BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum - Analisis Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor Tunggal Diameter 0,6 Meter Menggunakan Data Sondir, SPT, Uji Beban Statik, dan PDA pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Umum

  Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, terowongan, menara, tanggul dan sebagainya harus memiliki pondasi untuk dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasanya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu peran pondasi untuk menopang bangunan di atasnya harus diperhitungkan agar dapat

  • – menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri,beban yang bekerja, gaya gaya luar seperti angin, gempa bumi dan lain sebagainya. Disamping itu, tidak diizinkan terjadi penurunan melibihi batas yang diijinkan. Adapun fungsi pokok dari pondasi ini adalah melanjutkan beban yang bekerja pada bangunan tersebut ke lapisan tanah yang berada di bawah pondasi. Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang di topang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan batuan yang terletak dibawahnya (Bowles, 1997).

  Istilah struktur atas umumnya dipakai untuk menjelaskan bagian sistem yang direkayasa yang membawa beban kepada pondasi atau struktur bawah. Istilah struktur atas mempunyai arti khusus untuk bangunan-bangunan dan jembatan-jembatan; akan tetapi, pondasi tersebut juga hanya menopang mesin-mesin, mendukung peralatan industrial (pipa, menara, tangki), bertindak sebagai alas untuk iklan, dan sejenisnya. Dalam menentukan perencanaan pondasi suatu bangunan ada dua hal yang harus diperhatikan pada tanah bagian bawah pondasi, yaitu:

  1. Daya dukung pondasi yang direncanakan harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada pondasi tersebut baik beban statik maupun beban dinamiknya.

2. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan yang diijinkan.

  Pondasi dibedakan atas dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow foundation), dan pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal digunakan apabila lapisan tanah keras terletak tidak jauh dari permukaan tanahnya. Pondasi dangkal didesain dengan kedalaman lebih kecil atau sama dengan lebar dari pondasi tersebut

  ( ≤ 1). Sedangkan pondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah kerasnya terletak jauh dari permukaan tanah. Pondasi dalam didesain dengan kedalaman lebih besar atau sama dengan lebar dari pondasi tersebut ( ≥ 4) (Das, 1995).

  Untuk memilih pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya.

  Bila keadaan tersebut dipertimbangkan dalam menentukan macam pondasi, hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan.

  1) Keadaan tanah pondasi

  2) Batasan-batasan akibat konstruksi diatasnya (superstructure)

  3) Batasan-batasan dari sekelilingnya

4) Waktu dan biaya pekerjaan.

  Berikut ini diuraikan jenis-jenis pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah pondasi yang bersangkutan.

  a) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukaan tanah atau 2 – 3 meter di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini pondasinya adalah pondasi telapak

  (spread foundation).

  b) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 meter di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini dipakai pondasi tiang atau pondasi tiang apung (floating pile foundation) untuk memperbaiki tanah pondasi.

  c) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 20 meter di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini, tergantung dari penurunan

  (settlement) yang diizinkan dapat dipakai pondasi Kaison terbuka, apabila tidak terjadi penurunan, biasanya dipakai pondasi tiang pancang (pile driven

  foundation ). Tetapi bila terdapat batu besar (cobble stones) pada lapisan antar, pemakaian Kaison lebih menguntungkan.

  d) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 meter di bawah permukaan tanah. Biasanya dipakai Kaison terbuka, tiang baja atau tiang yang dicor di tempat. Tetapi apabila tekanan atmosfir yang bekerja

  2 ternyata kurang dari 3 kg/cm digunakan juga Kaison tekanan. e) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini, yang paling baik adalah tiang baja dan tiang beton yang dicor di tempat.

  Haruslah diamati pula kondisi beban (besar, penyebaran, arah dan lain-lain), sifat dinamis bangunan atas (statis tertentu atau statis tak tentu, kekakuan dan sebagainya), kegunaan dan kepentingan bangunan atas, kesulitan pemeliharaan dan bahan-bahan untuk bangunan. Misalnya penurunan pondasi jenis pondasi yang akan dipakai tergantung kepada, apakah sifat bangunan itu mengizinkan atau tidak, terjadinya penurunan pondasi. Apabila jenis struktur bangunan diatasnya telah ditetapkan, maka sulit sekali memilih pondasi yang ekonomis. Misalnya, suatu jembatan direncanakan sebagai balok menerus, bila penurunan pondasi tidak boleh terjadi, seringkali biaya pembuatan pondasi menjadi amat tinggi, tergantung pada macam pondasi. Sebaliknya, bila bangunan atas dianggap sebagai balok sederhana dan penurunan diizinkan pada pondasi maka biaya pengerjaan biaya bangunan atas meningkat, walaupun biaya pengerjaan pondasi menjadi lebih kecil. Secara keseluruhan, jembatan menjadi lebih ekonomis. Agar diperoleh perencanaan yang ekonomis dan rasionil, maka perlu diadakan pengamatan menyeluruh terhadap pengerjaan bangunan atas dan pondasi seperti disebutkan diatas (Sosrodarsono, 2000).

2.2. Penetrometer Statis (Static Penetrometer)

  Penetrometer statis di Indonesia dikenal dengan sebutan sebuah alat sondir Belanda (Dutch penetrometer atau Dutch deepsounding apparatus) atau disebut juga percobaan penetrasi kerucut (Cone Penetration Test = CPT). Penetrometer ini dipakai secara luas di Indonesia. Ada dua macam alat sondir yang umum digunakan (Soedarmo, 1993).

  1) Sondir ringan dengan kapasitas = 2,50 ton

  2) Sondir berat dengan kapasitas = 10 ton

  Pemeriksaan /Penyelidikan Tanah dengan Alat Sondir 

  Tujuan : Untuk menentukan lapisan-lapisan tanah berdasarkan tahanan ujung konus dan daya lekat tanah setiap kedalaman pada alat sondir.

   Alat-alat yang digunakan :

  1) Mata sondir, sebuah alat khusus yang dapat melakukan penetrasi ke dalam tanah (konus biasa/ tunggal dan konus ganda/bikonus). Untuk bikonus yang biasa digunakan Dutch Cone Penetrometer jenis Begemann dengan

2.

kapsitas maksimum 250 kg/cm

  2) Perlengkapan-perlengkapan lain : 4 buah baja kanal dan jangkar/angker

  • 2 buah manometer dengan kapasitas masing-masing
  • 2

  Sondir ringan : 0 sampai 50 kg/cm

  2

  0 sampai 250 kg/cm

  2 Sondir berat : 0 sampai 59 kg/cm dan

  2

  0 sampai 600 kg/cm 2 buah kunci Inggris (kunci pas)

  Linggis (alat penggali lain)

  • Rol meter dan waterpass
  • Tangki/stang pemutar angker dan lain-lain.

  Persiapan

  a) Semua alat diperiksa, dibersihkan, kemudian dibawa kelapangan tempat penyelidikan.

  b) Angker dipasang pada jarak ± 1,00 meter.

  c) Alat sondir dipasang pada kedua angker dan dipasang baja kanal sedemikian rupa, sehingga alat sondir berdiri tegak lurus pada tanah dan dilem dengan angker.

  d) Kamar instalasi diberi oli, untuk menekan pegas dan manometer.

  e) Pipa yang berisi castor oli diperiksa apakah berisi udara atau tidak. 

  Pelaksanaan 1.

  Pasang konus atau bikonus, sesuai kebutuhan pada ujung alat penyambungnya dan dijepitkan pada kamar instalasi.

  2. Tekan pipa untuk memasukkan konus atau bikonus sampai kedalaman 20 cm.

  3. Penekanan batang : Apabila digunakan konus biasa, maka pembacaan manometer

  • hanya dilakukan pada perlawanan penetrasi konus (ppk atau

  ) Apabila digunakan bikonus, maka penetrasi ini pertama-tama

  • menggerakkan ujung konus ke bawah sedalam = 4 cm dan
bacalah manometer sebagai perlawanan penetrasi konus (ppk). Penekanan selanjutnya terhadap konus dan selubung (mantel) ke bawah sedalam = 8 cm, bacalah manometer sebagai hasil jumlah perlawanan (jp) yaitu perlawanan penetrasi konus (ppk) dan hambatan lekat atau cleef (c).

  4. Tekanlah pipa bersama batang sampai kedalaman berikutnya yang akan diukur. Pembacaan dilakukan pada setiap penekanan pipa sedalam = 20 cm.

5. Pekerjaan sondir dihentikan apabila :

  • 2

  Pembacaan pada manometer tiga kali berturut-turut

  menunjukkan harga > 150 kg/cm dan sondir ringan sudah mencapai kedalaman 30 meter.

  • belum menunjukkan angka yang maksimum, maka alat sondir perlu diberi pemberat yang diletakkan pada baja kanal/angker.

  Alat sondir terangkat keatas, sedangkan pembacaan manometer

   Analisis prhitungan

  Hambatan lekat : HL = (JP .................................................................................(2.1)

  • – PK ) Dalam hal ini : JP = Jumlah Perlawanan PK = Perlawanan Penetrasi Konus = faktor koreksi/kalibrasi alat

  =

2 A = tahapan pembacaan 20 cm

  10 cm2

  B = = = 10

  1 cm2

  Jumlah hambatan lekat : JHL

  i = Ʃ HL..........................................................................................(2.2) i = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau.

  Hasil

  • – hasil perhitungan ini digambarkan dalam kertas grafik/kurva yang telah tersedia.

Gambar 2.2. Alat sondir dengan konus biasa (Soedarmo, 1993)Gambar 2.3. Alat sondir dengan bikonus (Soedarmo, 1993)Tabel 2.1. Harga

  • – harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan Sondir Penetrasi konus PK = q Densitas Sudut geser dalam

  c

  2

  (kg/cm ) relatif Dr (%) (°)

  20

  • 20

  25

  • – 30

  20

  30

  • – 40 – 40 – 35

  40

  40

  35

  • – 120 – 60 – 40 120

  60

  40

  • – 200 – 80 – 45 >200 >80 >45

  (Soedarmo, 1993)

2.3. Penetrometer dinamis (Dynamic penetrometer)

  Penetrometer dinamis yang percobaannya disebut percobaan penetrasi standar (standard penetration test) berasal dari Amerika Serikat. Cara melakukan percobaan tabung sendok pemisah (split spoon sampler) dimasukkan kedalam tanah pada dasar lubang bor dengan memakai suatu beban penumbuk dengan berat 140 lb (63 kg) yang dijatuhkan dari ketinggian 30 in ( 75 cm). Setelah sendok pemisah ini masuk kedalam tanah sedalam 6 in (15 cm) jumlah pukulan ditentukan untuk memasukkannya kedalam sedalam 12 in (30cm) berikutnya. Jumlah pukulan ini disebut nilai N (N

  

value ) atau Number of blows, dengan satuan pukulan/kaki (blows per foot). Setelah

  percobaan selesai, sendok pemisah dikeluarkan dari lubang bor dan dibuka untuk mengambil tanah yang ada didalamnya. Tanah ini dapat digunakan untuk percobaan kadar air, batas-batas Atterberg dan analisis pembagian butir. Hasil percobaan penetrasi standar ini hanya sebagai perkiraan yang kasar saja karena bukan merupakan nilai-nilai yang teliti. Nilai N yang diperoleh dari percobaan penetrasi standar dapat dihubungkan dengan beberapa sifat lain yang bersangkutan secara empiris, demikaian juga halnya dengan percobaan sondir (Soemarno, 1993)

Gambar 2.4. Alat percobaan penetrasi standar (Soedarmo, 1993)

  Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kekuatan tanah pada setiap lapisan tanah. Diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (

  ϕ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N), dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:

  2

  Very Soft / Sangat Lunak < 2 Soft / Lunak 2 - 4 Medium / Kenyal

  ................................................................................................(2.3) Dimana σ adalah tegangan efektif berlebihan, tidak lebih dari 2,825 kg/ .

  50 1+2 +10

  Mungkin terjadi bila jumlah tumbukan N>15, maka koreksi Terzaghi & Peck (1948) menghasilkan harga N, merupakan jumlah tumbukan yang terjadi: =

  (Sosrodarsono, 2000) SPT pada tanah kohesif berbutir halus atau tanah dengan permeabilitas rendah,mempengaruhi perlawanan penetrasi, memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah permeabilitas tinggi untuk kepadatan sama.

  8

  4

  Relative Density (Dr) N

Tabel 2.2. Hubungan Dr,

  ϕ dan N dari pasir (Terzaghi)

Tabel 2.3. Hubungan Dr,

  > 50 0,8-1,0 Sangat padat > 41 > 45 (Sosrodarsono, 2000)

  10-30 0,4-0,6 Sedang 30-36 35-40 30-50 0,6-0,8 Padat 36-41 40-45

  0-4 0,0-0,2 Sangat lepas <28,5 <30 4-10 0,2-0,4 Lepas 28,5-30 30-35

  Nilai N Kepadatan Relatif (Dr) Sudut Geser Dalam Menurut Peck Menurut Meyerhoff

  ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff)

  • – 8 Stiff / Sangat Kenyal
  • – 15 Hard / Keras 15 - 30 Padat > 30

Tabel 2.4. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N

  

Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan

dipertimbangkan

  Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan lapisan yang mengalami konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan lain-lain

  Berat isi, sudut Hal yang perlu geser dalam, dipertimbangkan secara

  Tanah pasir (Tidak kohesif) ketahanan terhadap menyeluruh dari hasil- penurunan dan hasil sebelumnya daya dukung tanah

  Keteguhan, kohesi, Hal-hal yang perlu daya dukung dan

  Tanah lempung (Kohesif) diperhatikan langsung ketahanan terhadap hancur

  (Sosrodarsono,2000) Melalui SPT, angka N dari suatu stratigrafi (sistem pelapisan tanah di lokasi) dapat diketahui (N SPT > 50 : tanah pasir & N SPT > 30: tanah lempung), dan dari angka itu didapat karekteristik suatu lapisan tanah pada Tabel 2.4 di atas.

  Walaupun hasil penyelidikan sondir telah diperoleh, masih diperlukan pengetahuan tentang tanah lebih teliti, penyelidikan tanah dilengakapi dengan pengambilan contoh tanah (untuk menentukan sifat fisis dan mekanis lapisan tanah melalui uji laboratorium). Pengambilan contoh tanah ada dua macam yaitu tidak terganggu (undisturbed sample), contoh tanah asli dan tanah terganggu (disturbed

  ). Boring untuk mengetahui kedalaman muka air tanah (ground water level) di

  sample lapangan dan memperoleh stratigrafi.

  N dari SPT untuk menghitung daya dukung tanah, dimana tergantung pada kuat geser tanah. Rumus kuat geser tanah diuraikan oleh Coulumb, yaitu:

  = + tan ∅..................................................................................................(2.4) dimana :

  2

  ) τ = kekuatan geser tanah (kg/cm

  2

  c = kohesi tanah (kg/cm )

  2

  ) σ = tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm ϕ = sudut geser tanah (°).

  Harga sudut geser dari tanah tidak kohesif (pasiran); dipakai rumus Dunham (1962): Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir

  • bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar : ∅ = √12 + 15 ..................................................................................(2.5) ∅ = √12 + 50 ..................................................................................(2.6)

  Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya :

  • ∅ = 0,3 + 27 .....................................................................................(2.7) Hubungan penetrasi standar dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, dilihat pada Tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5. Hubungan antara angka penetrasi standar dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir

  Angka penetrasi Kepadatan Relatif, Dr Sudut geser dalam ϕ (°) standar, N (%)

  26

  • – 5 – 5 – 30

  5

  5

  28

  • – 10 – 30 – 35

  10

  30

  35

  • – 30 – 60 – 42

  30 60 38 - 46

  • – 50 – 65 (Das,1995)
Hubungan harga N dengan berat isi riil hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2.6). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Tabel 2.6. Hubungan antara N dengan berat isi tanah

  Harga N < 10 10-30 30 > 50

  • – 50 Tanah tidak kohesif

  Berat isi 7 12 14 - 18

  16

  18

  3 – 16 – 20 – 23

  KN/m Harga N < 4 4 - 15 16 > 25

  • – 25 Tanah Berat isi 7 kohesif 14 16 - 18

  16 > 20

  3 – 18 – 18

  KN/m (Das, 1995)

  Tanah non kohesif, daya dukung sebanding dengan berat isi; tinggi muka air tanah mempengaruhi daya dukung tanah pasir. Tanah di bawah muka air tanah memiliki berat isi efektif yang ± ½ berat isi tanah di atas tanah. Tanah dengan daya dukung baik, dinilai dari ketentuan berikut: Lapisan kohesif memiliki nilai SPT, N >

  2

  35; Lapisan kohesif memiliki harga kuat tekan ( ) 3 - 4 kg/cm atau harga SPT, N >

  15. Jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai, tidak dihitung, karena

  1

  dianggap sudah terganggu. Nilai dan diambil dari jumlah pukulan pada lapisan

  2

  3

  • 2

  dan jika nilai N’ > 15 maka: berikutnya, nilai N’ =

  3 N = 15 + ½ (N’ -15)...........................................................................................(2.8)

2.4. Tiang Bor (Bored Pile) atau Pilar yang Dibor

  Pilar yang dibor (Drilled pier) dibuat dengan cara membor sebuah lubang silindris hingga pada kedalaman yang diinginkan dan sesudah itu diisi dengan beton lubang silindris atau sumuran ini bisa berupa lubang lurus atau bagian dasarnya diperluas dengan cara under reaming (penggerekan dasar lubang) (Bowles, 1988).

  Bagian struktural ini disebut juga :

  a) Sumuran yang dibor (drilled shaft)

  b) Kaison yang digali (drilled caisson) atau sering disebut hanya Kaison saja.

  c) Tiang yang dibor biasanya dibatasi D > 760 mm. Jika bagian dasarnya diperluas, disebut juga

  d) Pilar dengan dasar berbentuk lonceng (belled Pier) atau Kaison dengan dasar berbentuk lonceng (belled Caisson).

  Macam-macam konfiguarsi ini ditunjukkan dalam Gambar 2.5

Gambar 2.5. Konfigurasi pilar bor biasa (Bowles, 1998)

2.4.1. Metode Konstruksi Mutakhir

  Pada awalnya pilar

  • – pilar dengan cara menggali sumuran (shaft) dan atau bagian dasar berbentuk lonceng meskipun metode pengeboran yang memakai tenaga
manusia atau kuda sudah dipakai pada awal tahun 1900. Yang termasuk metode kuno ini adalah metode

  • – metode Chicago seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Metode

  • – metode awal konstruksi Kaison (Bowles, 1998) Pada metode Chicago, para pekerja menggali sumur berbentuk lingkaran hingga pada kedalaman yang diinginkan dan memasang cangkang silindris yang terbuat dari papan
  • – papan vertikal atau papan – papan yang ditahan dengan cincin – cincin komperesi pada bagian dalam. Penggalian dilanjutkan sampai kedalaman yang sama dengan panjang papan berikutnya dan pengikat papan berikutnya dipasang, demikian seterusnya hingga pada kedalaman sumuran yang diinginkan. Pengikat (Tiers) dipasang dengan diameter yang tetap atau diperkecil sekitar 50 mm.

  Metode Gow memakai serangkaian selubung (cangkang) metal berbentuk seperti teloskop yang berkurang diameternya pada pengikat yang berurutan, pemasangan sama pada metode yang menggunakan acuan yang dipakai pada saat ini.Bagian dasar bisa diperluas untuk perletakan (bearing) tambahan jika tanah bagian dasarnya tidak melekuk (yakni jika dibangun pada lempung tak retak yang agak kaku). Banyak pilar-pilar zaman dahulu yang didirikan diatas batuan.

  Kerangka tulangan dimasukkan kedalam sumuran dan kemudian sumuran diisi dengan beton, atau bisa juga sumuran diisi sebagian dengan beton dan kemudian kerangka tulangan dipasang. Kerangka tulangan adalah susunan kerangka bertulang yang diikat dengan kawat pada jarak tertentu dan dengan pengikat jarak secara vertikal. Kerangka ini bisa berbentuk persegi atau bulat, yang hanya dipasang dibagian atas karena momen

  • – momen yang di dukung oleh sumuran dan yang menyebar kebawah hingga pada panjang sekitar L/2 beban sumuran yang utama adalah beban aksial. Untuk saat ini metode yang sering dipergunakan sebagai berikut: 1.

  Metode Kering Rangkaian pembuatannya seperti pada Gambar (a) di bawah ini. Pertama - tama sumuran digali (dan dasarnya dibentuk lonceng jika perlu). Kemudian sumuran diisi sebagian dengan beton seperti pada Gambar (b) dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah selesai dikerjakan. Harap diingat bahwa kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai mencapai dasar sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan boleh diperpanjang sampai hampir mendekati kedalaman penuh daripada hanya mencapai kira-kira setengahnya saja seperti yang ditunjukkan disini. Metode ini membutuhkan tanah tempat proyek yang tak berlekuk (kohesif) dan permukaan air berada di bawah dasar sumuran atau jika permeabilitasnya cukup rendah, sumuran bisa digali (mungkin juga dipompa) dan di beton sebelum sumuran terisi air cukup banyak sehingga bisa mempengaruhi kekuatan beton.

Gambar 2.7. Metode kering konstruksi pilar yang dibor (Bowles, 1998) 2.

  Metode acuan

  • – Metode ini telah diuraikan pada Gambar 2.8. Acuan dipakai pada tempat termpat proyek yang mungkin terjadi lekukan, atau deformasi lateral yang berlebihan terhadap rongga sumur (shaft cavity). Sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi encer (slurry) digunakan untuk mempertahankan lubang. Setelah acuan dipasang, adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan dalam keadaan kering.

  Acuan bisa saja ditinggalkan dalam sumuran atau bisa juga dikeluarkan. Jika dibiarkan ditempat, maka ruang melingkar antara acuan dan tanah (yang diisi dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran) diganti dengan adukan encer (grout) yang diinjeksikan dengan tekanan. Adukan encer adalah campuran semen dan dengan cara menyisipkan pipa pada dasar adonan dan memompakan grout maka adonan akan dipindahkan keatas puncak sehingga rongga tersebut diisi dengan adukan encer. Sebagai kemungkinan lain, acuan bisa diangkat secara hati

  • – hati untuk memastikan bahwa :

  a) Beton di dalam acuan tetap dalam keadaan encer

  b) “Kepala” beton selalu lebih besar daripada kepala adonan sehingga beton yang menggantikan adonan bukan sebaliknya.

Gambar 2.8. Metode acuan pilar yang dibor (Bowles, 1998) 3.

  Metode Adonan Metode ini bisa diterapkan pada semua keadaan yang membutuhkan acuan. Hal ini diperlukan jika tidakmungkin mendapatkan penahan (water seal) yang sesuai dengan acuan untuk menjaga agar air tidak masuk kedalam rongga sumuran (shaft capity). Langkah – langkah metode ini diuraikan dalam Gambar 2.9.

  2.9. Metode adonan untuk konstruksi pilar yang dibor adalah bahan yang paling sering dipakai sebagai campuran dengan

  Bentonite

  air untuk membuat adonan (“adonan bentonit”). Beberapa percobaan diperlukan untuk memenuhi presentase optimum tempat proyek tetapi dalam jumlah yang berkisar antara 4 sampai 6% dari berat biasanya sudah cukup memadai. harus dicampur merata dengan air sehingga campurannya tidak

  Bentonite

  menggumpal. Adonan seharusnya mampu membentuk lapisan penyaring (filler cake) pada dinding seumuran dan mengikat pertikel

  • – partikel galian yang terkecil (kira – kira di bawah 6 mm) dalam suspensi. Seringkali jika tanah setempat sangat pekat, tanah ini dipakai sebagai campuran untuk mendapatkan adonan yang cukup memadai.

  Hal

  • – hal yang perlu diperhatikan dalam memakai metode ini adalah : 1)

  Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga akan terbentuk lapisan penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan yang tebal sukar digeser oleh beton selama pengisian sumuran.

  2) Memompa adonan keluar dan partikel – partikel yang lebih besar dalam suspensi dipisahkan dengan memakai adonan “ conditioned” yang dikembalikan lagi kedalam sumuran sebelum dibeton.

3) Hati – hati saat menggali lempung melalui adonan.

  Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan kedalam sumuran dan sebuah corong pipa (tremie). Beton dipompa dengan hati

  • – hati sehingga corong pipa selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit daerah yang terkontaminasi oleh adonan. Beton tampaknya cukup mampu menggantikan partikel
  • – partikel adonan dari kerangka tulangan, sehingga akan terjadi tulangan yang baik.

2.4.2. Pemakaian Pilar/Tiang yang Dibor

  Tiang

  • – tiang yang dibor bisa dipakai pada hampir semua kasus yang memerlukan pondasi tiang. Jika tanah tempat proyek memerlukan pemakaian pondasi dalam, seseorang perlu mengadakan analisis perbandingan untuk menentukan mana yang lebih ekonomis antara tiang pancang atau tiang yang dibor. Tiang yang dibor mempunyai kelebihan
  • – kelebihan sebagai berikut: 1)

  Eliminasi sungkup tiang pancang (pile caps) seperti pantek – pantek penyambung (dowels) bisa dipasang dalam beton basah pada tempat yang diperlukan dalam rencana (meskipun pusat pilar agak tidak ditempatkan segaris (mislighned) sebagai sambungan untuk kolom.

2) Memerlukan lebih sedikit pilar yang dibor berdiameter besar.

  3) Maniadakan cukup banyak getaran (vibrasi) dan suara gaduh yang biasanya merupakan akibat dari pendorongan tiang pancang.

  4) Bisa menembus tanah berangkal yang dapat mengakibatkan tiang – tiang pancang yang didorong bisa bengkok. Berangkal yang berukuran kurang dari sepertiga diameter bisa bengkok.

  5) Lebih mudah memperluas bagian puncak sumuran pilar sehingga memungkinkan momen

  • – momen lentur yang lebih besar. 6)

  Hampir semua sumuran dengan diameter berkisar antara 0,5 sampai dengan 3,5 m bisa dibuat.

  Beberapa kelemahan tiang yang dibor sebagai berikut : 1.

  Tidak bisa dipakai jika lapisan pendukung (bearing stratum) yang sesaui tidak cukup dekat dengan permukaan tanah (dengan menganggap bahwa tanah pada lapisan yang kompeten (mampu) tidak dapat diandalkan untuk tahanan kulit).

  2. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran atau pembetonan.

  3. Akan terjadi tanah runtuh jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.

  4. Pembuangan tanah dari bor (“kotoran”) dan pembuangan adoanan jika adonan ini yang dipakai.

2.4.3. Proses Pembuatan Pondasi Tiang Bor 1.

  Pengeboran Ini merupakan proses awal dimulainya, pengerjaan pondasi tiang bor, kedalaman dan diameter tiang bor, juga terdapatnya batuan atau material dibawah permukaan tanah menjadi parameter utama dipilihnya alat

  • – alat bor. Ini perlu diantisipasi sehingga bisa disediakan metode, dan peralatan yang cocok.

Gambar 2.10. Mata bor

  Setelah mencapai suatu kedalaman yang mencukupi untuk menghindari tanah di tepi lubang berguguran maka perlu di pasang casing, yaitu pipa yang mempunyai ukuran diameter dalam kurang lebih sama dengan diameter lubang.

Gambar 2.11. Pemasangan casing

  Setelah casing terpasang, maka pengeboran dapat dilanjutkan. Mata

  auger diganti dengan Cleaning Bucket yaitu untuk membuang tanah atau

  lumpur di dasar lubang. Setelah beberapa lama dan diperkirakan sudah mencapai kedalaman rencana maka perlu dipastikan terlebih dahulu apakah kedalaman lubang bor sudah mencukupi, yaitu pemeriksaan manual.

Gambar 2.12. Pengecekan tanah manual

  Perlu juga diperhatikan bahwa tanah hasil pemboran perlu dicheck dengan data hasil penyelidikan terdahulu. Apakah jenis tanah sama seperti yang diperkirakan dalam menentukan kedalaman tiang bor tersebut. Ini perlu karena sampel ta nah sebelumnya umumnya diambil dari satu dua tempat yang dianggap mewakili. Tetapi dengan proses pengeboran ini maka secara otomatis dapat dilakukan prediksi dapat dilakukan prediksi kondisi tanah secara tepat, satu persatu pada titik yang dibor.

  Apabila kedalaman dan juga lubang bor telah siap, maka selanjutnya adalah penempatan tulangan.

Gambar 2.13. Pemasangan tulangan Jika perlu, apabila terlalu dalam maka penulangan harus disambung dilapangan.

Gambar 2.14. Penyambungan tulangan jika perluGambar 2.15. Tulangan setelah dipasang 2.

  Pengecoran beton Setelah proses pemasangan tulangan baja maka proses selanjutnya adalah pengecoran beton. Ini merupakan bagian yang paling kritis yang menentukan berfungsi tidaknya suatu pondasi. Meskipun proses pekerjaan sebelumnya sudah benar, tetapi apabila pada tahapan ini gagal maka gagal pulalah pondasi tersebut secara keseluruhan. Pengecoran disebut gagal jika lubang pondasi tersebut tidak terisi benar dengan beton, misalnya ada yang bercampur dengan galian tanah atau segresi dengan air, tanah longsor sehingga beton mengisi bagian yang tidak tepat. Adanya air pada lubang bor menyebabkan pengecoran memerlukan alat bantu khusus, yaitu pipa

  . Pipa tersebut mempunyai panjang yang sama atau lebih besar dengan

  tremie kedalaman lubang yang dibor.

Gambar 2.16. Penempatan pipa tremieGambar 2.16 diatas disebut pipa tremie. Ujung di bagian bawah agak khusus, tidak berlubang biasa tetapi ada detail khusus sehingga lumpur tidak ikut masuk

  kedalam tetapi beton di dalam pipa bisa mendorong keluar.

Gambar 2.17. Corong

  Yang telihat di Gambar 2.17 adalah corong beton yang akan dipasang di ujung atas pipa tremie, tempat memasukkan beton segar, dari gambar ini terlihat pekerjaan pengecoran pondasi tiang dibagian lain, terlihat mesin bor (warna kuning) yang difungsikan cranenya (mata bor tidak dipasang, mesin bor dinonaktifkan.

  Pada tahap pengocoran pertama kali, truk ready mixed dapat menuangkan langsung ke corong pipa tremie seperti terlihat diatas. Pipa tremie yang dipasang perlu dicabut lagi. Kalau beton yang dituang terlalu banyak maka pencabutan pipa yang tertanam menjadi susah. Sedangkan jika terlalu dini mencabut pipa tremie, beton pada bagian bawah belum terkonsolidasi dengan baik, maka bisa saja terjadi segresi (tercampurnya beton dengan tanah).

Gambar 2.18. Ready mix

  Jika beton yang dicor sudah semakin ke atas (volumenya semakin banyak) maka pipa tremie harus mulai ditarik keatas. Perhatikan bagian pipa yang basah dan kering. Untuk kasus ini karena pengecoran beton masih diteruskan maka diperlukan bucket karena beton tidak bisa dituang kecorong tersebut.

Gambar 2.19. Pengangkatan pipa tremie

  Adanya pipa tremie tersebut menyebabkan beton dapat disalurkan ke dasar lubang langsung dan tanpa mengalami pencampuran dengan air atau lumpur. Karena berat jenis beton lebih besar dari berat jenis lumpur maka beton makin lama makin kuat untuk mendesak lumpur naik keatas. Jadi pada tahapan ini tidak perlu takut dengan air atau lumpur naik ke atas.

Gambar 2.20 di bawah menunjukkan air / lumpur mulai terdorong ke atas, lubang mulai digantikan dengan beton. Proses pengecoran memerlukan bahan beton

  yang terus-menerus, andai saja ada keterlambatan beberapa jam. Jika terjadi setting maka pipa tremie nya bisa tertanam di bawah dan tidak bisa dicabut.

Gambar 2.20. Proses pengecoran

  Jika pengerjaan pengecoran dapat berlangsung dengan baik, maka pada akhirnya beton dapat dapat muncul dari kedalaman lubang. Jadi pemasangan tremie mensyaratkan bahwa selama pengecoran dan penarikan maka pipa tremie tersebut harus selalu tertanam pada beton segar. Fungsi utama dari pipa tremie ini adalah sebagai penyumbat atau penahan agar tidak terjadi segresi (bercampurnya tanah, air, lumpur dengan beton).

2.5. Daya Dukung Aksial Tiang Bor (Bored Pile)

  Tiang (Pile) adalah bagian bawah konstruksi pondasi yang berbentuk batang langsung yang dibor didalam tanah sampai mencapai lapisan tanah keras. Daya dukung aksial suatu pondasi pada umumnya terdiri atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya dukung ujung dasar tiang. Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara untuk memperkirakan daya dukung aksial tiang. Cara pertama adalah dengan menggunakan parameter- parameter kuat geser tanah (c) dan sudut geser dalam

  ϕ. Cara kedua yaitu menggunakan uji SPT (Standard Penetration Test), Sondir (Cone Penetration Test), dan PDA (Pile Dynamic Analysis).

2.5.1. Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) dari Hasil Sondir

  Diantara perbedaan tes dilapangan, sondir atau Cone Penetration Test (CPT) sering kali sangat dipertimbangkan perannya dalam perencanaan pondasi. CPT atau sondir adalah test yang cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus

  • – menerus dari permukaan tanah dasar. CPT atau sondir juga dapat mengklasifikasikan lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang, data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari bored pile sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas ultimit dari pondasi tiang.

  Utuk menghitung daya dukung tiang bor berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Mayerhoff.

  Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus : Qult = (q x A ) + (JHL x K

  c p )…………………..………………...........…(2.9)

  dimana : Qult = Kapasitas daya dukung tiang bor tunggal (kg)

  2

  q = Tahanan ujung sondir (kg/cm )

  c

  

2

A = Luas penampang tiang (cm ) p

  JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)

  K = Keliling tiang (cm) Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

  ijin …………………………………….…........… (2.10)

  • Q =

  3

  5

  dimana : Q = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg)

  ijin

  2

  q = Tahanan ujung sondir (kg/cm )

  c

  

2

A = Luas penampang tiang (cm ) p

  JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm) K = Keliling tiang (cm)

2.5.2. Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) dari Hasil SPT

  Kapasitas daya dukung pondasi tiang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data SPT, ditentukan dengan perumusan berikut:

1. Daya dukung ujung tiang (end bearing), (Reese & Wright,1977)

  = ........................................................................................(2.11) . Dimana:

  2

  = Luas penampang tiang bor,(m )

  2

  = Tahanan ujung per satuan luas, (ton/ m ) = Daya dukung ujung tiang, (ton)

  Untuk tanah kohesif: = 9 ............................................................(2.12)

  2 C = N-SPT. 10...............................................(2.13) u .

  3

  P SPT Wright, 1977) seperti Gambar 2.22 dibawah ini.

  Untuk tanah tidak kohesif: korelasi antara dan menurut (Reese & q N

Gambar 2.21. Daya dukung ujung batas tiang bor pada tanah pasiran

  (Reese & Wright, 1977)

  2

  2 U = 7 N (t/ m ) < 400 (t/ m )

  ntuk N ≤ 60 maka

  2

  untuk N > 60 maka = 400 (t/m ) 1+ 2

  N = Nilai rata

  • – rata SPT, N =

  2 2. Daya dukung selimut (skin friction), (Reese & Wright, 1977)

  = f. . p..........................................................................................(2.14) Dimana:

  2 Tahanan satuan skin friction, (ton/m ) f =

  = Panjang lapisan tanah, (m) Keliling tiang, (m)

  p =

  = Daya dukung selimut tiang, (ton) Pada tanah kohesif:

  ..............................................................................................(2.15)

  f = α .

  diamana: α = faktor adhesi (berdasarkan penelitian Reese & Wright (1977) α = 0,55

  2

  ) = kohesi tanah, (ton/m

  2 Pada tanah non kohesif; N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m ) (Reese & Wright,1977).

  53 < N ≤ 100 maka f : dari koreksi langsung dengan

Gambar 2.22. Tahanan geser selimut tiang bor pada tanah pasiran

  (Reese & Wright, 1977) Nilai f juga dihitung dengan formula: f = . . tan φ.......................................................................................(2.16)

  ′ dimana : = 1 – sin φ

  ′ .

  = Tegangan vertikal efektif tanah, (ton/m

  2

  )

2.5.2. Uji Pembebanan ( Loading Test ) Statik

  Maksud dan tujuan dilaksanakannya percobaan pembebanan (loading test) terhadap pondasi tiang adalah untuk mengetahui secara tepat dan akurat berapa besar daya dukung pondasi tiang tersebut memikul gaya/beban vertikal (compressive load), gaya/beban (lateral load) dan gaya/beban tarik (uplift load).

  Didalam tugas akhir ini penulis hanya akan membahas mengenai percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test). Dilakukan percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) terhadap pondasi tiang adalah untuk mengetahui sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat beban rencana.

  2. Untuk menguji bahwa tiang yang dilaksanakan mampu mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan tidak terjadi kegagalan.

  3. Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (real ultimate bearing

  capacity

  ) sebagai contoh dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis dan dinamis.

  4. Untuk mengetahui kemampuan elastisitas daripada tanah.

  Daya dukung dapat diperhitungkan menurut cara-cara statis maupun dinamis. Jika penyelidikan geoteknik memberikan hasil yang baik dalam arti susunan tanah cukup homogen, keadaan tanah keras tidak begitu dalam dan mempunyai ketebalan yang cukup, maka penentuan daya dukung tidaklah begitu sulit. Tetapi kadang- kadang penyelidikan memberikan hasil yang meragukan, sehingga agak sukar untuk menentukan daya dukung pondasi dengan tepat. Untuk mengetahui daya dukung pondasi tiang dengan tepat dan akurat, maka dilakukan percobaan pembebanan (loading test). Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan untuk kontrol beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.

  Yang terpenting adalah dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi, misalnya dengan melihat kurva beban penurunan, besarnya deformasi plastis tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.

  Pengujian pembebanan tiang umumnya dilaksanakan dengan maksud : 1.

  Menentukan grafik hubungan beban dan penurunan, terutama pada pembebanan di sekitar beban yang diharapkan.

  2. Sebagai percobaan guna meyakinkan bahwa keruntuhan pondasi tidak akan terjadi sebelum beban ditentukan tercapai. Nilainya beberapa kali beban rencana. Nilai pengali tersebut dipakai sebagai faktor aman.

3. Menentukan kapasitas ultimit riil, mengecek hasil hitungan kapasitas tiang yang diperoleh dari rumus statis dan dinamis.

  Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti berikut ini :

  1. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur.

  Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas bahan akibat serangan zat kimia, ataupun akibat gempa, kebakaran, pembebanan yang berlebihan, dan lain-lain.

  2. Tingkat keamanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas pelaksanaan ataupun akibat adanya kesalahan perencanaan yang sebelumnya tidak terdeteksi.

  3. Struktur direncanakan dengan metode - metode khusus, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan tingkat keamanan struktur tersebut.

  4. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan tambahan yang belum diperhitungkan pada perencanaan.

  5. Diperlukan pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang baru saja dicor.

  Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran pergerakan tiang. Beban

  • – beban umumnya diberikan secara bertahap dan penurunan tiang diamati. Umumnya defenisi keruntuhan yang dicatat untuk interpretasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan, tiang terus mengalami penurunan.
Sesudah tiang uji dibor, perlu ditunggu terlebih dahulu selama tujuh hingga tiga puluh hari sebelum pengujian pembebanan tiang. Hal ini penting untuk memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali ke keadaan semula, dan tekanan air pori yang terjadi akibat pemancangan tiang telah berdisipasi. Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan menggunakan sistem kentledge seperti ditunjukkan pada Gambar 2.23. Cara kedua dapat menggunakan kerangka baja atau jangkar seperti ilustrasi Gambar 2.24. Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak hidrolik.

  Pergerakan tiang dapat diukur menggunakan satu set dial guges yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah satu milimeter. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran pergerakan relatif tiang sangatlah penting.Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instumentasi. Instrumentasi yang dapat digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang pada lokasi-lokasi tertentu sepanjang tiang. Tell

  • – tales pada kedalaman-kedalaman

  tertentu atau load cells yang ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat memberikan informasi mengenai pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang selama pengujian (American Society Testing

  )

  and Materials, 2010

Gambar 2.23. Pengujian dengan sistem kentledge (Coduto,2001)Gambar 2.24. Pengujian dengan tiang jangkar (Tomlinson, 1980)

2.5.3. Metode Pembebanan

  Terdapat empat metode pembebanan, yaitu : 1. Prosedur Pembebanan Standar (SML) Monotonik

  (SML) menggunakan delapan kali peningkatan

  Slow Maintained Load Test

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

0 0 10

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Akitivitas Self Care pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP H Adam Malik Medan

1 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Self Care 2.1.1. Definisi Self Care - Aktivitas Self Care pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 16

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawat Tentang Pengurangan Bahaya Fisiologis Imobilisasi pada Pasien Stroke di Ruang RA4 RSUP H. Adam Malik Medan

0 1 38

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tingkat Pengetahuan 1.1. Defenisi Pengetahuan - Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawat Tentang Pengurangan Bahaya Fisiologis Imobilisasi pada Pasien Stroke di Ruang RA4 RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 23

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawat Tentang Pengurangan Bahaya Fisiologis Imobilisasi pada Pasien Stroke di Ruang RA4 RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 14

AN ANALYSIS ON CONTRASTIVE NEGATION IN ENGLISH AND INDONESIAN Mayasari YP. Dharma Karya Beringin mayasari_spdyahoo.com Abstract - An Analysis On Contrastive Negation In English And Indonesian

0 0 10

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Analisis Pengurangan Waste Time dengan Pendekatan Lean Manufacturing pada Proses Produksi di PT. Pancakarsa Bangun Reksa

0 0 14

Analisis Pengurangan Waste Time dengan Pendekatan Lean Manufacturing pada Proses Produksi di PT. Pancakarsa Bangun Reksa

0 3 19

Analisis Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor Tunggal Diameter 0,6 Meter Menggunakan Data Sondir, SPT, Uji Beban Statik, dan PDA pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

1 2 45