KAJIAN PENGOLAHAN JAGUNG PULUT NIKSTAMAL SEBAGAI BAHAN BAKU BINTHE BILUHUTA INSTAN (PRODUK PANGAN TRADISIONAL GORONTALO)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai
ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya
sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Jagung merupakan salah
satu produk pertanian unggulan yang memegang peranan penting dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat khususnya bagi para petani. Di Indonesia daerahdaerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,
Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi
Selatan, dan Maluku.
Provinsi Gorontalo merupakan salah satu daerah penghasil jagung terbesar di
Indonesia, dengan kontribusi produksi jagung mencapai 4% dari total produksi
jagung Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2011, jagung merupakan komoditas
utama tanaman pangan di Provinsi Gorontalo, dengan luas panen jagung seluas
135.754 hektar. Luas panen jagung terbesar disumbang oleh dua Kabupaten yaitu,
Kabupaten Pohuwato 63.806 Ha dan Boalemo 39.727 Ha. Produksi jagung di
Provinsi Gorontalo pada tahun 2011 mencapai 605.781 Ton. Sepanjang tahun 2011,
Gorontalo mampu mengekspor sebanyak 18.000 ton jagung, dengan negara tujuan
ekspor ke Filipina dan Malaysia. Pada tahun 2015, produksi jagung meningkat
sebesar 677.403 ton pipilan kering.
Salah satu varietas jagung lokal yang dibudidayakan di Provinsi Gorontalo

adalah jagung pulut. Jagung pulut memiliki keunggulan karena memiliki pati dalam
bentuk amilopektin yang besar, memiliki rasa manis, dan pulen yang tidak dimiliki
jagung lain sehingga banyak digemari oleh masyarakat. Jagung pulut di Provinsi
Gorontalo sering diolah dengan umur panen yang masih muda, masyarakat jarang
mengolah jagung pulut kering. Sedangkan Jagung kering dapat disimpan dalam
waktu relative lama dan dapat diolah kembali menjadi produk makanan. Jagung

1

kering yang disimpan lama memudahkan masyarakat untuk mengolahnya setiap kali
dibutuhkan.
Daerah Gorontalo memiliki makanan khas, salah satunya adalah dengan
menggunakan jagung sebagai bahan utamanya, menggunakan cabe rawit, bawang
merah, kemangi, bawang daun, kelapa parut, bawang merah goreng dan ikan sebagai
bumbunya. Makanan ini dikenal dengan nama “Milu Siram” atau dalam bahasa
daerah Gorontalo dikenal dengan “Binthe Biluhuta”. Makanan ini menjadi salah satu
makanan favorit bagi masyarakat Gorontalo. Selain itu, makanan ini juga menjadi
makanan yang dicari dan diminati oleh wisatawan yang datang ke Gorontalo. Seiring
dengan kemajuan teknologi dan kehidupan masyarakat yang ingin serba cepat dan
serba praktis, pola makan pun ikut bergeser. Makanan instan merupakan salah satu

pilihan yang mulai populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Melihat prospek
tersebut perlu dilakukan penelitian binthe biluhuta instan sehingga memudahkan
konsumen dalam pengolahan. Binthe biluhuta instan diharapkan dapat dipasarkan
melalui supermarket, toko oleh-oleh serta restoran-restoran bergaya tradisional.
Usaha untuk memperbaiki karakteristik jagung pulut kering adalah dengan
memodifikasi jagung terlebih dahulu sebelum dibuat binthe biluhuta. Salah satu cara
memodifikasi jagung adalah dengan metode nikstamalisasi yaitu proses pemasakan
dan perendaman dengan larutan kapur. Pemasakan jagung pada proses nikstamalisasi
merupakan tahapan penting, karena pada tahapan ini terjadi penyerapan kalsium
(Ca(OH)2 oleh biji jagung. Lamanya waktu pemasakan tersebut akan mempengaruhi
jumlah kalsium yang terserap ke dalam biji jagung dan akan mempengaruhi
karakteristik dari nikstamal yang dihasilkan. Penambahan kapur dalam penelitian ini
untuk mempercepat pemasakan jagung.
Penelitian nikstamalisasi jagung telah banyak dilakuan oleh berbagai peneliti
antara lain perlakuan dengan penambahan kosentrasi kapur dan lama perendaman
yang telah dilakuan oleh Putri (2011). Penelitian tersebut melaporkan bahwa pada
tepung jagung dari proses nikstamalisasi tradisional dapat meningkatkan ketersediaan

2


niacin dan peningkatan jumlah kalsium yang terserap. Oleh karena itu, penelitian ini
mencoba melakukan nikstamalisasi jagung dengan lama waktu pemasakan yang
bervariasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh lama pemasakan jagung dengan proses nikstamalisasi
terhadap kadar kalsium yang dihasilkan
2. Bagaimana karakteristik fisikokimia jagung pulut yang diberi perlakuan
nikstamalisasi
1.3 Tujuan Penelitian
1 Mengetahui pengaruh lama pemasakan jagung dengan proses nikstamalisasi
terhadap kadar kalsium yang dihasilkan
2. Mengetahui karakteristik fisikokimia jagung pulut yang diberi perlakuan
nikstamalisasi sebagai bahan baku binthe biluhuta
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi mahasiswa
tentang pengolahan dan pengujian fisikokimia jagung pulut niksmal, serta dapat
memberikan informasi bagi masyarakat tentang pengaruh pemasakan dengan kapur
sirih dapat meningkatkan kandungan kalsium dari jagung.

BAB II


3

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jagung
Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman rumput-rumputan dan berbiji tunggal
(monokotil). Tanaman ini berasal dari Meksiko (Amerika Tengah) mulai tersebar ke
Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad
ke-16, jagung disebarluaskan oleh orang Portugal ke Asia termasuk Indonesia. Di
Indonesia, jagung merupakan tanaman pangan penting kedua setelah padi dan
terdapat hampir di seluruh kepulauan Indonesia. Adapun klasifikasi ilmiah jagung
sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdo

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)


Superdivisi

: Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Klas

: Liliopsida (Tumbuhan monokotil)

Subklas

: Commelinidae

Ordo

: Cyperales


Familia

: Poaceae (Rerumputan)

Genus

: Zea L.

Species

: Zea mays L.

Menurut bentuk bijinya, jagung dapat diklasifikasikan menjadi 7 jenis, yaitu :
1. Flour corn atau soft corn; (Zea mays L. atau amylacea sturt = jagung tepung)
yang mengandung zat pati/tepung.
2.

Flint corn (Zea mays indurata = jagung mutiara) yang mempunyai biji
dengan warna bersinar dan agak keras dan banyak digunakan sebagai pakan
ternak.


3. Pop corn (Zea mays L. atau enerta sturt = jagung berondong) yang bila
dipanaskan dapat mengembang.
4

4. Sweet corn (Zea mays L. saccharata = jagung manis) yang mempunyai
kandungan gula tinggi sehingga terasa manis.
5. Pod corn (Zea mays L. tunicara sturt = jagung bungkus) yang mahkotanya
menyelubungi setiap biji pada janggel, sedangkan tongkolnya terselubung
oleh kelobot besar, sehingga bijinya tidak tampak.
6. Waxy corn (Zea mays L. ceratina Kulesch) yang berwarna jernih seperti lilin
sehingga sering disebut waxy corn.
7. Dent corn (Zea mays identata = jagung gigi kuda) yang bentuknya seperti gigi
kuda terjadi akibat pengerutan lapisan bertepung saat biji mengering (Cahyani
W.2010).
Struktur Biji Jagung
Secara struktural biji jagung yang telah matang terdiri atas empat bagian
utama, yaitu perikarp, lembaga, endosperm, dan tip kap. Perikarp merupakan lapisan
luar pembungkus biji yang berubah cepat selama proses pembentukan biji. Pada
waktu karioposis masih muda, sel-selnya kecil dan tipis, tetapi sel-sel itu berkembang

seiring dengan bertambahnya umur biji. Pada taraf tertentu lapisan ini membentuk
membrane yang dikenal sebagai kulit biji atau testa/aleuron yang secara morfologi
adalah bagian endosperm. Bobot lapisan aleuron sekitar 3% dari keseluruhan biji.
Setiap tip cap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan jenggel.
Lapisan aleuron, perikarp, dan lembaga mengandung protein dengan kadar yang
berbeda. Lembaga juga mengandung lemak dan mineral.

5

Gambar 1. Struktur Biji Jagung (Damardjati, 1988) dalam Suarni
Tabel 1. Komposisi kimia jagung berdasarkan bobot kering.
Komponen
Biji Utuh Endosperma Lembaga
Kulit Ari
Protein
3.7
8.0
18.4
3.7
Lemak

1.0
0.8
33.2
1.0
Serat kasar
86.7
2.7
8.8
86.7
Abu
0.8
0.3
10.5
0.8
Pati
71.3
87.6
8.3
7.3
Gula

0.34
0.62
10.8
0.34
Sumber : Inglet (2008) dalam Suarni

Tip Cap
9.1
3.8
1.6
5.3
1.6

Kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu 86.7%
(tabel 1), yang terdiri atas hemiselulosa (67%), selulosa (23%), dan lignin (0.1%). Di
sisi lain, endosperma kaya akan pati (87.6%), dan protein 8%, sedangkan kadar
lemaknya relative rendah (0,8%). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak
(33%), protein (18.4%), dan mineral (10.5%).
2.2 Jagung Pulut
Jagung pulut memiliki kandungan amilopektin lebih besar (70%-75%) dari

amilosa (25-30%) dalam endospermanya. Amilopektin yang tinggi menyebabkan rasa
pulen pada jagung. Jagung pulut atau sebagian orang menyebutnya jagung ketan
merupakan salah satu jenis jagung yang memiliki karakter spesial yaitu pulut atau
ketan. Jagung ini disebut pulut atau ketan karena lengket dan pulen seperti ketan
ketika di rebus (kandungan amilopektin tinggi). Jagung ketan ditemukan di China
pada awal tahun 1900 dengan karakter endosperm berwarna kusam seperti lilin
(waxy). Karakter waxy disebabkan adanya gen tunggal waxy (wx) bersifat resesif

6

epistasis terletak pada kromosom sembilan. Secara fenotif endosperm jagung ketan
yang berwarna kusam, dapat dibedakan dengan jelas dibandingkan jagung jenis lain
pada saat kadar air biji 16% atau kurang dari 16% (Cristina N.P, 2014).
Jagung pulut (Waxy Corn) merupakan salah satu komoditas bisnis yang sangat
prospektif dikembangakan karena memiliki banyak manfaat. Produksi biji selain
dapat dikonsumsi dalam bentuk direbus, dibakar, dibuat dodol, beras, dan perkedel,
amilopektin pada jagung pulut sekarang digunakan terutama dalam produk-produk
pangan, tetapi juga dalam industri tekstil, lem, industri kertas (Safuan, 2014).
Iriani et al. (2005) melaporkan bahwa jagung pulut merupakan jagung lokal
yang memiliki potensi hasil rendah, yaitu kurang dari 2t/ha, tongkol berukuran kecil
dengan diameter 10-11 mm dan sangat peka penyakit bulai. Selanjutnya hasil jagung
pulut sekitar 35 persen lebih rendah dari produksi jagung normal biji kuda dan jika
ditanam harus terisolasi dari tanaman yang ada di sekitarnya sekurang-kurang 200
meter. Jagung pulut (waxy Corn) jenis jagung khusus yang semakin banyak
dibutuhkan konsumen dan industri. Jagung khusus ditandai keunggulan tersendiri,
diantaranya adalah kandungan amilopektinnya tinggi
Komposisi Kimia Biji Jagung Pulut
Informasi komposisi kimia proksimat cukup banyak tersedia. Keragaman data
pada masing-masing komponen gizi utama sangat besar. Tabel 2 menunjukkan
komposisi kandungan kimia pada jagung pulut. Komposisi kimia jagung pulut
disajikan pada tabel berikut :

Tabel 2. Kandungan Kimia Varietas Jagung Lokal Pulut Kering

7

Komposisi Kimia
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Abu

Jumlah (%)
11.12
9.11
4.97
72.81
1.99

Sumber : Cortez dan Wild-Altamirano (1972) dalam suarni (2009)
2.3 Nikstamalisasi
Nikstamalisasi adalah proses memasak jagung dengan kapur dan air pada suhu
80-100⁰C. Jagung tersebut kemudian direndam selama 7-12 jam diikuti dengan
pencucian (Shreya,2015). Nikstamalisasi merupakan proses tradisional Meksiko yang
dikembangkan oleh peradaban Mesoamerika dan masih digunakan dalam produksi
tortila dan produk-produk pangan lain yang menggunakan jagung sebagai bahan
bakunya. Nikstamalisasi terdiri dari 2 tahap yaitu pertama, biji jagung dimasak dalam
larutan alkali (kalsium hidroksida) dan kedua, perendaman biji jagung tersebut dalam
larutan yang sama selama beberapa jam. Pada proses secara tradisional, biji jagung
kemudian dibilas untuk menghilangkan kelebihan kalsium hidroksida. Lamanya
pemasakan sangat penting diperhatikan untuk mendapatkan tekstur optimum yang
diinginkan, jika terlalu banyak jumlah pati yang tergelatinisasi akan menghasilkan
tekstur

yang

lengket,

menyebabkan

kesulitan

dalam

penanganan

adonan

(Marta.2011).
Langkah pertama nikstamalisasi tradisional yakni biji jagung kering dimasak
dalam larutan alkali pada titik didih. Lamanya waktu pemasakan dan perendaman
bervariasi sesuai dengan tradisi lampung dan jenis makanan yang disiapkan, dengan
waktu memasak mulai dari beberapa menit sampai satu jam, dan perendaman dari
beberapa menit sampai sekitar satu hari. Selama dalam tahap pemasakan dan
perendaman, terjadi perubahan kimia pada butir jagung. Setelah pemasakan dalam
larutan alkali seluruh biji jagung direndam dan dicuci sedikitnya dua kali untuk
menghilangkan sisa perikarp dan sisa kalsium (Putri, 2011).
2.4 Kapur Sirih
8

Kapur berasal dari kulit kerang laut atau cangkang dari kerang yang telah
dibakar. Kapur sirih biasa ditemukan berwarna putih baik dalam bentuk kering atau
basah. Saat kering kapur sirih berumus molekul CaO, sedangkan saat basah/larutan
berumus molekul Ca(OH)2 (Bayani, 2009). Kapur sirih (Ca(OH)2 yang dilarutkan
dalam air akan terionisasi membentuk ion OH yang bersifat basa dan dapat
menetralkan suasana asam.
Kapur sirih memiliki rumus kimia CaO, mempunyai sifat berwarna putih, larut
dalam asam, dan sangat larut dalam air membentuk kalsium hidroksida. Kapur sirih
dibuat dengan memanaskan atau membakar batu kapur (kalsium karbonat, CaCO3)
yang kemudian didinginkan dengan penambahan air sehingga menghasilkan kapur
sirih (kalsium oksida, CaO) dan gas (karbon dioksida, CO2). Digunakan untuk
membuat kapur tohor, dalam industri kulit, pabrik bahan kimia, bahan bangunan,
bahan logam dan tambang, sintesis bahan organik, dan industri karet. Pemakaian
kalsium hidroksida sampai sejauh ini dianggap aman dalam jumlah yang telah
ditentukan (Haerani 2012).
2.5 Kalsium
Kalsium merupakan salah satu mineral makro. Mineral makro adalah mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari. Kalsium
merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari
seluruh berat tubuh orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Pada jumlah
tersebut, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam
bentuk hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2) Ca(OH)2}. Sisanya terdapat dalam cairan dan
jaringan tubuh. Hidroksiapatit adalah kristal yang terdiri dari kalsium fosfat atau
kombinasi kalsium fosfat dan kalsium hidroksida. Kalsium dalam sel hidup
membentuk ikatan kompleks dengan protein, karbohidrat, dan lemak.
Kalsium merupakan mineral essensial yang ditemukan dalam jumlah yang
besar di dalam tubuh. Sembilan puluh sembilan persen dari semua kalsium dalam
tubuh ditemukan dalam tulang dan gigi. Satu persen sisanya dalam darah. Kalsium
9

memegang peranan penting dalam konduksi saraf, kontraksi otot, dan pembekuan
darah. Jika tingkat kalsium dalam tetesan darah di bawah normal, kalsium akan
diambil dari tulang dan dimasukkan ke dalam darah untuk mempertahankan tingkat
kalsium darah, oleh karena itu, penting untuk mengkonsumsi kalsium yang cukup
untuk menjaga darah yang memadai dan tingkat kalsium tulang (Khoerunnisa.2011).
2.6 Binthe Biluhuta
Binthe biluhuta merupakan hidangan khas gorontalo yang biasa disebut juga
“milu siram”, kata ini merupakan bahasa Gorontalo yaitu binthe/milu yang artinya
Jagung sedangkan Biluhuta artinya disiram/siraman. Dalam masyarakat umum Kota
Gorontalo hidangan ini populer dengan nama “milu siram”. Makanan khas Gorontalo
ini sudah ada sejak jaman dulu yang diwariskan secara turun temurun oleh tetua
Gorontalo. Makanan ini selain berbahan dasar jagung ada juga beberapa rempahrempah sebagai penyedap contohnya seperti ikan yang kemudian dicabik cabik kecil,
udang, kelapa, daun bawang, daun kemangi, bawang merah serta jeruk nipis
(Sianipar. 2008)

Gambar 2. Binthe Biluhuta/Milu siram
2.7 Pangan Instan
Dewasa ini, banyak produk-produk pangan yang dipasarkan dalam bentuk
makanan instan. Pengembangan produk pangan instan bertujuan memudahkan
masyarakat saat mengkonsumsinya. Produk pangan instan sangat mudah disajikan
dalam waktu yang relatif singkat. Pangan instan terdapat dalam bentuk kering atau
10

konsentrat, mudah larut sehingga mudah untuk disajikan yaitu hanya dengan
menambahkan air panas atau air dingin. Produk pangan instan berkembang dengan
pesat mengikuti perkembangan jaman dimana masyarakat menuntut produk pangan
yang mudah dikonsumsi, bergizi, dan mudah dalam penyajiannya.
Pengertian pangan instan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
langsung atau tanpa dimasak lama, dapat dimakan atau dapat diminum. Istilah
instanisasi telah mencakup berbagai perlakuan, baik kimia maupun fisik yang akan
memperbaiki karakteristik hidrasi dari suatu produk pangan dalam bentuk bubuk
(Johnson dan Peterson, 1971). Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992), pangan
instan merupakan bahan makanan yang mengalami proses pengeringan air, sehingga
mudah larut dan mudah disajikan hanya dengan menambahkan air panas atau air
dingin (Hendi, 2007).
Tabel 4. Kandungan kimia beras jagung instan
Komponen
Kadar air
Protein
Lemak
Abu
Karbohidrat
Sumber : Supriadi (2004)

Varietas Pulut (%)
9
10.5
0.4
0.27
79.8

Sebagaimana produk pangan lain, produk jagung dapat diolah menjadi produk
instan. Contoh makanan instan hasil olahan dari produk jagung antara berupa mie
jagung, beras jagung, bubur jagung dan bassang. Juniawati (2003), dalam
penelitiannya tentang optimasi proses mie jagung instan yang dalam proses
pembuatan melalui dua kali pengukusan sebelum dikeringkan menghasilkan mie yang
dapat masak dalam waktu 4 menit.
Penelitian Supriadi (2004), terhadap beras jagung instan menghasilkan nasi
jagung dengan lama masak 4.4 menit untuk jagung pulut dan 6 menit utuk beras
jagung motor. Proses pembuatan beras jagung ini sebelum pengeringan membutuhkan
waktu berturut-turut 37 dan 30 menit. Hermawati (2006), dalam Limonu (2007)

11

dalam penelitiannya tentang pembuatan grits jagung sebagai bahan baku bassang
instan memperoleh grits dengan lama masak 7.3 menit. Lama masak ini diperoleh
setelah jagung diberi perlakuan perendaman dengan Na-sitrat 1%, aron kukus dan
dibekukan lambat. Berdasarkan hasil penelitian Limonu (2007) jagung muda instan
pulut perlakuan pre-gelatinisasi 9 menit dengan pembekuan lambat menghasilkan
lama masak 5 menit 46 detik.

BAB III

12

METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan di Balai pengendalian dan pengujian mutu hasil
perikanan dan laboratorium Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Mei 2017.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : panci, sendok, timbangan
digital, wadah, kompor gas. Alat untuk analaisis : oven, furnace, desikator, labu
kjeldahl, destilasi, Erlenmeyer dan soxlet
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pulut kering, kapur
sirih dan air. Bahan untuk analisis : HCl, K2SO4, HgO, H2SO4, aquades, batu didih,
tablet kjeldahl, asam sulfat pekat, NaOH, H3BO3 dan kertas saring,
3.3 Prosedur Penelitian
Rancangan dilakukan dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) Faktor
tunggal dengan perlakuan lama perebusan A (30 menit), B (60 menit) dan C (90
menit) sehingga didapatkan 3 perlakuan dengan ulangan sebanyak 3 kali. Penelitian
ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yang terdiri dari pembuatan jagung pulut
nikstamal, uji fisikokimia jagung pulut nikstamal.
Uraian Lengkap untuk setiap tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tahap 1. Jagung Pulut Nikstamal (Putri, 2011)
Bahan baku jagung pulut kering pipil disortasi dari kotoran kemudian
ditimbang sebanyak 1 kg dan di cuci dengan air bersih. Setelah ditiriskan jagung
dimasukan dalam panci berisi 4 liter air dan 0,25% kapur dengan perlakuan lama
pemasakan 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Selanjutnya perendaman selama 7 jam
menggunakan sisa air pemasakan. Jagung nikstamalisasi yang dihasilkan selanjutnya
13

dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa kapur. Tahap selanjutnya jagung
ditiriskan dan dikeringkan pada suhu 70ºC selama 14 jam
Jagung Pulut Kering
Ditimbang 1 kg
Dicuci

Dimasak dengan 0,25% kapur sirih

A = 30 menit
B = 60 menit
C = 90 menit

Didiamkan dalam air rebusan selama 7 jam

Dicuci
Ditiriskan
Dikeringkan
(suhu 70˚C, 14 jam)
Jagung Pulut Nikstamal Instan
Gambar 2 : Diagram Alir Penelitian
Tahap 2. Uji Kadar Kalsium
Analisis kadar kalsium (Lalia dkk 2015)
Prosedur percobaan analisis kandungan Ca dan Mg metode EDTA
complexometric titration dilakukan dengan dua tahapan, yaitu standardisasi dan
analisis. Hal pertama yang dilakukan pada standardisasi adalah CaCO3 ditimbang
sebanyak 0.5 g dan dimasukkannya ke dalam Erlenmeyer. Dinding Erlenmeyer
dibilas dengan air bebas ion agar tidak ada CaCO3 yang menempel dan agar larut.
14

Selanjutnya ditambahkan HCL 1:1 hingga CaCO3 benar-benar larut. Air bebas ion
sebanyak 50 mL ditambahkan lagi ke dalam erlenmeyer, lalu dipanaskan selama 15
menit dan didinginkan. Larutan yang sudah dingin ditambahkan dua tetes metil merah
sebagai indikator dan dinetralkan menggunakan HCl atau NH4OH hingga berwarna
pink yang sangat muda dan jika diteteskan kepada kertas lakmus merah tidak akan
berubah warna. Larutan diencerkan dalam labu takar sampai 100 mL. Larutan dipipet
10 mL dan ditempatkan pada erlenmeyer, ditambahkan 2 mL buffer pH 10 dan EBT
sedikit saja. Langkah selanjutnya yaitu larutan dititrasi dengan EDTA sampai warna
larutan menjadi biru. Banyaknya EDTA yang digunakan dicatatan untuk melakukan
perhitungan.
Kedua adalah prosedur analisis Ca. Sampel disiapkan sebanyak 25 mL dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Larutan sampel dibilas dengan air bebas ion.
Larutan kemudian ditambahkan 2 mL buffer pH 10 dan EBT sedikit saja. Langkah
selanjutnya yaitu larutan dititrasi dengan EDTA sampai warna larutan menjadi biru.
Banyaknya EDTA yang digunakan dicatat untuk melakukan perhitungan.
Kosentrasi Ca2+ sebagai mg/L =

A x 400,8 x f
B

Dimana
A

= ml titran EDTA yang digunakan

B

= ml sampel (sebelum diencerkan)

f

= factor perbedaan antara kadar larutan EDTA 0,01 M

Tahap 3. Uji Fisik
Lama Masak (Limonu, 2007)
Uji lama pemasakan dilakukan dengan cara merebus sampel jagung pulut
nikstamal di dalam air mendidih. Mula-mula sampel sebanyak 30 gram direbus dalam
600 ml air mendidih sampai matang. Waktu dicatat mulai dari awal perebusan sampai
jagung matang. Jagung matang ditandai dengan biji jagung telah membengkak seperti

15

jagung yang direbus ketika jagung masih dalam kondisi segar, dan apabila ditekan
jagung telah lunak
Daya Rehidrasi (Rasped, 1980 dalam Limonu, 2007 )
Sebanyak 5 gram sampel yang telah diketahui kadar airnya dimasukan kedalam
air mendidih selama 10 menit. Kemudian dituang ke atas saringan plastik untuk
ditiriskan selama 10 menit. Segera setelah itu dipindahkan kedalam cawan yang telah
diketahui beratnya dan ditimbang (A). cawan beserta isinya dimasukan kedalam oven
105ºC selama 3-5 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah itu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (B). daya rehidrasi merupakan selisih antara berat air setelah
rehidrasi dan sebelum rehidrasi lalu dibagi oleh berat contoh.
Daya Rehidrasi (%) =

( A−B )−(Kadar Air Sampel X Berat Sampel)
X 100
Berat Sampel (1−Kadar Air Sampel)

Tahap 4. Uji Organoleptik, Hedonic Scaling Test (Poste et al., 1991)
Mula-mula sampel sebanyak 200 gram direbus dalam 500 ml air mendidih
sampai matang. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik yaitu uji hedonik. Uji hedonik
dilakukan untuk menentukan jagung yang memiliki skor kesukaan tertinggi.
Parameter yang diuji adalah tekstur, warna, rasa dan kekenyalan. Metode ini
dilakukan dengan prosedur yaitu memberikan kuisioner kepada responden tentang
kesukaan dan ketidaksukaan terhadap sampel. Pengujian dilakukan menggunakan 30
panelis. Skala yang digunakan adalah skala 1 sampai 7 : yaitu 1 = sangat tidak suka; 2
= tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka dan 7 = sangat
suka

Tahap 5. Uji Proksimat
16

Kadar Air (SNI 01-2354.2-2006)
Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam cawan almunium yang telah
diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100-105°C sampai
bobot konstan. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.
Kadar air (%) =

bobot awal ( g ) – bobot akhir(g)
× 100%
bobot awal (g)

Kadar Abu (SNI 2354.1:2010)
Sampel sebanyak 3-5 g dimasukan ke dalam cawan porselin yang telah
diketahui bobotnya, kemudian diabukan ke dalam furnace pada suhu 600°C selama
kurang lebih 4 jam atau sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu cawan
didinginkan dalam desikator sampai suhu ruang dan di timbang.
Kadar Abu (%) =

bobot abu( g)
× 100%
bobot sampel (g)

Kadar Protein metode Kjeldahl (SNI 01-2354.4-2006)
Sampel sebanyak ± 0,2 gram ( kira-kira membutuhkan 3 – 10 ml HCl 0,01/
0,02 N) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 1,9 ±
0,1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2,0 ± 0,1 ml H2SO4, dan beberapa butir batu didih.
Sampel didestruksi (didihkan) selama ± 1,5 jam sampai menjadi jernih lalu
didinginkan. Labu Kjeldahl tersebut diisi (cairan hasil destruksi ditambah aquades
lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas dengan air. Air bilasan juga
dipindahkan ke dalam alat destilasi kemudian ditambahkan 10 ml NaOH-Na2S2O3 dan
didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml
H3BO3 dan 2 tetes indikator (metil merah : metil biru = 2 : 1) sampai kurang lebih 50
ml larutan dalam Erlenmeyer kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai larutan
berubah warna menjadi abu-abu. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk penetapan
blanko. Perhitungan :

17

Kadar N (%) =

(Vs – Vb ) × C ×14,007
× 100%
bobot sampel ( g)

Kadar Protein (%) = % N × 6,25
Dimana :
Vs

= Volume HCl untuk titrasi sampel (ml)

Vb

= Volume untuk titrasi sampel blanko (ml)

C

= Konsentrasi HCl (N)

Kadar Lemak (SNI 01-2354.3-2006)
Sebanyak 5 g sampel yang ditepungkan dibungkus dengan kertas saring,
dimasukan ke dalam soxhlet, lalu ditambahkan heksan secukupnya dan direfluks
selama 5-6 jam. Kemudian, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut
dipanaskan pada oven dengan suhu 105°C setelah itu didinginkan dalam desikator
dan ditimbang.
Kadar Lemak (%) =

bobot lemak ( g)
× 100%
bobot sampel (g)

Kadar Karbohidrat by difference(AOAC, 1995)
Kadar karbohidrat (% bb) = 100 % - ( air + protein + abu + lemak) (% bb)
3.4 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor
tunggal dengan 3 kali ulangan dan 3 perlakuan berbeda. Analisis data yang diperoleh
dianalisis dengan uji statistik Analisis of Variance (ANOVA). Bila terdapat perbedaan
nyata antara perlakuan, maka dilanjutnya dengan uji beda Duncan Multiple Range
Test (DMRT) dengan α=0,05

18

Y ij= μ+ τ i + ε ij
i = 1, 2, 3,4

j=1, 2, 3

Dimana :
Yij

= Nilai pengamatan perlakuan lama pemasakan jagung nikstamal ke-i pada
ulangan ke-j



= Rataan umum



I

= Pengaruh lama pemasakan ke-i



I

= Pengaruh acak yang menyebar normal

19

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jagung pulut nikstamal yang dihasilkan dari perlakuan lama pemasakan
dianalisis kadar kalsium, uji lama masak, uji daya rehidrasi, uji organoleptik, uji
kimia. Hasil dari masing-masing pengujian tersebut adalah sebagai berikut :
4.1 KADAR KALSIUM
Kalsium merupakan mineral paling banyak dalam tubuh. Sebanyak 99%
kalsium terdapat dalam tulang dan gigi serta sisanya sebesar 1% terdapat dalam darah
dan jaringan lunak. Keperluan kalsium terbesar pada waktu pertumbuhan, tetapi juga
keperluan-keperluan kalsium masih diteruskan meskipun sudah mencapai usia
dewasa. Pada pembentukan tulang, bila tulang baru dibentuk, maka tulang yang tua
akan dihancurkan secara simultan.
Analisis ragam kandungan kalsium menunjukan bahwa F-hitung lebih besar
dari F-tabel. Hal ini menujukan bahwa pada waktu lama pemasakan untuk setiap
peralakuan memberikan pengaruh nyata terhadap uji kadar kalsium pada jagung pulut
nikstamal instan seperti terlihat pada Lampiran 1. Dari hasil uji duncan menunjukan
bahwa hasil penilaian kadar kalsium jagung pulut niksatamal instan berbeda nyata
pada semua perlakuan yaitu perlakuan pemasakan 30 menit, perlakuan pemasakan 60
menit dan perlakuan pemasakan 90 menit. Rata-Rata kandungan kalsium pada jagung
pulut nikstamal instan (Gambar 4) menunjukan semakin lama perlakuan pemasakan
maka menghasilkan kandungan kalsium lebih banyak.

20

Rata-Rata Kadar Kalsium mg/l)

KADAR KALSIUM
70
60
50
40
30
20
10
0

m
Pe

an
ak
s
a

30

m

65.66

50.5

45.95

it
en

m
Pe

an
ak
s
a

60

m

it
en

m
Pe

an
ak
s
a

90

m

it
en

Perlakuan Lama Pemasakan Jagung Pulut Nikstamal

Gambar 4. Uji kadar kalsium jagung pulut nikstamal
Berdasarkan Gambar 4 di atas menunjukan bahwa perlakuan waktu pemasakan
90 menit menghasilkan kadar kalsium yang tertinggi yaitu 65.66 mg/L sedangkan
perlakuan waktu pemasakan 30 menit menghasilkan kadar kalsium terendah yaitu
45.95 mg/L. Hal ini disebabkan karena peningkatakan kadar kalsium terjadi pada saat
proses pemasakan dengan kapur sirih. Semakin lama waktu pemasakan maka akan
semakin banyak kalsium yang terserap. Menurut (Mendez-Montealvo et al., 2006)
dalam Putri (2011) Proses nikstamalisasi merupakan proses pemasakan butiran
jagung dalam larutan alkali yang diikuti dengan perendaman dalam air yang
digunakan untuk perebusan selama beberapa jam. Keuntungan dalam pengolahan
jagung melalui proses nikstamalisasi antara lain yaitu meningkatkan ketersediaan
niacin, meningkatkan kandungan kalsium dan daya cerna protein serta menurunkan
kandungan bakteri patogen. Menurut (Serna-salvidar,et.al.,1987) dalam Darmajana
produk-produk yang dimasak dengan kapur mempunyai kandungan kalsium lebih
tinggi dari pada dimasak tanpa kapur. Adanya perendaman akan meregangkan ikatan
pati yang menyebabkan pori-pori terbuka sehingga kapur menyerap masuk kedalam
jagung. Fernandez-Munoz (2001) dalam Marta (2001) menjelaskan bahwa
peningkatan kadar kalsium pada proses nikstamalisasi disebabkan oleh terikatnya ion21

ion

2+¿
Ca¿

pada polimer amilosa dan amilopektin. Larutan kapur banyak

mengandung kalsium sehingga kalsium tersebut terserap dalam daging buah
(Winarno, 2002 dalam Febrianto 2014)
4.2 UJI LAMA MASAK
Lama pemasakan kembali digunakan untuk mengetahui waktu yang diperlukan
oleh Jagung pulut nikstamal instan hingga menjadi matang. Pengujian dilakukan
dengan cara merebus 30 gram jagung proses nikstamalisasi dengan 600 ml air.
Analisis ragam lama masak menunjukan bahwa F-hitung lebih besar dari Ftabel. Hal ini menunjukan bahwa perbedaan waktu pemasakan untuk ketiga perlakuan
pemasakan memberikan pengaruh nyata terhadap uji lama masak jagung pulut
nikstamal instan seperti terlihat pada Lampiran 2. Dari hasil uji duncan menunjukan
bahwa hasil uji lama masak jagung pulut niksatamal instan berbeda nyata pada semua
perlakuan yaitu perlakuan pemasakan 30 menit, pemasakan 60 menit dan pemasakan
90 menit. Rata-rata uji pemasakan kembali jagung pulut nisktamal instan (Gambar 5)
menunjukan semakin lama waktu perlakuan pemasakan maka akan semakin singkat
waktu pemasakan kembali jagung pulut nikstamal instan.

Rata-Rata (Menit)

LAMA MASAK
30
25
20
15
10
5
0

m
Pe

an
ak
s
a

23.87
13.12

30

m

it
en

m
Pe

an
ak
s
a

60

m

7.16

it
en

m
Pe

an
ak
s
a

90

m

it
en

Perlakuan Lama Pemasakan Jagung Pulut Nikstamal

22

Gambar 5. Uji lama pemasakan jagung pulut nikstamal
Berdasarkan Gambar 5 di atas menunjukan bahwa perlakuan pemasakan 90
menit menghasilkan waktu pemasakan kembali yang tercepat yaitu 7.16 menit,
sedangkan perlakuan pemasakan 30 menit menghasilkan waktu pemasakan kembali
lebih lama yaitu 23.87 menit. Hal ini disebabkan pada perlakuan pemasakan 90 menit
telah terjadi gelatinisasi sempurna. Pemanasan telah memecah struktur granula pati
secara keseluruhan. Setelah mengalami gelatinisasi dan pengeringan, pati mampu
menyerap air kembali dalam jumlah yang besar.

Prinsip gelatinisasi pati yaitu

penyerapan air oleh granula pati sampai granula pati membengkak (Winarno, 1985
dalam Limonu, 2007). Menurut Supriadi (2004) Semakin lama waktu perebusan
meyebabkan semakin besar tingkat gelatinisasi. Artinya lama perebusan meyebabkan
struktur molekulnya semakin amorf (berongga), ketika kembali dimasak ikatan
hidrogen antar molekul lepas dan mengikat lebih banyak molekul air serta sifat amorf
membantu penyerapan air kembali, sehingga semakin lama waktu perebusan
meyebabkan waktu masak beras jagung instan semakin singkat.
Waktu masak yang singkat dipengaruhi oleh penambahan kapur dalam jagung.
Febrianto (2014) kalsium dari kapur akan lebih muda berpenetrasi kedalam jaringan
jagung dengan terbentuknya kapur padam yang mengeluarkan panas ketika dilarutkan
kedalam air. Menurut Putri (2011) Fungsi penambahan air kapur dalam biji jagung
antara lain untuk mempecepat pemasakan jagung. Semakin banyak kosentrasi alkali
yang digunakan maka proses pemasakanya pun dapat berlangsung dengan cepat.
Akibatnya, proses gelatinisasi pati terjadi dengan cepat dan memberikan tingkat
kelunakan yang besar. (Fernandez et al, 2008 dalam Febrianto, 2011). Hasil
penelitian Hermawati (2006), dalam Limonu (2007) dalam penelitiannya tentang
pembuatan grits jagung sebagai bahan baku bassang instan memperoleh grits dengan
lama masak 7.3 menit.
4.2 Daya Rehidrasi

23

Daya rehidrasi adalah waktu yang diperlukan oleh suatu produk untuk
menyerap air kembali setelah mengalami proses pengeringan. Semakin banyak air
yang diserap oleh produk maka daya rehidrasinya semakin tinggi dan produk akan
semakin baik.
Analisis ragam daya rehidrasi menunjukan bahwa F-hitung lebih besar dari Ftabel. Hal ini menujukan bahwa perbedaan waktu pemasakan untuk ketiga perlakuan
memberikan pengaruh nyata terhadap uji daya rehidrasi pada jagung pulut nikstamal
instan seperti terlihat pada Lampiran 3. Dari hasil uji duncan menunjukan bahwa hasil
uji daya rehidrasi jagung pulut niksatamal instan berbeda nyata pada semua perlakuan
yaitu perlakuan pemasakan 30 menit, perlakuan pemasakan 60 menit dan perlakuan
pemasakan 90 menit. Rata-Rata daya rehidrasi pada jagung pulut nikstamal instan
(Gambar 6) menunjukan peningkatan waktu perlakuan pemasakan cenderung
menghasilkan daya rehidrasi lebih tinggi.

Rata-Rata (%)

Daya Rehidrasi
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

m
Pe

an
ak
s
a

30

m

80.47

72.33

60.6

it
en

m
Pe

an
ak
s
a

60

m

it
en

m
Pe

an
ak
s
a

90

m

it
en

Lama Pemasakan Jagung Pulut Nikstamal
Gambar 6. Uji daya rehidrasi jagung pulut nikstamal
Hasil daya rehidrasi pada Gambar 6 menunjukan bahwa uji daya rehidrasi
tertinggi terdapat pada perlakuan dengan waktu pemasakan 90 menit yaitu sebesar
80.47%. Sedangkan daya rehidrasi terendah terdapat pada perlakuan dengan waktu

24

pemasakan 30 menit yaitu sebesar 60.60%. Hal ini disebabkan pengaruh dari
gelatinisasi pati. Waktu pemasakan menyebabkan tingkat gelatinisasi semakin tinggi.
Ziegler et al (1993) dalam Supriadi (2004) Pati yang telah tergelatinisasi akan
memiliki kemampuan menyerap air sebanding dengan besarnya tingkat gelatinisasi
yang terjadi. Menurut Winarno (1980) dalam Rianto (2006) Pemanasan pati dapat
meningkatkan daya serap air, Peneyerapan air yang besar disebabkan karena
pecahnya granula pati. Limonu (2007) menjelaskan bahwa pada jagung pulut,
peningkatan waktu pre-gelatinisasi cenderung menghasilkan waktu rehidrasi lebih
tinggi. Kecenderungan ini disebabkan oleh karena produk memperoleh suhu yang
lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama dibandingkan produk dengan waktu pregelatinisasi yang lebih singkat. Hal ini menyebabkan mengembangnya granula pati
yang selanjutnya dapat memperbesar peluang air masuk pada saat produk direhidrasi.
Mekanisme kerja proses nikstamalisasi yaitu penyerapan dan pendistribusian air lebih
cepat dan memodifikasi lapisan luar biji jagung dan melonggarkan jaringan dalam biji
jagung (Febrianto, 2014). Sedangkan Dies (2000) dalam Sugiono (2004) menyatakan
bahwa penggunaan kapur dalam perebusan pada pembuatan tortilla ditujukan untuk
melunakan pericarp dan membantu penyerapan air.

4.3 UJI ORGANLEPTIK
Suatu produk pangan bermutu tinggi dapat diketahui melalui uji fisik, kimia
serta uji gizi. Tidak ada artinya suatu produk pangan jika sifat organoleptiknya tidak
membangkitkan selera, sehinga pengujian organoleptik merupakan suatu keharusan
(Soekarto, 1990). Uji organoleptik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji
hedonik (tingkat kesukaan). Skala yang digunakan adalah skala 7 dengan
menggunakan 30 panelis.
4.3.1 TEKSTUR

25

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada
waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari. Tekstur memiliki
pengaruh penting terhadap produk misalnya dari tingkat kerenyahan, tipe permukaan,
kekerasan, dan sebagainya.

Analisis ragam tekstur jagung pulut nikstamal instan menunjukan bahwa Fhitung lebih besar dari F-tabel. Hal ini menujukan bahwa perbedaan waktu
pemasakan untuk ketiga perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian
tekstur pada jagung pulut nikstamal instan seperti terlihat pada Lampiran 4. Dari hasil
uji duncan menunjukan bahwa hasil penilaian tekstur jagung pulut niksatamal instan
berbeda nyata pada semua perlakuan yaitu perlakuan pemasakan 30 menit, perlakuan
pemasakan 60 menit dan perlakuan pemasakan 90 menit. Rata-rata tekstur jagung
pulut nikstamal instan (Gambar 7) menunjukan bahwa kesukaan panelis meningkat
seiring dengan meningkatnya perlakuan waktu pemasakan.

Rata-Rata

TEKSTUR
5.33

6
5
4
3
2
1
0

m
Pe

n
ka
a
as

3.03

2.3

30

m

it
en

m
Pe

n
ka
a
as

60

m

it
en

m
Pe

n
ka
a
as

90

m

it
en

Perlakuan Lama Pemasakan Jagung Pulut Nikstamal

Gambar 7. Pengaruh lama pemasakan pada tingkat kesukaan terhadap tekstur
Hasil uji organoleptik terhadap tekstur pada Gambar 7 menunjukkan bahwa
tekstur yang paling disukai oleh panelis ialah tekstur perlakuan pemasakan selama 90
menit yaitu sebesar (5.33) termasuk dalam kategori agak suka. Sedangkan tekstur

26

pengujian terendah pada perlakuan pemasakan selama 30 menit yaitu sebesar (2.30)
termasuk kategori tidak suka. Hal ini disebabkan perlakuan pemasakan 30 menit pada
saat pemasakan sebagian granula pati pada jagung belum tergelatinisasi keseleruhan.
Sehingga pada saat pemasakan kembali hanya granula pati yang telah tergelatinisasi
dapat menyerap air kembali. Rendahnya tingkat kesukaan panelis terhadap jagung
pada perlakuan 30 menit diakibatkan karena jagung pulut nikstamal yang dihasilkan
memiliki tekstur yang agak keras, berbeda dengan perlakuan pemasakan 90 menit
yang memiliki tekstur lunak.
Menurut Hildayanti (2012) tekstur yang dihasilkan dipengaruhi oleh lamanya
perendaman yang membuat massa jagung bertambah karena masuknya air kedalam
butir-butir jagung yang membuat jagung menjadi lunak, produk yang diinginkan
dimana pada suhu tertentu akan terjadi gelatinisasi, hal ini sesuai pendapat Fellowes
(2000) bahwa fenomena perebusan adalah gelatinisasi pati, apabila granula pati
dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen
terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya
membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke
dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Proses masuknya
air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah.
Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan
menyerap air sangatlah besar pula. Butir jagung mengandung komponen dinding sel
yang terdiri dari hemiselulosa dan lignin yang sangat larut dalam larutan alkali, karnel
melunak dan pericarps menjadi longgar (Carmen, 2003). Jagung pulut tinggi akan
kandungan amilopektin. Amilopektin berpengaruh terhadap sifat sensori jagung,
teruma tekstur dan rasa. Pada prinsipnya, semakin tinggi amilopektin tektur dan rasa
jagung akan semakin lunak, pulen dan enak (Suarni dan Widowati).
4.1.2 RASA

27

Rasa merupakan salah satu sifat sensori yang penting dalam penerimaan suatu
produk pangan. Senyawa-senyawa citarasa pada produk dapat memberikan
rangsangan pada indera pengecapan.
Hasil analisis ragam rasa jagung pulut nistamal instan menujukan bahwa Fhitung lebih besar dari F-tabel. Hal ini menujukan bahwa perbedaan waktu
pemasakan untuk ketiga perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian
rasa pada jagung pulut nikstamal instan seperti terlihat pada Lampiran 5. Dari hasil
uji duncan menunjukan bahwa hasil penilaian rasa jagung pulut niksatamal instan
berbeda nyata pada perlakuan pemasakan 90 menit, tetapi tidak berbeda nyata pada
perlakuan lama pemasakan 30 menit dan 60 menit. Rata-rata rasa jagung pulut
nikstamal instan (Gambar 8) menunjukan bahwa kesukaan panelis meningkat seiring
dengan meningkatnya perlakuan waktu pemasakan

Rata-Rata

RASA
5.07

6
5
4
3
2
1
0

m
Pe

n
ka
a
as

30

2.83

3.33

it
en

it
en

m

m
Pe

n
ka
a
as

60

m

m
Pe

n
ka
a
as

90

m

it
en

Perlakuan Lama Pemasakan Jagung Pulut Nikstamal

Gambar 8. Pengaruh lama pemasakan pada tingkat kesukaan terhadap rasa
Berdasarkan hasil uji hedonik pada Gambar 8 di atas, menunjukan bahwa
kesukaan panelis terhadap rasa jagung pulut nikstamal instan dengan kesukaan
terendah diperoleh pada jagung pulut nikstamal dengan perlakuan lama pemasakan
30 menit yaitu (2,83) termasuk kategori tidak suka sedangkan kesukaan rasa tertinggi
28

terdapat pada perlakuan lama pemasakan 90 menit yaitu (5.07) termasuk kategori
agak suka. Pada gambar tersebut dilihat bahwa panelis lebih menyukai rasa jagung
dengan pemasakan yang lebih lama. Hal ini diduga pada proses pemasakannya lebih
sempurna dibanding dengan perlakuan yang lain sehingga dirasakan lebih enak.
Semakin lama waktu perebusan maka rasa dari jagung yang dihasilkan akan semakin
disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan adanya respon dari panelis yang berbeda ada
hubungannya dengan tekstur produk jagung pulut nikstamal yang dihasilkan.
Semakin lama waktu perebusan, maka jaringan bahan semakin lunak sehingga rasa
dan tekstur dapat diterima oleh panelis. Zuhra (2006) melaporkan bahwa perubahan
tekstur dapat mengubah rasa yang timbul Karena dapat mempengaruhi kecepatan
timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Rasa dinilai
dengan indera pengecap (lidah) yang merupakan kesatuan interaksi antara sifat
sensori aroma, rasa dan tekstur (Anggriawan R, 2010) dalam Febrianto Dkk (2014).
4.1.3 WARNA
Warna merupakan faktor yang pertama kali menjadi pertimbangan manusia
dalam memilih makanan. Suatu makanan meskipun memiliki nilai gizi yang tinggi,
rasanya enak, dan teksturnya baik tidak akan dipilih jika memiliki warna yang tidak
menarik atau menyimpang. Oleh karena itu warna menjadi suatu bagian sifat sensori
makanan yang penting. Warna pangan yang cerah memberikan daya tarik yang lebih
terhadap konsumen. Warna pada produk pangan memiliki beberapa fungsi antara lain:
sebagai indikator kematangan, terutama untuk produk pangan segar seperti buahbuahan, sebagai indikator kesegaran misalnya pada produk sayuran dan daging dan
sebagai indikator kesempurnaan proses pengolahan pangan misalnya pada proses
penggorengan, timbulnya warna coklat sering kali dijadikan sebagai indikator akhir
kematangan produk pangan (Fajriyati, 2012) dalam Sulthoniyah (2013).
Analisis sidik ragam warna menunjukan bahwa F-hitung lebih kecil dari Ftabel. Hal ini menujukan bahwa perbedaan waktu pemasakan untuk ketiga perlakuan
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian warna pada jagung pulut
29

nikstamal instan seperti terlihat pada Lampiran 6. Oleh karena itu tidak dilakukan uji
lanjut duncan karena perlakuan pemasakan jagung pulut nikstamal menghasilkan
warna alami dari jagung pulut. Rata-rata warna jagung pulut nikstamal instan
(Gambar 9) menunjukan bahwa kesukaan panelis meningkat seiring dengan
meningkatnya perlakuan waktu pemasakan

Rata-Rata

WARNA
5
4.8
4.6
4.4
4.2
4
3.8

m
Pe

n
ka
a
as

4.87

4.5
4.2

30

m

it
en

m
Pe

n
ka
a
as

60

m

it
en

m
Pe

n
ka
a
as

90

m

it
en

Perlakuan Lama Pemasakan Jagung Pulut Nikstamal

Gambar 9. Pengaruh lama pemasakan pada tingkat kesukaan terhadap warna
Hasil uji hedonik terhadap warna pada Gambar 9 menunjukkan warna yang
paling disukai oleh panelis adalah jagung pulut nikstamal instan perlakuan
pemasakan selama 90 menit yaitu sebesar (4,87) termasuk kategori netral. Sedangkan
yang paling tidak disukai oleh panelis adalah warna jagung pulut nikstamal perlakuan
pemasakan 30 menit yaitu sebesar (4,2) termasuk kategori netral. Seluruh persentase
warna jagung pulut nikstamal yang diperoleh berada dalam taraf netral. Hal ini
disebabkan warna keseluruhan jagung pulut nikstamal hampir tidak berbeda satu
sama lainnya mengakibatkan panelis tidak mampu membedakan warna jagung pulut
nikstamal dari tiap-tiap perlakuan. Inilah yang menyebabkan seluruh persentase
warna jagung pulut nikstamal yang diperoleh dalam kategori netral. Warna yang
30

menarik akan memberikan asumsi makanan tersebut memiliki rasa yang enak
dibandingkan dengan suatu produk yang memiliki warna tidak menarik meskipun
komposisinya sama. Makanan yang kurang menarik sering diasumsikan memiliki
rasa yang tidak enak (Isnaini, dkk., 2010). Hal ini diduga karena hasil uji warna
dipengaruhi oleh tingkat kematangan dari jagung. Berdasarkan gambar 8 tersebut
terlihat bahwa panelis lebih menyukai penampakan warna jagung pulut nikstamal
dengan pemasakan yang lebih lama. Pada proses pemasakan menggunakan waktu
yang paling lama dibanding dengan proses pemasakan jagung yang lain, sehingga
menghasilkan tekstur yang kompak yang menghasilkan penampakan warna yang
paling menarik. Warna putih khas jagung pulut pada umumnya diperoleh tidak lepas
dari perubahan fisikokimia pada jagung akibat pengaruh pemasakan, sebab disamping
membuka pori-pori jagung pada saat pemasakan, juga membuat jagung menjadi lebih
lunak dan memudahkan pati tergelatinisasi dan tidak tertutup pada saat pemasakan
yang kemungkinan menyebabkan hidrolisa.
4.1.4 KEKENYALAN
Kekenyalan (cohesiveness) merupakan kemampuan suatu bahan untuk kembali
ke bentuk semula jika diberi gaya kemudian gaya tersebut dilepas kembali. Analisis
ragam kekenyalan menunjukan bahwa F-hitung lebih besar dari F-tabel. Hal ini
menujukan bahwa perbedaan waktu pemasakan untuk ketiga perlakuan memberikan
pengaruh nyata terhadap penilaian kekenyalan pada jagung pulut nikstamal instan
seperti terlihat pada Lampiran 7. Dari hasil uji duncan menunjukan bahwa hasil
penilaian kekenyalan jagung pulut niksatamal instan berbeda nyata pada semua
perlakuan yaitu perlakuan pemasakan 30 menit, perlakuan pemasakan 60 menit dan
perlakuan pemasakan 90 menit. Rata-rata kekenyalan jagung pulut nikstamal instan
(Gambar 10) menunjukan bahwa kesukaan panelis meningkat seiring dengan
meningkatnya perlakuan waktu pemasakan.

31

Rata-Rata

KEKENYALAN
5.17

6
5
4
3
2
1
0

m
Pe

n
ka
a
as

3.3

2.43

30

m

it
en

m
Pe

n
ka
a
as

60

m

it
en
m
Pe

an
ak
s
a

90

Perlakuan Lama Pemasakan Jagung Pulut Nikstamal

Gambar 9. Pengaruh lama pemasakan pada tingkat kesukaan terhadap kekenyalan
Hasil uji hedonik pada Gambar 10 diatas, menunjukan bahwa kesukaan panelis
terhadap kekenyalan jagung pulut nikstamal instan dengan pengujian terendah
diperoleh pada perlakuan lama pemasakan 30 menit yaitu (2,43) termasuk kategori
tidak suka. Sedangkan pengujian tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan lama
pemasakan 90 menit yaitu (5,17) termasuk kategori agak suka. Hal ini disebabkan
semakin lama waktu pemasakan maka jagung akan semakin kenyal. Menurut Fitriani
(2013) adanaya pengaruh kandungan amilopektin yang tinggi dengan sifat daya
lengket yang kuat serta pembentukan gel melalui proses galatinisasi pati yang mampu
membentuk karakter kenyal dan daya lengket yang kuat.
4.2 ANALISIS KIMIA
Uji analisis kimia dilakukan di Balai Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil
Perikanan (BPPMHP) Gorontalo dan Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Universitas
Negeri Gorontalo. Uji analisis kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia
yaitu air, abu, lemak, protein dan karbohidrat (by difference). Jagung pulut nikstamal
yang dianalisis adalah produk dengan perlakuan terbaik yang diambil berdasarakan
32

uji organoleptik. Hasil jagung pulut nikstamal terbaik yaitu perlakuan lama
pemasakan 90 menit. Komposisi kimia jagung pulut nikstamal dapat dilihat pada
Table berikut :
Tabel 3. Kandungan Kimia Jagung Pulut Nikstamal
Komponen
Air
Abu
Lemak
Protein
Karbohidrat

Jagung Pulut Nikstamal
(%)
8.12
0.98
2.38
4.26
84.26

4.2.1 KADAR AIR
Kandungan kadar air pada biji jagung pulut nikstamal instan yaitu 8.12%. Batas
maksimum kadar air untuk produk makanan

instan menurut standar Nasional

Indonesia (SNI) yakni 10%. Dari hasil penelitian kandungan air pada jagung pulut
nikstamal instan masih memenuhi syarat dengan jumlah kadar air 8.12%. Kandungan
air pada jagung pulut nikstamal dapat disimpan lama. Menurut Sugiyono (2004)
Kandungan air beras jagung instan dibawah 10% dimaksudkan untuk menjaga
stabilitas produk tetap baik dalam jangka waktu lama selama penyimpanan.
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan pangan. Kandungan air yang rendah
dapat memperpanjang umur simpan pada bahan pangan (Kastanja, 2007). Air dalam
bahan pangan merupakan komponen penting dalam makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan (Sunaryo, 2006).
4.2.2 KADAR ABU
Kandungan kadar abu pada jagung pulut nikstamal instan yaitu 0,98%.
Lembaga mengandung mineral yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
endosperma. Kandungan mineral utama adalah kalium dan magnesium fitat. Dan
33

keberadaannya terkosentrasi pada lembaganya. Menurut Lewu et al (2010) dalam
Salamaah (2011) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan teruma pada
fosfor, kalium dan seng setelah dilakukan pemasakan. Kandungan kadar abu pada
jagung pulut nikstamal kemungkinan adalah kandungan mineral magnesium fitat
karena kalium sudah rusak akibat pemasakan.
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan
abu bahan pangan dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu
pada suatu bahan pangan menunjukkan terdapatnya kandungan mineral anorganik
pada bahan pangan tersebut. Penentuan abu total digunakan untu