1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisishukum Pidana Hak Imunitas Advokat Dalam Melaksanakan Profesinya Sebagai Penegak Hukum Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di

  dalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang. Peran dan fungsi advokat meliputi pekerjaan baik yang dilakukan dipengadilan tentang masalah hukum pidana atau perdata, seperti mendampingi klien dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan (di kejaksaan atau kepolisian) atau beracara dimuka pengadilan. Advokat mempunyai kualifikasi dan otorisasi untuk berpraktek di pengadilan dalam memberikan nasihat hukum dan mendampingi serta membela kliennya dalam persoalan hukum, sehingga kebebasan profesi advokat sangat penting manfaatnya bagi masyarakat yang memerlukan jasa hukum (legal services) dan pembelaan (litigation) dari seorang advokat. Sehingga seorang anggota masyarakat yang perlu dibela akan mendapat jasa hukum dari seorang advokat independen, yang dapat membela semua

  1 kepentingan kliennya tanpa ragu-ragu.

  Setiap advokat memiliki kekebalan (hak imunitas) dalam menjalankan tugasnya. Yang dimaksud dengan hak imunitas adalah kebebasan dari advokat untuk melakukan atau tidak melakukan setiap tindakan dan mengeluarkan pendapat, keterangan atau dokumen kepada siapapun dalam menjalankan tugas profesinya, sehingga dia tidak dapat dihukum sebagai konsekuensi dari pelaksanaan tugas profesinya. Yang dimaksud dengan kebebasan adalah terhadap dan karena tindakannya tersebut, terhadap para advokat dan kliennya tidak dilakukan tekanan, ancaman, hambatan, ketakutan, atau perlakuan yang

  2

  merendahkan harkat dan martabat profesi advokat. Dalam pasal 16 undang- undang No 18 Tahun 2003 dikatakan bahwa “advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana didalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien”. Artinya bahwa advokat itu mempunyai hak imunitas untuk tidak dapat dituntut, dan arti etikad baik adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya.

  Untuk itu hak imunitas ini perlu dipahami tidak hanya oleh advokat, tujuannya agar semua pihak mengerti kedudukan advokat. Hal ini perlu karena beberapa advokat pernah dipanggil polisi untuk menjadi saksi, dengan istilah “terlapor”. Bahkan, polisi pernah memperlakukan advokat secara kasar di pengadilan. Asas hukum equality before the law berarti bahwa kesetaraan dihadapan hukum tetap dijunjung dan dipertahankan sebagai patokan umum dalam penegakan hukum (law enforcement). Namun perlu diperhatikan juga bahwa asas equality before the law tetap harus mengindahkan hak imunitas. Hak imunitas dan asas hukum tersebut perlu mendapat perhatian, berkaitan dengan status advokat sebagai penegak hukum yang sejajar dengan hakim, jaksa dan polisi, dengan tugas masing-masing pihak yang berbeda-berbeda sesuai dengan fungsi utama masing-masing. Tugas-tugas advokat dijabarkan dalam Undang- undang advokat. Namun dalam kenyataannya, dapat terjadi bahwa perlakuan terhadap advokat terbukti tidak sesuai dengan undang-undang tersebut karena suatu masalah semata-mata dilihat dari hukum acara pidana. Hal tersebut dapat

  3 saja terjadi karena ketidaktahuan polisi atau karena arogansi status.

  Seperti halnya dalam kasus korupsi pada proyek pembangunan jalan di Mentawai dengan tersangka A.Ambarita (Kejaksaan Negeri Tuat Pejat) ex pasal

  21 Undang-Undang No.31 tahun1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo undang-undang No.22 tahun 2001. Dalam kasus tersebut, advokat Manatap Ambarita, S.H. telah bertindak sebagai kuasa tersangka yang sebelum perkara pokok berjalan, pihak Kejaksaan Negeri Padang, Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat telah memperlakukan advokat Manatap Ambarita,S.H. sebagai tersangka yang diikuti penahanan secara langsung dengan tuduhan menghalangi proses penyidikan kasus tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan jalan di Mentawai. Hal ini menunjukkan adanya proses penegakan hukum korupsi yang cenderung menyingkirkan immunity right telah terjadi di Pengadilan Negeri

4 Padang.

  Advokat tidak bisa diidentifikasikan dengan kliennya karena advokat pada prinsipnya hanyalah pemegang kuasa/agen dari kliennya, ketak identikan antara advokat dan kliennya tersebut sesuai dengan hukum keagenan, bahwa agen hanya bertindak untuk dan atas nama prinsipalnya. Selama agen menjalankan tugas sesuai dengan tugas yang didelegasikan kepadanya dan dilakukan secara professional, advokat tersebut tidak dapat menjadi tanggung gugat, tetapai principal lah yang harus bertanggung jawab secara hukum. Seperti halnya pada

  pasal 18 ayat (2) dari undang-undang Advokat menentukan dengan gamblang sebagai berikut: “advokat tidak dapat diidentikan dengan kliennya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan atau masyarakat”. Advokat berhak untuk membela siapapun kliennya, termasuk penjahat kelas kakap yang telah dihujat oleh banyak orang dan tetap melaksanakan prinsip yakni setiap orang berhak untuk mendapatkan pembelaan hukum secara wajar, yang memang diakui oleh setiap hukum yang modern di dunia ini, termasuk hukum Indonesia. Jika advokat membela kliennya yang merupakan penjahat besar misalnya, advokat tersebut tidak boleh dikucilkan atau dihujat seperti mengucilkan dan menghujat kliennya. Seperti telah disebutkan bahwa sekali advokat memegang suatu perkara, meskipun kliennya tidak popular dan penjahat yang dicaci maki oleh masyarakat, advokat tetap harus memberikan jasa hukum sebaik mungkin sesuai prinsip-prinsip professional, intelektualitas, dan emosional.

  Disamping itu setiap orang berhak untuk mendapatkan bantuan hukum, meskipun orang tersebut merupakan penjahat besar, berdasarkan prinsip hak setiap orang untuk mendapatkan bantuan hukum tersebut tidak dapat dipersalahkan.

  Bagaimana jika advokat diperiksa oleh polisi? Sepanjang pemeriksaan itu terkait dengan pekerjaan atau profesinya, maka polisi baru bisa bertindak jika sebelumnya telah meminta keterangan dari organisasi advokat tentang sah atau tidaknya pekerjaan seorang advokat. Misalnya advokat diadukan menipu kliennya sehingga kliennya kalah. Yang pertama sebelum polisi memeriksa advokat ia mesti meminta organisasi advokat tersebut menjelaskan apakah yang dilakukan seorang advokat tersebut sesuai standar profesi atau tidak. Sehingga perbuatan tersebut termasuk kategori penipuan atau pelanggaran etika profesi. Misalnya advokat diadukan karena memberikan janji bahwa perkara yang ditangani sudah pasti menang. Jika advokat yang bersangkutan sudah diperiksa dewan etik atau dewan kehormatan advokat dan ditemukan kesalahannya maka hukumannya dua. Oleh organisasi advokat bisa dijatuhi sanksi administrasi bahkan dipecat dan memperoleh sanksi pidana dari penegak hukum. Namun jika tidak ditemukan bukti dalam pemeriksaan dewan kehormatan tentang apa yang diadukan, maka ia tidak bisa diproses pidana. Terkecuali pada hal-hal yang jelas dalam kesalahannya yang telah diatur dalam UU yang sudah ada seperti advokat mabuk, nyabu, menggelapkan uang klient dengan dalih untuk menyogok hakim atau advokat melakukan tindak pidana di luar profesinya. Terlibat pencurian, transaksi barang- barang haram, jelas itu semua bukan pelanggaran etika tetapi pidana biasa. Tetapi advokat yang menjadi penasihat hukum koruptor atau teroris kemudian laptopnya ikut disita karena dianggap bersekongkol jelas itu pelecehan terhadap profesi

  5 advokat. Karena perbuatan kliennya bukanlah tanggungjawab advokat.

  Kewajiban Advokat membela kliennya dengan semaksimal mungkin dimaksudkan agar advokat mencari semua jalan dan jalur hukum yang tersedia yang memberi keuntungan bagi kliennya dengan segala kerugikan kliennya meskipun upaya, mencurahkan segenap tenaga, intelegensi, kemampuan, keahlian dan komitmen pribadi dan komitmen pribadi dan komitmen profesinya. Dalam hal ini seorang advokat memikul kewajiban untuk tidak merugikan kliennya meskipun hal tersebut tidak menyenangkan atau bertentangan dengan suara hati advokat itu sendiri atau membuat advoak itu sendiri menjadi tidak populer malah bahkan dibenci oleh masyarakat, sama dengan masyarakat memebensi kliennya itu yang mungkin saja memang benar kliennya itu adalah seorang bajingan (penjahat sadis). Untuk itu advokat harus memberikan komitmen yang penuh dengan dedikasi yang tinggi dan mengambil seluruh langkah apapun yang tersedi yang menguntungan kepeentingan kliennya. Ketika kepentingan kliennya bertentangan dengan kepentingan pihak lain, termasuk kepentingan advokat pribadi, kepentingan klien lah yang harus dimnangkan tentunya sepanjang tidak

  6 bertentangan dengan aturan hukum yang lebih didahulukan berlakunya .

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik menulis skripsi dengan judul

  “Analisis hukum pidana hak imunitas advokat dalam melaksanakan profesinya sebagai penegak hukum di Indonesia

  B. Perumusan masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut: a. Bagaimana pengaturan hukum tentang pelaksanaan hak imunitas advokat di Indonesia? b. Bagaimana hambatan dalam melaksanakan hak imunitas advokat di

  Indonesia?

  c. Bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap pengaturan hak imunitas advokat di Indonesia?

  C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

  1. Untuk mengetahui pengaturan dan perlindungan mengenai hak imunitas profesi advokat di Indonesia.

  2. Untuk mengetahui kedudukan dan kekuatan seorang advokat dalam menggunakan hak imunitas profesinya.

  3. Untuk mengetahui batasan-batasan profesi advokat dalam menggunakan hak imunitasnya.

  4. Untuk mengetahui kebijakan hukum pidana terhadap pengaturan hak imunitas advokat di Indonesia.

  Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini terbagi atas dua yaitu secara teoritis dan secara praktis, yaitu:

  1. Secara Teoritis

  Penulisan ini bermanfaat untuk memeberikan informasi, kontribusi pemikiran dan menambah pengetahuan pembaca dalam bidang pengetahuan ilmu hukum profesi advokat pada umumnya dan tentang hak imunitas advokat dalam melindungi kepentingan klien dalam lingkup hukum pidana. Sehingga skripsi ini dapat memperkaya perbendaharaan dan menjadi kajian ilmiah bagi para mahasiswa hukum maupun praktisi hukum di Indonesia.

  2. Secara praktis

  Secara praktis penulisan ini ditujukan kepada semua kalangan penegak hukum lainnya, baik polisi, jaksa, dan hakim supaya mengerti kedudukan serta hak imunitas advokat dalam memberikan perlidungan terhadap klien, sehingga advokat dapat memberikan bantuan hukum yang maksimal kepada setiap masyarakat pencari keadilan, dan juga dapat memberikan jasa hukum serta pembelaan terhadap semua kepentingan kliennya tanpa ragu-ragu.

  D. Keaslian Penulisan

  Skripsi ini berjudul “Analisis hukum pidana hak imunitas advokat

  

dalam melaksanakan profesinya sebagai penegak hukum di Indonesia

  adalah hasil buah pikir penulis sendiri juga ditambah literatur-literatur lain baik buku milik penulis sendiri maupun buku- buku dari perpustakaan serta sumber- sumber lain yang menunjang penulisan skripsi ini.

  Penulisan skripsi ini murni penulis sendiri yang mengerjakannya dimana topik yang penulis bahas dalam skripsi ini belum pernah dibahas oleh orang lain yang dapat dibuktikan berdasarkan data yang ada di perpustakaan fakultas hukum USU. Bila ternyata terdapat judul yang sama sebelum skripsi ini dibuat maka penulis bertanggungjawab sepenuhmya.

  E. Tinjauan Kepustakaan

  1. Pengaturan Bantuan Hukum dan Hak Imunitas Advokat

  a. Pengaturan Bantuan Hukum Berdasarkan Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, advokat memiliki kewajiban untuk memberikan bantuan hukum untuk kaum miskin dan buta huruf. Secara ideal dapat dijelaskan bahwa bantuan hukum merupakan tanggung jawab sosial dari Advokat, oleh sebab itu Advokat dituntut agar dapat mengalokasikan waktu dan juga sumber daya yang dimilikinya untuk membantu orang miskin yang membutuhkan bantuan hukum secara Cuma-Cuma atau probono. Pemberian bantuan hukum oleh Advokat tidak hanya dipandang sebagai suatu kewajiban saja namun harus dipandang pula sebagai bagian dari kontribusi dan tanggung jawab sosial (social kontribution and social liability) dalam kaitannya dengan peran dan fungsi sosial dari profesi advokat, undang- undang No.18 tahun 2003 tentang advokat telah mengatur secara tegas mengenai kewajiban suatu advokat untuk memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma sebagai bagai dari kewajiban profesi. Dalam hal advokat tidak melakukan kewajiban profesi sehingga dapat diberlakukan sanksi. Untuk mendukung pelaksanaan kewajiban pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma oleh advokat maka dibutuhkan peran yang optimal dari organisasi profesi.

  Bantuan hukum merupakan salah satu upaya mengisi hak asasi manusia (HAM) terutama pada lapisan termiskin rakyat kita. Orang kaya sering tidak butuh bantuan hukum sebetulnya pada dasarnya hukum itu dekat dengan orang kaya. Kekayaan memberikan perlindungan hukum yang lebih aman, malah sering juga tidak melestarikan ketidak adilan hukum antara sikaya dan simiskin.

  Kesalahan gerakan bantuan hukum di Indonesia selama ini adalah karena gerakan bantuan hukum kita terlalu individual dan urban. pelanggaran HAM adalah masyarakat miskin dari struktural bawah yang hidup di rural. Pada bagian lain sudah diungkapkan banyakanya insiden perlakuan yang tidak manusiawi, penyiksaan dan perlakuan yang yang merendahkan martabat manusia terutama orang miskin yang tidak mampu membayar jasa hukum dan pembelaan seorang advokat (penasehaet hukum) profesional. Dalam keadaan seperti inilah bantuan hukum diperlukan untuk membela orang miskin agar tidak menjadi korban penyiksaan, perlakuan manusiawi dan merendahkan derajat manusia yang dilakukan oleh penegak hukum. Lembaga bantuan hukum sebagai salah satu sub sistem dari sistem peradilan pidana dapat memegang peranan penting dalam membela dan melindungi hak-hak tersangka. Untuk itu diperlukan suatu proses hukum yang adil (due process of law) melalui suatu acara hukum nasional yang

  7 lebih manusiawi dan lebih memperhatikan hak-hak tersangka.

  Sama halnya bentuk kebijakan bantuan hukum gratis yang diberikan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Selatan diatur dalam keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Selatan Nomor 10/KPTS/III/2009 tentang pedoman Penyelenggaraan Pemberian Bantuan Hukum gratis kepada masyarakat miskin Sumatera selatan.

  Bantuan hukum gratis hanya diberikan kepadapemerintah setempat serta masyarakat miskin tersebut betul-betul mempertahankan hak atau kepentingan

  8 hukumnya.

  Ada beberapa aturan hukum yang mengatur tentang bantuan hukum di Indonesia, diantaranya:

  1. Pengaturan bantuan hukum berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat (1) telah memberikan pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap orang tanpa membedakan suku, agama atau kedudukan derajat hidupnya. Pengakuan dan jaminan ini dipertegas lagi dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaat). Hal itu dapat diartikan bahwa hak untuk mendapatkan bantuan hukum sebagai bagian dari hak asasi manusia harus dianggap sebgai hak konstitusional warga negara. Kendatipun tidak secara eksplisit diatur dan dinyatakan dalam UUD 1945, namun negara wajib untuk memenuhinya karena akses terhadap keadilan dalam rangka pemenuhan hak 7 Frans Hendra Winarta, Suatu Hak Asasi Manusia Belas Kasihan Manusia, (Jakarta:

  gramedia), hlm.63-64 untuk diadili secara adil merupakan salah satu ciri Negara hukum. Artinya Negara berkewajiban menjamin segala hak masyarakat yang berhubungan dengan hukum, termasuk jaminan untuk mendapatkan bantuan hukum ini bukan tanpa dasar.

  Selain itu dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 disebutkan segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Artinya, setiap warga Negara mempunyai hak untuk dibela (access to legal counsel), hak diperlakukan sama dimuka hukum (equality before of the law) dan hak untuk mendapatkan keadilan (access to justice)

  2. Pengaturan bantuan hukum berdasarkan UU No.18 Tahun 2003 dan PP No.83 Tahun 2008

  Pada tanggal 31 Desember 2008, pemerintah telah mensahkan peraturan pemerintah (PP) No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma. Peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan pasal 22 UU No.18 tahun 2003 tentang Advokat yang isinya sebagai berikut:

  Ayat (1)”Advokat wajib memberikan bantun hukum secar Cuma-Cuma kepada para pencari keadilan yang tidak mampu”, ayat (2) “ketentuan persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma sebagaimana disebut pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah yang menginsyaratkan Advokat wajib membemberikan bntuan hukum secara Cuma-Cuma kepada

  9

  pencari keadilan yang tidak mampu.” Kewajiban bagi para Advokat untuk memberikan bantuan hukum secara

  Cuma-Cuma kepada pencari keadilan di dalam Peraturan Pemerintah No.83 Tahun 2008 terdapat dalam pasal- pasal yang isinya adalah “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pecari keadilan”. Serta mengenai pelarangan bagi advokat untuk menolak permohonan bantuan secara Cuma-Cuma bagi pencari keadilan terdapat pada pasal 12 ayat (1) yang isinya:

  “advokat dilarang menolak permohonan bantuan hukum secara Cuma- Cuma”, ayat (2) dalam hal terjadi penolakan permohonan pemberian bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) permohonan dapat mengajukan keberatan organisasi advokat atau lrmbaga bantuan hukum yang bersangkutan.

  a. Pengertian hak imunitas Istilah imunitas berasal dari bahasa latin yaitu immuniteit yang memiliki arti kekebalan atau hal atau keadaan yang tidak dapat diganggu gugat. Istilah imunitas tersebut apabila dikaitkan dengan hak imunitas advokat maka dapat diartikan sebagai hak atas kekebalan yang dimiliki oleh advokat dalam melakukan profesinya dalam rangka membela kepentingan kliennya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat yang pada pokoknya menjelaskan bahwa Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan

  Dengan demikian yang dimaksud dengan hak imunitas adalah kebebasan dari advokat untuk melakukan atau tidak melakukan setiap tindakan dan mengeluarkan atau tidak mengeluarkan pendapat, keterangan atau dokumen kepada siapapun dalam menjalankan tugas profesinya, sehingga dia tidak dapat di

  10 hukum sebagai konsekuensi dari pelaksanaan tugas profesinya.

  Hak kekebalan (immuniteit) untuk tidak dapat dituntun baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan pembelaan kilen dalam sidang pengadilan. Dengan penyandang status sebagai penegak hukum, peran advokat memiliki kebebasan dan kemandirian yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

  Artinya, eksistensi advokat bukan lagi hanya sekedar profesi memberikan jasa hukum, tanpa jaminan kemandirian yang dilindungi undang-undang, tetapi sudah menjadi salah satu perangkat keadilan dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan, bebas dari tekanan, ancaman, hambatan, dan rasa takut atau

  11 perlakuan yang merendahkan harkat martabat profesinya.

  Dalam menjalankan profesinya, hak imunitas juga telah dijamin oleh Undang-undang, yaitu dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-Undang Advokat, yang secara tegas menyatakan, bahwa Advokat bebas untuk mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam Sidang Pengadilan. Maksud dari kata bebas dalam hal ini adalah tanpa adanya tekanan, ancaman, hambatan, tanpa adanya rasa takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat profesi advokat. Selain itu pula Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada Kode Etik Profesi dan peraturan perundang-undangan.

  Oleh karena itu seorang Advokat tidak dapat dituntut baik secara Perdata maupun Pidana dalam menjalankan tugas profesinya yang didasarkan pada itikad baik untuk kepentingan pembelaan Kliennya. Maksud Itikad baik disini adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk 11 H.zulkifli,Eksistensi Pasal 19 UU Advokat dan Kaitannya dengan Upaya Paksa membela kepentingan Kliennya dalam setiap tingkat peradilan di semua lingkungan peradilan. Selain itu berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Advokat, bahwa Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang atau oleh masyarakat.

  Advokat sebagai profesi mulia atau officium nobile memiliki kebebasan dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini diartikan bahwa advokat tidak terikat pada hierarki birokrasi. Selain itu, advokat juga bukan merupakan aparat negara sehingga advokat diharapkan mampu berpihak kepada kepentingan masyarakat atau kepentingan publik.

  Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka kedudukan sosial dari advokat yang demikian itu telah menimbulkan pula tanggung jawab moral bagi advokat yang bukan hanya bertindak sebagai pembela konstitusi namun juga bertindak sebagai pembela hak asasi manusia, khusunya yang berkaitan dengan hak-hak publik.Akibat dari adanya tanggung jawab moral yang melekat pada pada status profesinya maka advokat memiliki lima dimensi perjuangan ideal yaitu dimensi kemanusiaan, dimensi pertanggungjawaban sosial, dimensi kebebasan, dimensi

  12 pembangunan negara hukum dan dimensi pembangunan demokrasi.

  3. Pengertian Advokat dan Etika Profesi Advokat Indonesia

  a. Pengertian Advokat Akar kata advokat, apabila didasarkan pada kamus latin-Indonesia, dapat ditelusuri dari bahasa Latin, yaitu advocatus, yang berarti orang yang membantu seseorang dalam perkara, saksi yang meringankan. Sedangkan, menurut

  Black’s

Law Dictionary , kata advokat juga berasal dari kata Latin, yaitu advocare suatu

  kata kerja berarti

  to defend,to call one’s aid, to vouch to warrant. Kata tersebut

  berarti:

  “one who assits, defends, or pleads for another.one who renders legal

advice and aid and pleads the cause of another before a court or a tribunal. A

person learned in the law and duly admitted to practice, who assits his client with

advice, and pleads for him in open court. An assistant, advicer, plead for

  13 causes.” Artinya seorang yang membantu, mempertahankan, membela orang lain.

  Seseorang yang memberikan nasihat dan bantuan hukum dan berbicara untuk orang lain di hadapan pengadilan. Seseorang yang mempelajari hukum dan telah diakui untuk berpraktek, yang memberikan nasihat kepada klien dan berbicara untuk yang bersangkutan dihadapan pengadilan. Seseorang asisten, penasihat,

  14 atau pembicara untuk kasus-kasus.

  Sedangkan menurut Assosiasi Advokat Indonesia (“AAI”), pada Bab I,

  pasal 1(1) Anggaran Dasar AAI yang berbunyi: “Advokat adalah termasuk penasehat hukum, pengacara, pengacara praktek, dan para konsultan hukum”.

  Tapi jika kita coba menganalisis pragraf berikutnya, yaitu ayat 2 pragraf kedua yang berbunyi: “Profesi advokat, penasehat hukum, pengacara, pengacara praktek adalah

  

profesi yang dijalankan para sarjana hukum lulusan Universitas negeri atau yang

dipersamakan, bukan pegawai negeri / Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

(ABRI) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I. atau oleh Ketua

Pengadilan Tinggi setempat yang menjalankan praktek profesinya diluar dan

  15 dimuka pengadilan.” 13 14 V.Harlen Sinaga, op.cit., hlm. 2.

  Ibid., Dalam kamus hukum, pengertian advokat diartikan sebagai pembela, seorang (ahli hukum) yang pekerjaannya mengajukan dan membela perkara di dalam atau di luar sidang pengadilan. Sedangkan menurut UU Advokat Indonesia

  pasal 1 ayat 1 menerangkan bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini.

  Pengertian advokat secara istilah, adalah seorang yang melaksanakan kegiatan advokasi yaitu suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan seseorang atau kelompok orang untuk memfasilitasi dan memperjuangkan hak-hak, maupun kewajiban klien seseorang atau kelompok berdasarkan aturan yang berlaku.

  Menurut undang-undang No.18 Tahun 2003 tentang advokat, dalam pasal 1 angka (1) dikatakan:

  “advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di

dalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan

  16 ketentuan Undang- Undang ini.”

  Berdasarkan uraian diatas, pengertian advokat memberikan penekanan undang No.8/2003, sudah ditegaskan bahwa advokat adalah orang yang melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar pengadilan. Sehingga cakupan advokat meliputi mereka yang melakukan pekerjaan baik di pengadilan maupun diluar pengadilan, sebagaimana diatur undang-undang advokat. Pendapat Purnadi purbacaraka dan Soerjono Soekanto, dari sudut ilmu hukum, cakupan advokat tersebut sebagai politik hukum(legal policy). Poitik hukum yang dimaksud disini

  17 adalah mencari kegiatan untuk memilih nilai- nilai dan menerapkan nilai-nilai. Pengertian-pengertian yang diberikan terhadap istilah advokat ini di Indonesia terus berkembang secara cepat seiring dengan tuntutan demokrasi dan hak asasi manusia. Akan tetapi penting untuk dipahami dengan baik bahwa pengertian profesi (profession) advokat tersebut berbeda dari pengertian pekerjaan (job/occupation). Menurut Milerson, yang membedakan kaum professional dari pekerjaan yang lain adalah:

1. Keterampilan yang didasarkan pada pengetahuan teoritis; 2.

  Penyediaan latihan dan pendidikan; 3. Pengujian kemampuan anggota; 4. Organisasi; 5. Kepatuhan kepada suatu aturan main professional; dan 6. Jasa/pelayanan yang sifatnya altruistik.

  Advokat adalah penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim, jaksa, dan polisi). Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi para penegak hukum ini berbeda satu sama lain. Nilai-nilai (value) di atas merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Masyarakat yang dimaksud disini adalah pembentukan undang-undang (pemerintah dan dewan perwakilan rakyat) yang mewujudkan aspirasi masyarakat, yang dalam hal ini antara sehukum yang dulu terkotak-kotak (advokat/pengacara dan konsultan hukum) kiranya dapat bersatu dan dihimpun dalam wadah (organisasi) yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas advokat dan menjadi profesional yang disegani pada masa mendatang.

  Mengikuti konsep trias politica tentang pemisahan kekuasaan negara, maka hakim sebagai penegak hukum menjalankan kekuasaan yudikatif, jaksa dan polisi menjalankan kekuasaan eksekutif. Disini diperoleh gambaran hakim mewakili kepentingan negara, jaksa dan polisi mewakili kepentingan pemerintah. Sedangkan advokat tidak termasuk dalam lingkup kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Advokat sebagai penegak hukum menjalankan peran dan fungsinya secara mandiri untuk mewakili kepentingan masyarakat (klien) dan tidak terpengaruh kekuasaan negara (yudikatif dan eksekutif).

  b. Pengertian Etika Profesi Advokat Pengertian Etika (Etimologi

  ), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika berkaitan erat dengan perkataan mo ral yang merupakan istilah dari bahasa latin yaitu”Mos” Dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatn yang baik (kesusilaan) dan menghindari

  18 dari hal-hal tindakan yang buruk.

  Etika adalah suatu nilai-nilai positif yang menuntun perilaku atau tindak tanduk manusia. Etika dapat diciptakan dan diberlakukan menurut luas dan sempitnya. Etika diciptakan dan diberlakukan dalam arti luas adalah etika yang nilai-nilainya terkandung dalam moral dan susila. Sedangkan etika yang diciptakan dan diberlakukan dalam arti sempit adalah etika yang ditujukan untuk suatu golongan atau kelompok manusia dalam masyarakat. Dengan demikian etika yang diciptakan dan diberlakukan dalam arti sempit inilah yang disebut

  19 dengan etika profesi.

  Menurut William Lilie, dalam bukunya An Intoduction to Ethics, Barnes Noble, 1957, New York, USA yaitu 18 Rosady Ruslan, Etika kehumasan “Konsep dan Aplikasi”, (Jakarta: PT Raja Grafindo

  “The normative science of conduct of human beings living in societis is a

  

science which judge this conduct tobe right or wrong, tobe good or bad, or in

some similiar way. This definition says, first of all, that ethics is a science may be

defined as a systematic and more or less complete body of knomledge about a

particular set of related event or object”.

  Pengertian dan defenisi etika daripada filsuf atau ahli tersebut di atas, yaitu saling berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain: a. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak.

  b. Pedoman perilaku yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia.

  c. Ilmu watak yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual.

  

20

d. Merupakan ilmu suatu kewajiban.

  Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi oleh keahlian/ keterampilan tertentu. Suatu profesi tidak akan mempunyai citra, wibawa, serta harkat dan martabat jika tidak diletakkan dengan nillai-nilai etika. Etika profesi adalah peraturan yang ditujukan kepada perseorangan yang menyandang

  21 Mengenai pengaturannya hanya ada satu kode etik profesi advokat yang

  diberlakukan untuk seluruh advokat. Dalam pasal 33 Undang-undang No.18 Tahun 2003 diatur kode etik advokat sebagai berikut:

  “kode etik dan ketentuan dewan kehormatan profesi advokat yang telah

ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat

Indonesia(AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat

dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi

Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan PasarModal (HKPM),

pada tanggal 25 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis

mutandis menurut Undanng

  • –Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat advokat.”
Selain itu, pengaturan dalam pasal tersebut tampak sejalan dengan pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat yang menginginkan agar hanya ada suatu organisasi advokat. Oleh karena itu apabila seorang advokat telah dinyatakan bersalah, lalu dia melakukan banding diluar organisasi diluar Peradi, tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum yang tidak memahami

22 Undang-undang Advokat.

  Jika ingin mempertajam pembahasan tentang etika profesi khususnya etika profesi advokat maka kita akan menjumpai defenisinya menurut Mohamad Sanusi, yaitu:

  “Kode etik profesi advokat adalah ketentuan atau norma yang mengatur sikap, perilaku dan perbuatan yang boleh atau tidak boleh dilakukan seseorang advokat dalam menjalankan kegiatan profesinya, baik sewaktu berbicara di muka

  23 pengadilan maupun diluar pengadilan”.

  Dari defenisi diatas, maka fungsi dari kode etika profesi advokat dapat dikelompokkan :

  1. Kode etik dalam hubungan dengan kepribadian advokat umumnya.

  3. Kode etik dalam hubungan dengan sejawat.

  4. Kode etik dalam bertindak menangani perkara.

  5. Kode etik dalam hubungan advokat terhadap hukum atau undang-undang

  24 kekuasaan umum, dan para pejabat pegadilan.

  Khusus pengembangan profesi advokat, sang advokat harus selalu berpegang teguh kepada usaha untuk merealisasikan keterlibatan dan kepastian hukum yang berkeadilan. Khusus bahan renungan bagi para advokat, yang 22 Vharlen Sinaga.op.cit.,hlm.78 dikutipkan dari tulisan Samuel S.Leibowitz, Quentin Reynolds ( seorang advokat yang kemudian menjadi hakim ) dalam kata pengantar bukunya Court Romm sebagai berikut: dalam cerita sandiwara ini, Kingsley menciptakan tokoh Endicott Sims, seorang advokat yang mengkhususkan diri dalam bidang-bidang perkara pidana. Seorang detektif yang sadis ( Letnan Kames McLeod ) yang telah menganiaya seorang tersangka yang menjadi klien Sims. Tersangka yang dianiaya itu hampir mati. Sims mengatakan kepada detektif itu bahwa dia beruntung karena ia tidak menghadapi tuduhan pembunuhan berat. McLeod : Saya selalu dapat meminta anda untuk membela saya. Sims : Dan saya mungkin akan melakukannya. Itu adalah pekerjaan saya. McLeod : Selama anda memperoleh hononarium anda? Sims : Saya telah sering membela orang atas biaya saya sendiri. Setiap orang memiliki hak untuk didampingi advokat (memperoleh bantuan hukum), betapapun ia tampak bersalah bagi anda atau bagi saya. Setiap orang berhak untuk tidak dihakimi secara sewenang- wenang, khususnya oleh orang-orang yang memiliki wewenang; tidak oleh anda, tidak oleh kongres, bahkan tidak oleh presiden Amerika Serikat. McLeod : Ia bersalah! Anda pun mengetahui sama seperti saya. Sims : Saya tidak mengetahui hal itu, saya bahkan tidak akan mengijinkan saya sendiri berspekulasi tentang ketidak bersalahannya atau kebersalahannya. Pada saat saya melakukan hai itu saya melakukan tindakan menghakimi, dan bukan tugas saya

untuk menghakimi. Tugas saya adalah untuk membela klien saya, bukan untuk menghakiminya. Hal itu tugas dari pengadilan.

  Dari sinopsis Detective story tersebut, terlihat bahwa advokat Smis memiliki komitmen yang kokoh terhadap etika profesi, sebab dia tidak mau berspekulasi tentang ketidak bersalahan dan kebersalahan seseorang (menghakimi) kalaupun si terdakwa tersebut nyata bersalah. Sikap seperti ini tentunya adalah merupakan gambaran seorang penasehat hukum yang memiliki

  25 sikap etis dalam mengemban profesinya secara bermartabat.

  Oleh karena itu demi menjunjung kebenaran, keadilan, dan hati nurani penasehat hukum dapat menjaga citra, wibawa, harkat serta martabat dalam menjalankan profesinya.

  4. Kebijakan Hukum Pidana

  a. Kebijakan Penal Istilah “kebijakan” berasal dari bahasa Inggris “policy”. Istilah dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan kata “politik”, oleh karena itu kebijakan hukum pidana biasa disebut juga politik hukum pidana. Berbicara mengenai politik hukum pidana, maka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai politik hukum secara keseluruhan karena hukum pidana adalah salah satu bagian dari ilmu hukum. Oleh karena itu sangat penting untuk dibicarakan tentang politik

  26 hukum. Marc Ancel pernah menyatakan, bahwa “penal Policy” adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada para

  27

  penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. Selanjutnya dinyatakan olehnya: “diantara studi mengenai faktor-faktor kriminologis, di satu pihak dan

  

studi mengenai teknik perundang-undangan dilain pihak, ada tempat bagi suatu

ilmu pengetahuan yang mengamati dan menyelidiki fenomena legislatif dan bagi

suatu seni yang rasional, dimana para sarjana dan praktisi, para ahli kriminologi

dan sarjana hukum dapat bekerja sama tidak sebagai pihak yang saling

berlawanan atau saling berselisih, tetapi sebagai kawan sekerjaya yang terikat

dalam tugas bersama, yaitu terutama untuk menghasilkan suatu kebijakan pidana

yang realistik, humanis dan berpikiran maju (progresif) lagi seha t”.

  Dengan kata pengantar diatas, ingin ditegaskan bahwa pada hakikatnya masalah kebijakan hukum pidana bukanlah semata-mata pekerjaan teknik perundang-undangan yang dapat dilakukan secara yuridis normatif, kebijakan hukum pidana juga memerlukan pendekatan yuridis faktual yang dapat berupa pendekatan sosiologis, historis dan komparatif, bahkan memerlukan pula pendekatan komprehensip dari berbagai disiplin sosisal lainnya dan pendekatan

  28 integral dengan kebijakan sosial dan pembangunan nasional pada umumnya.

  Selanjutnya Marc Ancel, Penal Policy (Politik Hukum Pidana) adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara baik dan untuk memberi pedoman, tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga 27 Barda Nawawi,

  Kebijakan Hukum Pidana “Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru”, (Jakarta:Fajar Interpratama Offset,2008), hlm. 19. kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada

  29 penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.

  Ada suatu pertanyaan yang krusial yang dapat muncul yaitu, mungkinkah pemidanaan dapat dijadikan sebagai instrumen pencegahan kejahatan? Persoalan ini muncul karena selama ini banyak anggapan bahwa pemidanaan bukan mengurangi terjadinya kejahatan, tetapi jutru menambah dan membuat kejahatan semakin marak terjadi.

  Upaya mencari jawaban atas persoalan diatas, maka pembahasan harus diarahkan untuk mengungkap secara philosopis apa tujuan sesungguhnya pemidanaan. Alasan philosopis pemidanaan sangat penting untuk mencari arah kemana nantinya kebijakan hukum pidana diarahkan. Tanpa itu semua, maka substansi hukum pidana dan penerapannya akan tercerabut dari akar nilai-nilai philosopis dan akan menjadi hukum pidana yang kering serta tidak menyentuh nilai rasa kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat.

  Usaha menemukan alas philosopis tujuan hukum pidana ini, maka akan membawa kita pada pengembaraan secara imaginer dalam alur sejarah pidana dan pemidanaan dari sejak zaman pidana klasik sampai pada perkembangan hukum pidana saat ini. Pembabakan pada tujuan pemidanaan ini dapat diuraikan

  30 berdasarkan tujuan retributif, detterence, gabungan, treatment, social defence.

  A. Teori Retributif Menurut teori ini, dasar hukuman harus dicari dari kejahatan itu sendiri.

  Karena kejahatan itu telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain, sebagai imbalannya (vergelding) si pelaku harus diberi penderitaan.

  Para pakar penganut teori ini, antara lain:

  a. Immanuel Kant Immanuel Kant selaku ahli filsafat berpendapat bahwa dasar hukum pemidanaan harus dicari dari kejahatan itu sendiri , yang telah menimbulkan pederitaan pada orang lain, sedang hukuman merupakan tuntutan yang mutlak dari hukum kesusilaan. Disini hukum itu merupakan suatu pembalasan yang etis.

  b. Hegel Ahli filsafat ini mengajarkan bahwa hukum adalah suatu kenyataan kemerdekaan. Oleh karena itu, kejahatan merupakan tantangan terhadap hukum dan hak. Hukuman dipandang dari sisi imbalan sehingga hukuman

  31 merupakan dialectische vrgelding.

  Teori retributif dalam tujuan pemidanaan disandarkan pada alasan bahwa pemidanaan m erupakan “morally Justifed” (pembenaran secara moral) karena pelaku kejahatan dapat dikatakan layak untuk menerimanya atas kejahatannya.

  Asumsi yang penting terhadap pembenaran untuk menghukum sebagai respon terhadap pembenaran suatu kejahatan karena pelaku kejahatan telah melakukan pelanggaran terhadap norma moral teretntu yang mendasari aturan hukum yang dilakukannya secara sengaja dan sadar dan hal ini merupakan bentuk dari

  32 tanggung jawab moral dan kesalahan hukum sipelaku.

  Ciri khas teori retributif ini terutama dari pandangan Immanuel Kant (1724-1804) dan Hegel (1770-1831) adalah keyakinan mutlak akan keniscahayaan pidana, sekalipun sebenarnya pidana tidak berguna. Pandangan di arahkan pada 31 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), masa lalu dan bukan ke masa depan dan kesalahan hanya bisa ditebus dengan menjalani penderitaan.

  Kant melihat dalam pemidanaan terdapat suatu “imperatif kategoris”, yang merupakan tuntutan mutlak dipidananya seseorang karena telah melakukan kejahatan. Sedangkan hegel memandang bahwa pemidanaan adalah hak dari pelaku kejahatan atas perbuatan yang dilakukannya berdasarkan kemauannya

  33 sendiri.

  B. Teori Detterence Tujuan yang kedua dari pemidanaan adalah “deterrence”. Terminologi

  “deterrence” menurut Zimring dan Hawkins, digunakan lebih terbatas pada penerapan hukuman pada suatu kasus, dimana ancaman pemidanaan tersebut

  34 membuat seseorang merasa takut dan menahan diri untuk melakukan kejahatan.

  Hukuman dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari hukum itu, yakni memperbaiki ketidak puasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu.

  35 Selain itu tujuan hukuman adalah untuk mencegah (prevensi) kejahatan.

  Nigel Walker menamakan aliran ini sebagai paham reduktif (reductivism) karena dasar pembenaran dijatuhkannya pidana dalam pandangan aliran ini adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan (... the justification for penalazing offences is that

  

this reduces their frequency) . Penganut reductivism meyakini bahwa pemidanaan

  dapat mengurangi pelanggaran melalui satu atau beberapa cara berikut ini:

  1. Pencegahan terhadap pelaku kejahatan (deterring the offender), yaitu 33 membujuk sipelaku untuk menahan diri atau tidak melakukan Ibid., hlm. 70. pelanggaran hukum kembali melalui ingatan mereka terhadap pidana yang dijatuhkan;

  2. Pencegahan terhadap pelaku yang potensial (deterring potential dalam hal ini memnerikan rasa takut orang lain yang

  imitators)

  potensial untuk melakukan kejahatan dengan melihat contoh pidana yang telah dijatuhkan kepada si pelaku sehingga mendatangkan rasa takut akan kemungkinan dijatuhkan pidana kepadanya.

  3. Perbaikan sipelaku (reforming the offender), yaitu memperbaiki tingkah laku sipelaku sehingga muncul kesadaran sipelaku untuk cenderung tidak melakukan kejahatan lagi walaupun tanpa adanya rasa ketakutan dari ancaman pidana.

  4. Mendidik masyarakat supaya lebih serius memikirkan terjadinya kejahatan, sehingga dengan cara ini, secara tidak langsung dapat mengurangi frekuensi kejahatan;

  5. Melindungi masyarakat (protecting the public), melalui pidana

  36 penjara yang cukup lama.

Dokumen yang terkait

Perbandingan Delik Penyertaan Menurut KUHP dan Hukum Islam

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbandingan Delik Penyertaan Menurut KUHP dan Hukum Islam

0 0 22

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH A. Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana - Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Binjai

0 1 34

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Binjai Perkara No. 334Pid.B2014PN.Bnj) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 0 8

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Penelitian Terdahulu - Pengaruh Kualitas Pelayanan Kunjungan Dan Nilai Pengunjung Terhadap Kepuasan Pengunjung Lembaga Pemasyarakatan Kelas Iia Anak Medan

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Kualitas Pelayanan Kunjungan Dan Nilai Pengunjung Terhadap Kepuasan Pengunjung Lembaga Pemasyarakatan Kelas Iia Anak Medan

0 0 13

BAB II KAJIAN TEORI - Kajian Pengaruh Elemen Perancangan Kota Terhadap Pembentukan Citra Kawasan Mesjid Raya Dan Istana Maimoon

0 7 47

BAB I PENDAHULUAN - Kajian Pengaruh Elemen Perancangan Kota Terhadap Pembentukan Citra Kawasan Mesjid Raya Dan Istana Maimoon

0 0 12

Analisishukum Pidana Hak Imunitas Advokat Dalam Melaksanakan Profesinya Sebagai Penegak Hukum Di Indonesia

0 0 16