Relevansi Pandangan Agustinus Mengenai Kehendak Menjadi Kudus dalam Kehidupan Religius dimasa Kini

  dan teologis terkait kehendak manusia, mengeksplorasi kehendak manusia dalam terang pemikiran Agustinus, dan membahas relevansi pandangan Agustinus mengenai kehendak menjadi kudus sekaligus menawarkan pandangan cara hidup religius di masa kini. Berikut akan saya sampaikan beberapa inspirasi dan temuan yang muncul melalui telaah atas pandangan Agustinus mengenai kehendak menjadi kudus dalam kehidupan religius. Selanjutnya, saya akan mengemukakan juga pokok-pokok penting yang belum sempat dibahas lebih mendalam di sini dan yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para penulis yang lain.

  Dalam skripsi ini ada beberapa pokok yang saya temukan dalam melalui eksplorasi atas pandangan Agustinus mengenai kehendak menjadi kudus dalam kehidupan religius di masa kini. Pertama, kehendak dipahami sebagai suatu kemampuan untuk memilih atau mengambil suatu keputusan ketika hendak mengambil suatu tindakan. Sebagai suatu kemampuan untuk mengambil keputusan, kehendak secara mendasar dipandang sebagai kendali atas tindakan yang dilakukan oleh manusia. Istilah kehendak kemudian dipakai oleh para filsuf

  

67 untuk mengacu pada sumber utama penggerak yang mengekspresikan tindakan manusia.

  Kedua, konsep mengenai kehendak manusia terus menerus berkembang

  seiring waktu dan semakin sulit untuk menemukan konsep tunggal yang disetujui bersama khususnya terkait penggunaannya dalam filsafat modern. Konsep mengenai kehendak semakin tergantung pada sudut pandang yang dipakai. Pandangan mengenai kehendak dari Zaman Klasik hingga Modern dapat dibagi menjadi empat sudut pandang, yaitu sudut pandang teologis, sudut pandang rasionalis, humanis, serta sudut pandang kehendak bebas dan determinisme. Konsep Agustinus mengenai kehendak manusia sangat terkait dengan pandangannya mengenai kebebasan manusia. Oleh karena itu, pembahasan mengenai pandangan Agustinus tentang kehendak menjadi kudus secara khusus berkaitan erat dengan kebebasan manusia.

  Ketiga , gagasan Agustinus mengenai kebebasan manusia untuk

  berkehendak baik yang memerlukan rahmat Tuhan dipengaruhi oleh pengalamannya sendiri bergulat dengan dosa. Rahmat diperlukan karena dalam pandangan Agustinus manusia adalah makhluk lemah yang senantiasa membutuhkan uluran tangan Tuhan agar selamat. Pandangannya mengenai manusia yang senantiasa membutuhkan rahmat ini dipengaruhi pandangan pelagianisme dan manikheisme. Pandangannya mengenai rahmat berkaitan erat dengan usaha mempertahankan secara konsekuen ajaran Paulus mengenai dosa asal. Hal ini ialah untuk melawan aliran pelagianisme yang mengajarkan bahwa dosa yang dilakukan Adam dan Hawa hanya merugikan diri mereka sendiri dan tidak memberi dampak terhadap manusia lainnya.

  

68

  Keempat , pandangan Agustinus mengenai kehendak berdosa dan dualitas

  kehendak manusia dipengaruhi oleh pandangan manikheisme mengenai kebaikan dan kejahatan. Agustinus memandang bahwa kejahatan adalah sesuatu sesuatu yang

  „tidak ada‟ secara mandiri. Keberadaan kejahatan adalah sesuatu yang bergantung pada kebaikan. Kejahatan disebutnya sebagai ketiadaan kebaikan.

  Perbuatan yang jahat adalah sama dengan perbuatan tidak baik, sedangkan dosa dipandang sebagai “lemahnya kehendak untuk berbuat baik”. Agustinus memandang bahwa di dalam diri manusia terdapat dua kehendak, yaitu kehendak baik yang kuat dan kehendak baik yang lemah. Selama masih menjalani kehidupan di dunia, manusia selalu mengalami pergulatan antara kedua kehendak itu di dalam dirinya.

  Kelima , Agustinus memandang bahwa kehendak manusia menjadi kudus

  adalah suatu proses yang tidak pernah selesai, karena selama manusia hidup di dunia, ia tidak pernah luput dari dosa. Manusia dapat disebut kudus karena totalitas hidup yang diperlihatkannya dalam kesehariannya. Cara hidup religius pun ditawarkan sebagai cara hidup yang mengalami kehidupan di antara dua tegangan. Cara hidup ini mengajak orang-orang untuk menghadapi konflik, yakni antara kehendaknya sebagai makhluk duniawi dan kehendaknya sebagai makhluk Tuhan, di dalam batinnya sebagai tantangan dalam peziarahan hidup di dunia.

  

5.2 Kemungkinan Pengembangan Pandangan Agustinus tentang Kehendak

Menjadi Kudus

  Pandangan Agustinus mengenai “Kehendak Menjadi Kudus” dapat dikatakan sebagai intisari dari keseluruhan tulisan-tulisannya. Pandangan ini

  

69 belum sepenuhnya tereksplorasi di dalam skripsi ini. Tulisan ini hanya membahas pandangannya mengenai kehendak menjadi kudus terutama dalam konteks kehidupan religius. Tema-tema di sekitar pembahasan ini masih dapat dieksplorasi lagi secara mendalam, baik dalam kaitannya dengan filsafat, teologi, maupun dengan bidang ilmu yang lain. Oleh karena itu, saya kemukakan beberapa pokok pandangan ke depan yang dapat dikembangkan dan ditelaah lebih lanjut oleh penulis lain sebagai berikut.

  Pertama, pandangan mengenai kehendak menjadi kudus dapat digunakan

  untuk membandingkan dan menunjukkan nilai-nilai cara hidup dalam kekudusan di dalam masyarakat nonreligius, dengan mencari berbagai makna kehidupan yang bersifat

  „di antara‟ dan keserupaan-keserupaan yang dapat ditemukan di antara berbagai kultur.

  Kedua , aspek-aspek sekularisasi berkaitan dengan pandangan mengenai

  kehidupan yang sifatnya berada di „antara‟. Agustinus tidak secara gamblang menyampaikan pandangannya mengenai kehidupan „antara‟, tetapi visinya mengenai suatu kehidupan „antara‟ bisa ditelaah lebih lanjut berdasarkan bukunya yang berjudul City of God. Buku ini bisa menjadi inspirasi untuk mengembangkan suatu telaah atas berbagai paradoks sosial dan perbedaan cara hidup yang dijumpai di dalam masyarakat.

  Ketiga , pandangan Agustinus mengenai kehendak menjadi kudus memiliki

  keunikan tersendiri karena menghadapkan setiap individu dengan situasi yang berbeda di zamannya. Pandangannya mengenai kehendak menjadi kudus dalam hidup religius masih bisa dipandang relevan pada zaman sekarang untuk menanggapi arus sekularisme dan

  „pelagianisme‟ yang cenderung melupakan

  

70 Tuhan sebagai rahmat yang dijumpai dalam relasi dengan sesama. Eksplorasi atas pandangan Agustinus tentang kekudusan adalah salah satu usaha untuk memberikan alternatif tawaran cara hidup yang cenderung berlawanan dengan “spiritualitas semu” dari berbagai zaman.

  Masih banyak tema lain yang dapat dikembangkan dengan menggunakan pemikiran-pemikiran Agustinus sehingga membuka berbagai kemungkinan cara pandang konstruktif mengenai relasi antara dualitas kehendak di dalam diri manusia, relasi manusia dan sesamanya, serta setiap individu dan pengertian apapun yang muncul dalam dirinya mengenai rahmat ilahi.

  

71

  

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Utama

  Augustine, The Confessions, trans. Maria Boulding. NewYork: New City Press, 1997. ________, Confessions, terj. Henry Chadwick . New York: Oxford University Press, 2008. ________, On the Free Choice of the Will, On Grace and Free Choice, and Other

  Writings , trans. Peter King. New york: Cambridge University Press, 2010.

  ________, On the Free Choice of the Will, On Grace and Free Choice, and Other Writings , trans. Peter King. Cambridge University Press, 2010. ________

  , “Sermon 223; On a feast of Holy Martyr”, dalam St. Caesarius,

  The Fathers of The Church: Sermons vol.3 (187-238), trans. Mary

  Magdeleine Mueller.Washington DC: The Catholic University of America Press. ________

  , “Sermon 299A”, dalam John E. Rotelle, The Works of Saint

  st Augustine: A Translation for 21 Century. New York: New City Press, 2003.

  ________, Commentary on the Epistle of John,10.7.1 dalam Donal X. Burt, Day by Day with Saint Agustine . Minnesota: Liturgical Press, 2006. ________,

  

Commentary on the Lord’s Sermon on the Mount with Seventeen

Related Sermons , trans. Denis J.Kavanagh. Washington DC: The

  Catholic University of America Press, 1951. ________, Letters 156-210: Epistulae II, ed. John E. Rotelle. New York: New City Press, 2004.

  ________, On Marriage and Concupiscence, di dalam The Nicene and Post

  Nicene Fathers No.1 Vol.5 , ed. Philip Schaff . Grand Rapids, MI: Christian Classics Ethereal Library, 1956.

  ________, The Rule of Saint Augustine: With Introduction and Commentary by

  Tarsicius J. Van Bavel , trans. Raymond Canning. London:Darton &Todd, 1986.

  Augustine’ Manichean Dilemma Vol.1: Conversion and Apoctasy, 373-388 C.E, (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2010)

  Dihle, Albrecht, The Theory of will in Classical Antiquity, London: University of California Press, 1982.

  Cowburn, John, Free Will, Predestination and Determinisme (Wisconsin: Marquette University Press, 2008)

  America Press, 2007. Buber, Martin. I and Thou, ed. Ronald Gregor Smith (New York: Charles

  Freedom and Necessity: St. Augustine’s Teaching on Divine Power and Human Freedom . Washington DC:The Catholic University of

  Hadiwiyata, Lembaga Biblika IndonesiA. Yogyakarta: Kanisius, 2002. Bonner, Gerald,

  Bergant, Dianne & Robert Kane, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, terj. A. S.

  Beduhn, Jason David,

  ________, Tractates on The Gospel of John 28-54: The Fathers of the Church,

  Augustine’s Early Theology of the Church: Emergence and Implications 386-391. New York: Peter Lang Publishing, 2008.

  Alexander, David C.,

  Altman, Nathaniel, The Little Giant Encyclopedia of Meditation. New York: Sterling Publishing, 2000.

  Sumber Pendukung

  ________, The City of God, trans. Marcus Dods. Toronto: Random House, 1999.

  Volume 88. trans. John W. Rettig. Washington DC: The Chatolic University of America Press, 1988.

Scribner’s Sons, 1958)

  Dillon, John dkk. The question of Eclecticism Studies in Later Greek Philosophy,

  University California Press, 1997, 236-237

  Ebbeller, Jennifer, Disciplining Christians: Correction and Community in

  Augustine’s Letters (New York: Oxford University Press, 2012)

  Garbarino, Collin

  , “ Augustine, Donatist and Martyrdomdalam An Age of

Saint? Power, Conflict, and Dissent in Early Medieval Christianity, ed.

  Phil Booth. Leiden: Brill, 2011. Harmless, William. Augustine and the Catechumenate. Collegeville: Liturgical Press, 2014.

  Harrison, Carol, Rethinking Augustine Early Theology. New York: Oxford University Press, 2006.

  Kahn, Charles H., “Discovering Will From Aristotle to Augustine”, artikel dalam buku J.M. Dillon(ed.), The Question of "eclecticism": Studies in Later Greek

  Philosophy. London: University of California Press, 1996.

  Kane, Robert. The Significance of Free Will.New York Oxford University Press , 1998.

  Karfikova, Lenka. Grace and the Will according to Augustine, trans. Marketa Janebova (Boston: Koninklijke Brill NV, 2012) Kim, Dong Young. Understanding Religious Conversion: The Case od St. Augustine.

  Oregon: Pickwick Publications, 2012.

  Koltun Naomi -Fromm, Hermeneutics of Holiness, (New York Oxford University Press 2010

  Kroeker, Sarah Stewart, Pilgrimage as Moral and Aesthetic Formation in

  Au gustine’ Tought. New York: Oxford University Press, 2017.

  Küng, Hans, Eternal Life?: Life After Death as a Medical, Philosophical, and Theological Problem . Oregon: Wipf and Stock, 2002.

  Langfold, Michael J., The tradition of Liberal Theology. Cambridge: Eerdmans, 2014.

  Magnis suseno, Franz., 13 Tokoh etika; sejak Zaman Yunani zampai Abad ke -19.

  Yogyakarta: Kanisius, 1997.

Marion , Jean Luc, In The Self’s Place the Approach of Saint Augustine, trans

  Jeffrey L.Kosky. California: Stanford University Press, 2012. Mcgregor, Daniel S., Holy Dark Places: Wilderness and Exile in the Christian Experience . Gonzales: Energion Publications, 2017.

  McNamara Marie Aquinas, Friends and Friendship in Saint Augustine (New York: Alb House, 1964)

  Nisula, Timo. Augustine and the Functions of Concupiscence. Leiden Boston: Brill, 2012.

  O’Murchu, Diarmuid, Religious Life in the 21

  st Century. New York: Orbis Book, 2016.

  Palaver, Wolfgang,

Rene Girard’ Mimetic Theory.Michigan: Michigan State University Press, 2013

  Pereira, Jairzinho Lopes, Augustine of Hippo and Martin Luther on Original Sin and Justification of the Sinner . Gottingen: VandenHoeck & Ruprecht, 2013.

  Pink Thomas, Concise Routledge Encyclopedi of Philosophy. New York: Routledge, 2000.

  Pink, Thomas and M.W.F Stone (ed.), The will and the Human Action: From Antiquity to the Present Day. London: Routledge, 2004.

  Schrijvers, Joeri, Between Faith and Belief Toward a Contemporary

  Phenomenology of Religious Life. Albany: State University of New York Press, 2016.

  Tjahjadi, Simon Petrus L., Tuhan Para Filsuf dan Ilmuwan: dari Descartes sampai Whitehead .Yogyakarta: Kanisius, 2007.

  Turner, Victor. The Ritual Process:Structure and Anti-Structure Chicago: Aldine Publishing, 1969.

  Verma, Dhirendra, Word Origin: An Exhaustive Compilation of the Origin of

Familiar Words and Phrases. New Dehi: Sterling Paperbacks, 1998.

  Willams, A.N. , The Divine Sense; The Intellect in Patristic Theology. New York: Cambridge University Press, 2007.

  Wolterstorff , Nicholas,

  Augustine’s Confessions: Philosophy in Autobiography, ed. William E. Mann. New York: Oxford University Press, 2014.

  Zumkeller, Adolar, Santo Agustinus: Pedoman Hidup, Suatu Komentar, terj.

  Robert Hardawiryana . Para Biarawati dan Biarawan Ordo Santo Agustinus di Indonesia, 1993.

  Dokumen Gereja

  Paus Paulus VI, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen Gentium 21 November 1964

  Pope Francis, On The Call to Holiness in Today World, Apostolic Exhortation Gaudete Exsultate, 19 March 2018

  Jurnal

  Giovanni Filoramo, “The Phenomenology of Sanctity” dalam jurnal Concilium

International Journal of Theology Vol.3 London: SCM Press, 2013.

  Maldari Donald C., “Ascetism at service of grace”, dalam jurnal Louvain Studies Vol. 28 Belgium: Peeters publishers, 2003.

  Artikel dan Sumber Internet

  Cardinal Nguyen Van Thuan: An Icon of the Vietnamese Church” artikel dalam s pada 18 Mei 2012 jam 22.00. “De Civita Dei 14.13”, artikel dalam mei 2018 jam 10.34. “How the Early Church Viewed Martyr”, artikel dalam s pada 19 mei 2018. “On The Gift of Perseverance” artikel dalam Diakses pada tanggal 19 Mei 2018 jam18.00.