Sistem Monitoring Kesehatan Struktur by
SISTEM MONITORING KESEHATAN STRUKTUR
Yoyong Arfiadi
Program Studi Teknik Sipil
Klas Reguler dan Klas Internasional
Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Jalan Babarsari 44 Yogyakarta 55281
Email: [email protected]
ABSTRAK
Dalam tulisan ini dibahas mengenai sistem monitoring kesehatan struktur pada infrastruktur sipil. Infrastruktur
teknik sipil dapat mengalami penurunan kekuatan yang diakibatkan oleh waktu (usia), bencana alam (gempa) dan
lain sebagainya. Mengingat pentingnya infrastruktur maka monitoring (pengawasan) kondisi kesehatan struktur
merupakan hal yang penting. Deteksi kerusakan secara dini akan mencegah kerugian yang mungkin akan terjadi,
baik kerugian materi maupun korban jiwa. Jika suatu infrastruktur penting runtuh maka akan diderita kerugian
finansial yang sangat besar, karena kegiatan ekonomi bisa menjadi terhenti. Sistem monitoring kesehatan struktur
merupakan sistem yang melibatkan bidang-bidang multidisplin seperti: sipil, mesin, elektronilka, yang mencakup
teknologi sensor, daya (power), komunikasi, transmisi dan penyimpanan data, pemrosesan sinyal, dan algoritma
untuk evaluasi kesehatan struktur. Selanjutnya dalam tulisan ini dibahas salah satu teknik sederhana untuk
mengevaluasi keadaan struktur dengan menggunakan vektor beban yang dikenal dengan Vektor Beban Penentu
Lokasi Kerusakan (VBPLK). Suatu vektor beban dapat ditentukan dari perubahan matriks fleksibilitasnya. Jika
vektor beban ini dikerjakan sebagai beban statik pada struktur yang tidak rusak di lokasi sensor, maka elemen
yang rusak dapat diprediksi dengan membandingkan tegangan kumulatif ternormalisasinya. Elemen yang
mempunyai tegangan kumulatif ternormalisasi sama dengan nol atau sangat kecil nilainya merupakan elemen
yang diprediksi telah rusak. Pada bagian akhir tulisan disajikan contoh sederhana untuk penggunaan metoda ini
untuk mendeteksi kerusakan pada struktur rangka batang.
Kata-kunci: kesehatan struktur, deteksi kerusakan, sensor, vektor beban penentu lokasi kerusakan, keamanan,
matriks fleksibilitas
PENDAHULUAN
Sistem Monitoring Kesehatan Struktur merupakan bidang yang banyak mendapat perhatian
peneliti akhir-akhir ini, baik peneliti dalam bidang telnik sipil, mesin maupun teknik
penerbangan. Dalam bidang teknik sipil khususnya, perkembangan ini dimotivasi oleh
kenyataan bahwa infrastruktur teknik sipil, seperti gedung, jembatan, bendungan, jaringan
pipa dan lain-lain, mengalami penurunan kekuatan yang tidak bisa dihindari, baik akibat
pengaruh usia atau karena bencana alam seperti gempa bumi dan angin topan. Mengingat
fungsinya yang sangat penting, maka monitoring (pengawasan) kondisi kesehatan struktur
harus mendapatkan perhatian. Deteksi kerusakan secara dini akan mencegah kerugian yang
mungkin akan terjadi, baik kerugian materi maupun korban jiwa. Jika suatu infrastruktur
penting runtuh maka akan diderita kerugian finansial yang sangat besar, karena kegiatan
ekonomi bisa menjadi terhenti sama sekali.
Saat ini, pemeriksaaan infrastruktur teknik sipil umumnya didasarkan pada pemeriksaan
langsung oleh manusia. Kondisi ini tentu saja kurang praktis mengingat keadaan infrastruktur
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
sipil yang besar dan bersifat spasial. Pemeriksaan secara langsung sangat tergantung pada
kondisi si pemeriksa dan dalam kondisi tertentu dapat membahayakan pemeriksa itu sendiri.
Selain itu, dalam keadaan tertentu, kerusakan struktur sering tersembunyi, sehingga tidak
mudah teramati secara langsung.
Mengingat keadaan ini pemeriksaan kesehatan dan deteksi kerusakan secara otomatis
diperlukan agar dapat dicapai hasil yang lebih baik. Perkembangan dalam teknologi sensor
dan teknologi informasi memungkinkan dilakukannya pemeriksaan secara otomatis. Kondisi
ini memunculkan konsep sistem monitoring kesehatan struktur. Dengan sistem ini diharapkan
dapat diketahui kondisi keamanan infrastruktur sipil, baik kesehatan secara umum maupun
kondisi-kondisi lain agar infrastruktur ini dapat berfungsi untuk melayani masyarakat. Pada
level tertentu dapat digunakan oleh pengelola gedung untuk mengambil keputusan kapan
pengguna harus dievakuasi agar korban jiwa dapat dihindari. Sistem monitoring kesehatan
struktur ini umumnya didasarkan pada cara-cara berdasarkan analisis dinamik, sehingga
pengetahuan mengenai metoda dinamik merupakan hal yang penting.
Teknik monitoring kesehatan struktur
identifikasi sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
dapat dikategorikan ke dalam beberapa tingkat
Level 1: Menentukan apakah ada kerusakan pada struktur;
Level 2: Menentukan adanya kerusakan serta lokasi kerusakan;
Level 3: Menentukan adanya kerusakan, lokasinya serta menilai tingkat kerusakan;
Level 4: Menentukan adanya kerusakan, lokasinya, tingkat kerusakan serta
memperkirakan sisa usia pakai struktur.
Mengingat pentingnya bidang monitoring kesehatan struktur ini, banyak penelitian telah
dilakukan. Bahkan ASCE (American Society of Civil Engineer) telah menyadari hal ini dan
mendukung penelitian sistem monitoring kesehatan struktur. Saat ini IASC (International
Association of Structural Control) - ASCE telah mengajukan suatu benchmark problem (Gbr.
1) di mana suatu model gedung tiga dimensi empat lantai, yang awalnya dikembangkan di
University of British Columbia, dijadikan suatu obyek penelitian sehingga para peneliti dapat
menggunakannya untuk membandingkan cara-cara deteksi kerusakan yang diajukan.
Dalam praktek, beberapa instrumentasi nyata telah dipasang di antaranya pada jembatan
Rama IX, di Thailand, jembatan Ting Kau, di Hongkong, Cina, jembatan Ting Ma,di
Hongkong, Cina, gedung Floridotower, di Austria dan gedung Republik Plaza, di Singapura
(Gbr. 2).
SISTEM MULTIDISIPLIN
Sistem monitoring kesehatan struktur merupakan bidang yang melibatkan bidang-bidang
multidisplin yang mencakup: teknologi sensor, daya (power), komunikasi, transmisi dan
penyimpanan data, pemrosesan sinyal, dan algoritma untuk evaluasi kesehatan struktur.
Sistem ini juga dapat dipandang sebagai cara (sistem) perawatan infrastruktur. Secara umum
hal ini dapat dilukiskan seperti pada Gbr. 3.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Dari Gbr. 3 tampak bahwa untuk melakukan monitoring kesehatan struktur banyak bidang
selain bidang teknik sipil yang terlibat. Oleh karena itu sarjana teknik sipil dituntut untuk bisa
beradaptasi dan berkolaborasi dengan bidang-bidang di luar bidang inti utamanya. Dalam
tulisan ini beberapa bidang terkait akan diuraikan secara lebih rinci. Walaupun demikian
sistem monitoring kesehatan struktur sipil adalah unik di antaranya karena disebabkan oleh
ukuran struktur yang relatif cukup besar dan adanya pengaruh getaran yang disebabkan oleh
efek lingkungan.
TEKNOLOGI SENSOR
Teknologi sensor memegang peranan penting agar perilaku struktur dapat diukur dan
diketahui. Hasil pengukuran yang baik menghasilkan pengambilan kesimpulan yang tepat dan
akurat. Selain sensor dengan kabel, saat ini teknologi sensor nirkabel banyak dikembangkan
dan dianggap lebih praktis, mudah pemeliharaannya serta lebih murah (Lu dkk., 2005).
Jenis Sensor
Ditinjau dari kegunaannya ada berbagai macam sensor tergantung dari kebutuhannya. Dalam
bidang dinamika struktur macamnya adalah:
Gbr. 1. IASC-ASCE Benchmark structure (Giraldo, 2006)
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Jembatan Rama IX, Thailand
Gedung Floridotower, Austria
Jembatan Ting Kao, Hongkong, Cina
(
Jembatan Ting Ma, Hongkong, Cina.
Gbr. 2. Beberapa aplikasi sistem monitoring kesehatan struktur (www.samco.org)
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Gbr 3. Komponen yang berpengaruh pada sistem monitoring kesehatan struktur
(http://web.mit.edu/youngyu/www/Doc/Paper_SHM%20and%20Seismic%20Impact%2
0Assessment_2003_Istanbul.pdf)
(a) Sensor perpindahan
Sensor perpindahan umumnya digunakan untuk frekuensi sinyal yang rendah dan amplitudo
yang relatif besar. Beberapa sensor dapat mengukur perpindahan hingga 100 nm.
(b) Sensor kecepatan:
Sensor kecepatan cocok digunakan untuk mengukur pada frekuensi yang lebih tinggi dari
sensor perpindahan. Kekurangan dari sensor kecepatan adalah hasil pengukuran cenderung
noisy.
(c) Sensor percepatan:
Sensor percepatan banyak dipakai dalam pengukuran dinamik. Salah satu sensor ini adalah
Wisden, yang merupakan sensor nirkabel, yang dapat mengukur antara -2,5 g sampai 2,5 g
dengan sensitivitas µg. Sensor ini juga mengkonsumsi daya yang relatif kecil dan low noise
characteristic (Paek dkk., 2007)
Salah satu sistem sensor nirkabel WiMMS (Wireless Modular Monitoring System) misalnya
terdiri dari 3 subsistem: sensing interface, computation core dan sistem komunikasi nirkabel,
seperti terlihat pada pada Gbr. 4 dan 5. WiMMS termasuk pada sensor MEMS
(microelectromechanical system) (Lu dkk., 2005)
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Gbr. 4. Modul WiMMS (Lu, dkk, 2005)
Gbr. 5. Sistem pengukuran (Lu, dkk, 2005)
Kebutuhan Daya untuk Sensor
Supply daya sangat penting untuk sensor. Sensor yang memerlukan sedikit daya akan
menguntungkan. Konsumsi daya pada suatu sensor nirkabel umumnya merupakan fungsi dari
voltage dan arus listrik (current). Sebagai contoh daya yang diperlukan dari pengukuran di
laboratorium (Lu dkk., 2005) pada suatu sensor nirkabel = 77 mA. Dalam keadaan standby
diperlukan daya kira-kira 100µA. Jika digunakan baterei AA dengan total 2900 mAh, maka
pada saat aktif umur baterei menjadi:
T aktif = 2900 mAh/77 mA = 27,7 jam = 1,57 hari.
Hal ini dengan anggapan bahwa baterei secara kontinyu digunakan untuk pengukuran.
Dalam keadaan standby diperlukan kira-kira 100µA, sehingga umur baterei menjadi
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
T stanby = 2900mAH/100µA = 29000 jam = 1208,3 hari.
Jika dianggap bahwa sensor setiap hari hanya aktif selama 10 menit, maka:
T10 menit _ aktif _ per _ hari =
T10 menit _ aktif _ per _ hari =
E baterei
E 0,17 jam _ aktif _ perhari + E 23,83 jam _ s tan dby _ perhari
2900mAh
= 190 hari.
77 mA × 0,17 jam / hari + 100µA × 23,83 jam / hari
Jadi setiap 190 hari baterei harus diganti.
ALGORITMA DETEKSI KERUSAKAN
Ada banyak algoritma untuk mendeteksi kerusakan struktur. Umumnya algoritma-algoritma
tersebut didasarkan pada sifat dinamik struktur sehingga diperlukan analisis dinamik. Selain
itu metoda-metoda yang ada umumnya berkaitan dengan cara-cara mengidentifikasi sifat-sifat
struktur seperti misalnya, frekuensi, kekakuan atau bentuk ragam getaran. Kemudian sifat-sifat
struktur tersebut dibandingkan dengan sifat-sifat di mana struktur dianggap tidak rusak.
Dalam mengidentifikasi sifat-sifat struktur untuk keperluan monitoring kesehatan struktur
perlu diingat pula bahwa dalam keadaan normal, tidak mungkin dilakukan dengan cara
mengerjakan gaya luar dengan sengaja. Dalam hal ini gaya luar umumnya tidak diketahui
besarnya, misal kendaraan yang lewat pada suatu jembatan atau tiupan angin. Getaran struktur
yang disebabkan hal ini merupakan ambient vibration.
Untuk mendeteksi sifat-sifat struktur dengan input gaya yang tidak diketahui umumnya
memerlukan pengetahuan getaran random (random vibration) atau proses stokastik
(stochastic process). Beberapa teknik yang berkaitan dengan identifikasi struktur berdasarkan
proses stokastik telah dikembangkan di antaranya adalah oleh James dkk. (1993), dan Juang
dan Papa (1985).
James dkk. (1993) mengembangkan teknik yang terkenal dengan nama NexT (natural
excitation technique). NexT umumnya digunakan pada tahap awal dalam teknik monitoring
kesehatan struktur. Dalam teknik ini dihasilkan persamaan diferensial homogen seperti
persamaan getaran bebas dengan besaran vektor fungsi korelasi. Setelah data getaran bebas
diperoleh, sifat-sifat ragam struktur selanjutnya dapat diperoleh dengan teknik ERA
(eigensystem realization algorithm) yang dikembangkan oleh Juang dan Papa (1985).
Untuk mendeteksi kerusakan struktur beberapa metoda telah dikembangkan. Tinjauan pustaka
yang cukup lengkap misalnya dapat dilihat pada Doebling dkk (1996). Beberapa metoda untuk
deteksi kerusakan struktur ditinjau dalam tulisan ini.
Beberapa kelompok peneliti melakukan usaha deteksi kerusakan strukur dengan mengamati
perubahan frekuensi alami struktur. Hal ini misalnya telah dilakukan oleh Adams et al (1978),
Cawley dan Adams (1979), Aktan et al. (1994), Salawu (1997) dan Bernal dan Gunes (2000).
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Sejalan dengan ini deteksi kerusakan struktur dengan menggunakan ragam getaran (mode
shape) juga banyak dilakukan misalnya oleh West (1984), Kim dkk. (1992), dan Liu (1995).
Koh dkk. (1995) menggunakan perubahan kekakuan tingkat dari data ragam getaran untuk
memprediksi kerusakan struktur rangka batang yang dikombinasikan dengan teknik
kondensasi. Shi et al. (2000a) menggunakan incomplete modeshape dalam usahanya untuk
memprediksi kerusakan pada struktur. Sebagian peneliti juga menggunakan energi regangan
ragam getaran (modal strain energy) untuk mendeteksi kerusakan struktur (Shi dkk., 2000b,
2002).
Dalam penelitian yang lain, pendekatan dengan menggunakan perubahan matriks fleksibilitas
juga telah dilakukan (Pandey dan Biswas, 1994, 1995). Penggunaan matriks fleksibilitas untuk
mendapatkan vektor beban untuk mendeteksi kerusakan diajukan oleh Bernal (2002). Metoda
ini kemudian juga telah divalidasi dengan pecobaan di laboratorium (Gao et al. 2004)
VEKTOR BEBAN PENENTU LOKASI KERUSAKAN (VBPLK)
Bernal (2002) mengajukan metoda untuk mendeteksi lokasi kerusakan elemen struktur
berdasarkan matriks fleksibilitas. Dalam metoda ini ditentukan suatu himpunan konfigurasi
beban sebagai damage locating vector (vektor penentu lokasi kerusakan). Vektor beban ini
mempunyai sifat, jika beban-beban ini dikerjakan sebagai beban statik pada lokasi sensor yang
digunakan untuk pengukuran, maka tegangan pada elemen yang rusak sama dengan nol.
Karena biasanya terjadi kesalahan dalam pengukuran (noise) dan kesalahan dalam hitungan,
nilai ini biasanya tidak persis sama dengan nol tetapi nilainya sangat kecil. Dengan cara ini
selanjutnya lokasi kerusakan dapat ditentukan.
Jika matriks fleksibilitas pada lokasi sensor pada kondisi tidak rusak dan rusak dapat
ditentukan dan dinyatakan berturut-turut dengan Fu dan Fd dan vektor beban yang dinyatakan
dengan L memenuhi persamaan
Fu L = Fd L
(1a)
F∆ L= (Fd-Fu) L = 0
(1b)
atau
maka berarti vektor beban L menghasilkan perpindahan yang sama pada lokasi sensor pada
kondisi sebelum dan sesudah rusak, Karena vektor beban penentu lokasi kerusakan (VBPLK)
tidak menghasilkan tegangan pada elemen yang rusak, maka kerusakan elemen tersebut tidak
mempengaruhi perpindahan pada tempat yang diukur. Dengan demikian vektor beban L
merupakan VBPLK.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
KEUNTUNGAN PENDEKATAN BERDASARKAN MATRIKS FLEKSIBILITAS
Kelebihan pendekatan berdasarkan matriks fleksibilitas dibandingkan dengan pendekatan
matriks kekakuan dalam deteksi kerusakan struktur yang didasarkan pada sifat-sifat ragamfrekuensi adalah sebagai berikut ini. Ditinjau persamaan gerak
M U+CU+K U = F
(2)
dengan M = matriks massa, C = matriks redaman, K = matriks kekakuan, F = vektor beban.
Dengan analisis ragam dan sifat-sifat orthogonalitas bentuk ragam selanjutnya dapat diperoleh
M* = TM
(3a)
K * = TK
(3b)
dan
dengan
= bentuk ragam dengan sembarang normalisasi.
Selanjutnya dari sifat-sifat getaran bebas dapat diperoleh
K * − ω 2 M* = 0
(4)
ω 2 = λ = M* −1 K *
(5)
atau
Dengan mengkombinasikan pers. (5) dan (3) diperoleh
T
K − TM λ = 0
(6)
( T M )1 / 2 = M1 / 2
(7)
Definisikan
v=
di mana v adalah matriks diagonal dengan indeks massa ternormalisasi pada diagonal
utamanya.
Dengan mensubstitusikan pers. (7) pada pers. (6) diperoleh
T
K − v 2λ = 0
atau
T
K = v T λv
(8)
Dari pers. (8) matriks kekakuan dapat diperoleh dari
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
K=
( T )−1 v T λ v
−1
(9)
Dari pers. (7) diperoleh
(v −2
T
M
)
=I
dan
)
dan
T
(M
)
v −2 = I
(10)
sehingga
−1
(
= v −2 T M
( T )−1 = (M
v −2
)
(11)
Dengan menggunakan pers. (11), pers. (9) sekarang menjadi
K = M v −1λ v −1 T M
(12)
Karena hubungan antara matriks kekakuan dan matriks fleksibilitas, matriks fleksibilitas dapat
diperoleh dari pers. (9) sebagai
F=
( v )λ (
−1
−1
v −1
)
T
(13)
dari pers. (12) dan (13) tampak pengaruh setiap ragam frekuensi pada matriks kekakuan dan
fleksibilitas. Pengaruh ragam ke-j pada matriks kekakuan bertambah sebanding dengan
pertambahan kuadrat frekuensi ragam ke-j (= ω 2j ). Sedangkan pengaruh ragam ke-j berkurang
sebanding dengan kuadrat frekuensi ke –j (= ω −j 2 ). Hal ini menunjukkan bahwa matriks
kekakuan sensitif terhadap frekuensi ragam yang lebih tinggi, sedangkan matriks fleksibilitas
tidak begitu sensitif. Kenyataan ini menunjukkan bahwa identifikasi matriks fleksibilitas akan
lebih menguntungkan dibandingkan matriks kekakuan sebab ragam-ragam yang lebih tinggi
biasanya sulit dideteksi dalam percobaan di lapangan.
Gao (2005) menunjukkan hal ini dalam suatu contoh numerik pada suatu struktur rangka
batang. Dapat ditunjukkan bahwa pendekatan berdasarkan matriks fleksibilitas tidak begitu
sensitif terhadap ragam-ragam yang lebih tinggi. Sedangkan pendekatan berdasarkan matriks
kekakuan memerlukan data dari ragam struktur yang lebih tinggi. Pengamatan pada sistem
rangka batang dengan 53 derajat kebebasan dengan menggunakan 2-norm dan Frobenius
norm ditunjukkan pada Gbr. 6 dan 7.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Gbr.6. Kesalahan pada matriks kekakuan vs. jumlah ragam
Gbr. 7. Kesalahan pada matriks fleksibilitas vs. jumlah ragam
PEMBENTUKAN MATRIKS FLEKSIBILITAS
Matriks fleksibilitas dapat ditentukan berdasarkan pengukuran dinamik struktur. Ada 2 cara
untuk menentukan matriks fleksibilitas, yang tergantung apakah input eksitasi diukur atau
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
tidak. Cara yang pertama adalah dengan menggunakan data dari getaran terpaksa (forced
vibration) yang berarti input eksitasi dapat diukur selain outputnya. Cara yang kedua adalah
jika input eksitasi tidak bisa diukur (ambient vibration). Cara mendapatkan matriks
fleksibilitas dengan kedua metoda tersebut direview misalnya pada Gao (2005) dan Gao,
Spencer dan Ruiz-Sandoval (2006).
VEKTOR BEBAN PENENTU LOKASI KERUSAKAN (VBPLK)
Bernal (2002) mengajukan metoda untuk mendeteksi lokasi kerusakan elemen struktur
berdasarkan matriks fleksibilitas. Dalam metoda ini ditentukan suatu himpunan konfigurasi
beban sebagai damage locating vector (vektor penentu lokasi kerusakan). Vektor beban ini
mempunyai sifat jika beban-beban ini dikerjakan sebagai beban statik pada lokasi sensor yang
digunakan untuk pengukuran, maka tegangan pada elemen yang rusak sama dengan nol.
Karena biasanya terjadi kesalahan dalam pengukuran (noise) dan kesalahan dalam hitungan,
nilai ini biasanya tidak persis sama dengan nol tetapi nilainya sangat kecil. Dengan cara ini
maka lokasi kerusakan dapat diketahui.
Jika matriks fleksibilitas pada lokasi sensor pada kondisi tidak rusak dan rusak dapat
ditentukan dan dinyatakan berturut-turut dengan Fu dan Fd dan vektor beban yang dinyatakan
dengan L memenuhi persamaan
Fu L = Fd L
(14a)
F∆ L= (Fd-Fu) L = 0
(14b)
atau
maka berarti vektor beban L menghasilkan perpindahan yang sama pada lokasi sensor pada
kondisi sebelum dan sesudah rusak, Karena vektor beban penentu lokasi kerusakan (VBPLK)
tidak menghasilkan tegangan pada elemen yang rusak, maka kerusakan elemen tersebut tidak
mempengaruhi perpindahan pada tempat yang diukur. Dengan demikian vektor beban L
merupakan VBPLK.
MENENTUKAN VEKTOR BEBAN PENENTU LOKASI KERUSAKAN
Untuk menentukan vektor beban penentu kerusakan L dapat dilakukan sebagai berikut ini.
Perbedaan dari matriks fleksibilitas dari kondisi tidak rusak dan rusak dapat dinyatakan dalam
singular value decomposition (SVD) sebagai
F = U S VT
(15)
atau
F = [U 1
S
Uo ] 1
0
0
0
[V1
Vo ]T
(16)
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Dengan mengingat sifat SVD
[V1
Vo ]T [V1
Vo ] = I
(17)
pers. (16) dapat ditulis menjadi
[F
V1
F Vo ] = [U 1 S 1
0]
(18)
sehingga
(19)
F Vo = 0
Dengan membandingkan pers. (19) dan (14b) tampak bahwa L = Vo. Jadi Vo adalah vektor
beban penentu kerusakan dapat diperoleh dari SVD perbedaan matriks fleksibilitasnya.
Namun karena adanya ketidak-akuratan data karena kesalahan dalam pengukuran dan
hitungan matriks fleksibilitas maka singular value yang berhubungan dengan Vo tidak tepat
sama dengan nol. Dengan demikian perlu ditentukan cara untuk menentukan vektor beban
penentu kerusakan dari hasil hitungan SVD ini. Bernal (2002) mengusulkan untuk
menggunakan index svn sebagai berikut
svni =
s i c i2
(20)
m ax( s k c 2k )
k
dengan s i = singular value yang ke-I dari matriks F
, c i = konstanta untuk normalisasi
tegangan maksimum pada elemen struktur yang disebabkan oleh beban c i Vi sehingga bernilai
sama dengan satu, dan Vi = right singular vector dari matriks F . Menurut Bernal (2002) nilai
svn ≤ 0,20 menunjukkan bahwa beban merupakan VBPLK.
NORMALISASI TEGANGAN KUMULATIF
Setiap VBPLK yang diperoleh, dikerjakan pada model struktur yang tidak rusak. Tegangan
pada setiap elemen struktur dapat diperoleh yang kemudian dapat dihitung tegangan kumulatif
ternormalisasinya (normalized cumulative stress). Jika elemen mempunyai nilai tegangan
kumulatif ternormalisasi sama dengan atau mendekati nol, maka elemen ini merupakan
kandidat elemen yang rusak. Tegangan kumulatif ternormalisasi dapat ditentukan berdasarkan
(Gao, 2005)
σj =
σj
max(σ k )
(21)
k
dengan
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
m
σj =
abs
i =1
σ ij
max(σ ik )
(22)
k
dengan σ j = tegangan kumulatif pada elemen ke-j, σ ij = tegangan pada elemen ke-j yang
disebabkan oleh VBPLK ke-i, m = jumlah VBPLK.
LANGKAH UNTUK MENDETEKSI KERUSAKAN
Dari uraian di atas, langkah untuk mendeteksi kerusakan pada struktur dapat dilakukan
sebagai berikut ini.
(a). Ambil Vi dari V.
(b). Hitung tegangan pada struktur yang tidak rusak akibat Vi.
(c). Tentukan konstanta c i .
(d). Hitung indeks svni dan tentukan vektor beban yang memenuhi svni ≤ 0 ,20 .
(e) Tentukan lokasi elemen yang rusak dari tegangan kumulatif ternormalisasinya.
APLIKASI PADA STRUKTUR RANGKA BATANG
Ditinjau suatu struktur rangka batang terlihat pada Gbr. 8 (Arfiadi dan Wibowo, 2006) Semua
batang mempunyai sifat yang sama yaitu E = 2 × 108 kN/m2, A = 1,785×10-3 m2. Matriks
fleksibilitas untuk contoh ini diambil dari matriks kekakuan model analitik struktur. Matriks
kekakuan untuk model mekanika struktur ini selanjutnya dibentuk dengan program dalam
Arfiadi 1996, 2003. Sifat-sifat ragam dapat diperoleh dengan diketahuinya matriks kekakuan
struktur. Matriks massa dianggap diagonal dengan diagonal utama bernilai 100 kN-det/m2.
Dari sifat-sifat ragam yang diperoleh selanjutnya dapat dibentuk matriks fleksibilitas pada
lokasi sensor untuk kondisi sebelum dan sesudah terjadi kerusakan. Dalam praktek, sifat-sifat
ragam dan matriks fleksibilitas ditentukan dari data lapangan. Tapi dalam tulisan ini matriks
fleksibilitas dibentuk dari model analitik struktur.
Tiga kasus kerusakan ditinjau dalam makalah ini sebagai berikut
(a) batang 11 rusak sehingga kekakuan batang tersebut tinggal 25 % dari kekakuan pada
kondisi tidak rusak;
(b) batang 13 rusak sehingga kekakuan batang tersebut tinggal 25 % dari kekakuan pada
kondisi tidak rusak;
(c) batang 11 dan 12 rusak sehingga kekakuan batang tersebut tinggal 60 % dari kekakuan
pada kondisi tidak rusak.
Kasus 1 (batang 11 rusak):
Setelah matriks fleksibilitas pada lokasi sensor dengan ukuran 3 x 3 diperoleh untuk kondisi
rusak dan tidak rusak, singular value decomposition kemudian dilakukan untuk memperoleh
VBPLK. Dari analisis SVD diperoleh
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
3,6927 × 10 −5
4,079 × 10 −18
s=
1,9423 × 10 −20
0 ,40825 − 0,91281 0,010727
V = − 0 ,8165 − 0 ,35987 0,45147
− 0 ,40825 − 0,19307 − 0,89222
7
6
8
6
5
7
10
1
1
2
11
8
2
3
12
9
3
4
2m
13
4
5
4x3m
(a) Penomoran titik-kumpul dan batang
9
11
8
13
10
4
2
1
12
6
3
5
7
(b) Derajat kebebasan
Gbr. 8. Struktur yang dianalisis
Untuk menentukan VBPLK indeks svn dihitung berdasarkan pers. (20). Nilai svn untuk kasus
(a) dapat dlihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 tampak bahwa ada dua buah VBPLK. Beban ini
kemudian dikerjakan pada lokasi sensor untuk memperoleh gaya-gaya batang. Struktur
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
dianalisis dengan program yang dikembangkan oleh Arfiadi (1996, 2003). Hasil hitungan
gaya batang dapat dilihat pada Tabel 2 untuk kedua VBPLK. Verifikasi juga dilakukan dengan
program ETABS 8.4.5 untuk kondisi dengan VBPLK1 seperti ditunjukkan pada Gbr. 9.
Selanjutnya tegangan kumulatif ternormalisasi setiap batang dihitung. Hasil tegangan
kumulatif ternormalisasi ditunjukkan pada Gbr. 10. Dari Gbr. 10 dapat dilihat bahwa elemen
11 mempunyai tegangan kumulatif ternormalisasi yang terkecil yang menunjukkan
kemungkinan terjadi kerusakan pada elemen tersebut.
Tabel 1. Indeks svn untuk kasus batang 11 rusak
No
1
2
3
svn
1
2,474 ×10-7
3,451×10-7
Tabel 2. Gaya batang oleh VBPLK1 dan VBPLK2
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Gaya batang
Oleh VBPLK 1
Oleh VBPLK 2
1,3692
0,016088
1,3692
0,018085
1,3692
0,016085
0,82941
0,66112
1,3692
0,016088
0,82941
0,66112
0,91281
0,010725
0,35987
0,45147
0,55294
0,44075
1,6456
0,019335
3,9968×10-15
3,1549×10-6
0,64876
0,8139
0,99683
0,79457
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Gbr. 9. Gaya batang oleh program ETABS 8.4.5 akibat VBPLK1.
Kasus 1: Batang 11 rusak
1
0.9
Tegangan kumulatif ternormalisasi
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Nomor Batang
Gbr. 10. Tegangan kumulatif ternormalisasi untuk kasus 1
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Kasus 2: Batang 13 rusak
Dari analisis SVD diperoleh
0,8616 × 10 −4
s=
0
0
0,2673 − 0.7879 − 0,5548
V = 0,5345 − 0,3578 0,7657
0,8018 0,5012 − 0,3255
sehingga ada dua VBPLK dalam hal ini.
Gaya-gaya batang oleh VBPLK disajikan pada Tabel 3 sedangkan tegangan kumulatif
ternormalisasi dapat dilihat pada Gbr. 11.
Dari Gbr. 11, tampak bahwa dalam hal ini ada beberapa batang dengan nilai tegangan
kumulatif ternormalisasi yang sangat kecil. Hal ini dapat dimengerti dengan melihat struktur
yang dianalisis. Karena jika gaya dalam pada batang 13 kecil maka untuk struktur ini
beberapa gaya batang yang lain juga demikian. Jadi selain batang 13, gaya dalam batangbatang 4, 6 dan 9 kecil nilainya.
Tabel 3. Gaya batang oleh VBPLK untuk kasus 2
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Gaya batang
Oleh VBPLK 1
Oleh VBPLK 2
0.9668
0.1719
0.7517
0.4883
0.7517
0.4883
-5
3.75×10
3.75×10-5
0.9668
0.1719
3.75×10-5
3.75×10-5
0.6445
0.1146
0.3578
0.7657
2.5×10-5
2.5×10-5
1.1619
0.2066
0.2565
0.7935
0.9035
0.5868
-5
4.507×10
4.507×10-5
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Kasus 2: Batang 13 rusak
1
0.9
Tegangan kumulatif ternormalisasi
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
No Batang
Gbr. 11. Tegangan kumulatif ternormalisasi untuk kasus 2
Kasus 3: batang 11 dan 12 rusak
Dari hasil analisis SVD diperoleh
1,0941 × 10 −5
s=
5,4706 × 10 −6
4,9143 × 10 −19
− 7,2992 × 10 −14
V=
1
6,8204 × 10 −15
− 0,70711
− 5,6436 × 10 −14
0,70711
0,70711
4,679 × 10 −14
0,70711
Untuk menentukan VBPLK indeks svn dihitung dengan pers. (20). Hasil hitungan disajikan
pada Tabel 4. Dari Tabel 4 diketahui hanya ada satu VBPLK untuk kasus ini.
Selanjutnya hasil hitungan tegangan kumulatif ternormalisasi dapat dilihat pada Gbr. 12.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Tabel 4. Indeks svn untuk kasus batang 11 dan 12 rusak
svn
0,6009
1
1,4986×10-5
No
1
2
3
Kasus 3: Batang 11 dan 12 rusak
1
0.9
Tegangan kumulatif ternormalisasi
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
No Batang
Gbr. 12. Tegangan kumulatif ternormalisasi untuk kasus 3
Dari Gbr. 12 tampak bahwa tegangan kumulatif ternormalisasi batang 11 dan 12 sangat kecil
nilainya. Dalam hal ini metoda vektor beban penentu lokasi kerusakan dapat mendeteksi
lokasi kerusakan pada struktur rangka batang yang ditinjau.
KESIMPULAN
Dalam tulisan ini telah dibahas sistem monitoring kesehatan struktur. Untuk mendeteksi
kerusakan metoda vektor beban penentu lokasi kerusakan yang didasarkan pada pendekatan
matriks fleksibilitas disajukan dalam tulisan ini. Setelah matriks fleksibilitas untuk kondisi
tidak rusak dan rusak dibentuk, analisis singular value decomposition dilakukan pada selsisih
kedua matriks fleksibilitas ini. Beban yang dapat mendeteksi kerusakan struktur adalah beban
yang menghasilkan singular value sama dengan nol (atau nilainya sangat kecil).
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Dari pengamatan lokasi kerusakan pada suatu struktur rangka batang, tampak bahwa metoda
ini dapat mendeteksi lokasi kerusakan pada struktur. Metoda ini diharapkan dapat digunakan
untuk mengetahui kerusakan infrastruktur di Indonesia mengingat banyak infrastruktur di
Indonesia yang telah lama dibangun sehingga ada kemungkinan telah terjadi penurunan
kekuatan pada sebagian elemen struktur. Selain itu terdapat pula kemungkinan terjadinya
kerusakan pada infrastruktur tersebut akibat beban berlebih; baik akibat beban kendaraan atau
beban gempa. Apabila deteksi dini terhadap kerusakan ini dilakukan maka diharapkan dapat
mengurangi biaya perbaikan dan dapat mencegah terjadinya korban jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, R.D., Cawley, P., Pye, C.j., and Stone, B.J. (1978). “A vibration technique for
nondestructive assessing the integrity of structures”. Journal of Mechanical Engineering
Science, 20, 93-100.
Aktan, A.E., Lee, K.L., Chuntawan, C. And Aksel, T. (1994). “Modal testing for structural
identification and condition assessment of constructed facilities”. Proceedings of the 12th
International Modal Analysis Conference, Honolulu, Hawai, Vol. 1, 462-468.
Arfiadi, Y. (1996). “Pengembangan program bantu simbolik untuk analisis struktur dengan
menggunakan Matlab”, Laporan Penelitian, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Arfiadi, Y. (2003).” Program bantu untuk pengajaran dan pemahaman metoda matriks
kekakuan bagi mahasiswa teknik”. Lokakarya Sekitar Mekanika Rekayasa, Departemen
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, 21
Agustus.
Arfiadi, Y. And Wibowo, F.X.N. (2006). Deteksi Kerusakan Struktur dengan Pendekatan
Matriks Fleksibilitas, Seminar Nasional, UPH, 2006
Bernal, D. (2002a), “Load Vectors for Damage Localization,” Journal of Engineering
Mechanics, 128(1), pp. 7–14.
Bernal, D. and Gunes, B. (2000). "An examination of instantaneous frequency as a damage
detection tool", 14th Engineering Mechanics Conference, Austin, TX.
Buyukozturk, O dan Yu, T. Y. Structural Health Monitoring And Seismic Impact
Assessment
,
http:
//web.mit.edu/youngyu/www/Doc/
Paper_SHM%20and%20Seismic%20Impact%20Assessment_2003_Istanbul.pdf, diakses
20Nov06
Cawley, P. And Adams, R.D. (1979). “The location of defects in structures from
measurements of natural frequencies”. Journal of Strains Analysis, 14, 49-57.
Doebling, S.W., Farrar, C.R., Prime, M.B. and Schevitz, D.W. (1996). Damage Identification
and Health Monitoring of Structural and Mechanical System from Changes in their
Vibration Characteristics: A Literture Review, Los Alamos Report, LA=13070-MS.
ETABS Nonlinear. Computer and Structures, Inc.
Gao, Y. (2005). “Structural health monitoring strategies for smart sensor networks”. PhD.
Dissertation, University of Illinois at Urbana-Champaign, Urbana, Illinois.
Gao, Y., Spencer, Jr., B.F. and Bernal, D. (2004) "Experimental Verification of the Damage
Locating Vector Method" Proc. of the 1st International Workshop on Advanced Smart
Materials and Smart Structures Technology, Honolulu, Hawaii, January 12-14.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Gao,Y. Spencer, B.F. dan Ruiz-Sandoval, M. (2006). Distributed Computing Strategy for
Structural Health Monitoring, Structural Control and Health Monitoring, 13: 488-507.
Giraldo, D.F. (2006). A Structural Health Monitoring Framework for Civil Structures. Ph.D.
Dissertation, Washington University.
James, G. H., Carne. T.G., dan Laufer, J.P. (1993). The Natural Excitation Technique (NExT)
for Modal Parameter Extraction from Operating Turbines, Experimental Mechanics
Department, Sandia National Laboratoris Report, SAND92-1666, Albuquerque, NM.
Juang, J. N. (1994). Applied System Identification. Prentice Hall, New Jersey.
Juang, J.N. and Pappa, R.S. (1985). “An eigensystem realization algorithm for modal
parameter identification and model reduction”. Journal of Guidance Control and
Dynamics, 8, 620-627.
Kim, J.H., Jeon, H.S. and Lee, C.W. (1992). “Application of the modal assurance criteria for
detecting structural faults.” Proceedings of the 10th International Modal Analysis
Conference, Las Vegas, Nevada, Vol. 1, 536-540.
Koh, C.G., See, L.M., and Balendra, T. (1995). “Damage detection of buildings: numerical
and experimental studies” Journal of Structural Engineering, ASCE , Vol. 121, 11551160.
Liu, P.L. (1995). “Identification and damage detection of trusses using modal data”. Journal of
Structural Engineering, ASCE, Vol. 121, 599-608.
Lu, K.C., Wang. Y., Lynch, J.P., Lin, P.Y., Loh, C.H. and Law, K.H. (2005). Application of
Wireless Sensors for Structural Health Monitoring System and Control, The Eighteenth
KKCNN Symposium on Civil Engineering, Desember 19-21, Taiwan,
http://eil.stanford.edu/publications/yang_wang/KKCNN-Wireless%20Sensor.pdf
Paek,J., Chintalapudi, K., Govindan, R., Caffrey, G., Masri, S. A Wireless Sensor Network for
Structural
Health
Monitoring:
Performance
and
Experience,
http://enl.usc.edu/papers/cache/paek_emnets05.pdf, diakses 20 Okt 07
Pandey, A.K. and Biswas, M. (1994), “Damage Detection in Structures Using Changes in
Flexibility,” Journal of Sound and Vibration, 169(1), pp. 3–17.
Pandey, A.K. and Biswas, M. (1995), “Damage Diagnosis of Truss Structures by Estimation
of Flexibility Change,” The International Journal of Analytical and Experimental Modal
Analysis, 10(2), pp. 104–117.
Salawu, O.S. (1997). “Detection of structural damage through changes in frequency: a
review”. Engineering Structures, 19, 718-723.
Shi, Z.Y., Law, S.S., and Zhang, L.M. (2000a). “Damage localization by directly using
incomplete mode shapes”. Journal of Engineering Mechanics, Vol. 126, 656-660. Vol.
126(12), 1216-1223.
Shi, Z.Y. and Law, S.S., and Zhang, L.M. (2000b).”Structural damage detection from modal
strain energy changes”. Journal of Engineering Mechanics, Vol. 126 (12), 1216–1223.
Shi, Z.Y., Law, S.S., and Zhang, L.M. (2002). “Improved damage quantification from
Elemental Modal Strain Energy Change.” Journal of Engineering Mechanics, 128(5),
521–529.
www.samco.org
Wang, Y., Lynch, J.P., Law, K.H., A Wireless Structural Health Monitoring System with
Multithreaded
Sensing
Devices:
Design
and
Validation.,
http://eil.stanford.edu/publications/yang_wang/SIE-revised-V4.pdf
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
West, W.M. (1984), “Illustration of the use of modal assurance criterion to detect structural
changes in an orbiter test specimen,” Proceedings Air Force Conference on Aircraft
Structural Integrity, pp. 1–6.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Yoyong Arfiadi
Program Studi Teknik Sipil
Klas Reguler dan Klas Internasional
Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Jalan Babarsari 44 Yogyakarta 55281
Email: [email protected]
ABSTRAK
Dalam tulisan ini dibahas mengenai sistem monitoring kesehatan struktur pada infrastruktur sipil. Infrastruktur
teknik sipil dapat mengalami penurunan kekuatan yang diakibatkan oleh waktu (usia), bencana alam (gempa) dan
lain sebagainya. Mengingat pentingnya infrastruktur maka monitoring (pengawasan) kondisi kesehatan struktur
merupakan hal yang penting. Deteksi kerusakan secara dini akan mencegah kerugian yang mungkin akan terjadi,
baik kerugian materi maupun korban jiwa. Jika suatu infrastruktur penting runtuh maka akan diderita kerugian
finansial yang sangat besar, karena kegiatan ekonomi bisa menjadi terhenti. Sistem monitoring kesehatan struktur
merupakan sistem yang melibatkan bidang-bidang multidisplin seperti: sipil, mesin, elektronilka, yang mencakup
teknologi sensor, daya (power), komunikasi, transmisi dan penyimpanan data, pemrosesan sinyal, dan algoritma
untuk evaluasi kesehatan struktur. Selanjutnya dalam tulisan ini dibahas salah satu teknik sederhana untuk
mengevaluasi keadaan struktur dengan menggunakan vektor beban yang dikenal dengan Vektor Beban Penentu
Lokasi Kerusakan (VBPLK). Suatu vektor beban dapat ditentukan dari perubahan matriks fleksibilitasnya. Jika
vektor beban ini dikerjakan sebagai beban statik pada struktur yang tidak rusak di lokasi sensor, maka elemen
yang rusak dapat diprediksi dengan membandingkan tegangan kumulatif ternormalisasinya. Elemen yang
mempunyai tegangan kumulatif ternormalisasi sama dengan nol atau sangat kecil nilainya merupakan elemen
yang diprediksi telah rusak. Pada bagian akhir tulisan disajikan contoh sederhana untuk penggunaan metoda ini
untuk mendeteksi kerusakan pada struktur rangka batang.
Kata-kunci: kesehatan struktur, deteksi kerusakan, sensor, vektor beban penentu lokasi kerusakan, keamanan,
matriks fleksibilitas
PENDAHULUAN
Sistem Monitoring Kesehatan Struktur merupakan bidang yang banyak mendapat perhatian
peneliti akhir-akhir ini, baik peneliti dalam bidang telnik sipil, mesin maupun teknik
penerbangan. Dalam bidang teknik sipil khususnya, perkembangan ini dimotivasi oleh
kenyataan bahwa infrastruktur teknik sipil, seperti gedung, jembatan, bendungan, jaringan
pipa dan lain-lain, mengalami penurunan kekuatan yang tidak bisa dihindari, baik akibat
pengaruh usia atau karena bencana alam seperti gempa bumi dan angin topan. Mengingat
fungsinya yang sangat penting, maka monitoring (pengawasan) kondisi kesehatan struktur
harus mendapatkan perhatian. Deteksi kerusakan secara dini akan mencegah kerugian yang
mungkin akan terjadi, baik kerugian materi maupun korban jiwa. Jika suatu infrastruktur
penting runtuh maka akan diderita kerugian finansial yang sangat besar, karena kegiatan
ekonomi bisa menjadi terhenti sama sekali.
Saat ini, pemeriksaaan infrastruktur teknik sipil umumnya didasarkan pada pemeriksaan
langsung oleh manusia. Kondisi ini tentu saja kurang praktis mengingat keadaan infrastruktur
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
sipil yang besar dan bersifat spasial. Pemeriksaan secara langsung sangat tergantung pada
kondisi si pemeriksa dan dalam kondisi tertentu dapat membahayakan pemeriksa itu sendiri.
Selain itu, dalam keadaan tertentu, kerusakan struktur sering tersembunyi, sehingga tidak
mudah teramati secara langsung.
Mengingat keadaan ini pemeriksaan kesehatan dan deteksi kerusakan secara otomatis
diperlukan agar dapat dicapai hasil yang lebih baik. Perkembangan dalam teknologi sensor
dan teknologi informasi memungkinkan dilakukannya pemeriksaan secara otomatis. Kondisi
ini memunculkan konsep sistem monitoring kesehatan struktur. Dengan sistem ini diharapkan
dapat diketahui kondisi keamanan infrastruktur sipil, baik kesehatan secara umum maupun
kondisi-kondisi lain agar infrastruktur ini dapat berfungsi untuk melayani masyarakat. Pada
level tertentu dapat digunakan oleh pengelola gedung untuk mengambil keputusan kapan
pengguna harus dievakuasi agar korban jiwa dapat dihindari. Sistem monitoring kesehatan
struktur ini umumnya didasarkan pada cara-cara berdasarkan analisis dinamik, sehingga
pengetahuan mengenai metoda dinamik merupakan hal yang penting.
Teknik monitoring kesehatan struktur
identifikasi sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
dapat dikategorikan ke dalam beberapa tingkat
Level 1: Menentukan apakah ada kerusakan pada struktur;
Level 2: Menentukan adanya kerusakan serta lokasi kerusakan;
Level 3: Menentukan adanya kerusakan, lokasinya serta menilai tingkat kerusakan;
Level 4: Menentukan adanya kerusakan, lokasinya, tingkat kerusakan serta
memperkirakan sisa usia pakai struktur.
Mengingat pentingnya bidang monitoring kesehatan struktur ini, banyak penelitian telah
dilakukan. Bahkan ASCE (American Society of Civil Engineer) telah menyadari hal ini dan
mendukung penelitian sistem monitoring kesehatan struktur. Saat ini IASC (International
Association of Structural Control) - ASCE telah mengajukan suatu benchmark problem (Gbr.
1) di mana suatu model gedung tiga dimensi empat lantai, yang awalnya dikembangkan di
University of British Columbia, dijadikan suatu obyek penelitian sehingga para peneliti dapat
menggunakannya untuk membandingkan cara-cara deteksi kerusakan yang diajukan.
Dalam praktek, beberapa instrumentasi nyata telah dipasang di antaranya pada jembatan
Rama IX, di Thailand, jembatan Ting Kau, di Hongkong, Cina, jembatan Ting Ma,di
Hongkong, Cina, gedung Floridotower, di Austria dan gedung Republik Plaza, di Singapura
(Gbr. 2).
SISTEM MULTIDISIPLIN
Sistem monitoring kesehatan struktur merupakan bidang yang melibatkan bidang-bidang
multidisplin yang mencakup: teknologi sensor, daya (power), komunikasi, transmisi dan
penyimpanan data, pemrosesan sinyal, dan algoritma untuk evaluasi kesehatan struktur.
Sistem ini juga dapat dipandang sebagai cara (sistem) perawatan infrastruktur. Secara umum
hal ini dapat dilukiskan seperti pada Gbr. 3.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Dari Gbr. 3 tampak bahwa untuk melakukan monitoring kesehatan struktur banyak bidang
selain bidang teknik sipil yang terlibat. Oleh karena itu sarjana teknik sipil dituntut untuk bisa
beradaptasi dan berkolaborasi dengan bidang-bidang di luar bidang inti utamanya. Dalam
tulisan ini beberapa bidang terkait akan diuraikan secara lebih rinci. Walaupun demikian
sistem monitoring kesehatan struktur sipil adalah unik di antaranya karena disebabkan oleh
ukuran struktur yang relatif cukup besar dan adanya pengaruh getaran yang disebabkan oleh
efek lingkungan.
TEKNOLOGI SENSOR
Teknologi sensor memegang peranan penting agar perilaku struktur dapat diukur dan
diketahui. Hasil pengukuran yang baik menghasilkan pengambilan kesimpulan yang tepat dan
akurat. Selain sensor dengan kabel, saat ini teknologi sensor nirkabel banyak dikembangkan
dan dianggap lebih praktis, mudah pemeliharaannya serta lebih murah (Lu dkk., 2005).
Jenis Sensor
Ditinjau dari kegunaannya ada berbagai macam sensor tergantung dari kebutuhannya. Dalam
bidang dinamika struktur macamnya adalah:
Gbr. 1. IASC-ASCE Benchmark structure (Giraldo, 2006)
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Jembatan Rama IX, Thailand
Gedung Floridotower, Austria
Jembatan Ting Kao, Hongkong, Cina
(
Jembatan Ting Ma, Hongkong, Cina.
Gbr. 2. Beberapa aplikasi sistem monitoring kesehatan struktur (www.samco.org)
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Gbr 3. Komponen yang berpengaruh pada sistem monitoring kesehatan struktur
(http://web.mit.edu/youngyu/www/Doc/Paper_SHM%20and%20Seismic%20Impact%2
0Assessment_2003_Istanbul.pdf)
(a) Sensor perpindahan
Sensor perpindahan umumnya digunakan untuk frekuensi sinyal yang rendah dan amplitudo
yang relatif besar. Beberapa sensor dapat mengukur perpindahan hingga 100 nm.
(b) Sensor kecepatan:
Sensor kecepatan cocok digunakan untuk mengukur pada frekuensi yang lebih tinggi dari
sensor perpindahan. Kekurangan dari sensor kecepatan adalah hasil pengukuran cenderung
noisy.
(c) Sensor percepatan:
Sensor percepatan banyak dipakai dalam pengukuran dinamik. Salah satu sensor ini adalah
Wisden, yang merupakan sensor nirkabel, yang dapat mengukur antara -2,5 g sampai 2,5 g
dengan sensitivitas µg. Sensor ini juga mengkonsumsi daya yang relatif kecil dan low noise
characteristic (Paek dkk., 2007)
Salah satu sistem sensor nirkabel WiMMS (Wireless Modular Monitoring System) misalnya
terdiri dari 3 subsistem: sensing interface, computation core dan sistem komunikasi nirkabel,
seperti terlihat pada pada Gbr. 4 dan 5. WiMMS termasuk pada sensor MEMS
(microelectromechanical system) (Lu dkk., 2005)
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Gbr. 4. Modul WiMMS (Lu, dkk, 2005)
Gbr. 5. Sistem pengukuran (Lu, dkk, 2005)
Kebutuhan Daya untuk Sensor
Supply daya sangat penting untuk sensor. Sensor yang memerlukan sedikit daya akan
menguntungkan. Konsumsi daya pada suatu sensor nirkabel umumnya merupakan fungsi dari
voltage dan arus listrik (current). Sebagai contoh daya yang diperlukan dari pengukuran di
laboratorium (Lu dkk., 2005) pada suatu sensor nirkabel = 77 mA. Dalam keadaan standby
diperlukan daya kira-kira 100µA. Jika digunakan baterei AA dengan total 2900 mAh, maka
pada saat aktif umur baterei menjadi:
T aktif = 2900 mAh/77 mA = 27,7 jam = 1,57 hari.
Hal ini dengan anggapan bahwa baterei secara kontinyu digunakan untuk pengukuran.
Dalam keadaan standby diperlukan kira-kira 100µA, sehingga umur baterei menjadi
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
T stanby = 2900mAH/100µA = 29000 jam = 1208,3 hari.
Jika dianggap bahwa sensor setiap hari hanya aktif selama 10 menit, maka:
T10 menit _ aktif _ per _ hari =
T10 menit _ aktif _ per _ hari =
E baterei
E 0,17 jam _ aktif _ perhari + E 23,83 jam _ s tan dby _ perhari
2900mAh
= 190 hari.
77 mA × 0,17 jam / hari + 100µA × 23,83 jam / hari
Jadi setiap 190 hari baterei harus diganti.
ALGORITMA DETEKSI KERUSAKAN
Ada banyak algoritma untuk mendeteksi kerusakan struktur. Umumnya algoritma-algoritma
tersebut didasarkan pada sifat dinamik struktur sehingga diperlukan analisis dinamik. Selain
itu metoda-metoda yang ada umumnya berkaitan dengan cara-cara mengidentifikasi sifat-sifat
struktur seperti misalnya, frekuensi, kekakuan atau bentuk ragam getaran. Kemudian sifat-sifat
struktur tersebut dibandingkan dengan sifat-sifat di mana struktur dianggap tidak rusak.
Dalam mengidentifikasi sifat-sifat struktur untuk keperluan monitoring kesehatan struktur
perlu diingat pula bahwa dalam keadaan normal, tidak mungkin dilakukan dengan cara
mengerjakan gaya luar dengan sengaja. Dalam hal ini gaya luar umumnya tidak diketahui
besarnya, misal kendaraan yang lewat pada suatu jembatan atau tiupan angin. Getaran struktur
yang disebabkan hal ini merupakan ambient vibration.
Untuk mendeteksi sifat-sifat struktur dengan input gaya yang tidak diketahui umumnya
memerlukan pengetahuan getaran random (random vibration) atau proses stokastik
(stochastic process). Beberapa teknik yang berkaitan dengan identifikasi struktur berdasarkan
proses stokastik telah dikembangkan di antaranya adalah oleh James dkk. (1993), dan Juang
dan Papa (1985).
James dkk. (1993) mengembangkan teknik yang terkenal dengan nama NexT (natural
excitation technique). NexT umumnya digunakan pada tahap awal dalam teknik monitoring
kesehatan struktur. Dalam teknik ini dihasilkan persamaan diferensial homogen seperti
persamaan getaran bebas dengan besaran vektor fungsi korelasi. Setelah data getaran bebas
diperoleh, sifat-sifat ragam struktur selanjutnya dapat diperoleh dengan teknik ERA
(eigensystem realization algorithm) yang dikembangkan oleh Juang dan Papa (1985).
Untuk mendeteksi kerusakan struktur beberapa metoda telah dikembangkan. Tinjauan pustaka
yang cukup lengkap misalnya dapat dilihat pada Doebling dkk (1996). Beberapa metoda untuk
deteksi kerusakan struktur ditinjau dalam tulisan ini.
Beberapa kelompok peneliti melakukan usaha deteksi kerusakan strukur dengan mengamati
perubahan frekuensi alami struktur. Hal ini misalnya telah dilakukan oleh Adams et al (1978),
Cawley dan Adams (1979), Aktan et al. (1994), Salawu (1997) dan Bernal dan Gunes (2000).
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Sejalan dengan ini deteksi kerusakan struktur dengan menggunakan ragam getaran (mode
shape) juga banyak dilakukan misalnya oleh West (1984), Kim dkk. (1992), dan Liu (1995).
Koh dkk. (1995) menggunakan perubahan kekakuan tingkat dari data ragam getaran untuk
memprediksi kerusakan struktur rangka batang yang dikombinasikan dengan teknik
kondensasi. Shi et al. (2000a) menggunakan incomplete modeshape dalam usahanya untuk
memprediksi kerusakan pada struktur. Sebagian peneliti juga menggunakan energi regangan
ragam getaran (modal strain energy) untuk mendeteksi kerusakan struktur (Shi dkk., 2000b,
2002).
Dalam penelitian yang lain, pendekatan dengan menggunakan perubahan matriks fleksibilitas
juga telah dilakukan (Pandey dan Biswas, 1994, 1995). Penggunaan matriks fleksibilitas untuk
mendapatkan vektor beban untuk mendeteksi kerusakan diajukan oleh Bernal (2002). Metoda
ini kemudian juga telah divalidasi dengan pecobaan di laboratorium (Gao et al. 2004)
VEKTOR BEBAN PENENTU LOKASI KERUSAKAN (VBPLK)
Bernal (2002) mengajukan metoda untuk mendeteksi lokasi kerusakan elemen struktur
berdasarkan matriks fleksibilitas. Dalam metoda ini ditentukan suatu himpunan konfigurasi
beban sebagai damage locating vector (vektor penentu lokasi kerusakan). Vektor beban ini
mempunyai sifat, jika beban-beban ini dikerjakan sebagai beban statik pada lokasi sensor yang
digunakan untuk pengukuran, maka tegangan pada elemen yang rusak sama dengan nol.
Karena biasanya terjadi kesalahan dalam pengukuran (noise) dan kesalahan dalam hitungan,
nilai ini biasanya tidak persis sama dengan nol tetapi nilainya sangat kecil. Dengan cara ini
selanjutnya lokasi kerusakan dapat ditentukan.
Jika matriks fleksibilitas pada lokasi sensor pada kondisi tidak rusak dan rusak dapat
ditentukan dan dinyatakan berturut-turut dengan Fu dan Fd dan vektor beban yang dinyatakan
dengan L memenuhi persamaan
Fu L = Fd L
(1a)
F∆ L= (Fd-Fu) L = 0
(1b)
atau
maka berarti vektor beban L menghasilkan perpindahan yang sama pada lokasi sensor pada
kondisi sebelum dan sesudah rusak, Karena vektor beban penentu lokasi kerusakan (VBPLK)
tidak menghasilkan tegangan pada elemen yang rusak, maka kerusakan elemen tersebut tidak
mempengaruhi perpindahan pada tempat yang diukur. Dengan demikian vektor beban L
merupakan VBPLK.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
KEUNTUNGAN PENDEKATAN BERDASARKAN MATRIKS FLEKSIBILITAS
Kelebihan pendekatan berdasarkan matriks fleksibilitas dibandingkan dengan pendekatan
matriks kekakuan dalam deteksi kerusakan struktur yang didasarkan pada sifat-sifat ragamfrekuensi adalah sebagai berikut ini. Ditinjau persamaan gerak
M U+CU+K U = F
(2)
dengan M = matriks massa, C = matriks redaman, K = matriks kekakuan, F = vektor beban.
Dengan analisis ragam dan sifat-sifat orthogonalitas bentuk ragam selanjutnya dapat diperoleh
M* = TM
(3a)
K * = TK
(3b)
dan
dengan
= bentuk ragam dengan sembarang normalisasi.
Selanjutnya dari sifat-sifat getaran bebas dapat diperoleh
K * − ω 2 M* = 0
(4)
ω 2 = λ = M* −1 K *
(5)
atau
Dengan mengkombinasikan pers. (5) dan (3) diperoleh
T
K − TM λ = 0
(6)
( T M )1 / 2 = M1 / 2
(7)
Definisikan
v=
di mana v adalah matriks diagonal dengan indeks massa ternormalisasi pada diagonal
utamanya.
Dengan mensubstitusikan pers. (7) pada pers. (6) diperoleh
T
K − v 2λ = 0
atau
T
K = v T λv
(8)
Dari pers. (8) matriks kekakuan dapat diperoleh dari
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
K=
( T )−1 v T λ v
−1
(9)
Dari pers. (7) diperoleh
(v −2
T
M
)
=I
dan
)
dan
T
(M
)
v −2 = I
(10)
sehingga
−1
(
= v −2 T M
( T )−1 = (M
v −2
)
(11)
Dengan menggunakan pers. (11), pers. (9) sekarang menjadi
K = M v −1λ v −1 T M
(12)
Karena hubungan antara matriks kekakuan dan matriks fleksibilitas, matriks fleksibilitas dapat
diperoleh dari pers. (9) sebagai
F=
( v )λ (
−1
−1
v −1
)
T
(13)
dari pers. (12) dan (13) tampak pengaruh setiap ragam frekuensi pada matriks kekakuan dan
fleksibilitas. Pengaruh ragam ke-j pada matriks kekakuan bertambah sebanding dengan
pertambahan kuadrat frekuensi ragam ke-j (= ω 2j ). Sedangkan pengaruh ragam ke-j berkurang
sebanding dengan kuadrat frekuensi ke –j (= ω −j 2 ). Hal ini menunjukkan bahwa matriks
kekakuan sensitif terhadap frekuensi ragam yang lebih tinggi, sedangkan matriks fleksibilitas
tidak begitu sensitif. Kenyataan ini menunjukkan bahwa identifikasi matriks fleksibilitas akan
lebih menguntungkan dibandingkan matriks kekakuan sebab ragam-ragam yang lebih tinggi
biasanya sulit dideteksi dalam percobaan di lapangan.
Gao (2005) menunjukkan hal ini dalam suatu contoh numerik pada suatu struktur rangka
batang. Dapat ditunjukkan bahwa pendekatan berdasarkan matriks fleksibilitas tidak begitu
sensitif terhadap ragam-ragam yang lebih tinggi. Sedangkan pendekatan berdasarkan matriks
kekakuan memerlukan data dari ragam struktur yang lebih tinggi. Pengamatan pada sistem
rangka batang dengan 53 derajat kebebasan dengan menggunakan 2-norm dan Frobenius
norm ditunjukkan pada Gbr. 6 dan 7.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Gbr.6. Kesalahan pada matriks kekakuan vs. jumlah ragam
Gbr. 7. Kesalahan pada matriks fleksibilitas vs. jumlah ragam
PEMBENTUKAN MATRIKS FLEKSIBILITAS
Matriks fleksibilitas dapat ditentukan berdasarkan pengukuran dinamik struktur. Ada 2 cara
untuk menentukan matriks fleksibilitas, yang tergantung apakah input eksitasi diukur atau
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
tidak. Cara yang pertama adalah dengan menggunakan data dari getaran terpaksa (forced
vibration) yang berarti input eksitasi dapat diukur selain outputnya. Cara yang kedua adalah
jika input eksitasi tidak bisa diukur (ambient vibration). Cara mendapatkan matriks
fleksibilitas dengan kedua metoda tersebut direview misalnya pada Gao (2005) dan Gao,
Spencer dan Ruiz-Sandoval (2006).
VEKTOR BEBAN PENENTU LOKASI KERUSAKAN (VBPLK)
Bernal (2002) mengajukan metoda untuk mendeteksi lokasi kerusakan elemen struktur
berdasarkan matriks fleksibilitas. Dalam metoda ini ditentukan suatu himpunan konfigurasi
beban sebagai damage locating vector (vektor penentu lokasi kerusakan). Vektor beban ini
mempunyai sifat jika beban-beban ini dikerjakan sebagai beban statik pada lokasi sensor yang
digunakan untuk pengukuran, maka tegangan pada elemen yang rusak sama dengan nol.
Karena biasanya terjadi kesalahan dalam pengukuran (noise) dan kesalahan dalam hitungan,
nilai ini biasanya tidak persis sama dengan nol tetapi nilainya sangat kecil. Dengan cara ini
maka lokasi kerusakan dapat diketahui.
Jika matriks fleksibilitas pada lokasi sensor pada kondisi tidak rusak dan rusak dapat
ditentukan dan dinyatakan berturut-turut dengan Fu dan Fd dan vektor beban yang dinyatakan
dengan L memenuhi persamaan
Fu L = Fd L
(14a)
F∆ L= (Fd-Fu) L = 0
(14b)
atau
maka berarti vektor beban L menghasilkan perpindahan yang sama pada lokasi sensor pada
kondisi sebelum dan sesudah rusak, Karena vektor beban penentu lokasi kerusakan (VBPLK)
tidak menghasilkan tegangan pada elemen yang rusak, maka kerusakan elemen tersebut tidak
mempengaruhi perpindahan pada tempat yang diukur. Dengan demikian vektor beban L
merupakan VBPLK.
MENENTUKAN VEKTOR BEBAN PENENTU LOKASI KERUSAKAN
Untuk menentukan vektor beban penentu kerusakan L dapat dilakukan sebagai berikut ini.
Perbedaan dari matriks fleksibilitas dari kondisi tidak rusak dan rusak dapat dinyatakan dalam
singular value decomposition (SVD) sebagai
F = U S VT
(15)
atau
F = [U 1
S
Uo ] 1
0
0
0
[V1
Vo ]T
(16)
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Dengan mengingat sifat SVD
[V1
Vo ]T [V1
Vo ] = I
(17)
pers. (16) dapat ditulis menjadi
[F
V1
F Vo ] = [U 1 S 1
0]
(18)
sehingga
(19)
F Vo = 0
Dengan membandingkan pers. (19) dan (14b) tampak bahwa L = Vo. Jadi Vo adalah vektor
beban penentu kerusakan dapat diperoleh dari SVD perbedaan matriks fleksibilitasnya.
Namun karena adanya ketidak-akuratan data karena kesalahan dalam pengukuran dan
hitungan matriks fleksibilitas maka singular value yang berhubungan dengan Vo tidak tepat
sama dengan nol. Dengan demikian perlu ditentukan cara untuk menentukan vektor beban
penentu kerusakan dari hasil hitungan SVD ini. Bernal (2002) mengusulkan untuk
menggunakan index svn sebagai berikut
svni =
s i c i2
(20)
m ax( s k c 2k )
k
dengan s i = singular value yang ke-I dari matriks F
, c i = konstanta untuk normalisasi
tegangan maksimum pada elemen struktur yang disebabkan oleh beban c i Vi sehingga bernilai
sama dengan satu, dan Vi = right singular vector dari matriks F . Menurut Bernal (2002) nilai
svn ≤ 0,20 menunjukkan bahwa beban merupakan VBPLK.
NORMALISASI TEGANGAN KUMULATIF
Setiap VBPLK yang diperoleh, dikerjakan pada model struktur yang tidak rusak. Tegangan
pada setiap elemen struktur dapat diperoleh yang kemudian dapat dihitung tegangan kumulatif
ternormalisasinya (normalized cumulative stress). Jika elemen mempunyai nilai tegangan
kumulatif ternormalisasi sama dengan atau mendekati nol, maka elemen ini merupakan
kandidat elemen yang rusak. Tegangan kumulatif ternormalisasi dapat ditentukan berdasarkan
(Gao, 2005)
σj =
σj
max(σ k )
(21)
k
dengan
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
m
σj =
abs
i =1
σ ij
max(σ ik )
(22)
k
dengan σ j = tegangan kumulatif pada elemen ke-j, σ ij = tegangan pada elemen ke-j yang
disebabkan oleh VBPLK ke-i, m = jumlah VBPLK.
LANGKAH UNTUK MENDETEKSI KERUSAKAN
Dari uraian di atas, langkah untuk mendeteksi kerusakan pada struktur dapat dilakukan
sebagai berikut ini.
(a). Ambil Vi dari V.
(b). Hitung tegangan pada struktur yang tidak rusak akibat Vi.
(c). Tentukan konstanta c i .
(d). Hitung indeks svni dan tentukan vektor beban yang memenuhi svni ≤ 0 ,20 .
(e) Tentukan lokasi elemen yang rusak dari tegangan kumulatif ternormalisasinya.
APLIKASI PADA STRUKTUR RANGKA BATANG
Ditinjau suatu struktur rangka batang terlihat pada Gbr. 8 (Arfiadi dan Wibowo, 2006) Semua
batang mempunyai sifat yang sama yaitu E = 2 × 108 kN/m2, A = 1,785×10-3 m2. Matriks
fleksibilitas untuk contoh ini diambil dari matriks kekakuan model analitik struktur. Matriks
kekakuan untuk model mekanika struktur ini selanjutnya dibentuk dengan program dalam
Arfiadi 1996, 2003. Sifat-sifat ragam dapat diperoleh dengan diketahuinya matriks kekakuan
struktur. Matriks massa dianggap diagonal dengan diagonal utama bernilai 100 kN-det/m2.
Dari sifat-sifat ragam yang diperoleh selanjutnya dapat dibentuk matriks fleksibilitas pada
lokasi sensor untuk kondisi sebelum dan sesudah terjadi kerusakan. Dalam praktek, sifat-sifat
ragam dan matriks fleksibilitas ditentukan dari data lapangan. Tapi dalam tulisan ini matriks
fleksibilitas dibentuk dari model analitik struktur.
Tiga kasus kerusakan ditinjau dalam makalah ini sebagai berikut
(a) batang 11 rusak sehingga kekakuan batang tersebut tinggal 25 % dari kekakuan pada
kondisi tidak rusak;
(b) batang 13 rusak sehingga kekakuan batang tersebut tinggal 25 % dari kekakuan pada
kondisi tidak rusak;
(c) batang 11 dan 12 rusak sehingga kekakuan batang tersebut tinggal 60 % dari kekakuan
pada kondisi tidak rusak.
Kasus 1 (batang 11 rusak):
Setelah matriks fleksibilitas pada lokasi sensor dengan ukuran 3 x 3 diperoleh untuk kondisi
rusak dan tidak rusak, singular value decomposition kemudian dilakukan untuk memperoleh
VBPLK. Dari analisis SVD diperoleh
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
3,6927 × 10 −5
4,079 × 10 −18
s=
1,9423 × 10 −20
0 ,40825 − 0,91281 0,010727
V = − 0 ,8165 − 0 ,35987 0,45147
− 0 ,40825 − 0,19307 − 0,89222
7
6
8
6
5
7
10
1
1
2
11
8
2
3
12
9
3
4
2m
13
4
5
4x3m
(a) Penomoran titik-kumpul dan batang
9
11
8
13
10
4
2
1
12
6
3
5
7
(b) Derajat kebebasan
Gbr. 8. Struktur yang dianalisis
Untuk menentukan VBPLK indeks svn dihitung berdasarkan pers. (20). Nilai svn untuk kasus
(a) dapat dlihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 tampak bahwa ada dua buah VBPLK. Beban ini
kemudian dikerjakan pada lokasi sensor untuk memperoleh gaya-gaya batang. Struktur
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
dianalisis dengan program yang dikembangkan oleh Arfiadi (1996, 2003). Hasil hitungan
gaya batang dapat dilihat pada Tabel 2 untuk kedua VBPLK. Verifikasi juga dilakukan dengan
program ETABS 8.4.5 untuk kondisi dengan VBPLK1 seperti ditunjukkan pada Gbr. 9.
Selanjutnya tegangan kumulatif ternormalisasi setiap batang dihitung. Hasil tegangan
kumulatif ternormalisasi ditunjukkan pada Gbr. 10. Dari Gbr. 10 dapat dilihat bahwa elemen
11 mempunyai tegangan kumulatif ternormalisasi yang terkecil yang menunjukkan
kemungkinan terjadi kerusakan pada elemen tersebut.
Tabel 1. Indeks svn untuk kasus batang 11 rusak
No
1
2
3
svn
1
2,474 ×10-7
3,451×10-7
Tabel 2. Gaya batang oleh VBPLK1 dan VBPLK2
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Gaya batang
Oleh VBPLK 1
Oleh VBPLK 2
1,3692
0,016088
1,3692
0,018085
1,3692
0,016085
0,82941
0,66112
1,3692
0,016088
0,82941
0,66112
0,91281
0,010725
0,35987
0,45147
0,55294
0,44075
1,6456
0,019335
3,9968×10-15
3,1549×10-6
0,64876
0,8139
0,99683
0,79457
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Gbr. 9. Gaya batang oleh program ETABS 8.4.5 akibat VBPLK1.
Kasus 1: Batang 11 rusak
1
0.9
Tegangan kumulatif ternormalisasi
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Nomor Batang
Gbr. 10. Tegangan kumulatif ternormalisasi untuk kasus 1
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Kasus 2: Batang 13 rusak
Dari analisis SVD diperoleh
0,8616 × 10 −4
s=
0
0
0,2673 − 0.7879 − 0,5548
V = 0,5345 − 0,3578 0,7657
0,8018 0,5012 − 0,3255
sehingga ada dua VBPLK dalam hal ini.
Gaya-gaya batang oleh VBPLK disajikan pada Tabel 3 sedangkan tegangan kumulatif
ternormalisasi dapat dilihat pada Gbr. 11.
Dari Gbr. 11, tampak bahwa dalam hal ini ada beberapa batang dengan nilai tegangan
kumulatif ternormalisasi yang sangat kecil. Hal ini dapat dimengerti dengan melihat struktur
yang dianalisis. Karena jika gaya dalam pada batang 13 kecil maka untuk struktur ini
beberapa gaya batang yang lain juga demikian. Jadi selain batang 13, gaya dalam batangbatang 4, 6 dan 9 kecil nilainya.
Tabel 3. Gaya batang oleh VBPLK untuk kasus 2
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Gaya batang
Oleh VBPLK 1
Oleh VBPLK 2
0.9668
0.1719
0.7517
0.4883
0.7517
0.4883
-5
3.75×10
3.75×10-5
0.9668
0.1719
3.75×10-5
3.75×10-5
0.6445
0.1146
0.3578
0.7657
2.5×10-5
2.5×10-5
1.1619
0.2066
0.2565
0.7935
0.9035
0.5868
-5
4.507×10
4.507×10-5
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Kasus 2: Batang 13 rusak
1
0.9
Tegangan kumulatif ternormalisasi
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
No Batang
Gbr. 11. Tegangan kumulatif ternormalisasi untuk kasus 2
Kasus 3: batang 11 dan 12 rusak
Dari hasil analisis SVD diperoleh
1,0941 × 10 −5
s=
5,4706 × 10 −6
4,9143 × 10 −19
− 7,2992 × 10 −14
V=
1
6,8204 × 10 −15
− 0,70711
− 5,6436 × 10 −14
0,70711
0,70711
4,679 × 10 −14
0,70711
Untuk menentukan VBPLK indeks svn dihitung dengan pers. (20). Hasil hitungan disajikan
pada Tabel 4. Dari Tabel 4 diketahui hanya ada satu VBPLK untuk kasus ini.
Selanjutnya hasil hitungan tegangan kumulatif ternormalisasi dapat dilihat pada Gbr. 12.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Tabel 4. Indeks svn untuk kasus batang 11 dan 12 rusak
svn
0,6009
1
1,4986×10-5
No
1
2
3
Kasus 3: Batang 11 dan 12 rusak
1
0.9
Tegangan kumulatif ternormalisasi
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
No Batang
Gbr. 12. Tegangan kumulatif ternormalisasi untuk kasus 3
Dari Gbr. 12 tampak bahwa tegangan kumulatif ternormalisasi batang 11 dan 12 sangat kecil
nilainya. Dalam hal ini metoda vektor beban penentu lokasi kerusakan dapat mendeteksi
lokasi kerusakan pada struktur rangka batang yang ditinjau.
KESIMPULAN
Dalam tulisan ini telah dibahas sistem monitoring kesehatan struktur. Untuk mendeteksi
kerusakan metoda vektor beban penentu lokasi kerusakan yang didasarkan pada pendekatan
matriks fleksibilitas disajukan dalam tulisan ini. Setelah matriks fleksibilitas untuk kondisi
tidak rusak dan rusak dibentuk, analisis singular value decomposition dilakukan pada selsisih
kedua matriks fleksibilitas ini. Beban yang dapat mendeteksi kerusakan struktur adalah beban
yang menghasilkan singular value sama dengan nol (atau nilainya sangat kecil).
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Dari pengamatan lokasi kerusakan pada suatu struktur rangka batang, tampak bahwa metoda
ini dapat mendeteksi lokasi kerusakan pada struktur. Metoda ini diharapkan dapat digunakan
untuk mengetahui kerusakan infrastruktur di Indonesia mengingat banyak infrastruktur di
Indonesia yang telah lama dibangun sehingga ada kemungkinan telah terjadi penurunan
kekuatan pada sebagian elemen struktur. Selain itu terdapat pula kemungkinan terjadinya
kerusakan pada infrastruktur tersebut akibat beban berlebih; baik akibat beban kendaraan atau
beban gempa. Apabila deteksi dini terhadap kerusakan ini dilakukan maka diharapkan dapat
mengurangi biaya perbaikan dan dapat mencegah terjadinya korban jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, R.D., Cawley, P., Pye, C.j., and Stone, B.J. (1978). “A vibration technique for
nondestructive assessing the integrity of structures”. Journal of Mechanical Engineering
Science, 20, 93-100.
Aktan, A.E., Lee, K.L., Chuntawan, C. And Aksel, T. (1994). “Modal testing for structural
identification and condition assessment of constructed facilities”. Proceedings of the 12th
International Modal Analysis Conference, Honolulu, Hawai, Vol. 1, 462-468.
Arfiadi, Y. (1996). “Pengembangan program bantu simbolik untuk analisis struktur dengan
menggunakan Matlab”, Laporan Penelitian, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Arfiadi, Y. (2003).” Program bantu untuk pengajaran dan pemahaman metoda matriks
kekakuan bagi mahasiswa teknik”. Lokakarya Sekitar Mekanika Rekayasa, Departemen
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, 21
Agustus.
Arfiadi, Y. And Wibowo, F.X.N. (2006). Deteksi Kerusakan Struktur dengan Pendekatan
Matriks Fleksibilitas, Seminar Nasional, UPH, 2006
Bernal, D. (2002a), “Load Vectors for Damage Localization,” Journal of Engineering
Mechanics, 128(1), pp. 7–14.
Bernal, D. and Gunes, B. (2000). "An examination of instantaneous frequency as a damage
detection tool", 14th Engineering Mechanics Conference, Austin, TX.
Buyukozturk, O dan Yu, T. Y. Structural Health Monitoring And Seismic Impact
Assessment
,
http:
//web.mit.edu/youngyu/www/Doc/
Paper_SHM%20and%20Seismic%20Impact%20Assessment_2003_Istanbul.pdf, diakses
20Nov06
Cawley, P. And Adams, R.D. (1979). “The location of defects in structures from
measurements of natural frequencies”. Journal of Strains Analysis, 14, 49-57.
Doebling, S.W., Farrar, C.R., Prime, M.B. and Schevitz, D.W. (1996). Damage Identification
and Health Monitoring of Structural and Mechanical System from Changes in their
Vibration Characteristics: A Literture Review, Los Alamos Report, LA=13070-MS.
ETABS Nonlinear. Computer and Structures, Inc.
Gao, Y. (2005). “Structural health monitoring strategies for smart sensor networks”. PhD.
Dissertation, University of Illinois at Urbana-Champaign, Urbana, Illinois.
Gao, Y., Spencer, Jr., B.F. and Bernal, D. (2004) "Experimental Verification of the Damage
Locating Vector Method" Proc. of the 1st International Workshop on Advanced Smart
Materials and Smart Structures Technology, Honolulu, Hawaii, January 12-14.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
Gao,Y. Spencer, B.F. dan Ruiz-Sandoval, M. (2006). Distributed Computing Strategy for
Structural Health Monitoring, Structural Control and Health Monitoring, 13: 488-507.
Giraldo, D.F. (2006). A Structural Health Monitoring Framework for Civil Structures. Ph.D.
Dissertation, Washington University.
James, G. H., Carne. T.G., dan Laufer, J.P. (1993). The Natural Excitation Technique (NExT)
for Modal Parameter Extraction from Operating Turbines, Experimental Mechanics
Department, Sandia National Laboratoris Report, SAND92-1666, Albuquerque, NM.
Juang, J. N. (1994). Applied System Identification. Prentice Hall, New Jersey.
Juang, J.N. and Pappa, R.S. (1985). “An eigensystem realization algorithm for modal
parameter identification and model reduction”. Journal of Guidance Control and
Dynamics, 8, 620-627.
Kim, J.H., Jeon, H.S. and Lee, C.W. (1992). “Application of the modal assurance criteria for
detecting structural faults.” Proceedings of the 10th International Modal Analysis
Conference, Las Vegas, Nevada, Vol. 1, 536-540.
Koh, C.G., See, L.M., and Balendra, T. (1995). “Damage detection of buildings: numerical
and experimental studies” Journal of Structural Engineering, ASCE , Vol. 121, 11551160.
Liu, P.L. (1995). “Identification and damage detection of trusses using modal data”. Journal of
Structural Engineering, ASCE, Vol. 121, 599-608.
Lu, K.C., Wang. Y., Lynch, J.P., Lin, P.Y., Loh, C.H. and Law, K.H. (2005). Application of
Wireless Sensors for Structural Health Monitoring System and Control, The Eighteenth
KKCNN Symposium on Civil Engineering, Desember 19-21, Taiwan,
http://eil.stanford.edu/publications/yang_wang/KKCNN-Wireless%20Sensor.pdf
Paek,J., Chintalapudi, K., Govindan, R., Caffrey, G., Masri, S. A Wireless Sensor Network for
Structural
Health
Monitoring:
Performance
and
Experience,
http://enl.usc.edu/papers/cache/paek_emnets05.pdf, diakses 20 Okt 07
Pandey, A.K. and Biswas, M. (1994), “Damage Detection in Structures Using Changes in
Flexibility,” Journal of Sound and Vibration, 169(1), pp. 3–17.
Pandey, A.K. and Biswas, M. (1995), “Damage Diagnosis of Truss Structures by Estimation
of Flexibility Change,” The International Journal of Analytical and Experimental Modal
Analysis, 10(2), pp. 104–117.
Salawu, O.S. (1997). “Detection of structural damage through changes in frequency: a
review”. Engineering Structures, 19, 718-723.
Shi, Z.Y., Law, S.S., and Zhang, L.M. (2000a). “Damage localization by directly using
incomplete mode shapes”. Journal of Engineering Mechanics, Vol. 126, 656-660. Vol.
126(12), 1216-1223.
Shi, Z.Y. and Law, S.S., and Zhang, L.M. (2000b).”Structural damage detection from modal
strain energy changes”. Journal of Engineering Mechanics, Vol. 126 (12), 1216–1223.
Shi, Z.Y., Law, S.S., and Zhang, L.M. (2002). “Improved damage quantification from
Elemental Modal Strain Energy Change.” Journal of Engineering Mechanics, 128(5),
521–529.
www.samco.org
Wang, Y., Lynch, J.P., Law, K.H., A Wireless Structural Health Monitoring System with
Multithreaded
Sensing
Devices:
Design
and
Validation.,
http://eil.stanford.edu/publications/yang_wang/SIE-revised-V4.pdf
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007
West, W.M. (1984), “Illustration of the use of modal assurance criterion to detect structural
changes in an orbiter test specimen,” Proceedings Air Force Conference on Aircraft
Structural Integrity, pp. 1–6.
SEMINAR NASIONAL - Civil Engineering for a Better Life
Himpunan Mahasiswa Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 9 November 2007