Kriminalistik dan Hukum Kepolisian dalam

Esai

ORIENTASI KRIMINALISTIK
PADA POTRET NYATA PELACURAN RUMAHAN
DI SUBANG

Oleh:
ORIYANTO S. SULUDANI
(41154025140021)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dalam suatu negara hukum, penegakkan hukum menjadi salah satu syarat
yang harus dilaksanakan dan dipenuhi sebagai konsekuensi dan konsistensi

terwujudnya Supermasi Hukum. Negara Indonesia adalah Negara Hukum,
sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen
ketiga, pasal 1 ayat (3) yaitu; Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak
beradasar atas kekuasaan belaka.1
Pelacuran atau biasa disebut perbuatan melacurkan diri dari seorang wanita
kepada banyak laki-laki, dengan mengelilingi kota sepanjang hari/malam sambil
mencari laki-laki untuk melampiaskan nafsu birahi (seksual), sambil
mengharapkan imbalan uang atau jasa lainnya dan atau mengadakan relasi seks
yang tidak beradab (menjual diri/kehormatannya) demi untuk memperoleh uang
yang banyak, adalah suatu sifat perbuatan yang tidak bersusila dan atau suatu
perbuatan tercela/terkutuk yang melanggar kesusilaan, kesopanan dan norma
agama serta adat kebiasaan.
Kriminalistik selaku ilmu penyidikan kejahatan dapat membuktikan bahwa
pelacuran adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, dan norma kesopanan. Tetapi ternyata sampai saat ini tidak ada
seorang pelacur yang dihukum karena melacurkan dirinya dimana hukuman atau
pemidanaan terhadap pelacur tersebut (wanita tuna susila) didasarkan pada KUHP
Buku II Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan.2
1.2. Fokus/Koridor Pembahasan
Fokus pembahasan pada Esai kali ini adalah membahas tentang “Potret Nyata

Pelacuran Rumahan di Subang”.

1

Drs. Hidiyono Adi SH, dan Drs. Rusly ZA Nasution, SH., MM., Prespektif
Kriminalistik, Universitas Langlangbuana, Bandung, 2014, Hal. 1
2
Irwandi Samad, Pelacuran dalam Orientasi Kriminalistik, Universitas Sam
Ratulangi, Manado, Hal. 60

BAB II
ISI / BAHASAN

2.1. Pengertian Kriminalistik
Mengulas tentang kriminalistik, mengingatkan kita kepada bacaan-bacaan
mengenai kriminalitas yang tersebar disana sini baik melalui majalah -majalah,
surat-surat kabar dan atau melalui siaran televisi dimana tindakan-tindakan yang
bersifat kriminalitas seperti pencurian, penggelapan, penipuan, penganiayaan,
pembunuhan, perkosaan, percabulan, korupsi, penyelundupan narkotika dan lain
sebagainya.

H. A. R. Pontoh, SH menulis sebagai berikut; “Criminalistiek ilmu ini
mempelajarai : bagaimana mencari dan mengumpulkan data/ bukti – bukti guna
mencari tahu benarkah telah sudah dilakukan perbuatan pidana dan siapakah
orang yang melakukan itu (Pembuat).3
Drs. Rusly ZA Nasution, SH. MM., Kriminalistik adalah suatu pengetahuan
dan keterampilan teknis dan taktis untuk membuat terangnya suatu perkara
dengan menggunakan ilmu pengetahuan tertentu sesuai dengan jenis tindak
pidana yang terjadi.4
2.2. Pengertian Pelacuran
Pelacuran berasal dari bahasa Latin yaitu pro-stituere atau pro-stauree yang
berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan
pergendakan. Sehingga pelacuran atau prostitusi bisa diartikan sebagai perjualan
jasa seksual, seperti oral seks atau hubungan seks untuk uang. Pelacur wanita
disebut prostitue, sundal, balon, lonte; sedangkan pelacur pria disebut gigolo.
Pelaku pelacur kebanyakan dilakukan oleh wanita.
Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau
hubungan seks, untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur,
yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK). Dalam
pengertian yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya untuk hal yang
dianggap tak berharga juga disebut melacurkan dirinya sendiri, misalnya seorang

musisi yang bertalenta tinggi namun lebih banyak memainkan lagu-lagu komersil.
Di Indonesia pelacur sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau
sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk
hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap
aparat penegak ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan
kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum.
Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad
3

Irwandi Samad, Pelacuran dalam Orientasi Kriminalistik, Universitas Sam
Ratulangi, Manado, Hal. 61
4
Drs. Hidiyono Adi SH, dan Drs. Rusly ZA Nasution, SH., MM., Prespektif
Kriminalistik, Universitas Langlangbuana, Bandung, 2014, Hal. 1

lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa
kemasa. Resiko yang dipaparkan pelacuran antara lain adalah keresahan
masyarakat dan penyebaran penyakit menular seksual, seperti AIDS yang
merupakan resiko umum seks bebas tanpa pengaman seperti kondom.5
Pelacuran atau persundalan dan atau ketunasusilaan adalah terjemahan dari

istilah prostitution. Istilah prostitution dalam bahasa latin, memberi arti yang jauh
lebih luas dari sekedar apa yang kita bayangkan atau terjadi didalam praktek.
Sebab didalam praktek sehari – hari yang disebut pelacuran itu adalah wanita tuna
susial dan menurut sifat perbuatannya adalah menyerahkan diri kepada banyak
laki-laki yang dijadikan sebagai obyek pencahariaannya atau kebiasaannya
berkaitan dengan mencari kepuasan seksual dan uang adalah merupakan
imbalannya.
2.3. Potret Nyata Pelacuran Rumahan di Subang
Ketika anda melintas jalur pantura dari jalur Cikampek-Cirebon atau
Karawang-Indramayu, Jawa Barat, perhatikan diantara warung-warung makan
remang dan cafe. Biasanya, tiap malam anda akan menemui warung-warung
makan yang ramai dengan wanita-wanita berpenampilan seksi dengan make up
mencolok.
Beberapa warung remang itu ternyata bukan sekadar warung yang melayani
kebutuhan perut tetapi juga memberikan layanan seks. Ketika malam tiba,
puluhan warung makan dan cafe itu gemerlap dengan cahaya dan ramai
dikunjungi manusia. Di teras-teras dan beranda berkumpul wanita cantik, nakal,
dan menggoda. Mereka memikat pengguna jalan sambil mengajak melepas lelah
di kafe-kafe itu. Pengguna jalan yang tertarik langsung melakukan tawar-menawar
tentang servis yang dapat diberikan. Di jalur Karawang sampai Indramayu. Di

kanan-kiri jalan, berjejer cafe-cafe dan warung remang-remang, yang menjajakan
gadis muda sebagai teman melepas penat.
Jalur pantura dengan praktek prostitusi terbuka sudah lama ada. Wanita
panggilan juga bisa didapatkan dengan mudah. Jika anda tak suka dengan
´koleksi´ yang ada, maka akan banyak ´makelar´ yang siap melayani kebutuhan
anda. Asal anda cukup banyak uang, maka tipe apapun yang anda minta akan
tersedia.
Mereka terang-terangan menggoda siapa saja yang melintas. Tak hanya itu,
warung remang-remang dan rumah bordil berkedok karaoke menjamur sampai ke
daerah pantai. Hanya beberapa kilometer dari jalur utama pantura, gubug-gubug
bambu menghampar hingga ke tepi pantai. Tiap malam, tempat itu riuh oleh
hentakan musik dangdut. Tentunya, ada pelayan dan wanita penghibur yang siap
menemani. Sekedar bersantap, bernyanyi, bahkan bisa juga menjadi bunga
ranjang. Semua tergantung harga yang disepakati. Ironisnya, sebagian besar

5

Wikipedia, Pelacuran, http://id.wikipedia.org/wiki/Pelacuran, diakses 11
November 2014


pelayan di warung remang-remang ini, adalah gadis remaja. Mau cari anak yang
masih SMP juga ada. Khas sunda, cantik-cantik.
Kondisi pelacuran di Jalur Pantura itu seolah menjadi sisi kelam Propinsi Jawa
barat. Fenomena ini dari tahun ke tahun tak jua surut, meski pemda setempat telah
melaukan pembinaan berkali-kali. Sebagian besar beralasan klasik, bahwa
kemiskinan merupakan alasan praktek pelacuran. Karena itu, tak jarang para PSK
yang beroperasi di Jalur Pantura ini masih bersaudara antara satu dengana lainnya.
Praktek prostitusi ini bahkan sudah menyebar, tak lagi berada di pinggir jalan
tetapi beberapa rumah penduduk yang tak membuka usaha warung, juga
menyediakan layanan wanita penghibur ini. Anda dapat membawanya keluar
rumah atau bisa juga “santap ditempat”.
Fenomena pelacuran rumahan itu juga banyak terjadi di kawasan Subang,
Jawa Barat. Sebagian besar penduduk di sini menggantungkan hidup dari bertani
dan menjadi pekerja kasar. Tapi siapa sangka, di tempat itu, praktik prostitusi
justru merajalela. Di desa itu, prostitusi seakan sudah menjadi rahasia umum
penduduknya.
Anda jangan salah ! Praktek prostitusi disini bukan dilakukan di lokalisasi,
tetapi di sebuah kampung biasa. Mereka melakukannya di rumah-rumah warga
dan hal ini sudah berlangsung sangat lama. Menurut penuturan Lily salah seorang
PSK, pelacuran ini bahkan sudah menjadi mata pencaharian sampingan

masyarakat setempat.
”Disini mah sudah biasa. Kalau siang ada yang jadi penjaga toko atau buruh
pabrik. Tapi kalau malam ya ´melayani´ juga. Soalnya nggak cukup uang dari jaga
toko.” ujar Lily. Lokasi yang senyap di pedesaan menjadi daya tarik bagi mereka
yang ingin melampiaskan hasrat. Soal tarif, wanita-wanita di kampung ini tak
mematok tarif khusus.
Setelah harga disepakati, sang wanita mengajak ke kamar pribadi. Bagi PSK
yang punya anak, saat melayani tamu, biasanya anaknya terpaksa diungsikan
keluar rumah. Di rumah itulah, PSK rumahan biasa memberikan layanan kepada
konsumen. Beberapa diantaranya tinggal bersama orang tua. Namun, orang tua
mereka seperti ´merestui´nya, sehingga mereka tanpa canggung dalam
memberikan layanan, meski kadang suara ´desahan´ terdengar sampai ke ruang
tamu.
Biasanya, PSK rumahan memasang tarif antara Rp 200 ribu hingga Rp 500
ribu rupiah. Yang mengherankan, meski berlokasi di pedesaan, pelanggan tak
pernah sepi. Ada saja lelaki hidung belang yang datang. Dunia hitam seolah
menjadi sisi kehidupan yang tak pernah dapat dihilangkan.6
2.4. Pelacuran dalam Orientasi Kriminalistik
Kalau pada bagian sebelumnya bab ini telah dengan tegasnya menyebutkan
bahwa pelacuran melanggar norma kesusilaan, maka kini yang menjadi

6

Widodogroho Triatmojo Mobile Blog, Potret Nyata Pelacuran Nyata di Subang,
http://widodogroho.mywapblog.com/potret-nyata-pelacuran-rumahan-dsubang.xhtml, Diakses 11 November 2014

pertanyaan adalah apakah pelacuran tergolong pada salah satu ketentuan yang
diatur dalam Buku II Bab XIV KUHP yang berada dibawah judul “Kejahatan
Terhadap Kesusilaan?”
Untuk menjawab pertanyaan ini, dirasa sangat perlu untuk mengutip apa yang
diketengahkan oleh Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH, yang menulis sebagai
berikut; “Persundalan”, tindak pidana mengenai ini termuat dalam Pasal 296
KUHP yang mengancam dengan hukuman penjara maksimum satu tahun empat
bulan atau dengan lima belas ribu rupiah.
Bertolak dari pandangan diatas ini, maka sebaiknya penulis akan mengutip
bunyi rumusan/ketentuan Pasal 296 KUHP. Pasal 296 KUHP, menyebutkan;
Barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul
oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau
kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana dengan paling banyak lima belas ribu rupiah.
Selanjutnya penulis akan membahas unsur-unsur Pasal 296 KUHP, yang

menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH adalah tindakan pidana
persundalan.7
Adapun unsur - unsurt Pasal 296 KUHP yakni:
1. Unsur Pertama, Barang siapa; Sebutan barang siapa dalam pasal dimaksud
diatas dalam arti sehari-hari adalah meliputi arti kata siapa saja, siapapun
atau tak seorangpun. Jadi yang dimaksud dengan sebutan barangsiapa
dalam pasal 296 KUHP adalah menunjuk pada subjek/oknum yang
dilarang dan diancam dengan hukuman menurut pasal dimaksud.
2. Unsur Kedua, Dengan sengaja; Kata sengaja dalam ilmu hukum pidana
mempunyai arti kata yang sedikit lebih luas daripada arti kata tersebut
dalam pemakaian kata sehari- hari. Apabila orang dengan perbuatannya
telah menerbitkan suatu akibat tertentu dan akibat ini memanglah
dikehendakinya, memanglah menjadi tujuannya maka sesuai dengan arti
kata sengaja dalam penggunaan bahasa sehari-hari haruslah dianggap
dengan sengaja menerbitkan akibat itu. Apabila orang denga perbuatannya
telah menimbulkan suatu akibat tertentu dan akibat ini sekalipun tidak
dikehendakinya, namun sewaktu melakukan perbuatan itu sadar dan
mengertilah ia bahwa perbuatannya itu pasti akan menimbulkan akibat
yang tidak dikehendakinya tadi, maka sesuailah pula dengan arti kata
sengaja dalam penggunaan sehari – hari, harus ia dianggap dengan sengaja

menimbulkan akibat itu. Kesengajaan yang demikian oleh hukum
dinamakan sengaja atas kesadaran tentang kepastian.
3. Unsur Ketiga, Menyebabkan atau Memudahkan perbuatan cabul oleh
orang lain dengan orang lain; Bahwa dimaksud unsur ketiga dari Pasal 296
yakni “menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain
dengan orang lain”, mengandung arti bahwa perbuatan/tindakan yang
dapat memudahkan atau menyebabkan terjadinya perbuatan cabul antara
7

Irwandi Samad, Pelacuran dalam Orientasi Kriminalistik, Universitas Sam
Ratulangi, Manado, Hal. 65

orang lain dengan orang lain yakni bukanlah mereka yang berbuat cabul,
tetapi justru ada pihak lain yang sudah tentu dalam hal ini termasuk
mereka yang memiliki hotel, motel atau yang menyediakan sarana dimana
telah diketahuinya bahwa tempat itu akan dijadikan tempat dilakukannya
perbuatan cabul antara orang lain dengan orang lain.
4. Unsur keempat, Menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan;
Memperhatikan unsur keempat Pasal 296 KUHP seperti yang disebutkan
diatas ini, sudah tentu yang dimaksud oleh unsur keempat diatas adalah
suatu perbuatan yang dengan sengaja dilakukan untuk menyebabkan atau
memudahkan terjadinya perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang
lain, dimana oleh pihak ketiga (perantara/penghubung) menjadikannya
sebagai sumber untuk mendapatkan uang atau pokok percahariannya
sehari-hari.
Berdasarkan pada uraian yang menerangkan tentang rumusan Pasal 296
KUHP, maka dirasa kurang tepat bila dikatakan bahwa Pasal 296 KUHP
mengatur mengenai tindak pidana persundalan (pelacuran) kendatipun sebenarnya
bahwa arti cabul itu sendiri mencakup perbuatan-perbuatan yang berupa
pelanggaran atas norma kesopanan atau kesusilaan seperti ; memperlihatkan
gambar-gambar atau bacaan-bacaan yang menurut sifatnya pornografi dan atau
memperlihatkan/mempertunjukkan dimuka umum gambar atau tulisan bersifat
melanggar kesusilaan.
Jika diperhatikan dengan teliti sebab-sebab timbulnya pelacuran sebagaimana
disebut diatas yaitu disebabkan karena masalah ekonomi, pendidikan kurang, dan
ingin hidup tanpa bantuan orang lain padahal sebenarnya ia belum mampu untuk
menanggulangi kebutuhan hidupnya. Ketiga hal ini dapatlah penulis ilustrasikan
sebagai berikut:
a. Pertama; menyangkut karena masalah ekonomi, biasanya dalam
lingkungan keluarga miskin atau ekonominya lemah seseorang wanita
muda atau anak gadis tidak mampu untuk bertahan berlarut-larut hidup
dalam kemelaratan. Dalam menghadapi keadaan yang demikian anak-anak
gadis mudah dipengaruhi oleh lelaki yang pnya uang. Seperti biasanya
ketiak anak wanita (gadis) tadi diajak untuk tinggal di hotel yang serba
mewah kendatipun hanya bersifat temporer, tanpa memikirkan sesuatu
akibat yang dapat timbul ia setuju saja asalkan kebutuhan hidupnya
terpenuhi. Sehingga apapun akan terjadi pada dirinya ia pasrah tanpa
berkomentar menolak, apalagi bila bujuk rayu se-seorang lelaki yang
punya uang mampu meyakinkan wanita (gadis) tersebut dengan berbagai
daya upaya padahal sebenarnya hanya bermaksud untuk merenggut
kehormatan wanita itu guna memuaskan nafsu birahinya saja kemudian
dikomersialiasikan melalui hotel, baar dan lain sebagainya. Dalam praktek
sehari- hari wanita/gadis yang telah direnggut kehormatannya da ia telah
merasakan menerima uang yang cukup banyak dimana sebelumnya
keadaan ini tidak pernah ia peorleh karena beralarut-larut dalam
kemelaratan, tidak segan-segan menjual diri/kehormatannya kepada setiap
laki-laki yang membutuhkannya.

b. Kedua; karena pendidikannya kurang, biasanya hal ini terjadi bagi wanitawanita/gadis yang tinggal atau berasal dari daerah terpencil dan
tidak/kurang memahami perkembangan di kota-kota besar. Sehingga sifat
ingin tahu sehubungan dengan tingkat pendidikannya rendah ketika diajak
oleh rekannya untuk meminum alkohol/minuman keras atau diajak
menghisap ganja dan lain sebagainya, karena tak tahu akibatnya dan justru
dirasakan/diperoleh adalah suatu kenikmatan maka disanalah awal
kerusakan mental dan moralnya sebagai seorang gadis. Dengan
pengalamannya yang pertama itu ia tidak segan-segan mengorbankan
kehormatannya (kegadisannya) demi untuk memperoleh apa yang ia
butuhkan dalam benak hatinya rasa bangga karena ia dianggap lebih dari
wanita atau gadis-gadis lain yang ada di desanya.
c. Ketiga; ia ingin hidup tanpa bantuan orang lain padahal sebenarnya ia
belum mampu untuk menanggunlangi hidupnya sendiri. Hal ini biasanya
terjadi bagi gadis -gadis yang bersekolah diluar daerah, tidak mampu atau
orang tuagnya mampu tapi karena suatu hal gadis tersebut telah
memutuskan hubungan sebagai anak dengan orang tuanya dengan cara
tidak pernah memberi kabat/mengirimkan surat dimana sebenarnya dan
bagaimana keadaan si anak gadis tadi berada. Ketika pada suatu saat ia
membutuhkan sejumlah uang sedangkan ia menganggab dirinya tidak
mampu, hal demikian inilah dapat mendorong si anak gadis tadi untuk
berbuat hal-hal yang tidak senonoh seperti berkawan dengan pelacurpelacur yang berpengalaman memasuki bar atau restoran-restoran tertentu
yang biasanya tempat berkunjung dari orang-orang yang punya uang dan
atau langsung terjun dengan para pelacur demi untuk mengejar uang dan
menutupi kesombongan/keangkuhannya sendiri.
Dengan demikian maka jelaslah bahwa orientasi kriminalistik terhadap
masalah pelacuran itu adalah meliputi sebab-sebab timbulnya pelacur serta
akibatnya dan ciri-ciri khas dari pada pelacur itu sendiri.

BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Pelacuran disebut melanggar norma kesusilaan sebab perbuatan melacurkan
diri dari para pelacur kepada banyak laki-laki, yakni mengelilingi kota sepanjang
malam sambil mencari laki-laki untuk melampiaskan nafsu birahi (seksual) sambil
mengharapkan imbalan uang atau jasa lainnya dan atau mengadakan relasi seks
yang tidak beradab (menjual diri/kehormatannya) demi untuk memperoleh uang
yang banyak. Sesunggunhnya pelacuran adalah suatu sifat perbuatan yang tidak
bersusila dan atau suatu perbuatan tercela/terkutuk yang melanggar norma
kesusilaan, kesopanan dan norma agama serta adat kebiasaan. Itulah sebabnya
pelacur oleh para pihak pemerintah menempuh langkah kebijaksanaan.
Motif yang melatarbelakangi timbulnya pelacuran rumahan di daerah Subang
dalam orientasi kriminalistik, sebagai berikut:
1. Kecenderungan untuk melacurkan diri oleh para wanita dengan maksud
untuk menghindarkan dari dari kesulitan hidup dan mendapatkan
kesenangan melalui jalan pintas (pendek), kurang pendidikan, kurang
pengertian, buta huruf sehingga menghalalkan pelacuran.
2. Adanya nafsu seks yang abnormal dan tidak terintegrasi dalam
kepribadian dan keroyalan seks.
3. Faktor kemiskinan atau tekanan ekonomi.
4. Aspirasi materiil yang tinggi pada diri wanita tersebut.
5. Oleh bujuk rayu dari kaum lelaki atau para calo, mucikari dan lain
sebagainya.
6. Tidak membutuhkan ketrampilan/skill dan atau intelegensi yang tinggi.
7. Tidak diatur dalam perundang-undangan pidana terutama menyangkut
ancaman pidana terhadap mereka sebagai pelacur.
3.2. Saran
Kepada pihak berwajib dalam hubungannya dengan menanggulangi
operasionalnya para Wanita Tuna Susila, diharapkan tidak saja hanyalah didaftar
untuk dilokalisir pada suatu tempat tertentu guna pemeriksaan kesehatannya saja,
tetapi juga perlu diadakan pembinaan-pembinaan sehubungan dengan pendidikan
dibidang keagamaan.
Apabila ditemukan anak-anak gadis/remaja yang baru tetjun kedunia
pelacuran, diharapkan agar supaya para pihak berwajib segera mengembalikannya
kepada kedua orang tuanya dan atau memasukkannya kedalam lembaga
pendidikan/ketrampilan yang telah disediakan pemerintah.