PUTUSAN PENGADILAN TENTANG MELAWAN HUKUM

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

PUTUSAN PENGADILAN TENTANG MELAWAN HUKUM
DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
Oleh :
Nur Basuki Minarno
(e-mail: Perspektif_keadilan@yahoo.com)
Dosen Fakultas Hukum UNAIR
JL. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya

Abstract
From this research, it is found out that firstly, the concept of power belongs to the
regime of Administrative Law. To prove the element of misuse of power, therefore, it is
necessary apply legal concept under Administrative Law regime. In practice, however, to
determine whether there is an element of misuse of power, court relies upon principle of

reasonableness and carefulness as a parameter that are only suitable to determine
materially unlawful act. Doing as such, the court mixes up two parameters of different legal
regimes in determining the element of misuse of power.
Keyword: court, unlawful act, misuse of power
Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999

penjelasan tentang konsep penyalah-

jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang

gunaan wewenang, oleh karenanya dalam

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

putusan pengadilan terjadi beraneka

(selanjutnya UU PTPK) menentukan

ragam penafsiran. Beberapa putusan


melawan hukum (Pasal 2) dan penyalah-

pengadilan mencampur adukan antara

gunaan wewenang (Pasal 3) sebagai

konsep melawan hukum dengan

bagian inti delik (bestanddeel delict)

penyalahgunaan wewenang, padahal

dalam tindak pidana korupsi.

diantara kedua konsep tersebut adalah

Konsep melawan hukum dalam

berbeda.


Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK

Dari kajian terhadap putusan

diartikan melawan hukum formiel dan

pengadilan, dalam praktek peradilan

materiel. Pengertian di atas dinyatakan

ditemukan surat dakwaan dari penuntut

tidak berlaku lagi dengan adanya Putusan

umum terhadap tersangka/terdakwa

Mahkamah Konstitusi, oleh karenanya

(subyek delik) bukan pejabat atau pegawai


konsep melawan hukum harus diberi

negeri mendasarkan pada perbuatan

pengertian melawan hukum formil.

penyalahgunaan wewenang. Terjadi juga

Dinyatakan melawan hukum jika

pada hal sebaliknya, subyek deliknya

perbuatan tersebut bertentangan dengan

adalah pejabat atau pegawai negeri

undang-undang (legislasi). Di sisi lain

dengan didakwa melakukan perbuatan


dalam UU PTPK tidak memberikan

melawan hukum. Dari hasil kajian teori
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

207

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

terhadap praktek peradilan seperti


kepatutan dan keadilan masyarakat.

tersebut di atas dapat dinyatakan telah

Parameter bertentangan dengan

terjadi kekeliruan. Pejabat atau pegawai

“peraturan perundang-undangan” yang

negeri melakukan perbuatan “melawan

dipakai untuk mengukur/menilai suatu

hukum“ dalam bentuknya penyalah-

perbuatan melawan hukum atau tidak,

gunaan wewenang.


kembali pada persoalan semula: apakah

Penyalahgunaan wewenang
tidak dapat dilakukan oleh seseorang

rumusan tersebut tidak bertentangan
dengan asas legalitas ?
Berdasarkan pada Pasal 2 UU

yang tidak mempunyai jabatan/

PTPK, “nilai kepatutan dan keadilan

kedudukan (publik).
Dicantumkan unsur “melawan

masyarakat” dipakai sebagai parameter

hukum“ sebagai bagian inti delik pada


untuk mengukur/menilai suatu perbuatan

Pasal 2 UU PTPK di samping unsur

tersebut tercela dan patut untuk dipidana.

“penyalahgunaan wewenang” sebagai

Nilai kepatutan/keseksamaan

bagian inti delik pada Pasal 3 UU PTPK,

“maatschappelijke zorgvuldigheid” yang

dalam praktek peradilan, parameter

ditarik dari prinsip " materiele wederrechte-

“melawan hukum” dipergunakan sebagai


lijkheid" tidaklah identik dengan

parameter untuk mengukur/menilai ter-

“behoorlijk” dalam kaitannya dengan

jadinya penyalahgunaan wewenang,

algemene beginselen van behoorlijk

padahal parameter “penyalahgunaan

bestuur. (Philipus M.Hadjon, 1987: 122-

wewenang” dengan parameter “melawan

124)
Dalam praktek peradilan (putus-

hukum” merupakan dua hal yang berbeda.

Parameter Melawan Hukum Dalam
Tindak Pidana Korupsi

an pengadilan), asas kepatutan dipakai
sebagai parameter untuk mengukur/menilai penyalahgunaan wewenang dalam

Unsur melawan hukum dalam
UU PTPK meliputi melawan hukum formiel
dan materiel. Ditentukan dalam Pasal 2

kategori wewenang bebas (diskresi).
Peraturan Perundang-undangan

beserta Penjelasannya UU PTPK,
parameter “melawan hukum formiel”
adalah bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, sedangkan
parameter “melawan hukum materiel”
adalah bertentangan dengan nilai


Konsep Melawan hukum dalam
UU PTPK meliputi melawan hukum formiel
dan materiel. Pada unsur melawan hukum
formiel, parameter yang dipakai adalah
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (lihat Penjelasan Pasal
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

208

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

2 ayat (1) UU PTPK).

Dalam praktek peradilan untuk

Konsep melawan hukum formiel

menyatakan bahwa perbuatan terdakwa

dalam UU PTPK mengalami per-

melawan hukum formiel dengan suatu

kembangan, tidak lagi untuk menyatakan

pembuktian bahwa perbuatan yang

dasar patut dipidananya perbuatan

dilakukan terdakwa bertentangan dengan

dengan undang-undang (wet), melainkan

Peraturan Pemerintah, Surat Keputusan

didasarkan pada peraturan perundang-

Presiden, Surat Keputusan Menteri. Terkait

undangan. Konsep melawan hukum

dengan hal tersebut, pertanyaan yang

dalam UU PTPK berbeda dengan asas

dapat diajukan adalah: apakah tidak

legalitas.

bertentangan dengan asas legalitas ?
Telaah secara filosofis atas asas

Terkadang dijumpai dalam

legalitas bahwa kemerdekaan seseorang

peraturan perundang-undangan di bawah

yang merupakan hak kodrat manusia tidak

undang-undang (PP, Peraturan Presiden,

boleh dirampas oleh siapapun juga kecuali

SK Presiden, SK Menteri) mengatur suatu

dengan cara-cara demokratis. (Philipus

hal yang sama sekali baru dan hal itu tidak

M.Hadjon, 1987: 42-45) Konkritisasi cara-

di atur dalam undang-undang. Contoh

cara yang demokratis ada dalam undang-

yang dapat dikemukakan adalah aturan

undang dan peraturan daerah, karena

penggunaan belanja tidak tersangka.

kedua produk peraturan perundang-

Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003,

undangan itulah tercermin persetujuan

UU Nomor 1 Tahun 2004, maupun UU

dari rakyat. Hal tersebut sudah mem-

Nomor 32 Tahun 2004 tidak mengatur

punyai kekuatan yuridis dengan di-

tentang prosedur penggunaan anggaran

undangkannya UU Nomor 10 Tahun 2004

belanja tidak tersangka, tetapi ketentuan

yang pada pokoknya menyatakan bahwa

tersebut dapat diketemukan dalam PP

UU dan Perda yang dapat mencantumkan

Nomor 58 Tahun 2005. Jika asas legalitas

sanksi pidana.

diartikan pelanggaran terhadap peraturan

Konsep melawan hukum formiel

pe-rundang-undangan, maka perbuatan

dalam UU PTPK yang mendasarkan pada

yang menyimpang dari ketentuan yang

peraturan perundang-undangan untuk

ada dalam PP Nomor 58 Tahun 2005,

dipakai sebagai dasar patut dipidananya

maka perbuatan tersebut dapat di-

suatu perbuatan telah menyimpang dari

klassifikasikan sebagai perbuatan

asas legalitas, nullum delictum nulla

melawan hukum atau penyalahgunaan

poena sine praevia lege poenali.

wewenang sehingga atas perbuatan

Putusan Pengadilan Tentang Melawan

Nur Basuki Minarno

Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

209

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

tersebut dapat dilakukan penuntutan.

Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999

Permasalahan yang dapat diajukan

sebagai berikut: Yang dimaksud dengan

adalah: apakah dapat menggunakan

“secara melawan hukum” dalam Pasal ini

dasar patut dipidananya perbuatan

mencakup perbuatan melawan hukum

mendasarkan pada perbuatan yang

dalam arti formil maupun dalam arti

menyimpang dengan PP ?

materiil, yakni meskipun perbuatan

Menjawab permasalahan di

tersebut tidak diatur dalam peraturan

atas, seperti yang telah diuraikan sebelum

perundang-undangan, namun apabila

nya bahwa unsur “melawan hukum”

perbuatan tersebut dianggap tercela

merupakan instrumen/modus dalam

karena tidak sesuai dengan rasa keadilan

tindak pidana korupsi. Parameter yang

atau norma-norma kehidupan sosial dalam

dapat dipakai untuk menilai ada tidaknya

masyarakat, maka perbuatan tersebut

unsur “melawan hukum” adalah peraturan

dapat dipidana.

perundang-undang. Perbuatan “melawan

Asas legalitas formiel dan

hukum” mempunyai implikasi tindak

materiel pada Pasal 2 UU PTPK sejalan

pidana korupsi jika ada kerugian

dengan Pasal 11 Konsep R KUHP tahun

keuangan negara atau perekonomian

2004 yang pada pokoknya dinyatakan

negara.

melakukan perbuatan melawan hukum jika
Peraturan Pemerintah (ter-

peraturan perundang-undangan melarang

masuk juga S.E. Keputusan Gubernur/

perbuatan tersebut dan diancam dengan

Bupati/Walikota) dipakai dasar untuk

pidana atau bertentangan dengan

menentukan apakah perbuatan tersebut

kesadaran hukum masyarakat.

melawan hukum atau tidak, sedangkan

Dalam Penjelasan Konsep R

dasar penjatuhan pidana menggunakan

KUHP -2004 memberikan penjelasan atas

UU Nomor 17 Tahun 2003 atau UU Nomor

pengertian “perbuatan yang bertentangan

1 Tahun 2004.

dengan hukum” sebagai berikut: Yang

Nilai Kepatutan dan Keadilan
Masyarakat
Konsep melawan hukum yang
bersifat materiel parameter yang dipakai

dimaksud dengan “perbuatan yang
bertentangan dengan hukum” adalah
perbuatan yang dinilai oleh masyarakat
sebagai perbuatan yang tidak dapat
dilakukan.

adalah bertentangan dengan nilai

Ditentukannya syarat ber-

kepatutan dan nilai keadilan masyarakat.

tentangan dengan hukum, didasarkan

Hal tersebut dinyatakan dalam Penjelasan

pada pertimbangan bahwa menjatuhkan
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

210

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

pidana pada seseorang yang melakukan

seimbangan unsur melawan hukum formal

suatu perbuatan yang tidak bersifat

dan materiel, serta mendasarkan pada

melawan hukum dinilai tidak adil. Oleh

perbuatan dan pembuat tindak pidananya

karena itu untuk dapat menjatuhkan

(daad-dader-strafrecht).

pidana, hakim selain harus menentukan

Atas dasar rumusan Pasal 11

apakah perbuatan yang dilakukan itu

Konsep R KUHP-2004 beserta Pen-

secara formil dilarang oleh peraturan

jelasannya, dapat disimpulkan bahwa

perundang-undangan dan apakah per-

dalam Konsep R KUHP-2004 menganut

buatan tersebut secara materiel juga

melawan hukum materiel yang berfungsi

bertentangan dengan hukum, dalam arti

negatif.

kesadaran hukum masyarakat. Hal ini
wajib dipertimbangkan dalam putusan.

Dalam konsep sebelumnya
(sampai dengan Konsep 2002) belum ada

Pembentuk undang-undang

penegasan mengenai pedoman/ kriteria/

dalam menentukan perbuatan yang dapat

rambu-rambu untuk menentukan sumber

dipidana, harus memperhatikan ke-

hukum materiel mana yang dapat dijadikan

selarasan dengan perasaan hukum yang

sebagai sumber hukum (sumber legalitas).

hidup masyarakat. Oleh karena itu

Namun dalam perkembangan Konsep

perbuatan tersebut nantinya tidak hanya

terakhir (Konsep Desember 2004 yang

bertentangan dengan peraturan per-

sudah diserahkan kepada Menkumham

undang-undangan tetapi juga akan selalu

pada tanggal 4 Januari 2005), sudah

bertentangan dengan hukum. Pada

dirumuskan pedoman/kriteria/rambu-

umumnya setiap tindak pidana dipandang

rambunya, yaitu “sepanjang sesuai

bertentangan dengan hukum, namun

dengan nilai-nilai Pancasila dan/atau

dalam keadaan khusus menurut kejadian-

prinsip-prinsip hukum umum yang diakui

kejadian konkrit, tidak menutup ke-

oleh masyarakat bangsa - bangsa”.

mungkinan perbuatan tersebut tidak

Jadi, pedoman/kriterianya

bertentangan dengan hukum. Dalam hal

bertolak dari nilai-nilai nasional maupun

demikian, pembuat tindak pidana

internasional. Sesuai dengan nilai-nilai

membuktikan bahwa perbuatannya tidak

nasional (Pancasila), artinya sesuai

bertentangan dengan hukum.

dengan nilai/ paradigma moral religius,

Dalam Pasal 11 Konsep R

nilai/paradigma kemanusiaan (humanis),

KUHP-2004 sejalan dengan ke-

nilai/paradigma kebangsaan, nilai/

seimbangan asas legalitas formil dan

paradigma demokrasi (kerakyatan/hikmah

materiel dan juga menegaskan ke-

kebijaksanaan), dan nilai/paradigma
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

211

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

keadilan sosial. Patut dicatat, bahwa

dengan Surat Edaran Mahkamah Agung

rambu-rambu yang berbunyi “sesuai

tanggal 25 Pebruari l977 No.

dengan prinsip-prinsip hukum umum yang

M.A./Pemb/0159/77 menyatakan bahwa :

diakui oleh masya-rakat bangsa-bangsa”,

“meskipun kepatutan yang harus

mengacu/ bersumber dari istilah “the

diperhatikan oleh penguasa (rumusan

general principles of law recognized by the

Mahkamah Agung) dapat disejajarkan

community of nations” yang terdapat

dengan rumusan Hoge Raad tentang

dalam pasal 15 ayat 2 ICCPR

“maatschappelijke zorgvuldigheid” namun

(International Covenant on Civil and

hendaklah disadari bahwa antara

Political Rights). (Barda N. Arief, 2005:8-

keduanya terdapat perbedaan yang hakiki

9).

dalam isinya. Oleh Mahkamah Agung
Dalam Putusan Mahkamah

diingatkan....hendaklah para hakim di

Agung tanggal 15 Desember l983 No. 275

dalam mengadili, memperhatikan

K/Pid/l982 dalam ”Kasus Korupsi di Bank

kriteria/pengertian bahwa suatu hak selalu

Bumi Daya” untuk pertama kali Mahkamah

harus dipandang dalam fungsi sosialnya,

Agung memberikan arti tentang korupsi,

artinya hak tersebut tidak mutlak milik

baik secara formiel maupun materiel.

individu....”.

Dalam kasus ini, Mahkamah Agung

Di pihak lain, kepatutan dalam

menyatakan bahwa korupsi adalah

masyarakat yang harus diperhatikan oleh

perbuatan yang tidak patut, tercela, dan

penguasa tidak sama maknanya dengan

menusuk perasaan hati masyarakat

“behoorlijkheid” dalam kaitannya dengan

banyak. Ukurannya adalah asas-asas

“algemene beginselen van behoorlijk

hukum yang bersifat umum menurut

bestuur” meskipun kata “behoorlijk”:

kepatutan dalam masyarakat.

“patut” (Inggris: proper).... Algemene

Apakah nilai kepatutan/ke-

beginselen van behoorlijk bestuur

seksamaan masyarakat (maats-

mengharapkan pemerintah bertingkah

chappelijke zorgvuldigheid) dalam unsur

laku sepantasnya “als een goed huisvader”

melawan hukum materiel sejajar dengan

(sebagai seorang ayah yang baik);

“behoorlijkheid” dalam kaitannya dengan

diantaranya yang terpenting adalah : het

“algemene beginselen van behoorlijk

verbod van willekeur, het verbod van

bestuur” ?

détournement de pouvoir, het verbod tot

Hasil kajian dari Philipus

fair play, het zorgvuldigheidsbeginsel, het

M.Hadjon atas pendapat dari Meyer dan P.

rechtszekerheids beginsel, het motive-

De Haan c.s. dan sekaligus mengkaitkan

ringsbeginsel, het evenredigheids
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

212

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

beginsel, het gelijkheids beginsel ”.

pemberiannya tidak disetujui oleh Bank

(Philipus M.Hadjon, 1987:122-124)

Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam

Dari hasil kajian teoritis tersebut

Memorandum Divisi Bank Reabilitas

menunjukkan bahwa asas kepatutan/-

tanggal 9 April l999 No. 008 BL, sebagai

keseksamaan masyarakat (maatschap-

hasil perbuatan terdakwa memproses

pelijke zorgvuldigheid) yang merupakan

klaim P.T. Bank Bali tersebut oleh Desmi

unsur melawan hukum materiel berbeda

Demas Kepala Urusan Akunting dari

dengan “behoorlijk” dalam kaitannya

Sistem Pembayaran Bank Indonesia telah

dengan algemene beginselen van

dilakukan pembayaran klaim sebesar Rp.

behoorlijk bestuur. Namun demikian

di

904.642.428.369,00 dengan mendebet

dalam praktek peradilan keduanya saling

rekening No. 502.000.002 Bendahara

dipertukarkan.

Umum Negara untuk Obligasi dan

Saling dipertukarkan antara

mengkreditkan ke rekening P.T. Bank Bali

konsep penyalahgunaan wewenang

Tbk. Di Bank Indonesia No.523.013.00

dengan konsep melawan hukum dapat

yang

dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung

546.468.544.738,00 telah di transfer ke

R.I Nomor 380K/Pid/2001 tanggal 10

rekening P.T. Era Giat Prima, bahwa

Maret 2001 yang dalam ratio

perbuatan terdakwa tersebut dalam butir 1

decidendinya dinyatakan: bahwa di

menurut pendapat Mahkamah Agung

persidangan Pengadilan Tingkat Pertama

adalah merupakan perbuatan melawan

telah terbukti fakta sebagaimana

hukum sebagaimana dimaksud dalam

dikemukakan oleh Jaksa Penuntut Umum

Pasal 1 ayat (1) sub a Undang-undang

dalam memori kasasinya tersebut, yang

Nomor 3 Tahun l971 mengingat alasan-

pada pokoknya sebagaimana berikut

alasan sebagai berikut: bahwa “perbuatan

:bahwa terdakwa telah memproses dan

melawan hukum".

kemudian

sejumlah

Rp.

mencairkan klaim P.T. Bank Bali atas

Secara materiel, sebagai-

transaksi dengan P.T. BDNI yang tidak

mana dimaksud dalam per-timbangan di

didaftarkan atau terlambat didaftarkan

atas, perbuatan terdakwa tersebut adalah

pada Bank Indonesia atau BPPN, yang

merupakan perbuatan melawan hukum

berdasarkan alat bukti surat-surat dan

secara materiel, karena perbuatan

keterangan saksi-saksi oleh Pejabat Bank

terdakwa tersebut bertentangan dengan

Indonesia klaim tersebut beberapa kali

Surat Keputusan Presiden Nomor 26

ditolak,

di dalam klaim P.T. Bank Bali

Tahun 1998, Surat Keputusan Menteri

tersebut telah dimasukkan bunga yang

Keuangan R.I. Tanggal 28 Januari l998,
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

213

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

Surat Keputusan Bersama Direksi Bank

menyimpang”.

Indonesia dengan Ketua BPPN tanggal 6

Dalam hal penggunaan istilah

Maret l998 Nomor : 30/270/KEP/DIR
1/BPPN/1998

“penggunaan kekuasaan dan wewenang

dan tanggal 14 Mei l999 Nomor :
32/46/KEP/DIR
181/BPPN/1998

dapat diajukan adalah : Apakah konsep

secara menyimpang”, pertanyaan yang
“penggunaan kekuasaan dan wewenang
secara menyimpang” identik dengan

bahwa perbuatan terdakwa

konsep “penyalahgunaan wewenang?.

tersebut adalah memenuhi rumusan

Jika jawaban ya, pertanyaannya

perbuatan melawan hukum sebagaimana

selanjutnya adalah: apakah konsep

dimaksud dalam Putusan Pengadilan

penyalahgunaan wewenang (“peng-

Mahkamah Agung tanggal 15 Desember

gunaan kekuasaan dan wewenang secara

l983 Nomor 275 K/Pid/l982 karena

menyimpang”) identik dengan konsep

perbuatan terdakwa tersebut merupakan

“melawan hukum secara materiel”?.

penggunaan dan wewenang secara
menyimpang.

pertama dapat ditelusuri dari dakwaan

Majelis Hakim dalam menjatuhkan Putusan dalam perkara

Jawaban atas pertanyaan yang
Penuntut Umum maupun bukti-bukti yang

No. 380

ditemukan dalam persidangan. Fakta di

K/Pid/2001 mendasarkan pada putusan

persidangan menunjukkan bahwa ter-

pengadilan yang telah ada yaitu Putusan

dakwa terbukti melakukan perbuatan

Mahkamah Agung tanggal 15 Desember

menyimpang terhadap apa yang

l983 Nomor 275 K/Pid/l982.

ditentukan dalam Surat Keputusan

Putusan pengadilan Mahkamah

Presiden Nomor 26 Tahun 1998, Surat

Agung tanggal 15 Desember l983 Nomor

Keputusan Menteri Keuangan R.I. Tanggal

275 K/Pid/l982 menyatakan bahwa

28 Januari l998, Surat Keputusan Bersama

perbuatan terdakwa tersebut merupakan

Direksi Bank Indonesia dengan Ketua

“penggunaan kekuasaan dan wewenang

BPPN tanggal 6 Maret l998 Nomor :

secara menyimpang“.

30/270/KEP/DIR
1/BPPN/l998

Dalam hal ini Majelis Hakim pada
perkara Nomor 380 K/Pid/2001 dan

dan tanggal 14 Mei l999Nomor :

perkara Nomor 275 K/Pid/l983 ber-

32/46/KEP/DIR
181/BPPN/l998

pendapat bahwa konsep melawan hukum
materiel identik dengan “penggunaan

Berdasarkan ratio decidendi

kekuasaan dan wewenang secara

dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

214

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

380 K/Pid/2001 tanggal 10 Maret 2001

Bank Indonesia dengan Ketua BPPN, yang

dan Putusan Mahkamah Agung tanggal 15

kesemuanya itu adalah peraturan tertulis

Desember l983 Nomor 275 K/Pid/l982

(written rules).

dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

Parameter untuk menilai

penggunaan istilah “penggunaan

melawan hukum

adalah peraturan

kekuasaan dan wewenang secara

perundang-undangan (melawan hukum

menyimpang” adalah identik dengan

formiel) atau kepatutan dan nilai keadilan

konsep penyalahgunaan wewenang.

atau norma-norma kehidupan sosial dalam

Jawaban atas pertanyaan yang

masyarakat (melawan hukum materiel).

kedua adalah sebagai berikut : telah

Oleh karena itu, parameter penyalahguna-

dipaparkan dalam bab sebelumnya bahwa

an wewenang dalam kewenangan diskresi

untuk mengukur penyalahgunaan

berbeda parameternya dengan melawan

wewenang dapat mempergunakan asas

hukum materiel.

legalitas atau asas-asas umum

Andi Hamzah memberikan

pemerintahan yang baik tergantung pada

catatan berkaitan dengan parameter

jenis wewenang tersebut (terikat/bebas).

melawan hukum yang bersifat materiel

Asas legalitas dipergunakan

dengan menyatakan ”dengan mendasar-

sebagai parameter dalam kaitannya

kan pada rasa keadilan masyarakat sangat

dengan wewenang terikat, sedangkan

bersifat karet, dan menjadi sama dengan

asas-asas umum pemerintahan yang baik

penyingkiran asas legalitas seperti yang

dipakai sebagai parameter penyalah-

terjadi pada zaman NAZI dengan kata-kata

gunaan wewenang dalam kaitannya

yang sama yaitu: “rasa keadilan

dengan wewenang bebas (diskresi),

masyarakat menuntut agar seseorang

karena asas “wetmatigheid” tidaklah

dipidana maka orang itu harus dipidana,

memadai.

walaupun tidak tercantum di dalam

Pada kasus di atas penyalahgunaan wewenang terjadi dalam kaitan-

undang-undang“. (Andi Hamzah, 2005:
121)

nya dengan wewenang terikat, hal ini bisa

Dari uraian tersebut

nampak

dibuktikan dengan melihat ratio decidendi

bahwa konsep melawan hukum dalam arti

dari Majelis Hakim yang mendasarkan

formiel identik dengan penyalahgunaan

perbuatan menyimpang dari terdakwa

wewenang dalam wewenang terikat, hal ini

terhadap Surat Keputusan Presiden,

dikarenakan parameternya sama yaitu

Surat Keputusan Menteri Keuangan R.I.,

peraturan perundang-undangan (written

dan Surat Keputusan Bersama Direksi

rules).
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

215

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

Berbeda halnya antara asasasas umum pemerintahan yang baik

mengganti “asas kepatutan” dengan istilah
“asas kecermatan”.

dengan nilai kepatutan dan keadilan atau

Pengadilan telah keliru mem-

norma-norma kehidupan sosial dalam

bedakan antara “beleid” (kebijaksanaan)

masyarakat. Asas-asas umum peme-

dalam unsur “penyalahgunaan wewe-

rintahan yang baik merupakan norma

nang” dengan pelanggaran terhadap asas

yang tidak tertulis yang tumbuh dalam

“kepatutan” pada unsur “melawan hukum

praktek penyelenggaraan pemerintah dan

materiel” dengan fungsinya yang positif.

dipakai sebagai etika menjalankan

Hal tersebut dapat diketemukan

pemerintahan, dari mana untuk keadaan

dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta

tertentu dapat ditarik aturan-aturan hukum

Pusat Nomor 2043/Pid.B/2001/

yang dapat diterapkan. Dalam hal norma-

Pn.Jak.Pst, tanggal 1 April 2003 dan

norma kehidupan sosial masyarakat

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

tumbuh dan berkembangnya dalam

Nomor 449/Pid.B/2002 P.N. Jkt.Pst

lingkungan masyarakat yang ber-

tanggal 4 September 2002 jo. Putusan

sangkutan. (Philipus Mandiri Hadjon,1993

P e n g a d i l a n Ti n g g i D K I N o . 1 7 1 /

: 270)

Pid.B/2002/PT. DKI tanggal 17 Januari
Saling dipertukarkannya para-

juga

2003.

meter penyalahgunaan wewenang

Berdasarkan Putusan Pengadil-

dengan parameter melawan hukum yang

an Negeri Jakarta Pusat Nomor 2043/

bersifat materiel dalam praktek terjadi pula

Pid.B/2001/Pn.Jak.Pst, tanggal 1 April

pada Putusan Majelis hakim Pengadilan

2003 Direksi Bank Indonesia dinyatakan

Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan

terbukti secara sah dan menyakinkan

mengadili terdakwa Ir. A.T dalam putusan

terbukti melanggar dakwaan primair (Pasal

No. 449/Pid.B/2002/PN. Jkt.Pst tanggal 4

1 ayat (1) sub (b) UU Nomor 3 Tahun 1971).

September 2002 yang memberikan

Terdakwa dipersalahkan melakukan

pengertian bahwa unsur penyalahgunaan

penyalahgunaan wewenang atas Kebijak-

wewenang dilakukan penilaian berdasar-

an Dewan Direksi Bank Indonesia dengan

kan “asas kepatutan”, oleh hakim

pertimbangan sebagai berikut : Pemberian

Pengadilan Tinggi Jakarta dalam

dispensasi kliring bagi 18 (delapan belas)

Putusannya No. 171/Pid.B/2002/ PT.DKI

Bank yang mengalami Saldo Debet yang

tanggal 17 Januari 2003 sependapat

bertentangan dengan Surat Keputusan

dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Direksi Bank Indonesia No: 14/35

Jakarta Pusat dengan melakukan koreksi

/Kep/Dir/UPPB tanggal10 September l981
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

216

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal

di kantor pusat maupun di kantor cabang

dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia

telah diputuskan bahwa kantor pusat dan

No: 22/227/UPG tanggal 31 Maret l990

kantor-kantor cabang bank yang

tentang Otomasi Penyelenggaraan

mengalami kesulitan likuiditas tetap

Kliring, Pemberian Kredit likuiditas bagi 18

diperkenankan bersaldo negatif, baik di

(delapan belas) Bank yang mengalami

kantor pusat Bank Indonesia maupun di

Saldo Debet yang bertentangan dengan

kantor Bank Indonesia sampai beberapa

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

waktu”. (LIhat Putusan Pengadilan Negeri

(antara lain) No. 21/54/Kep/Dir tanggal

Jakarta Pusat Nomor 2043/Pid.B/2001/

27 Oktober l988 tentang Penyediaan

Pn.Jak.Pst, tanggal 1 April 2003, h. 260-

Fasilitas Diskonto Dalam Rupiah.

261).

Dalam Putusan Pengadilan

Selanjutnya dalam putusan

Negeri Jakarta Pusat Nomor 2043/

tersebut dinyatakan: “bahwa dengan

Pid.B/2001/Pn.Jak.Pst, tanggal 1 April

adanya fakta hukum dalam perkara ini,

2003 pemberian fasilitas kredit likuiditas

bahwa terdapat 18 (delapan belas) bank

terungkap karena fakta hukum sebagai

yang mengalami saldo debet yang berada

berikut : “Bahwa benar pada tanggal 15

di bawah pengawasan terdakwa selaku

Agustus l997 Direksi Bank Indonesia yang

direktur I Bidang Urusan Pengawasan

telah mengadakan rapat berupa Morning

Bank (UPB) I dan II dimana Giro Wajib

and Evening Call (MEC) yang dihadiri oleh

Minimumnya (GWM) pada rekening Bank

Gubernur Bank Indonesia Sudrajat

Indonesia telah mengalami minus/kurang

Djiwandono,

Heru

karena adanya krisis moneter yang

Supraptomo, Paul Sutopo Tjokronegoro,

menyebabkan para nasabah mengambil

Harjono dan Mukhlis Rasyid telah

dananya secara besar-besaran (rush)

memutuskan sebagai berikut :

pada bank yang bersangkutan, dan dalam

Te r d a k w a ,

“Untuk mengatasi kesulitas

hal yang demikian ke-18 bank tersebut

likuiditas bank-bank yang disebabkan

dapat dikualifikasikan sebagai bank-bank

adanya

penarikan dana pihak ketiga

yang mengalami kesulitan likuiditas dalam

dalam jumlah besar sehingga terjadi saldo

keadaan darurat, oleh karenanya tindakan

giro debet di Bank Indonesia, diputuskan

yang harus dilakukan oleh terdakwa selaku

untuk diberikan kelonggaran berupa

anggota Direksi Bank Indonesia bersama-

fasilitas saldo debet, sampai dengan

sama anggota Direksi lainnya sesuai

gejolak pasang uang mereda. Di samping

dengan Surat Keputusan dan Surat

itu guna menghindari terjadinya rush baik

Edaran Bank Indonesia tersebut di atas
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

217

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

adalah memberikan Fasilitas Diskonto II

Kebijakan pemberian kredit

yang telah diatur baik mengenai jangka

likuiditas dalam keadaan darurat ini sesuai

waktunya, batas maksimum, tingkat

dengan Petunjuk Presiden pada tanggal 3

diskonto maupun mekanismenya, bukan

Desember l996 yang saat itu pada

dengan cara memberikan fasilitas saldo

pokoknya melarang untuk melakukan

debet seperti yang dilakukan oleh

tindakan likuidasi atau tindakan-tindakan

terdakwa bersama-sama dengan

lain yang dapat menimbulkan gejolak

anggota direksi lainnya sesuai dengan

sosial yang sehubungan dengan adanya

Keputusan Rapat Direksi Morning and

dua agenda nasional, yaitu Pemilihan

Evening Call masing-masing tanggal 15

Umum dan Sidang Umum MPR-RI, dan hal

agustus 1997 dan tanggal 20 agustus

yang sama dikemukakan kembali oleh

1997”.

Presiden kepada Direksi Bank Indonesia
Bahwa fasilitas saldo debet

pada tanggal 15 April 1997.

selain tidak diatur di dalam ketentuan

Sebenarnya atas dasar Petunjuk

hukum dan dengan demikian bukan

Presiden yang tidak menghendaki adanya

merupakan fasilitas kredit yang menjadi

likuidasi dan tindakan-tindakan lain yang

kewenangan Direksi Bank Indonesia, juga

dapat menimbulkan gejolak sosial

dengan pemberian fasilitas saldo debet

sebagaimana bunyi pertimbangan majelis

tersebut melalui dispensasi peng-

hakim di atas, maka pemberian fasilitas

ikutsertaannya dalam kliring tidak dapat

kredit likuiditas merupakan kebijakan

ditentukan kriteria-kriteria tertentu, baik

negara atau Staatsbeleid, yang dalam

jangka waktu, batas maksimum, tingkat

tataran implementasinya dilaksanakan

diskonto maupun prosedurnya, bahkan

oleh aparatur negara atau “overheids

juga tidak disertai pengikatan notariil serta

beleid” di dalam hal ini adalah kebijakan

tanpa adanya jaminan, sehingga hal yang

Direksi Bank Indonesia.

demikian bukan hanya membuat posisi

Kebijakan Direksi Bank Indonesia

Bank Indonesia sebagai kreditur tidak

secara kolektif institusional tentang

aman dan tidak kuat, juga Bank Indonesia

pemberian kredit likuiditas dalam kondisi

dalam hal ini telah mengabaikan prinsip-

yang darurat, apakah melalui fasilitas

prinsip kehati-hatian (Prudential

dispensasi kliring bagi 18 Bank yang

Banking)”. (Lihat Putusan Pengadilan

mengalami saldo debet ataukah melalui

Negeri Jakarta Pusat Nomor 2043/Pid.B/

fasilitas penyediaan kredit likuiditas

2001/Pn.Jak.Pst, tanggal 1 April 2003, h.

dengan Diskonto II dalam rupiah hal

282.)

tersebut merupakan persoalan kebebasNur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

218

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

an kebijakan (beleidsvrijheid atau Freies

wederrechtelijk) oleh karenanya kebijak-

Ermessen).

an dari Direksi Bank Indonesia telah

Ketidak tepatan penggunaan
“Asas kepatutan” dipakai sebagai

terbukti melakukan penyalahgunaan
wewenang”.

parameter untuk menilai adanya

Terjadinya pertukaran antara

penyalahgunaan wewenang dalam kasus

konsep penyalahgunaan wewenang

Ir. A.T dan Direksi Bank Indonesia, yang

dengan konsep melawan hukum di-

pertama, “asas kepatutan” bukanlah

karenakan adanya keterkaitan kesalahan

merupakan “behoorlijk” dalam kaitannya

(schuld) dengan melawan hukum

dengan algemene beginselen van

(wederrechtelijk). Andi Hamzah

behoorlijk bestuur.

menyatakan : “tidak mungkin ada schuld

Kedua, penggunaan parameter

(kesalahan) tanpa adanya wederrechtelijk

“materiele weder- rechttelijkheid” untuk

(melawan hukum), tetapi mungkin saja

menilai penyalahgunaan wewenang

ada wederrechtelijk (melawan hukum)

adalah tidak tepat, yang semestinya

tanpa adanya schuld (kesalahan). (Andi

menggunakan parameter pada asas-asas

Hamzah dalam Indriyanto Seno Adji, 2005:

umum pemerintah yang baik.

20)

Ketiga, “asas kepatutan” yang
ditarik dari materiele wederrechtelijk tidak

DAFTAR PUSTAKA

dapat dipakai sebagai alasan memidana

Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil
dan Formil Korupsi Di Indonesia,
Bayumedia Publishing, Malang,
2005.

karena asas kepatutan dalam hukum
pidana hanyalah dibenarkan sebagai
dasar peniadaan pemidanaan

(dalam

putusan pengadilan yang dianut adalah
melawan hukum materiel yang berfungsi
negatif).
Hal serupa terjadi pada kasus
mantan 3 (tiga) Direksi Bank Indonesia
dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat Nomor 2043/Pid.B/2001/
PN.Jak.Pst tanggal 1 April 2003 yang pada
intinya dinyata-kan: “kebijakan Direksi
Bank Indonesia bertentangan dengan
asas

kepatutan

(materiele

----------, Korupsi di Indonesia, Masalah
dan Pemecahannya, cet.3,
Gramedia Pustaka , Jakarta, 1991.
----------, Pemberantasan Korupsi Melalui
Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2005.
Barda Nawawi Arief, , Bunga Rampai
Kebijakan Hukum Pidana , Citra
Aditya Bakti, Bandung, l996.
Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum
Pidana, Yarsif Watampone, Jakarta,
2005.

219

PERSPE

TIF

eadilan

Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September

----------, Kapita Selekta Hukum Pidana,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
----------, Masalah Penegakan Hukum dan
Kebijakan penanggulangan
Kejahatan, PT Citra Aditya,
Bandung, 2001.
Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002.
E. Utrect, Pengantar Hukum Administrasi
Negara Indonesia, Cet IV, Fakultas
Hukum dan Pengetahuan
Masyarakat Universitas Negeri
Padjajaran, Bandung, l960.
E d i Yu n a r a , K o r u p s i d a n P e r tanggungjawaban Pidana Korupsi
Berikut Studi Kasus, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2005.
J. Langemeyer,
Noyon-G.E., Het
Wetboek van Strafrecht, Arnhem :
S.Gonda-Quint, l954.
Jan Remmelink,
Hukum Pidana
Komentar Atas Pasal-Pasal
Terpenting Dari Kitab UndangUndang Hukum Pidana Belanda dan
Padanannya Dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana Indonesia,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2003.
J.E. Sahetapy, (editor penerjemah),
Hukum Pidana, Kumpulan Bahan
Penataran Hukum Pidana Prof. Dr.
D. Schaffmeister, Prof. Dr. Nico
Keijzer dan Mr. E. PH. Sutorius,
Liberty, Yogjakarta, l995.
K. Wantjik Saleh, Tindak Korupsi dan
Suap, Ghalia Indonesia, Jakarta,
l983.

Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat
melawan Hukum Materiil Dalam
Hukum Pidana Indonesia, Alumni,
Bandung, 2002.
Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi
Pemberantasan dan Pencegahan,
Edisi Revisi , Djambatan, Jakarta,
2004.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana,
Bina Aksara, Jakarta, l983.
PP Craig, Administrative Law, Fifth Edition,
Sweet&Maxwell Limited, London,
2003.
Philipus Mandiri Hadjon, Perlindungan
Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,
Sebuah Studi tentang Prinsipprinsipnya, Penanganannya Dalam
Lingkungan Peradilan Umum dan
Pembentukan Peradilan
Administrasi Negara, Bina Ilmu,
Surabaya, l987.
------------, Pengertian-Pengertian Dasar
Tentang Tindak Pemerintahan,
Djumali, Surabaya, l985.
Phillipus Mandiri Hadjon, Cs, Pengantar
Hukum Administrasi
Indonesia
(Introduction to the Indonesian
Administrative), Gadjah Mada
University Press, Maret, 2002.
PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum
Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, l997.
----------, Delik-Delik Khusus Kejahatan
Jabatan dan Kejahatan-Kejahatan
Jabatan Tertentu Sebagai Tindak
Pidana Korupsi, Pionir Jaya,
Bandung, 1991.

Nur Basuki Minarno

Putusan Pengadilan Tentang Melawan
Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

220