Non PI Pasir 0 < PI < 7 Plastisitas rendah Lanau (Silt)

  Jenis Tanah Menurut Atterberg PI TINGKAT PLASTISITAS JENIS TANAH

Tabel 2.3. Hubungan Antara Indeks Plastis Dengan Tingkat Plastisitas dan

  >50 >200 >45 (Sumber : Begemann, 1965)

  0,8

  Very dense

  120

  30

  0,6 - 0,8

  Dense

  35

  10

  12 Kepadatan

  0,4

  Medium dense

  30

  20

  4

  0,2

  Loose

  < 0,2 < 4 < 20 < 30

  Very loose

  ) Sudut geser dalam (Ø )

  2

  (kg/cm

  (Dr) Nilai N Tekanan konus qc

  Relatife Density

  >17 Plastisitas tinggi Lempung (Clay) (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

2.2.3 Tipe Tanah Lunak

  • – 75 Gambut >75

  13

  Menurut Pusat Litbang Prasarana Transportasi Bandung (2011), tanah- tanah lunak dibagi dalam dua tipe: lempung lunak, dan gambut.

  1. Lempung Lunak Tanah ini mengandung mineral-mineral lempung dan memiliki kadar air yang tinggi, yang menyebabkan kuat geser yang rendah.

  2. Gambut Suatu tanah yang pembentuk utamanya terdiri dari sisa-sisa tumbuhan. Tipe tanah yang ketiga yaitu, lempung organik, adalah suatu material transisi antara lempung dan gambut, tergantung pada jenis dan kuantitas sisa-sisa tumbuhan mungkin berperilaku seperti lempung atau gambut.

  Dalam rekayasa geoteknik,klasifikasi ketiga tipe tanah tersebut dibedakan berdasarkan kadar organiknya, sebagai berikut:

Tabel 2.4 Tipe tanah berdasarkan kadar organic

  Jenis Tanah Kadar Organik %

  Lempung < 25 Lempung Organik

  25

  Sumber: Bandung, Litbang Prasarana Transportasi (Nopember, 2011) Sedangkan menurut Soetjiono (2008), pada umumnya tipe dan jenis tanah lunak ditentukan oleh sifat dan karakteristik tanah, yang meliputi: perubahan volume, jumlah dan jenis kandungan mineral, berat isi asli, perubahan kadar air, kepadatan tanah, kondisi pembebanan, struktur tanah dan waktu. residual, tanah sedimen, dan tanah gambut.

  1. Tanah ekspansif, sifat fisiknya sangat dipengaruhi oleh kadar air, berat isi kering, parameter indeks, dan pengaruh beban di atas tanah lunak. Kadar air dapat mempengaruhi perubahan volume tanah ke arah vertikal dan horisontal, dan menimbulkan pengangkatan (heaving) dan penurunan tanah. Bila kadar air tanah asli, w < 15% akan berbahaya, karena memudahkan penyerapan air

  n

  dan menimbulkan kerusakan bangunan akibat pengembangan. Jika berat isi kering berlebihan akan memperlihatkan potensi pengembangan yang tinggi, dan jika nilai SPT > 15 tumbukan potensi pengembangannya kecil.

  2. Tanah residual berbeda dengan tanah sedimen, karena proses pembentukannya disebabkan oleh pelapukan batuan dasar secara fisis, kimia dan biologis di lapangan (in-situ), tanpa mengalami proses erosi dan transportasi. Tanah ini banyak terdapat didaerah tropis, yang faktor iklim (suhu dan kelembapan) dan topograpinya sangat menentukan laju pelapukan dan ketebalan tanah residual.

  3. Tanah sedimen terbentuk oleh proses pelapukan, erosi dan transportasi yang diikuti dengan sedimentasi dan konsolidasi akibat berat sendiri. Sifat teknik tanah ini bergantung pada sejarah tegangan, struktur awal dan porositas selama sedimentasi, khususnya untuk kondisi terkonsolidasi normal dan akibat beban vertikal, serta tanpa beban dan regangan

  overconsolidation horisontal.

  4. Tanah lunak yang bersifat gambut dapat diidentifikasi dengan mempertimbangkan sifat dan kadar bahan organik. Sifat dan ciri-ciri tanah

  14 air tinggi, butirannya tidak berbentuk (amorphous granular), berserat kasar dan halus, bersifat asam dengan nilai pH bervariasi antara 5,5

  • – 6,5 dan kadang-kadang netral atau alkali.

2.3 Permasalahan Tanah Lunak

2.3.1 Tanah Dasar

  Tanah dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah galian atau tanah permukaan timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan yang lainya. Menurut Sukirman (1995), tanah dasar adalah lapisan tanah setebal 50

  • – 100 cm di atas mana akan diletakkan lapis pondasi bawah konstruksi jalan raya. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi setempat atau dengan tambahan timbunan dari lokasi lain yang telah dipadatkan dengan tingkat kepadatan tertentu, sehingga mempunyai daya dukung yang mampu mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan tergantung dari sifatsifat daya dukung tanah. Secara geoteknis, daya dukung tanah ditentukan oleh banyak hal. Pentingnya kekuatan dari tanah dasar menjadi point utama dalam ukuran kekuatan dan keawetan struktur perkerasan selama umur layanan. Umumnya permasalahan yang terjadi menyangkut tanah dasar berupa perubahan bentuk tetap, sifat mengembang dan daya dukung tidak merata. Bahan subgrade akan berpengaruh terhadap daya dukung tanah dasar tersebut. Semakin bagus spek tanah untuk subgrade maka

  15 berupa tanah timbunan. Kekuatan tanah dasar biasanya dinyatakan dengan CBR.

  , yaitu perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan

  California Bearing Ratio

  dengan bahan penetrasi bahan standar, pada tingkat penetrasi dan kecepatan penetrasi yang sama. Cara ini biasa distandarkan olehAASTHO dan Bina Marga di Indonesia. Daya dukung yang lain kemudian dikorelasikan dengan nilai CBR.

  Di Indonesia daya untuk dukung tanah dasar (DDT) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio), yaitu nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas. Nilai daya dukung tanah dasar (DDT) pada proses perhitungan perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisa komponen sesuai dengan SKBI-2.3.26.1987 dapat diperoleh dengan menggunakan rumus konversi nilai CBR tanah dasar.

  Nilai daya dukung tanah untuk perencanaan konstruksi perkerasan jalan raya dapat ditentukan antara lain dengan metode California Bearing Ratio (CBR).

  Nilai CBR adalah bilangan perbandingan antara tekanan yang diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch2 (19,35 cm2) dengan kecepatan penetrasi 0,05 inch / menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk menembus suatu bahan standar tertentu. Nilai CBR dinyatakan dalam persen.Nilai CBR merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam perhitungan struktur perkerasan jalan raya. Semakin besar nilai CBR, semakin besar pula daya dukung tanah dasar sehingga untuk beban lalu lintas yang sama akan membutuhan ketebalan perkerasan yang lebih tipis. Ditinjau dari sisi

  16 biaya konstruksi jalan.

  Karakteristik Daya Dukung yaitu hasil-hasil pengujian DCP hanya dapat digunakan secara langsung untuk memperkirakan nilai CBR bila saat pengujian kadar air tanah mendekati kadar air maksimum. Karena tidak selalu memungkinkan untuk merencanakan program pengujian selama musim hujan, maka untuk menentukan nilai CBR sebaiknya digunakan hasil uji CBR laboratorium rendaman dari contoh lapangan. Kecuali untuk tanah dengan kondisi berikut: a) Tanah rawa jenuh yang mempunyai sifat sulit untuk dipadatkan di lapangan.

  Untuk kasus ini CBR hasil laboratorium tidak relevan untuk digunakan. Pengukuran dengan DCP harus digunakan untuk mendapatkan nilai CBR.

  b) Lapisan lunak yang terletak lebih dari 200 mm di bawah muka tanah dasar desain. Kondisi ini sering terjadi pada daerah aluvial kering musiman. Kondisi ini harus diidentifikasi dengan pengujian DCP dan harus diperhitungkan dalam penentuan desain.

  Bila data tidak cukup tersedia, penentuan segmen seragam dilakukan melalui gabungan data DCP dan penilaian visual. Nilai CBR karakteristik adalah nilai minimum dari:

  • data CBR laboratorium rendaman 4 hari, atau
  • data DCP, atau • Nilai CBR asumsi yang ditentukan.

  17 selama pelaksanaan dan tidak dapat dikeringkan sampai cukup untuk dapat dilakukan pemadatan secara mekanis, maka:

  • nilai CBR laboratorium tidak boleh digunakan untuk desain;
  • pondasi jalan harus termasuk lapisan penopang;
  • harus disiapkan separator geotekstil diantara tanah asli dan lapis penopang;
  • bila dilakukan desain secara mekanistis, lapis penopang (capping layer) dianggap mempunyai Modulus Resilien 30 MPa (CBR 3%) dan tanah asli di bawah lapis penopang tersebut harus diperhitungkan mempunyai nilai modulus resilien 20 MPa.

  Geotekstil harus dipasang di bawah lapis penopang (capping layer) langsung pada tanah yang jenuh. Penggunaan geotekstil/geogrid dapat digunakan bila terbukti mengakibatkan penghematan biaya atau keuntungan lain.

  Dalam SKBI-2.3.26.1987, berdasarkan cara mendapatkan contoh tanahnya,CBR dapat dibagi atas:

  1. CBR lapangan, disebut juga CBR atau field CBR.

  inplace

  Gunanya untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan kondisi tanah saat itu dimana tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi.

  Pemeriksaan dilakukan saat kadar air tanah tinggi atau dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi.

  18

  19 Gunanya untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapngan pada keadaan jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan maksimum. Pemeriksanaan dilaksanakan pada kondisi tanah dasar tidak dalam keadaan jenuh air. Hal ini sering digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di daerah yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi, terletak di daerah yang badan jalanya sering terendam air pada musim hujan dan kering pada musim kemarau. se-dangkan pemeriksaan dilakukan di musim kemarau.

  3. CBR rencana titik / CBR laboratorium / design CBR Data CBR yang digunakan adalah harga-harga CBR dari pemeriksaan lapangan dan uji laboratorium. Dari data CBR ditentukan nilai CBR terendah, kemudian ditentukan harga CBR yang mewakili atau CBR segmen.

  Selain daya dukung tanah hal yang mempengaruhi tanah dasar adalah kadar air. Semakin tinggi kadar air maka daya dukung tanah itu akan semakin jelek.

  Persyaratan material tanah dasar yang digunakan untuk tanah dasar harus memenuhi ketentuan sesuai dengan spesifikasi. Material berplastisitas tinggi golongan A-7-6 tidak boleh digunakan sebagai lapisan tanah dasar (Pengendalian

  Mutu Pekerjaan Tanah, Balai Geoteknik Jalan, hal 37 ). Menurut AASHTO, tanah

  berplastisitas tinggi termasuk golongan A-7-6. Kelas A-7-6 adalah jenis tanah kelempungan berplastisitas tinggi dengan tingkatan umum “sedang sampai jelek”.

  Batasan kelas A-7-6 antara lain :

  1. Lolos saringan no 200 > 36%

  2. Batas cair > 41%

  Apabila material tanah dasar tidak memenuhi spesifikasi di atas, maka tanah tersebut terlebih dahulu harus distabilisasi sebelum dilakukan proses pekerjaan berikutnya.

  Masalah-masalah yang dihadapi dalam tanah dasar merupakan masalah yang sudah umum dijumpai selama proses pekerjaannya. Adapun masalah- masalah yang sering dijumpai pada pekerjaan tanah dasar (Sukirman, 1992) adalah sebagai berikut:

  1. Perubahan bentuk tetap, yaitu perubahan bentuk akibat beban lalu lintas.

  Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan tersebut rusak.

  2. Sifat mengambang dan menyusut dari tanah, yaitu perubahan yang terjadi akibat perubahan kadar air yang didukung tanah tersebut.

  3. Perubahan bentuk karena daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan macam tanah yang mempunyai sifat dan kedudukan yang berbeda.

  4. Perubahan bentuk akibat terjadinya lendutan dan pengembangan kenyal yang besar selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.

  5. Perubahan bentuk akibat dilakukannya tambahan pemadatan, karena terjadinya penurunan oleh beban tanah dasar tidak dipadatkan secara baik, dimana daya dukung tidak optimal.

2.3.2 Timbunan di atas Tanah Lunak

  Pekerjaan timbunan mencakup pengadaan, pengangkutan, penghamparan dan pemadatan tanah atau bahan berbutir yang disetujui untuk pembuatan timbunan. Timbunan dalam Spesifikasi Bina Marga 2010, tentang Dokumen

  20 Pilihan, dan timbunan Berbutir di atas Tanah Rawa.

  Timbunan pilihan harus digunakan untuk meningkatkan kapasitas daya dukung tanah dasar pada lapisan penopang (capping layer) dan jika diperlukan di daerah galian. Timbunan pilihan dapat juga digunakan untuk stabilisasi lereng atau pekerjaan pelebaran timbunan jika diperlukan lereng yang lebih curam karena keterbatasan ruangan, dan untuk pekerjaan timbunan lainnya dimana kekuatan timbunan adalah faktor yang kritis.

  Timbunan Pilihan Berbutir harus digunakan sebagai lapisan penopang (capping layer) pada tanah lunak yang mempunyai CBR lapangan kurang dari 2% yang tidak dapat ditingkatkan dengan pemadatan atau stabilisasi, dan diatas tanah rawa, daerah berair dan lokasi-lokasi serupa dimana bahan Timbunan Pilihan dan Biasa tidak dapat dipadatkan dengan baik. Berikut ini bahan Timbunan yang digunakan untuk pembuatan lapisan perkerasan jalan raya.

  1. Timbunan Biasa

  a) Timbunan yang diklasifikasikan sebagai bahan timbuan biasa harus terdiri dari bahan galian tanah atau bahan galian batu yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebagai bahan yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam pekerjaan permanen.

  b) Bahan yang dipilih sebaiknya tidak termasuk tanah yang berplastisitas tinggi. Bila penggunaan tanah yang berplastisitas tinggi tidak dapat dihindarkan, bahan tersebut harus digunakan hanya pada bagian dasar dari timbunan atau pada penimbunan kembali yang tidak memerlukan daya dukung atau kekuatan geser yang tinggi. Tanah plastis seperti itu sama

  21 bagian dasar perkerasan atau bahu jalan atau tanah dasar bahu jalan. Sebagai tambahan, timbunan untuk lapisan ini diuji dengan SNI 03-1744- 1989, harus memiliki nilai CBR tidak kurang dari karakteristik daya dukung tanah dasar yang diambil untuk rancangan dan ditujukan dalam gambar atau tidak kurang dari 6%.

  c) Tanah sangat expasive yang memiliki nilai aktif lebih besar dari 1,25, atau derajat pengembangan yang diklasifikasikan oleh AASHTO T258 sebagai “very high” atau “extra high” tidak boleh digunakan sebagai bahan

  • – timbunan. Nilai aktif adalah pebandingan antara Indeks Plastisitas / PI (SNI 03-1966-1989) dan persentase kadar lempung (SNI 03-3422-1994).

  d) Bahan untuk timbunan biasa tidak boleh dari bahan galian tanah yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: Tanah yang mengandung organik seperti jenis tanah OL, OH dan Pt dalam sistem USCS serta tanah yang mengandung daun-daunan, rumput- rumputan, akar, dan sampah. (i) Tanah dengan kadar air alamiah sangat tinggi yang tidak praktis dikeringkan untuk memenuhi toleransi kadar air pada pemadatan

  (>Kadar Air Optimum + 1%) (ii) Tanah yang mempunyai sifat kembang susut tinggi dan sangat tinggi dalam klasifikasi Van Der Merwe dengan ciri-ciri adanya retak memanjang sejajar tepi perkerasan jalan.

  22 a). Timbunan hanya boleh diklasifikasikan sebagai Timbunan Pilihan atau Timbunan Pilihan Berbutir bila digunakan pada lokasi atau untuk maksud dimana bahan-bahan ini telah ditentukan pada lokasi atau untuk maksud dimana bahan-bahan ini telah ditentukan atau disetujui secara tertulis oleh Direksi Pekerjaan.

  b). Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan harus terdiri dari bahan tanah atau batu yang memenuhi semua ketentuan di atas untuk timbunan biasa dan sebagai tambahan harus memiliki sifat-sifat tertentu yang tergantung dari maksud penggunaannya. Seluruh timbunan pilihan harus sesuai dengan SNI 03-1744-1989, memiliki CBR paling sedikit 10% setelah 4 hari perendaman bila dipadatkan sampai 100% kepadatan kering maksimum sesuai dengan SNI 1742 : 2008. 3). Timbunan Pilihan Berbutir di atas Tanah Lunak atau Tanah Rawa

  Bahan timbunan pilihan di atas tanah rawa dan untuk keadaan di mana penghamparan dalam kondisi jenuh atau banjir tidak dapat dihindarkan haruslah batu, pasir atau kerikil atau bahan berbutir bersih lainnya dengan Index Plastisitas maksimum 6% (enam persen).

  Daerah tanah lunak atau tanah yang tidak dapat dipadatkan atau tanah rawa, dasar pondasi timbunan harus dipadatkan seluruhnya (termasuk penggemburan dan pengeringan atau pembasahan bila diperlukan) sampai 15 cm bagian permukaan atas dasar pondasi memenuhi kepadatan yang disyaratkan untuk Timbunan yang ditempatkan di atasnya. Penimbunan tanah di atas tanah lunak ini dipengaruhi oleh ketebalan lapisan tanah dibawah permukaan tanah dan

  23 penimbunan berfungsi untuk meningkatkan tegangan air pori tanah yang terdapat di bawah timbunan secara perlahan diikuti oleh kenaikan tegangan efektif pada tanah dasar. Bantuan dari drainase vertikal berfungsi untuk mempercepat disipasi air pori dengan membuat material yang bersifat permeable sehingga air pori dapat terdisipasi secara horizontal dan mengalir melalui drainase vertikal tersebut.

  Tinggi timbunan harus diminimasi tapi harus memenuhi ketentuan termasuk akomodasi konsolidasi setelah konstruksi. Waktu yang sesungguhnya harus ditetapkan oleh ahli geoteknik (geotechnical engineer) dengan menggunakan Buku Panduan Geoteknik Pt T-08-2002-B, berdasarkan pada tanah asli mencapai paling sedikit 95% penurunan konsolidasi primer atau sampai konsolidasi sisa 26 kurang dari 100 mm, mana yang memerlukan waktu lebih singkat,sebelum pelaksanaan pekerjaan perkerasan.

  Perbaikan tanah dasar umumnya menggunakan material timbunan pilihan, stabilisasi kapur, atau stabilisasi tanah semen. Spesifikasi Umum mensyaratkan timbunan pilihan dengan CBR minimum 10% (rendaman 4 hari pada 100% kepadatan kering maksimum).

2.4 Permasalahan yang Timbul pada Tanah Lunak

  Dalam pembangunan konstruksi sipil sering dijumpai permasalahan pada jenis tanah lunak, antara lain daya dukung tanah yang rendah dan penurunan (settlement) yang besar jika diberi beban. Hal ini disebabkan karena tanah lunak umumnya memiliki kuat geser dan permeabilitas yang rendah serta kompresibilitas yang besar.

  24

  2.4.1 Daya Dukung Tanah yang Rendah

  Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah untuk menahan beban pondasi tanpa mengalami keruntuhan akibat geser yang juga ditentukan oleh kekuatan geser tanah.

  Daya dukung tanah merupakan unsur utama dalam pembangunan konstruksi jalan. Dalam perencanaan konstruksi jalan, daya dukung tanah mempunyai peranan yang sangat penting. Tanah sebagai tempat berdirinya suatu konstruksi harus mampu menerima dan menahan beban-beban yang bekerja diatasnya. Oleh karena itu, sebelum dilaksanakan pekerjaan pembangunan harus diketahui terlebih dahulu daya dukung tanah dasar ini (Rachlan, 1986; Nugroho, 2011). Semakin rendah kadar air maka daya dukung tanah semakin besar.

  2.4.2 Penurunan Timbunan yang Besar

  Penurunan pada tanah dasar akan terjadi apabila tanah dasar tersebut menerima beban di atasnya. Penurunan tanah dapat menyebabkan muka jalan turun menjadi lebih rendah daripada elevasi rencana (tinggi bebas tertentu diatas muka air banjir tertinggi dari lahan sekitar jalan.

  Masalah yang timbul bila penimbunan dilakukan di atas tanah lunak yaitu terjadinya penurunan yang besar akibat terjadinya konsolidasi pada lapisan tanah bawahnya (subsoil). Kemampuan tanah lunak untuk mendukung timbunan tanpa terjadi keruntuhan geser atau penurunan yang berlebihan sangat terbatas tergantung dari kuat gesernya (Rachlan, 1986; Nugroho, 2011). Penurunan tanah berlangsung sangat lambat sehingga lambat laun akan terjadi differential settlement (beda penurunan) yang nyata (Mochtar, 2000). Menurut Adriani (2006) keadaan tanah dasar yang demikian bila tidak ditangani dengan baik akan

  25 jalan tersebut. Untuk timbunan badan jalan diperlukan analisis stabilitas dan penurunan sehingga tinggi timbunan yang dikehendaki untuk badan jalan tidak akan mengalami penurunan lagi setelah kontruksi selesai dan kestabilan dari lereng timbunan dapat terpenuhi. Bangunan akan mengalami penurunan yang

  

relatif besar dan berlangsung relatif lama. Penurunan konsolidasi tanah yang

  apabila mengalami pembebanan di atasnya maka tekanan air pori akan naik sehingga air pori keluar yang menyebabkan berkurangnya volume tanah, peristiwa ini disebut dengan proses konsolidasi tanah (Richardo, 2008; Pasaribu, 2008).

  Tanah dasar yang mengalami perubahan bentuk, baik akibat beban lalu- lintas maupun cuaca, akan mengakibatkan perkerasan mengaiami kerusakan seperti bergelombang, alur dan terjadi penurunan. Teori konsolidasi Terzaghi banyak digunakan dalam memperkirakan penurunan jangka panjang pada timbunan yang dibangun di atas tanah lunak. Apabila besarnya penurunan konsolidasi melebihi kriteria yang ditetapkan, maka kemungkinan stabilisasi dangkal dibutuhkan untuk mengurangi penurunan tersebut.

  Permasalahan lain yang timbul pada konstruksi di atas tanah lunak adalah geseran (shearing). Mekanisme hilangnya keseimbangan dapat terjadi pada tanah dengan daya dukung rendah, diakibatkan dari beban berat tanah itu sendiri. Permasalahan lain biasanya berupa tolakan ke atas (uplift) yang banyak terjadi pada lapisan lempung (clay) dan lanau (silt) akibat perbedaan tekanan air dan juga sering terjadinya penurunan permukaan (settlement) juga permasalahan yang sering terjadi. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh beratnya beban yang harus

  26 berlangsung sangat lambat sehingga lambat laun akan terjadi differential settlement (beda penurunan) yang nyata. Karena beda penurunan ini, perkerasan jalan lebih cepat rusak daripada umur rencananya. Biaya perawatan jalan menjadi sangat tinggi, terutama pada umur 5 tahun pertama jalan dioperasikan.

2.5 Teori Penurunan Tanah

  Ketika suatu lapisan tanah diberikan beban diatasnya (misalnya pondasi atau timbunan tanah diatasnya), maka partikel tanah akan megalami penambahan tegangan, sehingga pada tanah terjadi penurunan (settlement). Keluarnya air dari dlam pori selalu disertai dengan berkurangnya volume tanah. Berkurangnya volume tanah ini menyebabkan penurunan lapisan tanah tersebut.

  Untuk tanah lunak, air pori ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengalir keluar karena permaebilitasnya yang rendah (koefisien rembesan lempeng sangat kecil dibandingkan dengan pasir). Pada umumnya, konsolidasi berlangsung dalam suatu arah saja yaitu arah vertical.

  Secara umum, jenis penurunan yang terjadi akibat pembebanan dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu:

  1. Penurunan seketika (immediate settlement), yaitu ketika proses pembebanan pada tanah dilakukan. Penurunan ini terjadi akibat dari deformasi tanah kering atau basah, dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air. Penurunan ini merupakan sifat dari partikel tanah dan tidak dipengaruhi oleh struktur tanah tersebut. Penurunan seketika ini umumnya diturunkan dari persamaan dari teori elastisitas.

  27

  28 penurunan yang ditandai dengan adanya tekanan yang besar pada tanah yang dapat menurunkan struktur tanah, dan juga penyusutan susunan dan pergerakan partikel tanah kedalam rongga tanah akibat tanah mampat dan memadat. Penurunan konsolidasi ini lebih besar dan lebih lambat dari penurunan elastic, memerlukan waktu yang panjang untuk mendisipasikan air dari pori.

  3. Penurunan konsolidasi sekunder (secondary consolidation settlement), yaitu penurunan yang terjadi setelah semua tekanan air pori telah tersidipasi seluruhnya, merupakan proses pemampatan yang disebabkan oleh penyesuaian butir-butir tanah yang bersifat plastis. Hal ini dikenal dengan istilah soil creep, yang biasanya tidak meningkatkan kepadatan atau ketahanan tanah.

  Perbedaan yang besar antara konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder adalah, bahwa kecepatan konsolidasi primer tergantung pada drainase pada tanah, sedangkan konsolidasi sekunder tidak. Drainase pada tanah mempercepat konsolidasi tetapi tidak dengan konsolidasi sekunder sehingga tanah benar-benar kehilangan air.

  Dalam bidang geoteknik, focus utamanya adalah pada konsolidasi prmer, akan tetapi untuk keadaan tertentu misalnya pada struktur tua maka konsolidasi sekunder yang terjadi.

  Konsolidasi harus dimonitor menggunakan pelat penurunan (settlement plate) untuk menentukan deformasi vertikal, penyelesaian piring umumnya digunakan. Ini terdiri dari pelat persegi sekitar 1 m kaku diletakkan pada tanah; terjadi pengisian, pipa diperpanjang sampai bagian atas proyek di atas permukaan tanah yang baru. Ketika kecil (untuk menghindari konstruksi filter) lubang dibuat di bagian bawah pipa dekat pelat kaku.

2.5.1 Penurunan Elastik

  Penurunan elastik terjadi dalam kondisi undrained (tidak ada perubahan volume). Proses penurunan ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Setelah diberi pembebanan, saat itu juga terjadi penurunan. Besarnya penurunan elastic tergantung dari besarnya modulus elastik kekakuan tanah dan besarnya beban timbunan yang diberikan.

  Besarnya penurunan elastic menurut Janbu, Bjerrum, dan Kjarensli (1926) dapat diperkirakan dengan persamaan berikut: S = A A

  (2.1)

  c

  1

2 Dimana :

  S c = besarnya penurunan elastic (m)

  = konstanta yang dipengaruhi H/B dan L/B

  A

  1 A = konstanta yang dipengaruhi D 2 f/b

  2

  = beban timbunan (kN/m )

  q

  = lebar timbunan (m)

  B L = panjang timbunan (m)

  

2

  = modulus elastisitas tanah (MN/m )

  E s

2.5.2 Penurunan Akibat Konsolidasi Primer

  Ketika suatu apisan tanah jenuh air mengalami peningkatan tegangan, maka tegangan air pori akan mengalami peningkatan juga. Pada tanah basah tidak

  29

  ,tegangan hanya dipikul oleh butiran tanah. Pada jenuh air (Gambar 3.1), penambahan total tegangan akan dipikul oleh air pori dan butiran tanah. Hal ini berarti besar penambahan tegangan total.

  (2.2) ∆σ = ∆σ`+ ∆u Dimana:

  = penambahan tegangan efektif (kN/m²) ∆σ

  = penambahan tegangan pori (kN/m²) ∆u

  Sand Groundwater table H

  Clay Sand Depth

  Regangan lapisan tanah lempung jenuh air akibat kenaikan

  Gambar 2.1

  tegangan ( M. Das. B, 1985 ) Pasir tersusun dari partikel-partikel tanah yang tidak mengandung air mineral yang berkontribusi dalam sifat kohesi tanah serta memiliki sifat mudah teralirkan (drained) sehingga jika diberi beban, air yang terkandung dalam struktur tanah pasir akan langsung terdisipasi seketika setelah pemberian beban.

  Proses terdisipasinya air pori yang terpenuhi seluruhnya dalam selang waktu yang cepat itulah maka dapat dikatakan bahwa penurunan elastik dan penurunan konsolidasi pada pasir terjadi bersamaan. Karena itulah, maka pada analisis

  30 konsolidasi.

  Lempung mempunyai daya rembes yang sangat rendah dan air adalah tidak termampatkan (incompressible) dibandingkan butiran tanah, maka pada saat t=0, seluruh penambahan tegangan, ∆σ, akan dipikul oleh air (∆σ = ∆u) pada seluruh kedalaman lapisan tanah (Gambar 2.2). Penambahan tegangan tersebut tidak dipikul oleh tegangan tersebut tidak dipikul oleh butiran tanah (∆σ’ = 0). Sesaat setalah emberian penambahan tegangan, ∆σ, pada lapisan lempung, air dalam pori mulai tertekan dan akan mengalir keluar. Dengan proses ini, tekanan air pori pada tiap-tiap kedalaman pada lapisan lempung akan berkurng secara perlahan-lahan, dan tegangan yang dipikul oleh butiran tanah (efektif) akan bertambah (Gambar 2.3). J adi pada saat 0 < t < ∞, ∆σ = ∆σ’ + ∆u, dimana ∆σ’ > 0 dan ∆u < ∆σ.

  Tetapi pada selang waktu ini, besarnya ∆σ’ dan ∆u di tiap-tiap kedalaman tidak sama, tergantung pada jarak minimum yang harus ditempuh oleh air pori untuk mengalir keluar dari lapisan lempung.

  Pada saat t = ∞, seluruh kelebihan air pori sudah hilang dari lapisan tanah lempung, jadi ∆u = 0. Sekarang penambahan tegangan total, ∆σ, akan dipikul oleh butiran tanah/ struktur tanah (Gambar 2.4) , maka ∆σ’ = ∆σ.

  , dan Gambar 2.4 adalah variasi tegangan total,

  Gambar 2.2, Gambar 2.3

  tekanan air pori, dan tegangan efektif pada suatu lapisan lempung dimana air dapat mengair keatas dan kebawah sebagai akibat dari penambahan tegangan ∆σ.

  31

  32 Total stress increase

  H Δσ Depth

  Pore water pressure increase Δu = Δσ Depth

  Effective stress increase Δσ’ = 0 Depth

Gambar 2.2 Kondisi tegangan pada saat t = 0 (M. Das. B, 1985)

  Total stress increase H

  Δσ Depth Pore water pressure increase

  Depth Effective stress increase Δσ’ Depth

  Δu < Δσ > 0 Δσ Δσ

  Gambar 2.3

  Kondisi tegangan pada saat 0< t < ∞ (M. Das. B, 1985)

  Δσ’ = Δσ Total stress increase H

  Δσ Depth Pore water pressure increase

  Depth Effective stress increase Depth Δu = 0

  Gambar 2.4

  Kondisi tegangan pada saat t = ∞ (M. Das. B, 1985) sebagai akibat adanya penambahan beban yang disertai dengan pemindahan kelebihan tekanan air pori ke tegangan efektif, akan menyebbkan terjadinya penurunan yang merupakan fungsi dari waktu (time-dependent settlement) pada lapisan tanah lempung. Suatu tanah dilapangan pada suatu kedalaman tertentu telah mengalami “tekanan efektif maksimum”akibat berat tanah di atasnya

  (maximum effective overburden pressure) dalam sejarah geologisnya.tekanan

  maksimum effective overburden pressure ini mungkin sama atau lebih kecil dari tekanan overburden yang ada pada saat pengambilan contoh tanah.

  Berkurangnya tekanan dilapangan tersebut mungkin disebabkan oleh beban hidup.pada saat diambil ,contoh tanah tersebut terlepas dari overburden yang membebani selama ini,sebagai akibatnya tanah tersebut akan mengembang .pada saat dilakukan uji konsolidasi pada contoh tanah tersebut,suatu pemampatan yang kecil (yaitu perubahan angka pori yang kecil)akan terjadi bila beban total yang diberikan pada saat percobaan adalah lebih kecil dari tekanan efektif maksimum yang pernah dialami sebelumnya oleh tanah yang

  overburden bersangkutan.

  Apabila beban total yang dialami pada saat percobaan adalah lebih besar dari tekanan efektif overburden maksimum yang pernah dialami sebelumnya, maka perubahan angka pori yang terjadi lebih besar. Ada tiga defenisi didasarkan pada riwayat geologis dan sejarah tegangannya, yaitu:

  1. Terkonsolidasi secara normal (normally consolidated), dimana tekana efektif pada saat ini merupakan tekanan maksimum yang pernah dialami

  overburden tanah tersebut.

  33 tekanan yang pernah dialami oleh tanah tersebut sebelumnya. Tekanan efektif maksium yang pernah dialami oleh tanah tersebut sebelumnya

  overburden dinamakan tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure).

  3. Under consolidated, dimana tekanan efektif overburden saat ini merupaka mencapai maksimum sehingga peristiwa konsolidasi masih berlangsung.

  Pada perhtungan dan analisis perhitungan dan analisis penurunan tanah yang penting dalam suatu desain pekerjaan tanah, ada dua hal yang sangat penting untuk diketahui, yaitu:

   Besarnya penurunan yang terjadi,  Kecepatan penurunan

  Penurunan (settlement) yang dianalisis pada analisis besar penurunan ini hanya yang diakibatkan oleh konsolidasi primer. Besar penurunan konsolidasi primer akibat beban timbunan adalah:

  (2.3)

2.5.3 Penurunan Akibat Konsolidasi Sekunder

  Pada akhir konsolidasi primer (setelah tekanan air pori = 0), penurunan masih tetap terjadi sebagai akibat dari penyusaian plastis butiran tanah. Tahap konsolidsi ini dinamakan konsolidasi sekunder. Variasi dari angka pori dan waktu penambahan beban akan sama seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 sebagai berikut:

  34

  35 Gambar 2.5 Variasi e vs log t untuk kenaikan beban (M. Das. B, 1985)

  Dimana : (2.5)

  Penurunan yang akibat oleh konsolidasi sekunder sangat penting untuk semua jenis tanah organik dan tanah anorganik yanga sangat mampu mampat

  = angka pori pada akhir konsolidasi primer H = tebal lapisan lempung (m)

  p

  = perubahan angka pori t = waktu (hari) (2.6) e

  = indeks pemampata sekunder ∆e

  α

  C

  ) (2.4)

  Besarnya konsolidasi sekunder dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ini: S

  1

  /t

  2

  H log(t

  α

  = C'

  s

  V o id r a ti o , e e p t 1 t 2

2.5.4 Penurunan Akibat Konsolidasi (Consolidation Settlement)

  36 pemampatan sekunder sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

  Dalam menghitung besarnya penurunan dan lamanya penurunan suatu lapisan tanah, maka perlu diketahui dahulu salah satu parameter kompresibilitasnya. Parameter-parameter tersebut didapat dari percobaan labolatorium yaitu:

  1. Koefisien Perubahan Volume (coefficient of volume change) Adalah perubahan volume persatuan tegangan. Perubahan volume dapat dinyatakan perubahan angka pori maupun perubahan tebal contoh tanah, yang dinotasikan dengan m .

  2. Koefisien Kemampumapatan (coefficient compressibility) Koefisien kemampuan adalah perbandingan antara perubahan angka pori dengan perubahan tegangan, dinyatakan dengan notasi a

  v .

  3. Indeks Kompresi (compression index) Indeks kompresi merupakan besar keimigranan pada bagian linier dari kurva

  e- log σ’. Dinyatakan dalam notasi C c .

  4. Koefisien Konsolidasi Koefisien konsolidasi adalah koefisein yang menentukan kecepatan proses konsolidasi. Koefisien ini diperoleh dari kurva penurunan-waktu dan dinyatakan dengan notasi C

  v . diletakkan di dalam cincin logam dengan dua buah batu berpori diletakkan diatas dan dibawah contoh tanah tersebut, ukuran contoh tanah yang digunakan biasanya adalah diameter 2,5 inci (63,5mm) dan tebal 1 inci (25,5mm). pembebanan pada contoh tanah dilakukan dengan cara meletakkan beban pada ujung sebuah balok datar, dan pemampatan (compression) contoh tanah diukur dengan menggunakan skala ukur dengan skala micrometer. Contoh tanah selalu direndam air selama percobaan. Tiap-tiap beban biasanya diberikan selama 24 jam. Setelah itu, beban dinaikkan sampai dengan dua kali lipat dari sebelumnya, dan pegukuran pemampatan diteruskan.

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) A. Gambaran Umum Daerah Kabupaten Karo 1. Letak Geografis - Upaya Meningkatkan Penerimaan Pajak Hotel pada Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Karo

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) - Upaya Meningkatkan Penerimaan Pajak Hotel pada Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Karo

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental - Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L) 3% dalam Bentuk Obat Kumur terhadap Akumulasi Plak pada Mahasiswa FKG USU Angkatan 2011

1 2 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri - Mekanisme Penghapusan Piutang Pajak dan Masalahnya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pasar Efisien - Pengaruh Sebelum Dan Sesudah Internet Financial ReportingTerhadap Volume Perdagangan Saham, Harga Saham, Dan Abnormal Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di Bei

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Sebelum Dan Sesudah Internet Financial ReportingTerhadap Volume Perdagangan Saham, Harga Saham, Dan Abnormal Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di Bei

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Teori Permintaan - Analisis Permintaan Kredit pada Bank SUMUT Cabang Utama Medan

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri - Pelaksaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat Utang Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam

0 0 17

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Umum Kantor Pajak Pratama Medan Polonia - Tinjauan Atas Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Sewa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri - Tinjauan Atas Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Sewa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 11