Morfologi Siklus Hidup dan Epidemiologi (1)

JUDUL RINGKASAN : KEPITING (Scylla sp.)
NAMA

: KARIMAH

MAHASISWA

: DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

NIM

: AK816034

SEMESTER

: IV

KELAS

:A


MATA KULIAH

: PARASITOLOGI

DOSEN

: PUTRI KARTIKA SARI, M.Si

1.1 Definisi
Kepiting adalah binatang crustacea berkaki sepuluh, yang biasanya
mempunyai "ekor" yang sangat pendek (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura
= ekor), atau yang perutnya sama sekali tersembunyi di bawah thorax. Hewan
ini dikelompokkan ke dalam Phylum Athropoda, Sub Phylum Crustacea,
Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata dan Infraorder
Brachyura. Tubuh kepiting umumnya ditutupi dengan exoskeleton (kerangka
luar) yang sangat keras, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Kepiting
hidup di air laut, air tawar dan darat dengan ukuran yang beraneka ragam, dari
pea crab, yang lebarnya hanya beberapa milimeter, hingga kepiting laba-laba

Jepang, dengan rentangan kaki hingga 4 m (Kasry, 1996).

Kepiting bakau (scylla sp) merupakan salah satu komoditas perikanan
yang hidup di perairan pantai, khususnya di hutan-hutan bakau (mangrove).
Dengan sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan
pantai nusantara, maka tidak heran jika indonesia dikenal sebagai pengeskpor
kepiting yang cukup besar dibandingkan dengan negara-negara produsen
kepiting lainnya.potensi kepiting di Indonesia yang sangat memungkinkan.
Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia
dengan luas perairan laut sekitar 5,8 juta kilometer persegi atau 75% dari total
wilayah Indonesia. Salah satu komoditas perikanan yang hidup diperairan
payau, khususnya di hutan-hutan mangrove. Dengan sumber daya mangrove
yang membentang luas diseluruh kawasan pantai nusantara, maka tidak heran
Indonesia

dikenal

(Siahainenia,2000).

sebagai

pengekspor


keping

yang

cukup

besar

1.2 Morfologi

Morfologi Kepiting Tampak Atas

Morfologi Kepiting Tampak Bawah

Kingdom : Animalia
Phylum

: Arthropoda


Class

: Crustacea

Ordo

: Decapoda

Family

: Portunidae

Genus

: Scylla

Species

: Scylla sp.


Menurut Hutabarat (1983), genus scylla termasuk dalam sub family
portunidae denganciri-ciri sebagai berikut : panjang pasangan kaki jalan lebih
pendek dari pada capit, pasangan kaki terakhir berbentuk dayung. Karapas
berbentuk lebar, dilengkapi dengan 3-9 buah gigi anterolateral. Ruas dari

sungut (antena) biasanya lebar, sudut anteroexternal kerap kali berlobi, flagel
kadang-kadang berada pada orbit mata.
Kepiting bakau merupakan salah satu kelompok Crustacea. Tubuh
kepiting ditutupi dengan karapas, yang merupakan kulit keras atau exoskeleton
(kulit luar) dan berfungsi untuk melindungi organ bagian dalam kepiting.
Kulit yang keras tersebut berkaitan dengan fase hidupnya (pertumbuhan) yang
selalu terjadi proses pergantian kuit (moulting). Kepiting bakau genus Scylla
ditandai dengan bentuk karapas yang oval bagian depan pada sisi panjangnya
terdapat 9 duri di sisi kiri dan kanan serta 4 yang lainnya diantara ke dua
matanya. Spesies-spesies di bawah genus ini dapat dibedakan dari penampilan
morfologi maupun genetiknya. Seluruh organ tubuh yang penting tersembunyi
di bawah karapas. Anggota badan berpangkal pada bagian cephalus (dada)
tampak mencuat keluar di kiri dan kanan karapas, yaitu 5 (lima) pasang kaki
(Kasry,1996).
Pasangan kaki pertama disebut cheliped (capit) yang berperan sebagai alat

memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulit kerang dan
juga sebagai senjata dalam menghadapi musuh, pasangan kaki kelima
berbentuk seperti kipas (pipih) berfungsi sebagai kaki renang yang berpola
poligon dan pasangan kaki selebihnya sebagai kaki jalan. Pada dada terdapat
organ pencernaan, organ reproduksi (gonad pada betina dan testis pada
jantan). Bagian tubuh (abdomen) melipat rapat dibawah (ventral) dari dada.
Pada ujung abdomen itu bermuara saluran pencernaan (dubur) (Avianto,2013).
Menurut Avianto,2013 Perbedaan Kepiting Jantan dan Betina adalah sebagai
berikut:
Bagian Tubuh
Capit

Jantan
Lebih besar dan panjang

Betina
Lebih kecil dan relatif
lebih pendek

Abdomen


Berbentuk segitiga, ruas

Berbentuk membulat,

abdomen sempit dan

ruas abdomen lebih

agak meruncing

melebar pada bagian

dibagian ujungnya

ujungnya atau

dengan sudut

menyerupai huruf “U”,


menyerupai huruf “V”,

berbentuk seperti stupa

berbentuk seperti tugu.

di bawahnya terdapat
bulu-bulu atau
umbaiumbai
sebagai tempat
pengeraman telur

Pleopod

(Kaki berfungsi sebagai alat

berfungsi sebagai

Renang)


kopulasi

tempat meletakkan telur

Ukuran Tubuh

Memiliki ukuran tubuh

Memiliki ukuran tubuh

yang besar

cenderung lebih kecil

Perbedaan Secara Morfologis Kepiting Bakau Jantan (kiri) dan Betina (kanan)
Menurut Sunarto (2015) Kepting jenis Scylla sp. terbagi menjadi empat
spesies. Kalo dilihat secara sepintas keempat spesies tersebut tidak tampak
perbedaannya. Tetapi, jika diamati lebih teliti, perbedaan keempat spesies
kepiting akan tampak dengan jelas.

1. Scylla serrata
Spesies Scylla serrata memiliki warna relatif sama dengan warna
lumpur yaitu coklat kehitam-hitaman pada karapasnya dan putih kekuningkuningan pada abdomen. Pada propodus bagian atas terdapat sepasang
duri runcing dan satu buah duri pada propodus bagian bawah. Selain itu,

habitat kepiting bakau spesies ini sebagian besar dihutan-hutan bakau di
perairan Indonesia.

Scylla serrata

2. Scylla tranquebarica
Spesies Scylla tranquebarica memiliki warna hijau tua dengan
kombinasi kuning sampai orange pada karapasnya dan putih kekuningkuningan pada bagian abdomennya. Pada propodus bagian atas terdapat
sepasang duri, tetapi tidak terlalu runcing dan satu buah duri yang tumpul
pada abdomen bagian bawah.

Scylla tranquebarica

3. Scylla oceanica


Spesies Scylla oceanica lebih didominasi dengan warna coklat tua dan
ukuran badannya jauh lebih besar daripada spesies lain dengan capit yang
lebih panjang, maka spesies kepiting ini lebih cepat memburu makanan.
Namun, harga spesies kepiting ini lebih rendang dibandingkan kepiting
lain sehingga petani tidak suka membudidayakannya. Kepiting ini biasa
ditemukan diperairan afrika dan laut merah (The Red Sea).

Scylla oceanica

4. Scylla paramamosain
Kepiting bakau jenis Scylla paramamosain memiliki duri yang relatif
agak tinggi/sedang, memiliki warna karapas cokelat kehijauan, sumber
pigmen polygonal terdapat pigmen putih pada bagian terakhir dari kakikaki.

Scylla paramamosain

1.3 Siklus Hidup

Kepiting bakau dalam menjalani kehidupannya beruaya dari perairan
pantai ke laut, kemudian induk berusaha kembali ke perairan pantai, muara
sungai, atau hutan bakau untuk berlindung, mencari makanan, atau tumbuh
berkembang. Kepiting betina matang pada ukuran lebar karapas antara 80-120
mm sedangkan kepiting jantan matang secara fisiologis ketika lebar karapas
berukuran 90-110 mm, namun tidak cukup berhasil bersaing untuk pemijahan
sebelum dewasa secara morfologis (yaitu dari ukuran capit) dengan lebar
karapas 140-160 mm (Kanna,2002).
Kepiting bakau yang telah siap melakukan perkawinan akan memasuki
hutan bakau dan tambak. Proses perkawinan kepiting tidak seperti pada udang
yang hanya terjadi pada malam hari (kondisi gelap) tetapi kepiting bakau juga
melakukan perkawinan pada siang hari (Ditjen Perikanan,1994). Spermatofor
kepiting jantan akan disimpan di dalam spermateka kepiting betina sampai
telur siap dibuahi. Jumlah telur yang dihasilkan dalam sekali perkawinan
berkisar 2-8 juta butir telur bergantung dari ukuran dan umur kepiting.
Setelah telur menetas, maka muncul larva tingkat I (zoea I) yang terus
menerus berganti kulit sebanyak lima kali sambil terbawa arus ke perairan
pantai sampai (zoea V). Kemudian kepiting tersebut berganti kulit lagi
menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting
dewasa, tetapi masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat

megalopa ini, kepiting mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju
perairan pantai. Zoea membutuhkan waktu pergantian kulit kurang lebih
sebanyak 20 kali untuk menjadi kepiting dewasa (Prianto, 2007).
Proses pergantian kulit pada zoea berlangsung relatif cepat sekitar 3-4 hari
tergantung pada kemampuan tubuhnya. Pada fase megalopa, proses pergantian
kulit berlangsung relatif lama sekitar 15 hari. Setelah fase megalopa,
kemudian akan tumbuh menjadi juvenil dan bentuknya sudah sempurna
sampai remaja hingga kepiting dewasa. Kemudian, pada saat dewasa kepiting
beruaya ke perairan berhutan bakau untuk kembali melangsungkan
perkawinan (Wahyuni,1987).

1.4 Epidemioologi
Kepiting bakau banyak ditemukan di daerah hutan bakau sehingga di
Indonesia lebih dikenal dengan sebutan kepiting bakau (Mangove crab). Jenis
hewan ini biasanya lebih menyukai tempat yang berlumpur di daerah hutan
mangrove. Kepiting terdistribusi hanya terbatas pada daerah litoral dengan
kisaran kedalaman 0 – 32 meter. Pada siang hari, kepiting tingkat juvenile
jarang terlihat di daerah bakau kerena lebih suka membenamkan diri di
lumpur (Ditjen Perikanan,1994).
Kepiting bakau bersifat euryhaline atau dapat hidup di perairan dengan
kisaran salinitas yang lebar, yaitu 5 – 40 ppt. Selama pertumbuhannya,
kepiting bakau menyukai air dengan salintas antara 5 – 25 ppt. Oleh karena
itu, kepiting – kepiting muda banyak ditemukan di pesisir pantai atau di muara
sungai yang memiliki salinitas relatif rendah. Kepiting muda juga ditemukan
di sungai yang jauh dari laut dengan salinitas sekitar 5 ppt. Kepiting tidak
menyukai air yang keruh dan memerlukan air bersih yang bebas pollutan
(Ditjen Perikanan,1994).

Daftar Pustaka
Avianto I, Sulistiono, I Setyobudiandi. 2013. Karakteristik Habitat Dan Potensi
Kepiting Bakau (Scylla serrata, S. transquaberica, dan S. olivacea) Di
Hutan Mangrove Cibako, Sancang, Kabupaten Garut Jawa Barat.
Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya perairan. Aquasains. 97-106 p.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau
(Scylla serrata ). Balai Budidaya Air Payau, Direktorat Jenderal
Perikanan. 40 hlm.
Hutabarat, R. B. 1983. Beberapa Segi Kehidupan Kepiting Bakau, Scylla serrata
(Forskal) di Perairan Mangrove Ujung Alang, Cilacap. Skripsi
Fakultas Biologi Universitas Jend. Sudirman, Purwokerto.
Kanna, I. 2002. Budi Daya Kepiting Bakau Pembesaran dan Pembenihan.
Kanisius. Yogyakarta. 80 hlm.
Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Bharata, Jakarta.
93 p.
Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Species Kunci (Keystone Spesies) pada
Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV.
Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
Siahainenia, L. 2000. Distribusi Kelimpahan Kepiting Bakau (S. serrata, S.
oceanica dan S. tranquebarica) dan Hubungannya dengan
Karakteristik Habitat pada Kawasan Hutan Mangrove Teluk Pelita
Jaya, Seram Barat-Maluku. Tesis Program Pascasarjana IPB, Bogor. 95
p.
Sunarto, 2015. Hubungan Antara Keberadaan Kepiting Bakau (Scylla spp.)
Dengan Kondisi Mangrove Dan Substrat Di Kawasan Tambak
Silvofishery, Eretan Indramayu. Tesis Program Pascasarjana IPB.
Bogor.
Wahyuni I.S. dan W. Ismail. 1987. Beberapa Kondisi Lingkungan Perairan
Kepiting Bakau (Scylla serrata, Forskal) di Perairan Tanjung Pasir,
Tangerang. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 38: p. 59-68.