BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Adsorben dari Cangkang Kerang Bulu yang Diaktivasi Secara Termal Sebagai Pengadsorpsi Fenol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adsorpsi

  Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia-fisika antara substansi dengan penyerapanya.

  Proses perlekatan dapat saja terjadi antara cairan dan gas, padatan, atau cairan lain [16].

  Peristiwa adsorpsi merupakan suatu fenomena permukaan, yaitu terjadinya penambahan konsentrasi komponen tertentu pada permukaan antara dua fase. Adsorpsi dapat dibedakan menjadi adsorpsi fisis (physical adsorption) dan adsorpsi kimia (chemical adsoption). Secara umum adsorpsi fisis mempunyai gaya intermolekular yang relatif lemah, sedangkan pada adsorpsi kimia terjadi pembentukan ikatan kimia antara molekul adsorbat dengan molekul yang terikat pada permukaan adsorben [17].

  2.1.1 Mekanisme Adsorpsi Proses adsorpsi dapat berlangsung jika padatan atau molekul gas atau cair dikontakkan dengan molekul-molekul adsorbat maka didalamnya terdapat gaya kohesif atau gaya hidrostatik dan gaya ikatan hidrogen yang bekerja diantara molekul seluruh material. Gaya-gaya yang tidak seimbang menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi molekul pada interface solid / fluida. Molekul fluida yang diserap tetapi tidak terakumulasi/melekat ke permukaan adsorben disebut adsorptif sedangkan yang terakumulasi/ melekat disebut adsorbat [18].

  [18]

Gambar 2.1 Adsorpsi dan desorpsi

  2.1.2 Gaya Van Der Waals Gaya van der waals merupakan gaya tarik menarik listrik yang relatif lemah akibat kepolaran molekul yang permanen atau terinduksi (tidak permanen).

  Kepolaran permanen terjadi akibat kepolaran ikatan dalam molekulnya, sedangkan kepolaran tidak permanen terjadi akibat molekulnya terinduksi oleh partikel lain yang bermuatan sehingga molekul bersifat polar sesaat secara spontan. Akibat adanya gaya- gaya yang bekerja antara adsorbat dan adsorben menyebabkan proses adsorpsi dapat terjadi. Adsorpsi ini relatif berlangsung cepat dan bersifat reversible. Adsorbat yang terikat secara lemah pada permukaan adsorben, dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke permukaan lain [19].

  2.1.3 Gaya Elekrostatik Gaya elekrostatik merupakan gaya yang diperankan oleh ion antara adsorbat dan permukaan adsorben. Ion akan terkonsentrasi dipermukaan adsorben sebagai hasil tarikan elektrostatik ke tempat ion yang bermuatan berlawanan [20].

  2.1.4 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi dan Mengendalikan Adsorpsi

  ads

  Adsorpsi berjalan spontan jika energi bebasnya, ∆G

  ads non electro electro

  ∆G =∆G +∆G …. (1)

  Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi :

  1. Tekanan (P), Tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbat. Kenaikan tekanan adsorbat dapat menaikkan jumlah zat yang diadsorpsi

  2. Sifat Bahan Larutan dan Temperatur , Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi adalah kebasaan (pH) dan senyawa ionik dimana pH menentukan kontak permukaan dengan adsorbent dan senyawa ionik menentukan dissosiasi antara senyawa elektrolit sedangkan temperatur yang dimaksud adalah temperatur adsorbat. Berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi demikian juga peristiwa sebaliknya.

  3. Interaksi Potensial (E), Interaksi potensial antara adsorbat dengan dinding adsorben sangat bervariasi, tergantung dari sifat adsorbat-adsorben.

  4. Karateristik adsorben dan karakteristik bahan yang akan dijerap. Sifat dari adsorben yang biasanya cenderung mempengaruhi proses adsorpsi adalah bentuk pori, permukaan kimia dan isi dari bahan yang akan dijerap. Proses penjerapan bergantung pada kemampuannya menerima (accesbility) molekul organik yang masuk kedalam permukaan adsorben yang bergantung kepada ukuran mereka. Karakter yang diperhatikan dari bahan yang akan diserap meliputi ukuran molekul, kelarutan, sifat koligatif (pKa ), dan komposisi penyusunnya jika bahan tersebut adalah senyawa aromatik. Ukuran molekul mengendalikan penjerapan, kelarutan berpengaruh kepada interaksi hydrophobic. Sifat koligatif (pKa) mempengaruhi dissosiasi jika larutannya elektrolit. Sedangkan komposisi penyusunnya berupa cincin aromatik akan bereaksi dengan adsorben [21].

2.1.5 Adsorpsi Isoterm

  1. Model Isoterm Freundlich Model Isoterm Freundlich menggunakan asumsi bahwa adsorpsi terjadi secara fisika. Model Isoterm Freundlich merupakan persamaan empirik, yang dinyatakan dengan persamaan :

  … (2) dengan k F dan n merupakan konstanta Freundlich k F dan n merupakan fungsi suhu dengan persamaan :

  …(3) … (4) dengan , dan k adalah konstanta

  f0

  ,

  2. Model Isoterm Langmuir Model Isoterm Langmuir menggunakan pendekatan kinetika, yaitu kesetimbangan terjadi apabila kecepatan adsorpsi sama dengan kecepatan desorpsi. Asumsi yang digunakan pada persamaan Langmuir adalah : a. Adsorpsi terjadi secara kimia.

  b. Adsorben merupakan sistem dengan tingkat energi homogen sehingga afinitas molekul terjerap sama untuk tiap lokasi.

  c. Adsorbat yang terjerap membentuk lapisan tunggal ( monolayer ).

  d. Tidak ada interaksi antar molekul yang terjerap.

  e. Molekul yang terjerap pada permukaan adsorben tidak berpindah- pindah.

  Isoterm Langmuir dinyatakan dengan persamaan : …(5)

  Parameter q maks menunjukan kapasitas maksimum adsorben, dan parameter b yang disebut konstanta afinitas menunjukan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Parameter b merupakan fungsi suhu dengan persamaan :

  …(6) dengan b dan b adalah konstanta.

   [22].

  2.2 Aktivasi Fisika

  Aktivasi fisika adalah suatu perlakuan terhadap adsorben yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan kimia atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga mengalami perubahan sifat secara fisika yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Tujuan dari proses ini adalah mempertinggi volume, memperluas diameter pori dan dapat menimbulkan beberapa pori yang baru [14].

  Metode aktivasi secara fisika antara lain dengan menggunakan uap air (H O),

  2

  gas karbondioksida (CO

  2 ), oksigen (O 2 ), dan nitrogen (N 2 ). Gas-gas tersebut

  berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada adsorben sehingga memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen yang mudah menguap dan membuang produksi pengotor pada adsorben. Dasar metode aktivasi terdiri dari perawatan dengan gas pengoksidasi pada temperatur tinggi. Proses aktivasi menghasilkan CO yang tersebar dalam permukaan adsorben karena

  2 adanya reaksi antara adsorben dengan zat adsorben [15].

  2.3 Aktivasi Kimia

  Metode ini dilakukan dengan merendam bahan baku pada bahan kimia seperti H

  3 PO 4 , ZnCl 2 , HCl, H

  2 SO 4 , CaCl 2 , K

  2 S, NaCl, dan lain-lain [29]. Unsur-unsur

  mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan tersebut akan meresap ke dalam arang dan membuka permukaan yang semula tertutup oleh komponen kimia sehingga volume dan diameter pori bertambah besar. Masing-masing jenis aktifator akan memberikan efek/pengaruh yang berbeda beda terhadap luas permukaan maupun volume pori-pori karbon aktif yang dihasilkan [27].

2.4 Proses Kalsinasi Adsorben Cangkang Kerang

  2.4.1Proses Kalsinasi Proses kalsinasi untuk mengubah kalsium menjadi adsorben biasanya dilakukan dengan suhu tinggi. Reaksi kimia untuk cangkang kerang digambarkan sebagai berikut CaCO

  3 CaO+CO

  2

  , ∆ H= 178 kJ/mol …(9) CaO+CO

  2 CaCO

  3

  , ∆ H= -178 kJ/mol …(10) Kalsinasi digambarkan dengan 5 tahapan proses yang terlibat yaitu :

  1. Perpindahan panas dari daerah sekitar ke permukaan luar partikel,

  2. Perpindahaan panas dari daerah luar sampel kedalam permukaan sampel

  3. Perpindahaan panas adsorpsi dan penguraian secara thermal

  4. Difusi yang dibentuk dari gas CO

  2 dari dalam pori dari calcium oxide (CaO)

  5. Difusi CO 2 menuju sekitar [5].

  2.4.2 Residence Time

Residence Time menentukan keefektifan proses kalsinasi yang berlangsung.

Diinginkan terjadi keseimbangan antara temperatur dan residence time. Sering sekali kalsinasi dilakukan pada suhu yang tinggi dan residence time yang singkat ataupun dengan residence time yang singkat dan suhu yang rendah. Residence time yang singkat memungkinkan untuk tidak mengubah CaCO

  3 seluruhnya,

  yang lama menyebabkan pengurangan (shrinkage) volume sampel

  residence time

  yang menyebabkan penutupan pori dan tidak masuknya gas CO 2 [5].

2.5 Adsorben

  2.5.1 Pengertian adsorben Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan

  • – bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding
  • – dinding pori atau pada letak – letak tertentu didalam partikel [37].
Beberapa jenis adsorben berdasarkan luas permukaan, antara lain: 1. Activated Carbon merupakan bahan microcrystalline yang dibuat dengan cara penguraian termal dari kayu, tumbuhan, cangkang, batubara, dsb.

  

2

Mempunyai luas area 300-1200 m /g dengan diameter pori rata-rata 10 sampai 60 A.

  2 2.

  /g Silica Gel dibuat dari sodium silicate dengan luas permukaan 600-800 m dengan diameter pori rata-rata 20-50 A

  2 3.

  /g dengan pori Activated Alumina mempunyai luas permukaan 200-500 m rata-rata 20-140 A.

  4. Molecular Sieve Zeolite digunakan untuk memisahkan hidrokarbon dan campurannya. Memiliki ukuran pori 3-10 A.

  5. Synthetic Polymers or resins digunakan untuk menjerap senyawa organik non polar.

  [23].

  2.5.3 Standard kualitas arang aktif SNI 06-3730-1995 Berikut adalah tabel standard kualitas arang aktif

Tabel 2.1 Standard Kualitas Arang Aktif Menurut SNI 06-3730-1995 [48]

  Uraian Syarat Kualitas Kadar Air (%) Maks. 15

  Kadar Abu (%) Maks. 10 Daya Serap Iodin (mg/g) Min. 750

  Daya Serap Terhadap Metilen Biru (mg/g) Min 120

  2.5.4 Syarat-syarat adsorbent yang baik, Adapun syarat

  • – syarat adsorben yang baik antara lain:

  1. Mempunyai daya serap yang tinggi

  2. Berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar

  3. Tidak boleh larut dalam zat yang akan diadsorpsi

  4. Tidak boleh mengadakan reaksi kimia dengan campuran yang akan

  6. Tidak beracun

  7. Tidak meninggalkan residu berupa gas yang berbau

  8. Mudah didapat dan harganya murah [24]

2.6 Kerang (Bivalvia)

  Bivalvia adalah kelas kedua dalam filum mollusca. Bivalvia memiliki ciri khas yaitu cangkangnya selalu tertutup. Cangkangnya dibagi dalam dua bagian yaitu engsel pada bagian punggung yang elastic dan chitin eksternal maupun internal. Bivalvia adalah kelas dalam moluska yang mencakup semua kerang- kerangan, memiliki sepasang cangkang (nama "bivalvia" berarti dua cangkang). Nama lainnya adalah Lamellibranchia, Pelecypoda, atau bivalva. Ke dalam kelompok ini termasuk berbagai kerang, kupang, remis, kijing, lokan, simping, tiram, serta kima; meskipun variasi di dalam bivalvia sebenarnya sangat luas.

  Hewan Bivalvia bisa hidup di air tawar, dasar laut, danau, kolam, atau sungai banyak mengandung zat kapur. Zat kapur ini digunakan untuk membuat cangkoknya. Hewan ini memiliki dua kutub (bi = dua, valve = kutub) yang dihubungkan oleh semacam engsel, sehingga disebut Bivalvia. Kelas ini mempunyai dua cangkok yang dapat membuka dan menutup dengan menggunakan otot aduktor dalam tubuhnya. Cangkok ini berfungsi untuk melindungi tubuh. Cangkok di bagian dorsal tebal dan di bagian ventral tipis. Kepalanya tidak nampak dan kakinya berotot. Fungsi kaki untuk merayap dan menggali lumpur atau pasir. Cangkok ini terdiri dari tiga lapisan, yaitu : a.

  Periostrakum adalah lapisan terluar dari zat kitin yang berfungsi sebagai pelindung.

  b.

  Lapisan prismatik tersusun dari kristal – kristal kapur berbentuk prisma.

  c.

  Lapisan nakreas atau sering disebut lapisan induk mutiara, tersusun dari lapisan kalsit ( Karbonat ) yang tipis dan paralel [25].

  Moluska merupakan komoditas perikanan yang potensial sebagai kandidat sumber senyawa bioaktif untuk berbagai keperluan [26].

  Beberapa jenis kerang sebagai berikut :

  2.6.1.1 Kerang Hijau (Mythilus Viridis)

  [28]

Gambar 2.2 Cangkang Bagian Luar dan Dalam Kerang Hijau

  Kerang hijau (Perna viridis) termasuk binatang lunak (Moluska) yang hidup di laut terutama pada daerah litoral, memiliki sepasang cangkang (bivalvia), berwama hijau agak kebiruan. Insangnya berlapis-lapis (Lamelii branchia) dan berkaki kapak (Pelecypoda) serta memiliki benang byssus. Kerang hijau adalah "suspension feeder", dapat berpindah-pindah tempat dengan menggunakan kaki dan benang "byssus", hidup dengan baik pada perairan dengan kisaran kedalaman 1 m sampai 7 m. Kerang hijau (Perna viridis) atau dikenal sebagai "green mussels" adalah jenis yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tersebar luas di perairan Indonesia dan ditemukan melimpah pada perairan pesisir, daerah mangrove dan muara sungai. Di Indonesia jenis ini ditemukan melimpah pada bulan Maret hingga Juli pada areal pasang surut dan subtidal, hidup bergerombol dan menempel kuat dengan menggunakan benang byssusnya pada benda-benda keras seperti kayu, bambu, batu ataupun substrat yang keras. Bentuk cangkang kerang hijau agak meruncing pada bagian belakang, berbentuk pipih pada bagian tepi serta dilapisi periostrakum pada bagian tengah cangkang. Pada fase juvenil, cangkang berwarna hijau cerah dan pada fase dewasa warna mulai memudar dan menjadi coklat dengan tepi cangkang berwarna hijau. Sedangkan pada bagian dalam cangkang berwarna hijau kebiruan. Memiliki garis ventral cangkang yang agak cekung dan keras serta memiliki ligamen yang menghubungkan kedua cangkang kanan dan kiri [28].

  2.6.1.2 Kerang Bulu (Anadara antiquata)

  [30]

Gambar 2.3 Cangkang Kerang Bulu

  Kerang bulu merupakan salah satu spesies yang termasuk ke dalam filum Moluska dan kelas Bivalvia. Ciri khas dari kerang bulu ini adalah mulutnya yang terdiri atas palpus-palpus dan melimpah pada substrat berlumpur. Kerang bulu mempunyai 2 keping cangkang yang tebal. Cangkang sebelah kiri saling menutup dengan cangkang sebelah kanan. Setiap cangkang mempunyai 20-21 lingkaran kehidupan dan setiap lingkaran kehidupan dimulai pada bagian ventral sampai bagian dorsal serta mempunyai duri-duri kecil dan pendek.

  Kerang dari famili Arcidae mempunyai cangkang yang berbentuk hampir bulat. Lapisan periostrakum yang menutupi bagian luar cangkang berwarna coklat kehitaman [30].

  2.6.1.3 Kerang Darah (Anadara Granosa) Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang berpotensi dan bernilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kerang darah bersifat infauna yaitu hidup dengan cara membenamkan diri di bawah permukaan lumpur, ciri-ciri dari kerang darah adalah mempunyai dua keping cangkang yang tebal, ellips, dan kedua sisi sama. Cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman. Ukuran kerang dewasa 6-9 cm [31]

  2.6.1.4 Komposisi Kimia Cangkang Kerang

Tabel 2.2 komposisi kimia cangkang kerang [5]

  Komponen Komposisi % Ca+C 98,77

  Mg 0,0476 Na 0,9192

  P 0,0183 K 0,0398

  Lain-lain 0,1981

  2.6.1.5 Konsumsi Kerang Kerang / siput merupakan salah satu jenis ikan yang tercantum dalam daftar

  Survei Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS). Melalui data SUSENAS, dapat dilakukan penghitungan konsumsi pangan, termasuk diantaranya kelompok pangan dari ikan. Jumlah ikan yang tercakup dalam data SUSENAS berjumlah 32 jenis. Data SUSENAS mampu menggambarkan konsumsi pangan secara riil yang dilakukan oleh rumah tangga dengan pendekatan pengeluaran pangan.

  Hasil perhitungan SUSENAS 2009 menunjukkan bahwa penyerapan pasar untuk komoditas kerang / siput di tingkat rumah tangga mencapai 25.450 ton dengan konsumsi rata-rata 0,11 kg/kapita. Selama periode tahun 2006

  • – 2009, tingkat konsumsi tahun 2009 merupakan tingkat konsumsi yang terendah. Sedangkan tahun 2007 merupakan tingkat konsumsi kerang/siput tertinggi yaitu mencapai 0,25 kg/kapita. Dari perkembangan tingkat konsumsi tersebut, rata-rata pertumbuhan untuk konsumsi kerang/ siput adalah 16,06%. Perkembangan konsumsi kerang/siput tahun 2006 – 2009 tersaji dalam Gambar 2.4 dibawah.

Gambar 2.4 Data Konsumsi Kerang / Siput Tahun 2006

  • – 2009

  [47]

Gambar 2.4 Data Perkembangan Konsumsi Kerang Siput Tahun 2006-2009

  Gambaran tingkat konsumsi dan besarnya serapan pasar kerang / siput menurut provinsi berdasarkan data SUSENAS 2008 tersaji dalam Gambar 2.5 dibawah.

  [47]

Gambar 2.5 Data Konsumsi Kerang / Siput Tahun 2006

  • – 2009 Sehingga dari tabel diatas penggunaan cangkang kerang sebagai bahan dasar adsorben sangat berpotensi.

2.7 Pencemaran Lingkungan

  Indonesia pada saat ini memiliki masalah mengenai pencemaran lingkungan terutama pencemaran lingkungan perairan antara lain oleh air limbah, baik limbah industri, pertanian maupun limbah rumah tangga. Dari semua sumber pencemar lingkungan, pencemaran yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga menempati urutan pertama (40%) diikuti kemudian oleh limbah industri (30%) dan sisanya Pencemar organik dari limbah industri mengancam kesehatan manusia dan lingkungan secara serius dan telah diakui sebagai isu penting yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Pencemaran fenol adalah masalah serius di banyak negara. Sumber utama limbah fenol adalah minyak bumi kilang, petrokimia, pabrik baja, pabrik kokas oven, gas batubara, resin, farmasi, cat, kayu lapis dan tambang. Limbah fenol menyebabkan bau karbol untuk air sungai dan juga racun bagi ikan dan manusia. Konsentrasi senyawa fenol dalam air limbah dari pabrik resin biasanya berkisar 12-300 mg/L. Air limbah dengan konsentrasi tertinggi fenol (>1000 mg/L) biasanya dihasilkan dari pengolahan kokas. Pembuangan limbah fenol ke saluran air mempengaruhi kesehatan manusia serta flora dan fauna. Mengkonsumsi sejumlah kecil fenol ( 5 ppm ) oleh manusia dapat menyebabkan mual, muntah, kelumpuhan, koma, kehijauan atau berasap urine berwarna dan bahkan kematian akibat kegagalan pernapasan atau serangan jantung [2]. Fenol merupakan asam karbolat yang sering digunakan sebagai desinfektan. Banyak senyawa fenol dan turunannya yang digunakan sebagai desinfektan, seperti kresol, fenilfenol dan hesaklorofen. Jika kandungan fenol dalam limbah cair konsentrasinya tinggi dapat menyebabkan gangguan pada badan air dan menjadi toksik bagi mikroorganisme yang berfungsi mengolah limbah. Fenol bersifat karsinogen dan korosif pada tubuh manusia. Untuk menentukan keefektifan sistem pengolahan limbah cair sebelum dibuang dari bak pengolahan, konsentrasi standar maksimum fenol berdasarkan keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup tahun 1991 bagi kegiatan yang sudah beroperasi yaitu sebesar 0,01 sampai 2,00 mg/L [33].

  Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada, harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumberdaya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Jadi, jika unsur-unsur pencemar dalam suatu lingkungan sudah melewati batas baku mutu yang ditetapkan menurut undang-undang, maka lingkungan tersebut dikatakan telah mengalami pencemaran. Undang-Undang No.

  23 tahun 1997 menjelaskan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya [34]. Senyawa baku mutu limbah cair ditampilkan pada tabel 2.3

  [34]

Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Cair

  Sesuai dengan sumber asalnya, maka air limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Akan tetapi secara garis besar air limbah terdiri dari air dan padatan, dimana padatan terdiri dari zat organik yang berupa karbohidrat, lemak, dan protein serta zat anorganik yang berupa garam-garam, logam-logam dan butiran seperti diperlihatkan pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Skema Pengelompokan Bahan Yang Terkandung Dalam Air Buangan

  [35]

  Secara Umum Oleh karena itu, pengolahan limbah fenol menjadi semakin penting karena merupakan unsur pencemaran yang sangat potensial bagi lingkungan air. Unsur tersebut dapat membahayakan baik terhadap manusia maupun kehidupan biota air [35].

2.8 ANALISIS EKONOMI

  Sumber bahan baku (cangkang kerang) tersedia cukup banyak. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan SUSENAS 2009 menunjukkan bahwa penyerapan pasar untuk komoditas kerang/ siput di tingkat rumah tangga mencapai 25.450 ton dengan konsumsi rata-rata 0,11 kg/kapita. Dari perkembangan tingkat konsumsi tersebut, rata-rata pertumbuhan untuk konsumsi kerang/ siput adalah 16,06% [47].

  Kerang bulu merupakan salah satu spesies yang termasuk ke dalam filum Moluska dan kelas Bivalvia. Ciri khas dari kerang bulu ini adalah mulutnya yang terdiri atas palpus-palpus dan melimpah pada substrat berlumpur [30]. Dimana cangkang kerang mengandung senyawa kalsium karbonat (CaCO

  3 ) 95,99 %, silica

  dioksida (SiO

  2 ) 0,69%, magnesium oksida (MgO) 0,64%, natrium oksida (Na

  2 O)

  0,98% dan sulfit (SO

  3 ) 0,72% [11]. CaCO 3 yang mengalami proses kalsinasi akan

  menghasilkan kalsit (CaO). Kalsit inilah yang berfungsi sebagai adsorben pada penjerapan fenol [12]. Dari penelitian ini diharapkan limbah cangkang kerang bulu dapat dimanfaatkan sebagai adsorben alternatif dalam pengolahan limbah fenol.

  Untuk itu perlu dilakukan kajian potensi ekonomi adsorben dari limbah cangkang kerang bulu. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi, biaya kebutuhan listrik dan harga jual adsorben. Perhitungan analisis ekonomi dapat dilihat pada tabel 2.4 dan 2.5 dibawah ini:

Tabel 2.5 Perhitungan Biaya Bahan Baku

  No. Biaya bahan baku Harga (Rp) Satuan Biaya (Rp)

  1. Cangkang Kerang 4000 1 kg 4000 Bulu Total

  Rp. 4.000

Tabel 2.6 Perhitungan Biaya Kebutuhan Listrik

  Kebutuhan Waktu No. Alat Harga/ kWh Biaya (Rp)

  (kW) (jam)

  1. Ball mill Rp.1.112 0,18 3 600,48

  2. Furnace Rp.1.112 0,8 4 3.558,40 Total

  Rp. 4.158,88

  • Total biaya produksi =Biaya pembelian bahan baku +

  = Rp. 4.000 + Rp. 4.158,88 = Rp 8.158,88/ kg

  • Harga jual adsorben dari cangkang kerang bulu

  = Rp 8.158,88/kg Sehingga dapat diestimasi harga jual adsorben cangkang kerang seharga Rp. 8.158,88/ kg. Sedangkan harga jual adsorben dipasaran sebagai berikut.

  Berikut merupakan harga masing-masing jenis adsorben di pasaran [51] : 1.

  Karbon Aktif Lokal = Rp 15.000/kg 2.

  Karbon Aktif Haycarb = Rp 40.000/kg 3.

  Manganese = Rp 11.000/kg 4.

  Silika (Pasir Kuarsa) = Rp 3.000/kg 5.

  Zeolit = Rp 7.000/kg 6.

  Pasir Aktif = Rp 11.000/kg

  Berdasarkan penelitian Deni [6], proses adsorpsi fenol oleh zeolite dimana 1 liter larutan fenol 100 ppm dibutuhkan 1 gram adsorben. Jadi, pada skala industri dengan 1000 liter larutan fenol 100 ppm dibutuhkan 1 kg adsorben.

  Sebagai perbandingan, maka diambil contoh perhitungan estimasi biaya bahan baku adsorben zeolit sebagai berikut : Zeolit = 1 kg x Rp 7.000,00 = Rp 7.000,00

  Jika dibandingkan harga jual zeolit di pasaran, harga jual adsorben dari proses ini lebih mahal dengan selisih biaya sebesar Rp 1.158,00. Namun pembuatan adsorben dari cangkang kerang bulu layak dipertimbangkan, mengingat dengan proses ini dapat mengurangi limbah cangkang kerang bulu dan dapat menghasilkan adsorben alternatif sebagai penjerap fenol.