BAB I PENDAHULUAN - Strategi Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu tanaman keras perkebunan. Kopi adalah jenis tanaman

  tropis yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat

  • – tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat tinggi atau daerah
  • – daerah tandus yang memang tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Sudah beberapa abad lamanya tanaman kopi menjadi bahan perdagangan karena kopi dapat diolah menjadi minuman lezat rasanya. Kopi dapat diolah menjadi minuman yang lezat rasanya. Kopi adalah minuman penyegar badan dan pikiran. Badan yang lemah dan rasa kantuk dapat hilang setelah meminum kopi (AAK, 1991). Biji kopi yang mengandung kafein dapat merangsang kerja jantung dan otak. Selain berkhasiat, kopi juga beraroma harum yang khas dan rasanya nikmat. Dengan demikian, kopi menjadi terkenal hingga tersebar di berbagai negara (Najiyati dan Danarti, 1997). Kopi merupakan sumber penghidupan masyarakat diberbagai daerah dan menjadi salah satu sumber pendapatan devisa bagi negara. Perlu kiranya diadakan pengkajian mendalam mengenai prospek perkopian dunia dan peluang-peluang nyata bagi perkopian Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar agar dapat meningkatkan perekonomian nasional maupun memperbaiki pendapatan masyarakat , terutama masyarakat petani-petani kopi (Siswoputranto, 1993). Kopi yang tergolong dalam marga coffea memiliki lebih dari 70 spesies. Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya jenis kopi arabika, robusta dan liberika. Untuk jenis kopi menurut pengolahannya terdiri dari kopi bubuk, kopi instan (tanpa ampas) dan kopi mix. Kopi asal Indonesia sangat terkenal sampai keluar negeri. Salah satu contoh kopi asli asal daerah Indonesia
karena jenis kopi asal Sumatera di ekspor ke luar negeri dan menjadi aset pendapatan negara. Kopi Sumatera terdiri dari kopi Lintong, kopi Lampung, kopi Aceh Gayo dan yang terakhir kopi Mandailing. Untuk daerah Sumatera Utara kopi yang dibudidayakan kebanyakan jenis kopi arabika dan sebagian kecil kopi robusta.

  Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 473 perusahaan kopi di Indonesia. Jumlah perusahaan yang masih aktif berproduksi adalah sejumlah 205 perusahaan sedangkan 268 lainnya merupakan perusahaan skala kecil yang aktifitas produksinya bersifat musiman. Dari jumlah produsen kopi yang menyebar di seluruh Indonesia, Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang jumlah produsen kopinya tinggi. Di Sumatera Utara terdapat 33 perusahaan kopi dari 205 perusahaan kopi yang aktif di Indonesia (Anonimus, 2011). Produksi kopi olahan mengalami pertumbuhan, terutama kopi bubuk. Produksi kopi bubuk pada tahun 2008 mencapai 129.659 ton. Dalam 5 tahun terakhir pertumbuhan produksi kopi mencapai rata

  • – rata 5,0 % per tahun. Di dalam negeri diferensiasi kopi olahan telah dikembangkan, tetapi hanya ada dua jenis yang mendapat pasar, yakni kopi instan (tanpa ampas) dan kopi mix. Di Provinsi Sumatera Utara produk hasil olahan yang terkenal adalah kopi tubruk instan, kopi bubuk, kopi luwak Sidikalang, dan permen kopi. Luas perkebunan kopi Indonesia saat ini mencapai 1,3 juta hektar. Dari total produksi kopi Indonesia 83 % kopi robusta dan sisanya 17 % kopi arabika. Sekitar 95 % dari produksi tersebut merupakan kopi rakyat (smallholders coffea) dan selebihnya kopi perkebunan besar (estatrs coffea). Produksi kopi tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2010 karena pengaruh iklim. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari tahun 2011. Tahun 2011 sebesar 633.000 ton dan tahun 2012 mencapai 748.000 ton atau meningkat sekitar 20 %.
Pangsa pasar kopi Indonesia di pasar kopi internasional menduduki nomor empat tertinggi setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam. Ekspor kopi hanya dilakukan eksportir terdaftar yang ditetapkan Departemen Perdagangan dan Perindustrian. Pelaksanaan deregulasi yang dikeluarkan pemerintah sejak oktober 1989 memungkinkan citra ekspor menjadi buruk jika tidak mempertimbangkan asas profesionalisme dan mutu ekspor kopi yang baik. Oleh karena itu Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI) meminta kepada pemerintah untuk menetapkan kembali sistem registrasi di bidang ekspor kopi, sehingga pemerintah dapat menjaga mutu dan citra perkopian Indonesia. Untuk komoditas kopi, pemerintah Indonesia membuat kebijakan ekspor nol persen, sehingga diharapkan kopi Indonesia memiliki daya saing yang cukup tinggi. Meskipun Indonesia dikenal sebagai produsen kopi, tetapi Indonesia juga melakukan impor. Pelaksanaan impor kopi bertujuan untuk memenuhi pasokan kebutuhan bahan baku industri guna memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri yang cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya penduduk. Penyusutan kepemilikan lahan pertanian yang menjadi dampak dari sistem bagi waris dan alih fungsi lahan menyebabkan skala usaha petani terus menurun. Rata -rata petani di Sumatera Utara, kepemilikan tanah masih di bawah 0,5 Ha per kepala keluarga. Demikian halnya dengan masalah penyaluran pupuk bersubsidi yang tidak tepat, banyak pupuk palsu, tidak standar. Tidak menentunya harga produksi petani, rendahnya nilai jual, dibandingkan cost produk dengan hasil penjualan, margin rendah, sehingga kesejahteraan petani sulit terwujud. Masalah perubahan iklim yang luar biasa akibat pengalihan fungsi hutan alam dan hutan industri juga mengakibatkan masalah bagi petani.

  Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (a) naiknya suhu udara yang meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El- Nino dan La- Nina, dan (d) naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub. Naiknya suhu akibat pemanasan global menyebabkan munculnya hama penggerek yang mengakibatkan menurunnya produksi kopi. Hal ini menjadi tantangan bagi petani yng ada di Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara. Musim yang tidak jelas membuat petani sering melakukan perubahan pola tanam dan ini sangat erat pengaruhnya terhadap produksi yang diperoleh dan termasuk terhadap ekonomi petani itu sendiri. Akibatnya pendapatan petani menurun dan ketergantungan petani terhadap rentenir semakin tinggi, semakin tahun petani tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya, hasil pertanian menurun drastis (Anonimus, 2011).

  Meningkatnya permintaan ekspor kopi arabika dunia memberi dampak tersendiri pada perkebunan kopi Indonesia. Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia yang di dominasi kopi robusta melahirkan usaha

  • – usaha kearah diversifikasi. Namun tidaklah mudah karena terhadang kesesuaian lahan terhadap tanaman kopi arabika. Hal ini tentu jadi masalah karena Indonesia tidak dapat bersaing dengan negara lain yang mampu memproduksi lebih baik daripada Indonesia. Bukan hanya itu keterbatasan teknologi produksi biji kopi yang tidak mampu menyaingi produsen besar berskala nasional dan bahkan internasional membatasi pertumbuhan industri kopi di Indonesia. Masalah tingginya biaya transportasi di Indonesia juga memberi dampak kepada tingginya harga jual produk kopi Indonesia, khususnya pemasaran keluar negeri. Hal ini juga terjadi kepada produk - produk daerah yang tak mampu menempuh pangsa pasar yang lebih luas. Misalnya Provinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu sentra produksi dari komoditi kopi, baik jenis kopi arabika dan kopi robusta. Terkhususnya di daerah Tapanuli Utara, produksi kopi bubuk Pangaribuan, Sipaholon, Sipahutar hanya mampu dipasarkan di pasar tradisional di Tapanuli Utara. Untuk itu perlu adanya pengembangan dan perhatian dari pemerintah bagi
petani dan produsen kopi di daerah – daerah yang berpotensi sebagai penghasil kopi di Indonesia.

1.2. Identifikasi Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1)

  Bagaimana perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir ? 2)

  Berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian ? 3)

  Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian ? 4)

  Bagaimana perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian ? 5)

  Bagaimana strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian ? 1.3.

   Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain : 1)

  Untuk mengetahui perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir.

  2) Untuk mengetahui berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian.

  3) Untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian.

  4) Untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian.

  5) Untuk mengetahui strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

  Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain : 1)

  Sebagai bahan informasi bagi petani kopi robusta dalam mengembangkan usahataninya.

  2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak – pihak yang membutuhkan khususnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

  3) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan usahatani kopi robusta.