Perencanaan Pendidikan dan aspek Demogra

HUBUNGAN PERENCANAAN PENDIDIKAN DENGAN ASPEK
DEMOGRAFI, SOSIAL, EKONOMI DAN POLITIK
MAKALAH DISKUSI PERENCANAAN PENDIDIKAN
DOESEN PENGAMPU : DR.ARDI ADRI,M.Ag

Makalah diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
Mata kuliah perencanaan pendidikan pada jurusan tarbiyah
Program studi manajemen pendidikan Islam
Kelompok 1 Semester VI

Oleh
KELOMPOK IV
NUR SHOLEH,S.Ag
NIM. MP-2015014
AMIN FIKRI,S.Pd.I
NIM.

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
PROGRAM PASCA SARJANA S2 MPI
2015


A. Hubungan Perencanaan Pendidikan dengan Aspek Demografi
Demograf, secara etimologi (kebahasaan) berasal
Latien,

kata

“demograhie”

terdiri

yaitu demos dan graphien, demos artinya

dari

penduduk

dua

bahasa
kata


dan graphien

berarti catatan, bahasan tentang sesuatu. Secara etimology makna
demograf adalah catatan atau bahasan mengenai penduduk suatu
daerah pada waktu tertentu. Secara epistemology (berdasarkan ilmu
pengetahuan) , pengertian demograf

tidak sesederhana seperti

dalam perspektif etimology, kata demograf diberi

makna lebih

spesifk tentang penduduk.1[1]
Demograf merupakan istilah yang berasal dari dua kata
Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan graphein
yang berarti menggambar atau menulis. Oleh karena itu, demograf
dapat diartikan sebagai tulisan atau gambaran tentang penduduk ,
terutama tentang kelahiran, perkawinan, kematian dan migrasi.

Demograf meliputi studi ilmiah tentang jumlah, persebaran geografs,
komposisi penduduk, serta bagaimana faktor faktor ini berubah dari
waktu kewaktu. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Archille
Guillard pada tahun 1855 dalam karyanya yang berjudul “elements de
statistique humaine, ou demographie comparree” atau elements of
human statistics or comparative demography (dalam Iskandar,1994).
2[2]
 Achille Guillard (1855) memberikan defnisi demograf sebagai ilmu
yang mempelajari segala sesuatu dari keadaan dan sikap manusia
yang dapat diukur ,yaitu meliputi perubahan secara umum,
fsiknya, peradabannya, intelektualitasnya, dan kondisi moralnya
(lihat juga Iskandar, 1994).
 David v. Glass(1953) menekankan bahwa demograf terbatas pada

studi penduduk sebagai akibat pengaruh dari proses demograf
,yaitu fertilitas,mortalitas,dan migrasi.
 United Nations(1958) dan International Union for the Scientifc

Study of Population/IUSSP (1982) mendefnisikan demograf sebagai


1[1]rizqi dwi Alfiyanto, Pengertian Demografi dan Kependudukan, http://rakyatsejahtera.blogspot.com/2013/06/pengertian-demografi-dan-kependudukan.html, diakses pada tanggal 8
April 2015.
2 [2] Bowo setyo, Defnisi Demograf menurut para ahli dalam
http://bowosu.blogspot.co.id/2012/10/faktor-demograf.html diakses pada tanggal
16 /10/2012

studi ilmiah masalah penduduk yang berkaitan dengan jumlah,
struktur, serta pertumbuhannya
 Philip m. Hauser dan Otis Dudley Duncan(1959) berpendapat

bahwa demograf merupakan ilmu yang mempelajari jumlah,
persebaran territorial, komposisi penduduk, serta perubahannya
dan sebab-sebab perubahan tersebut.
 Donald j. Bougue(1969) mendefnisikan demograf sebagai ilmu

yang

mempelajari

secara


jumlah,komposisi,distribusi

statistik

dsan

penduduk,dan

matematik
perubahan-

perubahannya sebagai akibat bekerjanya komponen-komponen
pertumbuhan

penduduk,

yaitu

kelahiran


(fertilitas),

kematian(mortalitas), perkawinan, migrasi, dan mobilitas social.
 George w. Brclay(1970) mendefnisikan demograf sebagai ilmu

yang memberikan gambaran secara statistik tentang penduduk.
Demograf mempelajari perilaku penduduk secara menyeluruh
bukan

perorangan.

Dengan

defnisi-defnisi

diatas,

dapat


disimpulkan bahwa ilmu demograf merupakan suatu ilmu untuk
mempelajari

perubahan-perubahan

kependudukan

dengan

memanfaatkan data dan statistik dari data penduduk terutama
mengenai

perubahan

jumlah,

persebaran

pada


kommponen-

komponen utama pertumbuhan penduduk, yaitu = fertilitas,
mortalitas, migrasi, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan
pada jumlah, struktur, dan persebaran penduduk.
Ilmu demograf digunakan oleh para ahli umumnya terdiri dari
empat tujuan pokok, yaitu:
1.

Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah
tertentu, mengukur distribusi kesempatan tenaga kerja, distribusi
persebaran penduduk dan merencanakan lokasi sekolah

2.

Menjelaskan pertumbuhan penduduk masa lampau, penurunannya
dan persebarannya dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang
tersedia.

3.


Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan
penduduk dengan bermacam-macam aspek pembangunan sosial,
ekonomi, budaya politik, lingkungan keamanan dan fungsi organisasi
sosial.

4.

Mencoba meramalkan pertumbuhan pendukuduk di masa yang akan
datang dan mempelajari cara mengatasi kemungkinan-kemungkinan
konsekuensinya.3 [3]

Pada

akhirnya,

keempat

tujuan


pokok

tersebut

akan

bermanfaat untuk:
1. Perencanaan pembangunan yang berhubungan dengan pendidikan,
perpajakan, kemiliteran, kesejahteraan sosial, perumahan, pertanian
dan lain-lain yang dilakukan pemerintah menjadi lebih tepat sasaran
jika mempertimbangkan komposisi penduduk yang ada sekarang dan
yang akan datang.
2.

Evaluasi kinerja pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
dengan melihat perubahan komposisi penduduk yang ada sekarang
dan yang lalu beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

3.


Melihat peningkatan standar kehidupan melalui tingkat harapan
hidup rata-rata penduduk, sebab tidak ada ukuran yang lebih baik
kecuali lamanya hidup sesorang di negara yang bersangkutan.

4.

Melihat seberapa cepat perkembangan perekonomian yang dilihat
dari ketersediaan lapangan pekerjaan, persentase penduduk yang ada
di sektor pertanian, pendidikan, industri dan jasa. 3[3]
Di daerah-daerah yang menjadi pusat pendidikan banyak didatangi penduduk yang

ingin melanjutkan pendidikan sehingga kepadatan penduduk semakin meningkat. Contohnya,
Yogyakarta sebagai kota pendidikan banyak didatangi pelajar dan mahasiswa dari penjuru
tanah air untuk melanjutkan pendidikan.4[4]
Dari hal itu, ada daerah-daerah yang memiliki beberapa faktor yang menyebabkan
penduduknya semakin cepat bertambah padat. Kepadatan penduduk yang tidak merata,
kurang menguntungkan dari segi pembangunan, maka salah satu usaha yang dilakukan untuk
mengurangi kepadatan penduduk, yaitu dengan pemerataan pendidikan sampai ke daerah
pedalaman untuk mengurangi arus migrasi ke pusat-pusat pendidikan. 5[5]
Semakin besar jumlah penduduk, maka semakin besar jumlah sekolah, guru, sarana
prasarana yang harus disediakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
tersebut. Keterkaitan erat antara demografi dengan pendidikan sangat berperan penting,
karena dengan ketersediaan data demografi baik dari sensus, survei maupun pencatatan
kejadian-kejadian penting akan di jadikan dasar atau pedoman dalam perencanaan
pembangunan bidang pendidikan.Faktor-faktor demografi, diantaranya melalui sensus
penduduk, survei ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas untuk membantu dalam
perumusan kebijakan misalnya menentukan besar anggaran untuk bidang pendidikan.
3[3]Rizki Dwi Alfiyanto, Ibid. Lihat pula buku 9_Aspek-aspek demografi,unisco,1986
4[4]Yudi Kustina, Makalah Keterkaitan antara demografi dan pendidikan,
https://yudikustiana.wordpress.com/2011/05/16/makalah-keterkaitan-antara-demografi-danpendidikan/, diakses pada tanggal 8 April 2015.
5[5]Dr.Arifin,M.Si.,Perencanaan Pendidikan,2012,hal.8

Faktor demograf dalam perencanaan pendidikan adalah kajian
setrategis meliputi usia, jenis kelamin ( Gender ), pekerjaan, pendidikan
dan pendapatan. Perencanaan keuangan yang baik dapat membantu
seseorang maupun keluarga untuk dapat menyesuaikan perubahan hidup
dengan mudah dan memberikan rasa aman akan kepentingan beaya
hidup dan beaya pendidikan dengan tujuan fnansial dimasa mendatang.
Sikap seseorang berbeda terhadap suatu obyek atau atribut yang
dipengaruhi

oleh

jenis

pekerjaan.

Setiap

pekerjaan

memberikan

pengalaman pribadi, pengaruh budaya tempat kerja dan lingkungan
setrata sosial cenderung mempengaruhi pilihan perencanaan yang
berbeda, seperti jenis pekerjaan sebagai pegawai negri sipil atau pegawai
swasta terkait jaminan kesejahteraan dan dana pensiun. Pendidikan yang
berhail diselesaikan seseorang juga menentukan besarnya pendapatan
dan kelas sosial, juga berkontribusi bagi perencanaan keuangan. Jadi
perbedaan jenis kelamin, umur, pekerjaan dan pendidikan berpengaruh
signifkan dalam perencanaan dan beaya pendidikan, proses pencapaian
tujuan hidup seseorang melalui manajemen keuangan

antara lain

keperluan sewa rumah, mobil, menyediakan dana pendidikan anak, beaya
kesehatan dan tunjangan pensiun hari tua. Penelitian yang dilakukan Cole
( 2009 ) dan Connoly ( 2005 ) mengemukakan bahwa adanya hubungan
antara pendapatan dan tingkat pendidikan seseorang dengan pengelolaan
perencanaan keuangan.
Demograf adalah studi ilmiah tentang penduduk, terutama
tentang jumlah, sturuktur dan perkembangannya. Penduduk adalah hasil
tingkat kelahiran, tingkat migrasi dan tingkatkematian. Demograsi lajim
digunakan untuk mnyebut studi tentang sipat terhadap komposisi dan
pertumbuhan penduduk.dan demograsi adalah suatu studi statistik dan
matematis tentang jumlah, komposisi san persebaran penduduk, serta
perubahan faktor faktor ini setelah melewati kurun waktu yang yang
disebabkan oleh lima proses yaitu fertilitas, moralitas, perkawinan,
migrasi dan mobilitas sosial.
B.

Hubungan Perencanaan Pendidikan dengan Aspek Sosial dan Ekonomi
Dalam kehidupan bermasyarakat kita mengenal dua istilah
penting yang saling berhubungan, yaitu sosial dan ekonomi masyarakat.
Masyarakat adalah lingkungan sosial. Pengertian lingkungan sosial adalah
semua orang lain yang mempengaruhi orang lain itu sendiri, termasuk
cara pergaulan, adat-istiadat, agama dan kepercayaan. Masyarakat atau

lingkungan sosial yang menjadi fokus hubungan sekolah dan masyarakat
adalah lingkungan sosial yang mencakup manusia dan kebudayaannya. 6
[7]
Selain itu ekonomi masyarakat juga ada hubungannya dengan
perencanaan

pendidikan.

Umumnya

masyarakat

yang

mempunyai

penghasilan yang kecil atau dibawah rata-rata, mereka berupaya hasil
dari pekerjaannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk
keluarga yang berpenghasilan menengah mereka lebih terarah kepada
pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan, pakaian,
membangun rumah, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan keluarga yang
berpenghasilan tinggi dan berkecukupan mereka akan memenuhi segala
keinginan

yang

menyekolahkan

mereka
anak

inginkan

mereka

ke

termasuk

jenjang

keinginan

pendidikan

untuk

yang

lebih

tinggi.Itulah gambaran dinamika ekonomi masyarakat. Hal tersebut tentu
akan menghambat perencanaan pendidikan pada umumnya. 7[8]
Maka dari itu, mulai dari sekarang kita harus bisa merubah
pemikiran-pemikiran

yang

kurang

pas

tersebut,

khususnya

bagi

masyarakat yang berekomoni rendah. Kita harus bisa meyakinkan mereka
bahwa pendidikan itu sangat penting dan paling utama yang harus di
prioritaskan untuk kelangsungan hidup di waktu yang akan datang,
sehingga perencanaan pendidikan dapat berjalan dengan lancar sesuai
yang diharapkan.8[9]
Perencanaan pendidikan berdasarkan permintaan masyarakat
digunakan dalam penelitian-penelitian dimana faktor penentu target
jumlah peserta didik pada masa mendatang adalah terbatasnya ruang
kelas,

standar

mutu

yang

dikombinasi

dengan

jatah

penerimaan,

kebijakan beasiswa dan beban uang pendidikan, jangkauan geograf,
karakteristik kepercayaan calon peserta didik, standar mutu yang
diterima, ujian dan kebijakan khusus, ataupun kebijakan umum dalam
sistem penerimaan terbuka atau penerimaan terseleksi.
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketiga dalam
proses

pembentukan

kepribadian

anak-anak

sesuai

dengan

keberadaannya. Lingkungan masyarakat akan memberikan sumbangan
yang sangat berarti dalam diri anak, apabila diwujudkan dalam proses dan
6[7]Cah
Kudus,
Korelasi
Perencanaan
Pendidikan,
http://www.cahkudus.tk/2013/06/korelasi-perencanaan-pendidikan-dengan.html, diakses pada
tanggal 8 April 2015.
7[8] Cah Kudus,Ibid.
8[9]Cah Kudus,Ibid.

pola yang tepat. Tidak semua ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan
maupun performan dapat dikembangkan oleh sekolah ataupun dalam
keluarga. Karena keterbatasan dana dan kelengkapan lembaga tersebut.
Kekurangan yang dirasakan akan dapat diisi dan dilengkapi oleh
lingkungan masyarakat dalam membina pribadi anak didik atau individual
secara utuh dan terpadu.9[10]
Menurut Purwanto (1990) ada tiga jenis hubungan antara sekolah
dan masyarakat, yaitu :
1.

Hubungan edukatif
Hubungan edukatif adalah hubungan kerjasama dalam hal
mendidik murid antara guru dan orang tua. Hubungan ini mempunyai
maksud agar tidak terjadi perbedaan prinsip yang dapat mengakibatkan
keragua-raguan dalam kepribadian dan sikap seorang anak. Hubungan
kerjasama yang lainnya adalah dengan berusaha memenuhi fasilitasfasilitas yang diperlukan dalam proses pembelajaran baik di sekolah
maupun di rumah. Cara kerjasama itu dapat direalisasikan dengan
pertemuan rutin orangtua murid ke sekolah demi membahas masalah
murid yang ada.10[11]
Dengan adanya hubungan ini, diharapkan pihak sekolah dan
orangtua murid dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada di
lingkungan sekolah yang dapat meningkatkan mutu pendidikan bagi
murid sehingga murid-murid dapat belajar dengan baik.

2.

Hubungan Kultural
Hubungan Kultural adalah usaha kerja sama antara sekolah dan
masyarakat

yang

memungkinkan

adanya

saling

membina

dan

mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada.
Sekolah merupakan suatu lembaga yang seharusnya dapat dijadikan
barometer bagi maju-mundurnya kehidupan, cara berpikir, kepercayaan,
kesenian, dan adat-istiadat. Dan kemudian sekolah juga seharusnya dapat
dijadikan titik pusat dan sumber tempat terpancarnya norma-norma
kehidupan yang baik bagi kemajuan masyarakat yang selalu berubah dan
berkembang

maju.

Jadi,

bukanlah

sebaliknya

sekolah

hanya

mengintroduksikan apa yang hidup dan berkembang di masyarakat. 11[12]
9[10]Ibid.
10[11]Ibid.
11[12]www.anneahira.com/Demografi.html.

Untuk itu diperlukan adanya hubungan yang fungsional antara
kehidupan di sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kebutuhankebutuhan kurikulum sekolah disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan
dari perkembangan masyarakat. Untuk menjalankan hubungan kerja sama
ini,

sekolah

harus

mengerahkan

murid-muridnya

untuk

membantu

kegiatan-kegiatan sosial yang diperlukan oleh masyarakat. Kegiatankegiatan sosial ini berarti mendidik anak-anak berpartisipasi dan turut
bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. 12[13]
3. Hubungan institusional
Hubungan Institusional adalah hubungan kerja sama antara
sekolah dengan lembaga-lembaga atau instasi-instasi resmi lain, baik
swasta maupun pemerintahan, seperti hubungan kerja sama antara
sekolah dengan sekolah-sekolah lain, dengan kepala pemerintahan
setempat, jawatan penerangan, jawatan pemerintahan, perikanan dan
peternakan, dengan perusahaan-perusahaan Negara atau swasta, yang
berkaitan

dengan

perbaikan

dan

perkembangan

pendidikan

pada

umumnya.13[14]
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mendidik anak-anak
yang nantinya akan hidup sebagai anggota masyarakat yang terdiri atas
bermacam-macam golongan, jabatan, status sosial, dan bermacammacam pekerjaan, sangat memerlukan adanya hubungan kerjasama itu.
Menurut E. Mulyasa (dalam Udi Syaefuddin dan Abin Samsudin Maknun,
2009), model manajemen sekolah atau pendidikan dengan masyarakat
merupakan seluruh proses kegiatan sekolah atau pendidikan yang
direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh,
disertai pembinaan secara kontinyu untuk mendapatkan simpati dari
masyarakat

pada

umumnya,

dan

khususnya

masyarakat

yang

berkepentingan langsung dengan sekolah. Simpati masyarakat akan
tumbuh melalui upaya-upaya sekolah dalam menjalin hubungan secara
intensif dan proaktif, disamping membangun citra lembaga yang baik. 14
[15] Perencanaan pendidikan perlu mempertimbangkan aspek sosiologis
seperti yang dijelaskan diatas yaitu kebiasaan, adat istiadat dan
kebudayaan serta nilai-nilai budaya masyarakat setempat dan aspekaspek

ekonomi

seperti

tingkat

pendapatan,

pola

konsumsi,

dan

sebagainya.Setiap kebijakan yang dituangkan dalam rencana pendidikan
yang dilaksanakan akan mempengaruhi kehidupan sosial dan tingkah laku
12[13] http://artikelkesmas.blogspot.co.id/2013/05/makalah-demografi.html
13[14]Ibid.
14[15]Ibid.

kelompok masyarakat, oleh karena itu dalam perencanaan pendidikan
harus memperhatikan aspek-aspek sosiologis yang berkaitan dengan
pembangunan pendidikan, di antaranya yaitu :
a.
Bagaimana aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, di mana
pendidikan dapat memberikan kesempatan untuk memperbaiki mutu
kehidupan;
b. Bagaimana mendapatkan pendidikan yang mudah dan murah sesuai
dengan kemampuan ekonomi masyarakat;
c. Bagaimana mempersiapkan fasilitas pendidikan dan mutu pendidikan
yang baik;
d. Bagaimana menghadapi situasi dan aspirasi masyarakat yang selalu
bergerak dan berkembang.
Secara kongkrit, tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah dan
masyarakat adalah :
a. Mendapatkan pentingnya sekolah bagi masyarakat.
b. Mendapatkan dukungan dan bantuan moral maupun fnancial yang
diperlukan bagi pengembangan sekolah.
c.
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan
pelaksanaan program sekolah.
d.
Memperkaya atau memperluas program sekolah sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
e.
Mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara keluarga dan
sekolah dalam mendidik anak-anak.
Pendidikan
pendidikan

yang

dapat
berhasil

dipandang
akan

dapat

sebagaai

investasi

meningkatkan

karena

kesejahteraan

masyarakat, kemajuan ekonomi mendorong perkembangan pendidikan,
dan pendidikan yang maju merupakan salah satu persyaratan untuk
perkembangan

ekonomi

selanjutnya.

Pendidikan

merupakan

suatu

investasi yang berguna bukan saja untuk perorangan atau individu saja,
tetapi juga merupakan investasi untuk masyarakat. Hal ini, secara
langsung dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan sangat erat
kaitannya dengan suatu konsep yang disebut dengan human capital.15

[16]
Kegagalan

sistem

pendidikan

selama

ini

mungkin

karena

gagalnya rencana awal. Rencana yang tidak memperhitungkan aspek
sosial, ekonomi, adat istiadat dan aspek lain dalam masyarakat adalah
kesalahan fatal dalam merumuskan konsep pendidikan. Maka dari itu,
untuk mengatasi gagalnya konsep pendidikan, maka perlu dilakukan
kajian yang mendalam terhadap masalah-masalah sosial yang berdampak
terhadap perencanaan pendidikan. Diantara solusi tersebut adalah
sebagai berikut :
15[16]Ibid.

a.

Mengetahui

tingkat

kemiskinan.

Dengan

mengetahui

tingkat

kemiskinan pihak pemerintah dapat menentukan tingkat pemerataan
b.

yang sudah direncanakan.
Membangun kepercayaan masyarakat melalui sosialisasi pentingnya
pendidikan serta memberi beasiswa kepada anak-anak miskin untuk

c.

turut mengenyam pendidikan.
Dalam merencanakan pendidikan

d.

menerapkan pembentukan karakter peserta didik.
Pemerintah memberikan bekal ketrampilan sesuai dengan lingkungan

e

kerja.
Penyelanggaraan kerja lebih menekankan kepada keahlian sesuai

harus

memperhatikan

dan

dengan kompetensinya, ini terkait masalah sosial yang berhubungan
dengan aspek pendidikan. Jika hal ini diterapkan, pendidikan tidak
hanya menekankan pada sisi kognitifnya saja, melainkan lebih
berfokus pada sisi karakter dan keterampilan setiap individu. 16[17]
Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan. Ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
1. Prinsip interdisipliner, yaitu menyangkut berbagai bidang keilmuan
atau beragam kehidupan. Hal ini penting karena hakikat layanan
pendidikan kepada peserta didik harus menyangkut berbagai jenis
pengetahuan, beragam ketrampilan dan nilai-norma kehidupan
yang berlaku di masyarakat.
2. Prinsip fleksibel, yaitu bersifat lentur, dinamik dan responsif
terhadap perkembangan atau perubahan kehidupan di masyarakat.
Hal ini penting, karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta
didik

adalah

perkembangan

menyiapkan
Ilmu

siswa

pengetahuan

untuk

mampu

dan

teknologi

menghadapi
(Iptek)

dan

beragam tantangan kehidupan terkini.
3. Prinsip efektiftas-efsiensi, artinya dalam penyusunan perencanaan
pendidikan didasarkan pada perhitungan sumber daya yang ada
secara cermat dan matang, sehingga perencanaan itu ‘berhasil
guna’ dan ‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan pendidikan.
4. Prinsip progress of change, yaitu terus mendorong dan memberi
peluang kepada semua warga sekolah untuk berkarya dan bergerak
maju ke depan dengan beragam pembaharuan layanan pendidikan
yang lebih berkualitas, sesuai dengan peranan masing-masing.
5. Prinsip objektif, rasional dan sistematis , artinya perencanaan
pendidikan harus disusun berdasarkan data yang ada, berdasarkan
16[17]Dr.Arifin, https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaanpendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/

analisa kebutuhan dan kemanfaatan layanan pendidikan secara
rasional (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata), dan
mempunyai sistematika dan tahapan pencapaian program secara
jelas dan berkesinambungan.
6. Prinsip kooperatif–komprehensif,

artinya

perencanaan

yang

disusun mampu memotivasi dan membangun mentalitas semua
warga sekolah dalam bekerja sebagai suatu tim ( team work) yang
baik. Disamping itu perencanaan yang disusun harus mencakup
seluruh aspek esensial (mendasar) tentang layanan pendidikan
akademik dan non akademik setiap peserta didik.
7. Prinsip human resources development, artinya

perencanaan

pendidikan harus disusun sebaik mungkin dan mampu menjadi
acuan

dalam

pengembangan

sumber

daya

manusia

secara

maksimal dalam mensukseskan program pembangunan pendidikan.
Layanan pendidikan pada peserta didik harus betul-betul mampu
membangun individu yang unggul baik dari aspek intelektual
(penguasaan

science

and

technology),

aspek

emosional

(kepribadian atau akhlak), dan aspek spiritual (keimanan dan
ketakwaan) , atau disebut IESQ yang unggul ( Banghart, F.W and
Trull,

1990; Langgulung, H., 1992). H.I. Ansoff (1990)17 dalam

bukunya

“Implementing

Strategi”,

mengatakan

manajemen

strategik adala proses manajemen, hubungan antara perusahaan
dengan lingkungan, terdiri dari perencanaan staretgic,perencanaan
kapabilitas dan manajemen perubahan. Arnoldo C. Hax & Nichholas
S. Majluk18 dalam bukunya “Strategi Manajemen”, mengatakan
bahwa

manajemen

perusahaan

pada

strategic adalah
sasaran

utama

sebagai

cara menuntun

pengembangan

nilai

korporasi,kapabilitas manajerial, tanggung jawab organisasi, dan
sistem administrasi yang menghubungkan pengambilan keputusan
strategik dan tindakan operasional pada seluruh tingkat hierarki,
dan melewati seluruh lini bisnis dan fungsi otoritas perusahaan.
Menurut Banghart and Trull dalam M. Arifn, Filsafat Pendidikan Islam
(2007) ada beberapa tahapan yang semestinya dilalui dalam penyusunan
perencanaan pendidikan, antara lain:
1. Tahap need assessment, yaitu melakukan kajian terhadap beragam
kebutuhan

atau

taksiran

yang

diperlukan

dalam

proses

17 Ansoff, H. Igor & Edward Mc Donnel, Implementing Strategic Management: ,
Practice Hall, 1990
18 Hutabarat, Jemsly & Martani Huseini dalam buku Operasionalisasi Strategi, PT
Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia Jakarta,2006

pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan
pendidikan. Kajian awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan
memberikan

masukan

tentang:

(a)

pencapaian

program

sebelumnya; (b) sumber daya apa yang tersedia, dan (c) apa yang
akan dilakukan dan bagaimana tantangan ke depan yang akan
dihadapi.
2. Tahap formulation of goals and objective, yaitu perumusan tujuan
dan sasaran perencanaan yang hendak dicapai. Perumusan tujuan
perencanaan pendidikan harus berdasarkan pada visi, misi dan
hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan atau taksiran
(assessment) layanan pendidikan yang diperlukan.
3. Tahap policy and priority setting, yaitu merancang tentang rumusan
prioritas kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam layanan
pendidikan. Rumusan prioritas kebijakan ini harus dijabarkan
kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang jelas, agar
memudahkan dalam pencapaian tujuan.
4. Tahap program and project formulation, yaitu rumusan program dan
proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan,
menyangkut layanan pedidikan pada aspek akademik dan non
akademik.
5. Tahap feasibility testing, yaitu dilakukan uji kelayakan tentang
beragam sumber daya (sumber daya internal/ eksternal; atau
sumber daya manusia/ material).
6. Tahap plan implementation, yaitu tahap pelaksanaan perencanaan
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Keberhasilan
tahap ini sangat ditentukan oleh: (a) kualitas sumber daya
manusianya (kepala sekolah, guru, komite sekolah, karyawan, dan
siswa); (b) iklim atau pola kerjasama antar unsur dalam satuan
pendidikan sebagai suatu tim kerja ( team work) yang handal; dan
(c) kontrol atau pengawasan dan pengendalian kegiatan selama
proses

pelaksanaan

atau

implementasi

program

layanan

pendidikan.
7. Tahap evaluation and revision for future plan, yaitu kegiatan untuk
menilai (mengevaluasi) tingkat keberhasilan pelaksanaan program
atau perencanaan pendidikan, sebagai feedback (masukan atau
umpan balik), selanjutnya dilakukan revisi program untuk rencana
layanan pendidikan berikutnya yang lebih baik.
Kedudukan perencanaan pendidikan dalam proses layanan pendidikan
di setiap satuan pendidikan adalah:
1. Meningkatkan kualitas kegiatan atau aktivitas layanan pendidikan

2. Mengetahui beberapa sumber daya internal dan eksternal yang
dimiliki untuk dimanfaatkan secara maksimal, dan juga mengetahui
beberapa kendala, hambatan dan tantangan yang akan dihadapi
dalam upaya pencapaian tujuan.
3. Memberi peluang pada setiap warga sekolah dalam meningkatkan
beragam kemampuan, keahlian atau ketrampilan secara maksimal,
dalam rangka mewujudkan tujuan layanan pendidikan.
4. Memberikan kesempatan bagi pelaksana program untuk memilih
beberapa alternatif pilihan tentang metode atau strategi atau
pendekatan yang tepat dalam pelaksanaan perencanaan
pendidikan, agar efektif dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.
5. Memudahkan dalam pencapaian tujuan pendidikan, disamping itu
telah disusun skala prioritas sasaran tujuan yang akan dicapai.
6. Memudahkan dalam melakukan evaluasi tentang seberapa besar
pencapaian tujuan layanan pendidikan yang telah diraih, instrumen
apa yang dipakai dalam mengukur keberhasilan dalam kegiatan
untuk mencapai tujuan
7. Memudahkan dalam melakukan revisi program layanan pendidikan
dan proses penyusunan perencanaan pendidikan berikutnya, sesuai
dengan dinamika dan perkembangan kehidupan sosial-budaya
(Banghart, F.W and Trull, A. 1990; Tilaar.H.A.R. 1998; Sa’ud, S. dan
Makmun A,S. 2007).

C. Beberapa model Pendekatan Perencanaan Pendidikan hubungannya dengan aspek
sosial budaya, ekonomi dan politik

Menurut para ahli, ada beragam pendekatan perencanaan
pendidikan,

yaitu:

pendekatan

approach);

pendekatan

kebutuhan

ketenagakerjaan

sosial

( social

(manpower

demand
approach);

pendekatan untung rugi (cost and beneft approach); dan pendekatan
keefektifan biaya (cost effectiveness approach). Berikut ini akan dijelaskan
secara singkat keempat pendekatan perencanan pendidikan tersebut
1. Pendekatan kebutuhan sosial
Perencanaan

pendidikan

yang

menggunakan

pendekatan

kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut pendekatan yang bersifat
tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak dicapai dalam
pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada: (1) tercapainya
pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan

pendidikan

dasar;

(2)

pemberian

layanan

pembelajaran

untuk

membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf); dan (3)
pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa
ketakutan dari penjajahan, dari kebodohan dan dari kemiskinan. Oleh
karena itu pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya dilaksanakan pada
negara-negara yang baru meraih kemerdekaan dari penjajahan, dengan
kondisi masyarakat pribumi yang terbelakang pendidikannya dan kondisi
sosial ekonominya.
Apabila pendekatan kebutuhan sosial ini dipakai, maka ada
beberapa

hal

yang

perlu

penyusun

perencanaan

dipertimbangkan

atau

diperhatikan

dalam merancang perencanaan

oleh

pendidikan,

antara lain: (1) melakukan analisis tentang pertumbuhan penduduknya;
(2) melakukan analisis tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya
dalam pelaksanaan pendidikan, misalnya melakukan analisis persentase
penduduk yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan, yang dapat
memberikan kontribusi dalam peningkatan layanan pendidikan di setiap
satuan pendidikan; (3) melakukan analisis tentang dinamika atau gerak
(mobilitas) peserta didik dari sekolah tingkat dasar sampai perguruan
tinggi, misalnya kenaikan kelas, kelulusan, dan dropout; (4) melakukan
analisis tentang minat atau keinginan warga masyarakat tentang jenis
layanan pendidikan di sekolah; (5) melakukan analisis tentang tenaga
pendidik dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat difungsikan
secara maksimal dalam proses layanan pendidikan; dan (6) melakukan
analisis tentang keterkaitan antara output satuan pendidikan dengan
tuntutan

masyarakat

atau

kebutuhan

sosial

di

masyarakat

(C.A.Anderson,1983;Perencanaan Pendidikan dalam konteks sosial).
1. Pendekatan ketenagakerjaan
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan ini lebih
mengutamakan keterkaitan antara output (lulusan) layanan pendidikan di
setiap satuan pendidikan dengan tuntutan atau keterserapan akan
kebutuhan tenaga kerja di masyarakat. Apabila pendekatan ini dipakai
oleh para penyusun perencanaan pendidikan, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, antara lain: (1) melakukan kajian atau analisis tentang
beragam kebutuhan yang diperlukan oleh dunia kerja yang ada di
masyarakat secermat mungkin; (2) melakukan kajian atau analisis tentang

beragam bekal pengetahuan dan ketrampilan apa yang perlu dimiliki oleh
peserta didik terutama pada masyarakat ekonomi berkeembang.
1. Pendekatan keefektifan biaya
Pendekatan ini berorientasi pada konsep Investment in human

capital (investasi pada sumber daya manusia). Pendekatan ini sering
disebut pendekatan untung rugi. Diantara ciri-ciri pendekatan ini antara
lain: (1) pendidikan memerlukan biaya investasi yang besar, oleh karena
itu perencanaan pendidikan yang disusun harus mempertimbangkan
aspek keuntungan ekonomis; (2) pendekatan ini didasarkan pada asumsi,
bahwa: (a) kualitas layanan pendidikan akan menghasilkan output yang
baik dan secara langsung akan memberi kontribusi pada pertumbuhan
ekonomi masyarakat; (b) sumbangan seseorang terhadap pendapatan
nasional adalah sebanding dengan tingkat pendidikannya; (c) perbedaan
pendapatan seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas pendidikan
bukan ditentukan oleh latar belakang sosialnya; (3)

perencanaan

pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya meningkatkan
kualitas SDM (penguasaan Iptek), dan dengan tersedianya kualitas SDM,
maka diharapkan income masyarakat akan meningkat; dan (4) program
pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati
prioritas pembiayaan yang besar.18[ 19]
Mungkin yang terpenting dari fungsi-fungsi tersebut bahwa
sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya menjadi agen-agen
sosialisasi politik. Lembaga-lembaga pendidikan menjadi tempat dimana
individu-individu, terutama anak-anak dan generasi muda, mempelajari
sikap-sikap dan perasaan tentang sistem politik, dan sejenis peran politik
yang diharapkan dari mereka.20[19]
Berbagai institusi pendidikan yang ada dalam masyarakat dapat
berfungsi sebagai alat kekuasaan dalam upaya membentuk sikap dan
keyakinan politik yang dikehendaki. Berbagai aspek pembelajaran,

19 [18] Dr.Arifn, https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsepperencanaan-pendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/ diakses
tanggal 14/09/2015

20[20]Amriani
Hamzah,
Hubungan
Politik
dengan
Pendidikan,
http://amrianihamzah.blogspot.com/2013/01/hubungan-politik-dengan-pendidikan.html,
dikases pada tanggal 8 April 2015.

terutama kurikulum dan bahan-bahan bacaan, sering kali diarahkan pada
kepentingan politik tertentu.21[20]
Menambahkan

bahwa

salah

satu

komponen

terpenting

pendidikan, kurikulum, misalnya, dapat menjadi media sosialisasi politik.
Menurutnya, kurikulum disuatu lembaga pendidikan memiliki tiga sumber
utama. Pertama, pendapat kelompok profesional pendidikan yang sangat
dipengaruhi

oleh

institusi-institusi

pelatihan

guru

dan

sering

kali

merefleksikan atau mengadaptasi ide dari individu-indovidu yang didewadewakan, seperti John Dewey, John Lock, dan Wiliam Stern. 22[20]
Di banyak negara totaliter dan negara berkembang, pemimpin
politik sangat menyadari fungsi pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuan
politik.

Mereka

melakkan

berbagai

cara

untuk

mengontrol

sistem

pendidikan dan menitipkan pesan-pesan politik melalui metode an bahan
ajar (curriculum content) pendidikan. Dinegara-negara komunis, misalnya,
metode brain washing digunakan secara luas untuk membentuk pola pikir
kaum muda, agar sejalan dengan doktrin komunisme. 23[21]
Pendidikan dan politik merupakan dua hal yang seiring sejalan
dalam mencerdaskan bangsa. Kedua-duanya tidak berjalan sendiri-sendiri
akan tetapi saling berhubungan atau berkaitan. Pendidikan menyiapkan
sumber daya manusia untuk mengurus politik dan negara. Negara
mengalokasikan biaya untuk mendukung kecancaran proses pendidikan.
Dalam perspektif Islam keterlibatan Negara untuk membangun dan
mendukung proses pembelajaran diberbagai lembaga pendidikan mutlak
dibutuhkan.24[22]
Transformasi nilai-nilai politik melalui institusi pendidikan melalui
intervensi dalam perbuatan kebijakan pendidikan di Indonesia sangat
kuat, bahkan institusi pendidikan merupakan wilayah politik negara dan
pemerintahan,

Pendidikan

adalah

suatu

tindakan

sosial

yang

pelaksanaanya

dimungkinkan melalui suatu jaringan hubungan- hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan
inilah bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan peranan individu di dalamnyalah
yang menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat. Politik adalah bagian dari paket
kehidupan lembaga- lembaga pendidikan Hal ini menegaskan bahwa pendidikan dan politik
21[19]Ibid.
22[20]Ibid.
23[21]Ibid.
24[22]Ibid.

adalah dua hal yang saling berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Berbagai aspek
pendidikan selalu mengandung unsur- unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas
politik ada kaitanya dengan aspek- aspek kependidikan. 25[23]
Keduanya sering dilihat oleh sebagian orang tidak ada kaitan dan
hubungan, padahal politik dan pendidikan saling menopang dan saling
mengisi satu sama lain. Pendidikan berperan penting dalam membentuk
perilaku

dan

moralitas

masyarakat

di

suatu

Negara.

Begitu

juga

sebaliknya, perilaku politik di suatu negara memberikan karakteristik
pendidikan di negara tersebut.
Hubungan

erat

antara

pendidikan

dengan

politik

dapat

memberikan dampak positif dan negatif bagi perkembangan pendidikan.
Dampak positif yang dapat dihasilkan dari hubungan keduanya adalah
pemerintah sebagai pemegang peranan penting dalam politik dapat
memberikan subsidi kepada pendidikan. Dengan adanya subsidi tersebut
pendidikan bisa berkembang sebagaimana mestinya. 26[24]
Hubungan antara politik pendidikan dapat memberikan dampak
negatif atau positif bergantung pada pemegang peranan penting dalam
politik tersebut. Jika pemegang tanggung jawab pendidikan dalam politik
tidak mempunyai kompeten dalam bidang pendidikan, Jika kita melihat
realitas politik di Indonesia saat ini, maka hendaknya pendidikan dijadikan
satu hal yang netral. Dan ini akan memecahkan konsentrasi lembaga
terhadap pendidikan, yang pada akhirnya akan merusak nilai-nilai mulia
pendidikan.27[28]
Kesimpulan:
Kata Demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ’Demos’ adalah rakyat atau
penduduk dan ’Grafein’ adalah menulis. Jadi Demografi adalah tulisan atau karangan
mengenai penduduk. Istilah ini pertama kali dipakai untuk pertama kalinya oleh Achille
Guilard.

25[23] Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Muhaimin, dkk. 2012. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

26[24]Imamam harmaini, http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2010/12/aspeksosial-budaya-arsitektur.htmlLabel
27[28]Dr.Arifin,M.Si. https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaanpendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/

Demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Stuktur penduduk
meliputi jumlah, persebaran dan komposisi penduduk. Stuktur ini berubah-ubah yang
disebabkan oleh proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migarsi.
Ketiga faktor ini disebut dengan komponen pertumbuhan penduduk. Selain ketiga faktor
tersebut struktur penduduk ditentukan juga oleh faktor yang lain misal perkawinan,
perceraian. Perubahan stuktur yaitu perubahan dalam jumlah maupun komposisi akan
memberikan pengaruh sosial, ekonomi dan politis terhadap penduduk yang tinggal disuatu
wilayah.2928
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Islam, maka memerlukan partisipasi aktif dan
dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memiliki
kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :
1.
Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara
sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan
keuangan.
2.
Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan
mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan
mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek
intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
3.
Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah
dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang
berkualitas/ bermutu bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional
yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi
kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan
sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu
tersebut.29[29]
“Perencanaan sebagai suatu proses adalah suatu cara yang sistematis untuk menjalankan
suatu pekerjaan, dalam perencanaan terkandung suatu aktivitas tertentu yang saling berkaitan
untuk mencapai hasil tertentu yang diinginkan”
beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara
lain: (a) prinsip interdisipliner; (b) prinsip fleksibel; (c) prinsip efektifitas-efisiensi; (d)
prinsip progress of change; (e) prinsip objektif, rasional dan sistematis; dan (f) prinsip
kooperatif-komprehensif; dan (g) prinsip human resources development. Kelima, beberapa
tahapan yang semestinya harus dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara
lain: (a) tahap need assessment; (b) tahap formulation of goals and objective; (c) tahap
policy and priority setting; (d) tahap program and project formulation; (e) tahap feasibility
testing; (f) tahap plan implementation; dan (g) tahap evaluation and revision for future plan.
Keenam, ada beragam pendekatan perencanaan pendidikan, yaitu: pendekatan kebutuhan
sosial (social demand approach); pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach);
pendekatan untung rugi (cost and benefit approach); dan pendekatan keefektifan biaya (cost
effectiveness approach).

28 www.anahera.com/demograf sosial, lihat Irma Haeruddin,
http://artikelkesmas.blogspot.co.id/2013/05/makalah-demograf.html
29 [29] Rusli Karim, Pendidikan Islam antara Fakta dan Cita (Yogyakarta:Tiara
Wacana,1991), 67

DAFTAR PUSTAKA

Alfiyanto, Rizqi dwi.Pengertian Demografi dan Kependudukan, http://rakyatsejahtera.blogspot.com/2013/06/
pengertian-demografi-dan-kependudukan.html,
diakses pada tanggal 8 April 2015.
Hamzah,

Amriani.
Hubungan
Politik
dengan
Pendidikan,
http://amrianihamzah.blogspot.com/2013/01/hubungan-politik-denganpendidikan.html, dikases pada tanggal 8 April 2015.

Langgulung, H., 1992. Asas-asas Pendidikan Islam. Pustaka Al Husna. Jakarta
Mulyasa, E. 2003, Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007. Perencanaan Pendidikan, Suatu Pendekatan Komprehensif.
Remaja Rosdakarya. Jakarta.
Sagala, S. 2009. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Alfabeta.
Bandung.
Dr. Hj.Nirva Diana, M.Pd, Ml kuliah Fungsodui Perencanaan, Program pasca sarjana
Menejemen Pendidikan, IAIN Bandar Lampung,2012
Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Dr.Arifin,M.Si, Konsep,Model Perencanaan Pendidikan dalam jurnal diakses tanggal
14/09/2015,
https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaanpendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/
Irma Haeruddin
Labels: aplikasi demografi., pengertian demografi, ruang lingkup
demografi, tujuan dan manfaat demografi, ukuran-ukuran dasar demografi, variabel
demografi

Muhaimin, dkk. 2012. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kudus, Cah. Korelasi Perencanaan Pendidikan, http://www.cahkudus.tk/2013/06/korelasiperencanaan-pendidikan-dengan.html, diakses pada tanggal 8 April 2015.
Kustina,

Yudi.
Makalah
Keterkaitan
antara
demografi
dan
pendidikan,
https://yudikustiana.wordpress.com/2011/05/16/
makalah-keterkaitan-antarademografi-dan-pendidikan/, diakses pada tanggal 8 April 2015.

Diposkan oleh mulianti astuti di 02.25

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest
Label: PERENCANAAN PENDIDIKAN
http://muliantiastuti.blogspot.co.id/2015/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html