Sumpah Jabatan dan Keluarga dan Keluarga
Sumpah Jabatan dan Keluarga
Sumpah Jabatan
Sumpah Jabatan mungkin bisa menjadi langkah awal dalam membangun early
warning system dalam membangun karakter untuk mematuhi kode etik yang ditetapkan
oleh suatu organisasi dan mencapai visi serta misi yang ditetapkan dan melekat pada
jabatan tersebut. Untuk mencapai hal tersebut hendaknya gema suara dari sumpah jabatan
tersebut tidak hanya melekat pada diri pribadi orang yang mengangkat sumpahnya namun
juga pada orang-orang terdekatnya yaitu keluarga.
Pengalaman yang saya alami sendiri ternyata tidak seperti yang saya bayangkan
dalam dogma pikiran yang saya sebutkan diatas. Tidak ada satupun keluarga yang turut
diundang dalam pengambilan sumpah jabatan tersebut, dan ini menambah kegalauan hati
saya. Pola pikir yang hendak dibangun adalah bahwasanya dengan mengetahui dan
mendengar langsung isi sumpah jabatan itu insyaallah istri atau suami kita juga ikut
menjaga, mengingatkan dan menyadarkan secara terus menerus isi sumpah jabatan itu
atau sebaliknya kita dapat memperingatkan keluarga di sekeliling kita aka isi sumpah
jabatan itu.
Pengangkatan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk memangku jabatan terutama
jabatan yang penting yang mempunyai ruang lingkup yang luas merupakan kepercayaan
yang besar dari Negara. Dalam melaksanakan tugas itu diperlukan pengabdian, kejujuran,
keikhlasan, dan tanggung jawab yang besar. Sumpah Jabatan Negeri diatur menurut
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan
Pegawai Negeri Sipil Dan Anggota Angkatan Perang. Berhubung dengan itu Pegawai Negeri
Sipil yang diangkat untuk memangku jabatan tertentu pada saat pengangkatannya wajib
mengangkat Sumpah Jabatan Negeri dihadapan atasan yang berwenang menurut agama
atau kepercayaannya terhadan Tuhan Yang Maha Esa.
Isi sumpahnya seperti ini :
“Demi Allah ! Saya ber sumpah,
Bahwa saya, untuk diangkat dalam jabatan ini, baik langsung maupun tidak langsung,
dengan rupa atau dalih apapun juga, tidak memberi atau menyanggupi akan memberikan
sesuatu kepada siapapunjuga;
Bahwa saya akan setia dan taat kepada Negara Republik Indonesia;
Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurutperintah
harus saya rahasiakan;
Bahwa saya tidak akan menenma hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari
siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang
bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya;
Bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, saya senantiasa akan lebih
mementingkan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri atau golongan;
Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan
Pegawai Negeri;
Dengan mengucapkan sumpah tersebut diharapkan sebagai unsur aparatur Negara
dan abdi masyarakat Pegawai Negeri Sipil menjaga integritas, berkemampuan
melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme dan
wajib memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi
kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan
Pemerintah.
Korupsi dan Keluarga
Apakah dengan mengucapkan sumpah jabatan tersebut seorang pejabat dijamin
tidak akan melanggar sumpahnya? Apakah keluarga dapat menghambat perilaku seorang
pejabat untuk melanggar sumpah jabatannya? Apakah seorang pejabat dapat mengingatkan
keluarganya akan isi sumpah jabatan tersebut? Yang mana salah satunya dalam hal ini yang
paling disorot umum adalah perilaku korupsi.
Korupsi hanya akan terjadi jika dua hal terjadi secara bersamaan, yaitu adanya
keinginan untuk korup (willingness to corrupt) faktor yang sifatnya internal tetapi bisa
dipengaruhi oleh hal-hal eksternal dan kesempatan untuk korupsi (opportunity to corrupt)
faktor yang sifatnya eksternal yang tentunya didukung juga salah satunya oleh pandangan
manusia tersebut yang terbawa dari alam bawah sadar yaitu berupa nilai-nilai masyarakat
dan keluarga yang dianut dan dijalaninya.
Keinginan untuk korup (willingness to corrupt) tidak lepas dari manusia sebagai
makhluk ekonomi yang selalu berupaya memaksimalkan manfaat atas setiap aktivitas
dengan biaya seminimal mungkin. Ekonom menyebut fenomena ini sebagai utility
maximization, dalam banyak kasus prinsip ini sulit dibedakan dengan fenomena selfish atau
mengutamakan diri-sendiri. Selfish merupakan awal munculnya sifat greed atau serakah,
akar dari mentalitas korup. Dalam kata lain, dalam diri manusia sesungguhnya sudah ada
benih atau kecenderungan untuk melakukan tindakan korup.
Salah satu keinginan untuk korup yang dipengaruhi hal-hal eksternal adalah
keluarga. Keinginan dari salah satu anggota keluarga yang menggebu-gebu membawa
beban pikiran pada pejabat tersebut sehingga seorang pejabat yag awalnya tidak mau
korupsi karena dengan dorongan keluarga melakukan hal tersebut dengan terpaksa. Namun
apabila salah satu anggota keluarga mengikuti pembacaan sumpah jabatan bisa menjadi
salah satu self defense bagi pejabat tersebut dalam mempertahankan integritasnya
tentunya dengan saling mengingatkan secara konsisten dan komitmen yang tinggi.
Kejadiaan ini pernah diangkat di salah satu novel Mochtar Lubis yang berjudul “Twilight
Jakarta” yang menggambarkan realitas kehidupan di Jakarta tahun 1960-an akhir setelah
kejadian G-30S-PKI atau awal orde baru dimana salah satu anggota keluarganya terus
menerus mendorong pejabat tersebut agar menghalalkan segala cara sehingga jabatannya
terus meningkat dan bertahan lama sambil tidak lupa menumpuk harta.
Di dalam membangun sistem nilai suatu organisasi, peranan individu-individu dan
orang-orang dekat di sekitar individu-individu tersebut (dalam hal ini keluarga) dalam
organisasi tersebut berperan besar. Setiap individu tersebut merupakan fondasi system nilai
suatu organisasi yang ditopang oleh keluarga. Sumpah Jabatan hanyalah salah satu pijakan
pertama bagi keluarga sang pejabat baru untuk membangun langkah-langkah selanjutnya
dalam membangun komitmen menjaga sumpah jabatan tersebut dan tetap konsisten
menjaganya. Dengan ikut langsung mendengarkan dan merasakan sumpah jabatan tersebut
maka setidaknya akan meninggalkan bekas di dalam hati keluarga kita. Yang pertama dan
utama adalah membangun komunikasi antar anggota keluarga. Menurut Siti Nurbaya
(Sekjen DPD-RI) cara yang dilakukan adalah dengan mengintensifkan komunikasi dan
mengingatkan seluruh anggota keluarga sikap mana yang patut di junjung. Untuk
menghindarkan suami-suami dan atau siapa saja jatuh ke dalam keniscayaan hidup,
misalnya korupsi, keluarga tidak boleh sungkan mengingatkan komitmen awal yang mereka
bangun dulu. Perlu diketahui bahwa untuk jujur dan mengingatkan komitmen dimana
sebuah keluarga dibangun itu bukanlah pekerjaan mudah. Dan setiap keluarga butuh waktu
dan situasi sendiri-sendiri dalam hal memelihara komitmen pernikahan yang telah mereka
bangun semula. Biasanya ungkapan dan teguran dari keluarga perlu disampaikan selagi
waktu dan kondisi meminta.
Yang kedua adalah menimbulkan rasa empati dalam diri kita dan keluarga sehingga
kepedulian terhadap sesama. Menurut Linda Amalia (Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak) keluarga punya andil hingga korupsi bisa terjadi, sebab
keluarga adalah peletak dasar nilai-nilai yang bisa berperan mencegah budaya korupsi.
Menurut beliau, kepedulian pada sesama perlu diperhatikan jadi ketika akan melakukan
sesuatu tidak hanya mempertimbangkan Sang pencipta, tapi juga berfikir bagaimana
dampaknya bagi diri sendiri juga sesama.
Yang ketiga adalah konsisten dengan komitmen awal. Menurut pandangan Dra. Eni
Khairani, M.Si (wakil ketua komite I DPD-RI) permasalahan kasus korupsi yang melibatkan
banyak pejabat saat ini bisa saja hal ini terjadi karena dipicu dari internal keterlibatan
keluarga, terutama isteri. Meskipun hal ini sama sekali tidak boleh digeneralisasikan, karena
banyak juga para isteri bisa memberi kontribusi pemikiran terhadap suaminya agar
berperan baik terhadap lembaga yang dipimpinnya,support yang sifatnya membangun.
Tidak bisa dipungkiri juga, kasus korupsi terjadi karena dorongan dari rekan kerja,atau justru
karena akibat dari tindakan dan keputusan pimpinannya. Sehingga di masa dimana penuh
perkara, para isteri tidak boleh bosan selalu mendampingi suami dan anak-anak dan bila
perlu harus mampu mengingatkan suami dan anak-anak untuk selalu berada dijalan yang
benar dan lurus sesuai hukum dan ajaran agama yang ada.
Yang keempat adalah menjaga nilai-nilai keluarga
Kesimpulan
Tidak ada jaminan bahwa mengikutsertakan keluarga dalam pengambilan sumpah
jabatan akan menghasilkan pejabat yang berintegritas baik. Dalam membangun sistem nilai
organisasi diperlukan rangkaian kegiatan yang saling bertautan dan terkait sehingga satu
sama lain akan saling menguatkan. Keikutsertaan keluarga dalam pengambilan sumpah
jabatan hanyalah salah satu simpul tali dalam membangun sistem nilai suatu organisasi dan
tidak bisa berdiri sendiri tapi saling menguatkan.
Secara teknis mungkin perlu dikaji ulang pengucapan sumpah jabatan apabila
hendak memperhatikan faktor keluarga sebagai undangan karena berkaitan dengan pejabat
yang melantik, tempat dan waktu pelantikan, biaya yang ditanggung oleh keluarga tersebut
dan banyak hal lainnya. Namun apabila kita menyadari bahwa faktor keluarga adalah salah
satu pilar penting dalam membangun integritas dalam melaksanakan sumpah jabatan
tersebut hendaknya kendala-kendala teknis tersebut bisa diatasi karena penegakan
integritas yang terkandung jelas di dalam sumpah jabatan jauh lebih penting daripada
kendala-kendala yang tersebut diatas.
Bahan bacaan:
1. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeria
Sipil Dan Anggota Angkatan Perang;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri
Sipil;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps Dan
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil;
4. Surat Edaran Kepala Badan Kepegwaian Negara Nomor 14/SE/1975, tentang Petunjuk
Pengambilan Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil;
5. http://tunas63.wordpress.com/2009/01/22/sumpahjanji-dan-kode-etik-pns/;
6. http://kepegawaian.unpad.ac.id/info_detail.aspx?id=154;
7. http://rizarulham.wordpress.com/2010/02/24/peranan-keluarga-dalam-memecahkanpermasalahan-bangsa/
8. http://policy.paramadina.ac.id/v2/?p=459
Sumpah Jabatan
Sumpah Jabatan mungkin bisa menjadi langkah awal dalam membangun early
warning system dalam membangun karakter untuk mematuhi kode etik yang ditetapkan
oleh suatu organisasi dan mencapai visi serta misi yang ditetapkan dan melekat pada
jabatan tersebut. Untuk mencapai hal tersebut hendaknya gema suara dari sumpah jabatan
tersebut tidak hanya melekat pada diri pribadi orang yang mengangkat sumpahnya namun
juga pada orang-orang terdekatnya yaitu keluarga.
Pengalaman yang saya alami sendiri ternyata tidak seperti yang saya bayangkan
dalam dogma pikiran yang saya sebutkan diatas. Tidak ada satupun keluarga yang turut
diundang dalam pengambilan sumpah jabatan tersebut, dan ini menambah kegalauan hati
saya. Pola pikir yang hendak dibangun adalah bahwasanya dengan mengetahui dan
mendengar langsung isi sumpah jabatan itu insyaallah istri atau suami kita juga ikut
menjaga, mengingatkan dan menyadarkan secara terus menerus isi sumpah jabatan itu
atau sebaliknya kita dapat memperingatkan keluarga di sekeliling kita aka isi sumpah
jabatan itu.
Pengangkatan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk memangku jabatan terutama
jabatan yang penting yang mempunyai ruang lingkup yang luas merupakan kepercayaan
yang besar dari Negara. Dalam melaksanakan tugas itu diperlukan pengabdian, kejujuran,
keikhlasan, dan tanggung jawab yang besar. Sumpah Jabatan Negeri diatur menurut
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan
Pegawai Negeri Sipil Dan Anggota Angkatan Perang. Berhubung dengan itu Pegawai Negeri
Sipil yang diangkat untuk memangku jabatan tertentu pada saat pengangkatannya wajib
mengangkat Sumpah Jabatan Negeri dihadapan atasan yang berwenang menurut agama
atau kepercayaannya terhadan Tuhan Yang Maha Esa.
Isi sumpahnya seperti ini :
“Demi Allah ! Saya ber sumpah,
Bahwa saya, untuk diangkat dalam jabatan ini, baik langsung maupun tidak langsung,
dengan rupa atau dalih apapun juga, tidak memberi atau menyanggupi akan memberikan
sesuatu kepada siapapunjuga;
Bahwa saya akan setia dan taat kepada Negara Republik Indonesia;
Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurutperintah
harus saya rahasiakan;
Bahwa saya tidak akan menenma hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari
siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang
bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya;
Bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, saya senantiasa akan lebih
mementingkan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri atau golongan;
Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan
Pegawai Negeri;
Dengan mengucapkan sumpah tersebut diharapkan sebagai unsur aparatur Negara
dan abdi masyarakat Pegawai Negeri Sipil menjaga integritas, berkemampuan
melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme dan
wajib memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi
kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan
Pemerintah.
Korupsi dan Keluarga
Apakah dengan mengucapkan sumpah jabatan tersebut seorang pejabat dijamin
tidak akan melanggar sumpahnya? Apakah keluarga dapat menghambat perilaku seorang
pejabat untuk melanggar sumpah jabatannya? Apakah seorang pejabat dapat mengingatkan
keluarganya akan isi sumpah jabatan tersebut? Yang mana salah satunya dalam hal ini yang
paling disorot umum adalah perilaku korupsi.
Korupsi hanya akan terjadi jika dua hal terjadi secara bersamaan, yaitu adanya
keinginan untuk korup (willingness to corrupt) faktor yang sifatnya internal tetapi bisa
dipengaruhi oleh hal-hal eksternal dan kesempatan untuk korupsi (opportunity to corrupt)
faktor yang sifatnya eksternal yang tentunya didukung juga salah satunya oleh pandangan
manusia tersebut yang terbawa dari alam bawah sadar yaitu berupa nilai-nilai masyarakat
dan keluarga yang dianut dan dijalaninya.
Keinginan untuk korup (willingness to corrupt) tidak lepas dari manusia sebagai
makhluk ekonomi yang selalu berupaya memaksimalkan manfaat atas setiap aktivitas
dengan biaya seminimal mungkin. Ekonom menyebut fenomena ini sebagai utility
maximization, dalam banyak kasus prinsip ini sulit dibedakan dengan fenomena selfish atau
mengutamakan diri-sendiri. Selfish merupakan awal munculnya sifat greed atau serakah,
akar dari mentalitas korup. Dalam kata lain, dalam diri manusia sesungguhnya sudah ada
benih atau kecenderungan untuk melakukan tindakan korup.
Salah satu keinginan untuk korup yang dipengaruhi hal-hal eksternal adalah
keluarga. Keinginan dari salah satu anggota keluarga yang menggebu-gebu membawa
beban pikiran pada pejabat tersebut sehingga seorang pejabat yag awalnya tidak mau
korupsi karena dengan dorongan keluarga melakukan hal tersebut dengan terpaksa. Namun
apabila salah satu anggota keluarga mengikuti pembacaan sumpah jabatan bisa menjadi
salah satu self defense bagi pejabat tersebut dalam mempertahankan integritasnya
tentunya dengan saling mengingatkan secara konsisten dan komitmen yang tinggi.
Kejadiaan ini pernah diangkat di salah satu novel Mochtar Lubis yang berjudul “Twilight
Jakarta” yang menggambarkan realitas kehidupan di Jakarta tahun 1960-an akhir setelah
kejadian G-30S-PKI atau awal orde baru dimana salah satu anggota keluarganya terus
menerus mendorong pejabat tersebut agar menghalalkan segala cara sehingga jabatannya
terus meningkat dan bertahan lama sambil tidak lupa menumpuk harta.
Di dalam membangun sistem nilai suatu organisasi, peranan individu-individu dan
orang-orang dekat di sekitar individu-individu tersebut (dalam hal ini keluarga) dalam
organisasi tersebut berperan besar. Setiap individu tersebut merupakan fondasi system nilai
suatu organisasi yang ditopang oleh keluarga. Sumpah Jabatan hanyalah salah satu pijakan
pertama bagi keluarga sang pejabat baru untuk membangun langkah-langkah selanjutnya
dalam membangun komitmen menjaga sumpah jabatan tersebut dan tetap konsisten
menjaganya. Dengan ikut langsung mendengarkan dan merasakan sumpah jabatan tersebut
maka setidaknya akan meninggalkan bekas di dalam hati keluarga kita. Yang pertama dan
utama adalah membangun komunikasi antar anggota keluarga. Menurut Siti Nurbaya
(Sekjen DPD-RI) cara yang dilakukan adalah dengan mengintensifkan komunikasi dan
mengingatkan seluruh anggota keluarga sikap mana yang patut di junjung. Untuk
menghindarkan suami-suami dan atau siapa saja jatuh ke dalam keniscayaan hidup,
misalnya korupsi, keluarga tidak boleh sungkan mengingatkan komitmen awal yang mereka
bangun dulu. Perlu diketahui bahwa untuk jujur dan mengingatkan komitmen dimana
sebuah keluarga dibangun itu bukanlah pekerjaan mudah. Dan setiap keluarga butuh waktu
dan situasi sendiri-sendiri dalam hal memelihara komitmen pernikahan yang telah mereka
bangun semula. Biasanya ungkapan dan teguran dari keluarga perlu disampaikan selagi
waktu dan kondisi meminta.
Yang kedua adalah menimbulkan rasa empati dalam diri kita dan keluarga sehingga
kepedulian terhadap sesama. Menurut Linda Amalia (Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak) keluarga punya andil hingga korupsi bisa terjadi, sebab
keluarga adalah peletak dasar nilai-nilai yang bisa berperan mencegah budaya korupsi.
Menurut beliau, kepedulian pada sesama perlu diperhatikan jadi ketika akan melakukan
sesuatu tidak hanya mempertimbangkan Sang pencipta, tapi juga berfikir bagaimana
dampaknya bagi diri sendiri juga sesama.
Yang ketiga adalah konsisten dengan komitmen awal. Menurut pandangan Dra. Eni
Khairani, M.Si (wakil ketua komite I DPD-RI) permasalahan kasus korupsi yang melibatkan
banyak pejabat saat ini bisa saja hal ini terjadi karena dipicu dari internal keterlibatan
keluarga, terutama isteri. Meskipun hal ini sama sekali tidak boleh digeneralisasikan, karena
banyak juga para isteri bisa memberi kontribusi pemikiran terhadap suaminya agar
berperan baik terhadap lembaga yang dipimpinnya,support yang sifatnya membangun.
Tidak bisa dipungkiri juga, kasus korupsi terjadi karena dorongan dari rekan kerja,atau justru
karena akibat dari tindakan dan keputusan pimpinannya. Sehingga di masa dimana penuh
perkara, para isteri tidak boleh bosan selalu mendampingi suami dan anak-anak dan bila
perlu harus mampu mengingatkan suami dan anak-anak untuk selalu berada dijalan yang
benar dan lurus sesuai hukum dan ajaran agama yang ada.
Yang keempat adalah menjaga nilai-nilai keluarga
Kesimpulan
Tidak ada jaminan bahwa mengikutsertakan keluarga dalam pengambilan sumpah
jabatan akan menghasilkan pejabat yang berintegritas baik. Dalam membangun sistem nilai
organisasi diperlukan rangkaian kegiatan yang saling bertautan dan terkait sehingga satu
sama lain akan saling menguatkan. Keikutsertaan keluarga dalam pengambilan sumpah
jabatan hanyalah salah satu simpul tali dalam membangun sistem nilai suatu organisasi dan
tidak bisa berdiri sendiri tapi saling menguatkan.
Secara teknis mungkin perlu dikaji ulang pengucapan sumpah jabatan apabila
hendak memperhatikan faktor keluarga sebagai undangan karena berkaitan dengan pejabat
yang melantik, tempat dan waktu pelantikan, biaya yang ditanggung oleh keluarga tersebut
dan banyak hal lainnya. Namun apabila kita menyadari bahwa faktor keluarga adalah salah
satu pilar penting dalam membangun integritas dalam melaksanakan sumpah jabatan
tersebut hendaknya kendala-kendala teknis tersebut bisa diatasi karena penegakan
integritas yang terkandung jelas di dalam sumpah jabatan jauh lebih penting daripada
kendala-kendala yang tersebut diatas.
Bahan bacaan:
1. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeria
Sipil Dan Anggota Angkatan Perang;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri
Sipil;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps Dan
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil;
4. Surat Edaran Kepala Badan Kepegwaian Negara Nomor 14/SE/1975, tentang Petunjuk
Pengambilan Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil;
5. http://tunas63.wordpress.com/2009/01/22/sumpahjanji-dan-kode-etik-pns/;
6. http://kepegawaian.unpad.ac.id/info_detail.aspx?id=154;
7. http://rizarulham.wordpress.com/2010/02/24/peranan-keluarga-dalam-memecahkanpermasalahan-bangsa/
8. http://policy.paramadina.ac.id/v2/?p=459