Jenis Dan Pantun dan Contohnya

Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa
Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun".
Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal
sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya
pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku
kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun
pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama,
kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan
biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk
mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun
tersebut.
Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran
dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah
"versi panjang" (enam baris atau lebih).

Peran Pantun
Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan
menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia
juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.

Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan
pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan
seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.
Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian
pesan.

Struktur Pantun
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk
mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan
sastra lisan.
Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk sampiran
membayangkan isi.

Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini:
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh
Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya.
Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini tak

selalu berlaku.

Jenis-jenis Pantun


Pantun Agama



Pantun Adat



Pantun Budi



Pantun Jenaka




Pantun Kepahlawanan



Pantun Kias



Pantun Nasihat



Pantun Percintaan



Pantun Peribahasa




Pantun Teka-teki



Pantun Perpisahan

Pantun Adat

Adat sirih pulang ke gagang

Menanam kelapa di pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah

Lebat daun bunga tanjung

Adat bermula dengan hukum

Berbau harum bunga cempaka


Hukum bersandar di Kitabullah

Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka

Ikan berenang lubuk
Ikan belida dadanya panjang

Bukan lebah sembarang lebah

Adat pinang pulang ke tampuk

Lebah bersarang di buku buluh

Bukan sembah sembarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh

Pohon nangka berbuah lebat
Bilalah masak harum juga
Berumpun pusaka berupa adat

Daerah berluhak alam beraja



Pantun Agama
Banyak bulan perkara bulan
Tidak semulia bulan puasa
Banyak tuhan perkara tuhan
Tidak semulia Tuhan Yang Esa

Daun terap di atas dulang
Anak udang mati di tuba
Dalam kitab ada terlarang
Yang haram jangan dicoba

Bunga kenanga di atas kubur
Pucuk sari pandan Jawa
Apa guna sombong dan takabur
Rusak hati badan binasa


Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang



Pantun Budi

Rezeki tidak saya tolak

Bunga cina di atas batu

Musuh tidak saya cari

Daunnya lepas ke dalam ruang
Adat budaya tidak berlaku

Jikalau kita bertanam padi


Sebabnya emas budi terbuang

Senanglah makan adik-beradik
Jikalau kita bertanam budi

Di antara padi dengan selasih

Orang yang jahat menjadi baik

Yang mana satu tuan luruhkan
Diantara budi dengan kasih

Kalau keladi sudah ditanam

Yang mana satu tuan turutkan

Jangan lagi meminta balas
Kalau budi sudah ditanam

Apa guna berkain batik

Kalau tidak dengan sujinya
Apa guna beristeri cantik
Kalau tidak dengan budinya

Sarat perahu muat pinang
Singgah berlabuh di Kuala Daik
Jahat berlaku lagi dikenang
Inikan pula budi yang baik

Anak angsa mati lemas
Mati lemas di air masin
Hilang bahasa karena emas
Hilang budi karena miskin

Biarlah orang bertanam buluh
Mari kita bertanam padi
Biarlah orang bertanam musuh
Mari kita menanam budi

Ayam jantan si ayam jalak

Jaguh siantan nama diberi

Jangan lagi meminta balas



Pantun Jenaka

Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan

Jalan-jalan ke rawa-rawa

untuk menghibur orang yang mendengar,

Jika capai duduk di pohon palem

terkadang dijadikan sebagai media untuk

Geli hati menahan tawa


saling menyindir dalam suasana yang penuh

Melihat katak memakai helm

keakraban, sehingga tidak menimbulkan rasa
tersinggung, dan dengan pantun jenaka
diharapkan suasana akan menjadi semakin
riang. Contoh:
Di mana kuang hendak bertelur
Di atas lata di rongga batu
Di mana tuan hendak tidur
Di atas dada di rongga susu

Elok berjalan kota tua
Kiri kanan berbatang sepat
Elok berbini orang tua
Perut kenyang ajaran dapat

Sakit kaki ditikam jeruju
Jeruju ada di dalam paya
Sakit hati memandang susu
Susu ada dalam kebaya

Naik ke bukit membeli lada
Lada sebiji dibelah tujuh
Apanya sakit berbini janda
Anak tiri boleh disuruh

Orang Sasak pergi ke Bali
Membawa pelita semuanya
Berbisik pekak dengan tuli
Tertawa si buta melihatnya

Limau purut di tepi rawa,
buah dilanting belum masak
Sakit perut sebab tertawa,
melihat kucing duduk berbedak

jangan suka makan mentimun
karna banyak getahnya
hai kawan jangan melamun
melamun itu tak ada gunanya



Pantun Kepahlawanan

Pantun kepahlawanan adalah pantun yang
isinya berhubungan dengan semangat
kepahlawanan
Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kamipun muda lagi perkasa

Hang Jebat Hang Kesturi
Budak-budak raja Melaka
Jika hendak jangan dicuri
Mari kita bertentang mata

Kalau orang menjaring ungka
Rebung seiris akan pengukusnya
Kalau arang tercorong kemuka
Ujung keris akan penghapusnya

Redup bintang haripun subuh
Subuh tiba bintang tak nampak
Hidup pantang mencari musuh
Musuh tiba pantang ditolak

Esa elang kedua belalang
Takkan kayu berbatang jerami
Esa hilang dua terbilang
Takkan Melayu hilang di bumi

Pantun Kias
Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah laganya
Asam di gunung ikan di laut
Dalam belanga bertemu juga

Berburu ke padang datar
Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagaikan bunga kembang tak jadi

Anak Madras menggetah punai
Punai terbang mengirap bulu
Berapa deras arus sungai
Ditolak pasang balik ke hulu

Kayu tempinis dari kuala
Dibawa orang pergi Melaka
Berapa manis bernama nira
Simpan lama menjadi cuka

Disangka nenas di tengah padang
Rupanya urat jawi-jawi
Disangka panas hingga petang
Kiranya hujan tengah hari



Pantun Nasihat



Pantun Percintaan

Kayu cendana di atas batu

Coba-coba menanam mumbang

Sudah diikat dibawa pulang

Moga-moga tumbuh kelapa

Adat dunia memang begitu

Coba-coba bertanam sayang

Benda yang buruk memang terbuang

Moga-moga menjadi cinta

Kemuning di tengah balai

Jangan suka bermain tali

Bertumbuh terus semakin tinggi

Kalau tak ingin terikat olehnya

Berunding dengan orang tak pandai

Putus cinta jangan disesali

Bagaikan alu pencungkil duri

Pasti kan datang cinta yang lainnya

Parang ditetak ke batang sena

Limau purut lebat di pangkal

Belah buluh taruhlah temu

Sayang selasih condong uratnya

Barang dikerja takkan sempurna

Angin ribut dapat ditangkal

Bila tak penuh menaruh ilmu

Hati yang kasih apa obatnya

Padang temu padang baiduri

Ikan belanak hilir berenang

Tempat raja membangun kota

Burung dara membuat sarang

Bijak bertemu dengan jauhari

Makan tak enak tidur tak tenang

Bagaikan cincin dengan permata

Hanya teringat dinda seorang

Ngun Syah Betara Sakti

Anak kera di atas bukit

Panahnya bernama Nila Gandi

Dipanah oleh Indera Sakti

Bilanya emas banyak di peti

Dipandang muka senyum sedikit

Sembarang kerja boleh menjadi

Karena sama menaruh hati

Jalan-jalan ke Kota Blitar

Ikan sepat dimasak berlada

jangan lupa beli sukun

Kutunggu digulai anak seberang

Jika kamu ingin pintar

Jika tak dapat di masa muda

belajarlah dengan tekun

Kutunggu sampai beranak seorang

Kalau tuan pergi ke Tanjung
Kirim saya sehelai baju

Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi ranting kayu.

Kalau tuan pergi ke Tanjung
Belikan sahaya pisau lipat
Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi benang pengikat

Kalau tuan mencari buah
Sahaya pun mencari pandan
Jikalau tuan menjadi nyawa
Sahaya pun menjadi badan.



Pantun Peribahasa
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian

Ke hulu memotong pagar
Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar
Jangan jadi sesal kemudian

Kerat kerat kayu di ladang
Hendak dibuat hulu cangkul
Berapa berat mata memandang
Barat lagi bahu memikul

Harapkan untung menggamit
Kain di badan didedahkan
Harapkan guruh di langit
Air tempayan dicurahkan

Pohon pepaya di dalam semak
Pohon manggis sebasar lengan
Kawan tertawa memang banyak
Kawan menangis diharap jangan



Pantun Perpisahan
Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang di tapak tangan
Biar jauh di negeri satu
Hilang di mata di hati jangan

Bagaimana tidak dikenang
Pucuknya pauh selasih Jambi
Bagaimana tidak terkenang
Dagang yang jauh kekasih hati

Duhai selasih janganlah tinggi
Kalaupun tinggi berdaun jangan
Duhai kekasih janganlah pergi
Kalaupun pergi bertahun jangan

Batang selasih mainan budak
Berdaun sehelai dimakan kuda
Bercerai kasih bertalak tidak
Seribu tahun kembali juga

Bunga Cina bunga karangan
Tanamlah rapat tepi perigi
Adik di mana abang gerangan
Bilalah dapat bertemu lagi

Kalau ada sumur di ladang
Bolehlah kita menumpang mandi
Kalau ada umurku panjang
Bolehlah kita bertemu lagi



Pantun Teka-teki
Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk di hidung?

Beras ladang sulung tahun
Malam malam memasak nasi
Dalam batang ada daun
Dalam daun ada isi

Terendak bentan lalu dibeli
Untuk pakaian saya turun ke sawah
Kalaulah tuan bijak bestari
Apa binatang kepala di bawah ?

Kalau tuan muda teruna
Pakai seluar dengan gayanya
Kalau tuan bijak laksana
Biji di luar apa buahnya

Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya?

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pantun (5
Juni 2014)

 Pantun Kepahlawanan